Professional Documents
Culture Documents
MOLA HIDATIDOSA
I. PENDAHULUAN
Mola hidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblastik gestasional
yang paling sering terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya proliferasi
abnormal dari jaringan trofoblas yang berkembang menjadi ganas. Trofoblas
merupakan jaringan yang pertama kali mengalami diferensiasi pada masa
embrional dini kemudian berkembang menjadi jaringan ekstraembrionik dan
membentuk plasenta. Penyakit trofoblas gestasional meliputi spektrum yang luas.
Bentuk jinak dari penyakit ini adalah mola hidatidosa sedangkan yang bersifat
ganas meliputi mola invasif, koriokarsinoma, dan placental site throphoblastic
tumor. (1)
Mola hidatidosa dapat didefinisikan sebagai kehamilan yang berkembang
tidak wajar, dimana seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. Mola
hidatidosa terbagi atas dua yaitu mola hidatidosa komplit dan parsial. Perbedaan
keduanya berdasarkan morfologi, gambaran klinikopatologi dan sitogenik. (2)
Mola hidatidosa tergolong penyakit jinak namun dapat berkembang
menjadi keganasan. Secara makroskopik, mola hidatidosa berupa gelembung-
gelembung putih, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi. Gambaran klinik
dari mola hidatidosa adalah perdarahan di trimester awal kehamilan, hiperemesis
gravidarum atau preeklampsia sebelum 24 minggu usia kehamilan. Tidak adanya
denyut jantung janin dan ukuran rahim yang lebih besar dari usia gestasi
merupakan pemeriksaan fisik yang menunjang dalam mendiagnosis mola
hidatidosa komplit. Sedangkan mola hidatidosa parsial lebih mirip dengan abortus
spontan. Ultrasonografi dan pemeriksaan β-hCG serial dibutuhkan untuk
mendiagnosis pasti mola hidatidosa. (1) (2)
Pada umumnya, setelah menegakkan diagnosis, dilakukan evakuasi mola
hidatidosa dengan kuret hisap yang dilanjutkan dengan kuret tumpul kavum uteri.
Sebagian besar prognosis dari mola hidatidosa baik setelah dievakuasi, namun
tetap dilakukan pemantauan ketat pasca evakuasi mola hidatidosa. Hal ini penting
1
untuk mengidentifikasi pasien berisiko keganasan seperti mola invasif
(korioadenoma), koriokarsinoma, dan placenta site throphoblastic tumor. (3)
II. EPIDEMIOLOGI
Secara umum, 80% dari penyakit trofoblas gestasional merupakan mola
hidatidosa, 15% adalah korioadenoma dan 5% merupakan koriokarsinoma. Mola
hidatidosa terjadi 1 dari 1000 sampai 2000 kehamilan di Amerika Serikat dan
dilaporkan kira-kira 3000 pasien pertahun dan transformasi maligna terjadi pada
6-19% kasus. 1 dari 15.000 kasus abortus dihubungkan dengan mola hidatidosa
komplit. (3)
Angka kejadian mola hidatidosa bervariasi, di Meksiko 1 dari 125 wanita
hamil mengalami mola hidatidosa sedangkan di Taiwan 1 dari 1500 wanita hamil.
Insiden mola hidatidosa komplit di Asia yang tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1
dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. (1) (2)
Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian mola hidatidosa yakni
usia reproduksi yang ekstrim yaitu wanita dengan usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 40 tahun, riwayat mola hidatidosa sebelumnya serta status ekonomi
yang rendah. Wanita dengan usia reproduksi kurang dari 20 tahun memiliki risiko
1,5-2 kali lipat mengalami mola hidatidosa, wanita usia lebih dari 40 tahun
memiliki risiko 5 kali lipat. Dilaporkan bahwa wanita dengan riwayat mola
hidatidosa sebelumnya memiliki risiko 10 kali lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih tinggi untuk menderita koriokarsinoma
dibandingkan wanita dengan riwayat hamil normal. Wanita dengan keadaan sosial
ekonomi rendah memiliki risiko 10 kali untuk terkena kehamilan mola hidatidosa.
Hal ini dikaitkan dengan kemungkinan bahwa nutrisi berpengaruh pada etiologi
penyakit ini. (3)
2
the outer cell mass membentuk trofoblas yang kemudian berkembang menjadi
plasenta. Trofoblas yang mempunyai kemampuan untuk menghancurkan
endometrium dalam masa sekresi dengan sel-sel desidua. Sel-sel desidua ini
besar-besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta mudah dihancurkan
oleh trofoblas. (4)
Dalam perkembangan diferensiasi trofoblas, sitotrofoblas yang belum
berdiferensiasi dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi 3 jenis, yaitu
sinsisiotrofoblas yang aktif menghasilkan hormon, trofoblas jangkar ekstravili
yang akan menempel pada endometrium dan trofoblas invasif. Invasif trofoblas
diatur oleh pengaturan kadar hCG. Sinsiotrofoblas menghasilkan hCG yang akan
mengubah sitotrofoblas menyekresikan hormon invasif. Trofoblas yang semakin
dekat dengan endometrium menghasilkan kadar hCG yang semakin rendah dan
membuat trofoblas berdiferensiasi dalam sel-sel jangkar yang menghasilkan
protein perekat plasenta (trophouteronectin). Trofoblas invasif yang lain akan
lepas dan bermigrasi ke endometrium dan miometrium untuk melakukan invasi ke
dalam endometrium dan miometrium akan menghasilkan protease dan inhibitor
protease yang diduga memfasilitasi proses invasi ke dalam jaringan maternal. (4)
Kelainan dalam optimalisasi aktivasi trofoblas akan berlanjut dengan
berbagai penyakit dalam kehamilan. Misalnya, invasi trofoblas yang tidak
terkontrol akan menimbulkan penyakit trofoblas gestasional, seperti mola
hidatidosa. (4)
3
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu
terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan
kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan hari ke 13
dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan angiogenesis.
4
Gambar 1. Formasi Genetik pada Mola Hodatidosa
(dikutip dari kepustakaan (5))
Pada penyakit trofoblas, terjadi gangguan pada penyatuan sperma dan
ovum sehingga menyebabkan pembentukan trofoblas yang abnormal dan
kematian pada embrio. (5)
Tabel 1. Perbedaan mola hidatidosa Komplit dan Parsial (dikutip dari kepustakaan (6))
5
Peningkatan β-hCG 0,5% 20%
Komplikasi Jarang Sering
Penyakit gestasional 0,5% 20%
ganas
6
V. DIAGNOSIS
1. Manifestasi Klinik
Biasanya penderita mengalami keterlambatan haid dalam 1-2 bulan.
Terdapat keluhan mual dan muntah yang lebih nyata. Perdarahan
pervaginam dapat bervariasi, mulai spotting hingga perdarahan berat
yang dapat menyebabkan syok. Pada mola hidatidosa yang lebih lanjut,
perdarahan uterus berat disertai adanya anemia defisiensi besi. (6)
Pada sebagian besar kasus, perkembangan uterus lebih cepat dari
perkiraan usia kehamilan. Konsistensi uterus lebih lunak. Adanya kista
teka lutein sehingga sulit untuk membedakan pembesaran uterus pada
pemeriksaan bimanual. Ukuran uterus terus semakin membesar, namun
tidak terdeteksi denyut jantung janin. (6)
7
datang dengan gejala missed abortion atau abostus inkomplit dan baru
dapat didiagnosis setelah dilakukan pemeriksaan histologi dari hasil
kuret. (3) (5)
3. Gambaran Histologi
Secara histologik, mola hidatidosa komplit memperlihatkan edema
pada vili korionik menyeluruh serta hiperplasia trofoblas yang
menyeluruh. Beberapa referensi menyatakan adanya gambaran
“rangkaian anggur” hanya akan terlihat pada trimester kedua kehamilan.
(5) (7)
4. Gambaran Radiologi
8
Pemeriksaan pencitraan ultrasonografi merupakan pilihan utama
pada mola hidatidosa. Peran sonografi termasuk : 1) diagnosis awal, 2)
penilaian respon pengobatan, 3) menentukan derajat invasi dari bentuk
ganas dari PTG, dan 4) Menentukan kekambuhan penyakit pada bentuk
maligna dari PTG. (8)
Pada kehamilan trimester I, gambaran molahidatidosa tidak spesifik
sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed
abortion, abortus inkomplit, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester
II, gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik. kavum uteri berisi
massa eksogenik bercampur bagian-bagin anekoik vesikular berdiameter
antar 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat menyerupai sarang lebah
(honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus
dijumpai adanya massa kistik teka lutein. (9)
Molahidatidosa komplit mempunyai gambaran USG yang klasik
yaitu gambaran ekhoik berupa kumpulan massa solid dengan sejumlah
ruang anekoik. Tampak vesikel dengan diameter 1-30 mm dengan
ukurannya bertambah sejalan dengan usia kehamilan. Dengan adanya
vili-vili kecil yang tampak pada awal kehamilan, uterus mungkin nampak
lebih homogen. (9)
Pada mola hidatidosa parsial, plasenta membesar dan terdapat lesi
anekhoik yang difus dan multipel. Fetus biasanya tidak bisa
dipertahankan atau abnormal serta memberikan gambaran triploid berupa
malformasi kongenital yang multipel dan retardasi pertumbuhan. (9)
5. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap, foto thoraks untuk melihat gambaran emboli udara atau
metastase ke paru, faal pembekuan dan pemeriksaan T3 dan T4 bila
terdapat gejala tirotoksikosis. (2) (7)
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung
molanya. Tetapi, apabila gelembung mola telah keluar, biasanya sudah
9
terlambat karena pengeluaran gelembung biasanya disertai dengan
perdaran hebat dan keadaan umum pasien telah menurun. (2)
b. Hidramnion
Hidramnion atau kadang-kadang disebut juga polihidramnion adalah
suatu keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000 ml.
Diagnosis hidramnion mudah ditegakkan apabila ditemukan uterus
yang lebih besar dari usia kehamilan, bagian dan detak jantung janin
sukar ditentukan. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. (1) (2) (7)
c. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Untuk mempertimbangkan ketepatan diagnosis, haruslah
dipikirkan kemungkinan kehamilan kembar jika ditemukan hal-hal
berikut : (1) besarnya uterus melebihi lamanya usia kehamilan, (2)
10
uterus bertambah besar lebih cepat dari biasanya, (3) penambahan
berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan edema atau
obesitas, (4) banyak bagian kecil yang teraba, (5) teraba bagian
terbesar janin, (6) teraba dua balotemen. Diagnosis pasti dapat
ditentukan dengan(1) terabanya 2 kepala, 2 bokong dan satu atau dua
punggung (2) terdengar dua denyut jantung yang letaknya berjauhan
dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut permenit (3)
sonogram dapat membuat diagnosis kehamilan kembar pada triwulan
pertama (4) roentgen foto pada abdomen. (2) (3) (7)
VII. PENATALAKSANAAN
Angka penyembuhan mola hidatidosa dapat mencapai 100%.
Penatalaksanaan mola hidatidosa tergantung pada kemampuan reproduksi
penderita. Pengelolaan mola hidatidosa terdiri dari: (2)
11
Kuretase hisap dapat dengan aman dilakukan bahkan ketika rahim
dalam ukuran usia 28 minggu. Kehilangan darah biasanya terjadi
dalam jumlah sedang, tetapi kemungkinan transfusi harus tetap
dipersiapkan sebagai tindakan pencegahan. Bila mola hidatidosa
yang dievakuasi oleh kuret hisap berukuran besar (usia kehamilan
lebih dari 12 minggu), peralatan laparotomi harus siap tersedia.
Histerotomi, histerektomi atau ligasi arteri bilateral hipogastrikus
mungkin diperlukan jika perforasi atau perdarahan terjadi. (1) (5)
Evakuasi jaringan mola dengan metode hisap lebih aman dan
resiko terjadinya perforasi lebih rendah dibandingkan dengan kuret
biasa. (5)
b. Histerektomi
Jika tidak ada kehamilan lebih lanjut yang diinginkan,
histerektomi mungkin lebih disukai dibandingkan dengan kuret
hisap. Ini adalah prosedur logis pada wanita berusia 40 dan lebih
tua, karena setidaknya sepertiga dari wanita-wanita ini akan
berkembang menjadi penyakit trofoblas gestasional yang persisten.
(1) (5)
12
a. Yang dianggap berisiko tinggi akan terjadi keganasan
b. Risiko tinggi penyakit trofoblas gestasional persisten (usia lebih
dari 35 tahun, riwayat kehamilan mola sebelumnya, hiperplasia
trofoblas)
c. Kadar β-hCG tinggi terkait dengan persisten mola hidatidosa
selama dua bulan setelah evakuasi.
d. Perdarahan rahim persisten, bahkan jika tidak ada bahan trofoblas
yang diperoleh dengan kuretase.
e. Bukti metastasis trofoblas (biasanya ke otak atau ke paru-paru)
Beberapa studi menunjukkan bahwa kejadian penyakit trofoblas
gestasional pasca mola hidatidosa mungkin akan menurun dengan
kemoterapi profilaksis. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk menentukan apakah efek kegunaan kemoterapi sebanding
dengan efek samping yang ditimbulkan. (1)
VIII. KOMPLIKASI
1. Perforasi uterus selama kuretase hisap kadang terjadi karena uterus
besar dan lembek. Jika ditemukan perforasi, prosedur sebaiknya
dilanjutkan dengan laparoskopi.
2. Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi
kehamilan mola. Untuk itu, injeksi oksitosin dilakukan sebelum
kuretase hisap. Ergometrin dan darah untuk transfusi sebaiknya
tersedia. (7)
13
3. Penyakit trofoblas ganas berkembang pada 20% kasus mola, oleh
karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan β-hCG serial secara
kuantitatif.
4. Emboli paru merupakan penyulit lain yang mungkin terjadi, yaitu
emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan
selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru-
paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Tetapi pada mola kadang
jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan
emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian. Seorang
pasien dapat mengalami dispnea dan sianosis dalam waktu 4-6 jam
setelah evakuasi mola. (2) (11)
5. Edema paru yang mengarah ke gagal jantung kogestif juga bisa terjadi
akibat pemberian cairan yang berlebihan, preeklamsia, anemia atau
hipertiroidisme. (6)
14
waktu 8-12 minggu pasca evakuasi mola. Selama kadarnya tetap
rendah tidak diperlukan intervensi.
Jika dalam waktu 4 minggu kadar β-hCG telah mencapai normal
dilanjutkan dengan pemeriksaan serial setiap bulan selama 6 bulan.
15
penderita mola untuk menggunakan alat kontrasepsi selama monitoring
tersebut. AKDR tidak dapat digunakan sebelum terjadinya remisi kadar β-
hCG karena dapat meningkatkan resiko terjadinya perforasi jika terdapat
tumor. Penggunaan kontrasepsi barier maupun kontrasepsi hormonal harus
direkomendasikan pasca evakuasi serta selama pemantauan kadar β-hCG.
Beberapa data menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral sebelum
terjadinya penurunan kadar β-hCG dihubungkan dengan peningkatan
angka kejadian tumor setelah mola sebelumnya bila dibandingkan dengan
wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral. Namun, beberapa studi
acak mengatakan bahwa tidak ada peningkatan resiko pasien pasca mola
pada pasien yang menggunakan kontrasespi oral. (12)
Interval penggunaan kontrasepsi yang efektif dianjurkan selama
follow-up kadar β-hCG, yakni 6 sampai 12 bulan. Mengenai pemberian
kontrasepsi oral, ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak
mengatakan bahwa pil kombinasi, disamping dapat menghindarkan
kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi
reaksi silang dengan β-hCG. Pihak lain menentangnya justru karena
estrogen dapat mengaktifkan sel-sel trofoblas ganas. (2)
XI. PROGNOSIS
1. Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena pendarahan,
infeksi, preeklamsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara
maju, kematian mola hampir tidak ada lagi, tetapi dinegara
berkembang masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2.2% dan 5.7%. Hampir
205 mola hidatidosa komplit akan berlanjut menjadi neoplasia
trofoblas gestational. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung
antara 7 hari sampai 3 bulan pasca mola, tetapi yang paling banyak
dalam 6 bulan pertama. Pada mola hidatidosa parsial jarang terjadi. (1)
(2)
16
ini mencerminkan jumlah proliferasi trofoblas. Sulit untuk
memprediksi apakah akan berkembang menjadi PTG. (11)
3. 15-20% dari mola komplit dapat berkembang menjadi PTG. Dari
wanita-wanita yang mengalami PTG, 75% merupakan penyakit mola
invasif, 25% sisanya merupakan metastasis. Sebaliknya, PTG
berkembang hanya pada 2-4% dari mola parsial setelah evakuasi. (1)
DAFTAR PUSTAKA
3. See HT, Freedman RS, Kudelka AP, Kavanagh JJ. Gestational Trophoblastic
Disease. In Eifel PJ, Gershenson DM, Kavanagh JJ, Silva EG, editors.
Gynecologic Cancer. New York: Springer Science Bussiness Media; 2006. p.
226-233.
17
WWiknjosastro GH, Saifuddin AB, editors. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. p. 143-146.
6. Cunningham FG, Hauth JC, Leveno KJ, Gilstrap L, Bloom SL, Wendstrom
KD. Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGrawHill Company; 2005.
8. Pernoll ML. Benson & Pernoll's Handbook of Obstetrics & Gynecology. 10th
ed. New York: McGraw-Hill; 2001.
10. Fairley DH. Lecture Notes Obstetrics and Gynaecology London: Blackwell
Publishing; 2004.
11. Moore LE. Medscape Reference. [Online].; 2012 [cited 2014 March 15.
Available from: www.medicine.medscape.com/article.
18