Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORITIS
Definisi
Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari
yang sama. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal,
atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga
sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar
pada kejang demam kompleks.
Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari
15 menit atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari. Batasan kejang
demam adalah suatu bagkitan yang terjadi pada anak setelah satu bulan
dihubungkan dengan demam, bukan oleh infeksi susunan saraf pusat
(International League Against Epilepsy). Sedangkan menurut parameter
pediatrik praksis akademi Amerika, kejang demam adalah bangkitan umum
yang terjadi pada bayi atau anak antara umur 6 bulan dan balita, berakhir
kurang dari 15 menit dan terjadi hanya sekali dalam 24 jam.
Kejang adalah salah satu jenis kelainan yang banyak diderita oleh anak
sehingga mengganggu pertumbuhan, termasuk otaknya. Kejang atau bagkitan
pada bayi sering terjadi antara usia 1-5 persen pada neonatal (selama satu bulan
kehidupan bayi), yang merupakan satu periode risiko bagkitan paling tinggi.
Jika hal ini terus dibiarkan dan tidak segera mendapat penanganan, lama
kelamaan kejang dapat mengakibatkan kerusakan otak sehingga menimbulkan
cacat neurologik. Menurut dr Agus Soedomo, kejang neonatal dipicu oleh
suatu keadaan akut seperti periode ensefalopati iskhemik hipoksis (HIE), stroke
atau infeksi otak dan bukan karena epilepsi. Kejang merupakan gejala yang
paling sering dan penting dari ensefalopati neonatal akut dan telah diketahui
sebagai faktor risiko kematian dan atau kecacatan neurologik(saraf).
Anak yang memiliki onset kejang setelah usia 5 tahun, anak tersebut tidak
memiliki resiko epilepsi. Namun, risiko untuk terkena epilepsi akan lebih
tinggi bila mempunyai riwayat keluarga yang menderita epilepsi maupun
cerebral palsy. Kejang pada neonatal secara berulang akan mengakibatkan
penurunan jumlah sel saraf, meskipun tidak sampai menimbulkan kematian sel.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa kejang
neonatal dapat menurunkan DNA, RNA, protein dan kolesterol anak. Namun
penurunan ini hanya pada jumlah sel, bukan ukuran sel. Sehingga, penemuan
tersebut menunujukkan bahwa kejang berulang pada kehidupan awal (neonatal)
mempunyai efek yang berat pada perkembangan otak. Dan efek ini berbeda
bila terjadi pada otak yang matang (dewasa) atau disebut mature brain.
1.1. Klasifikasi
Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi dalam
dua jenis, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).
Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang
sama. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal, atau
mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga
sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar
pada kejang demam kompleks.
Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari 15 menit
atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.
1.2. Etiologi
1. Kejang demam
4. Trauma kepala
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder
dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti
hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.
2. Ekstrakranial
1.4. Patofisiologi
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang di sebab kan oleh infeksi di
luar saluran saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronkitis,
fluronkulosis, dan lain – lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik – klonik atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Kejang tonik – klonik adalah salah satu jenis kejang pada penyakit ayan
yang dimulai dengan fase tonik, yaitu kontraksi yang terjadi pada otot secara
tiba – tiba yang menyebabkan pasien jatuh dan berbaring kaku selama kurang
lebih 10-30 detik. Jika kerongkongan ikut mengalami kontraksi, mungkin dapat
terdengar suara bernada tinggi atau seperti orang sedang menangis. Setelah
fase tonik masuk ke fase klonik. Fase klonik terjadi dimana otot mulai
mengalami kaku dan relaks secara bergantian. Setelah itu, pasien dapat kencing
atau BAB tanpa sadar. Kejang ini biasanya berlangsung kurang lebih selama 2-
3 menit. . Bentuk klinis kejang Klonik fokal berlangsung 1-3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya
tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini sebagai manifestasi akibat
trauma fokal pada kontusio cerebri pada bayi besar atau bayi cukup bulan, atau
pada kelainan ensefalopati metabolik. Kejang klonik multifokal adalah bentuk
kejang yang sering ddapat pada bayi baru lahir, terutama pada bayi cukup
bulan dengan berat badan lebih dari 2500gram. Bentuk kejang merupakan
gerakan klonik dari salah satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah
atau terpisah secara teratur. Kadang-kadang karena kejang yang satu dan yang
lain sering berkesinambungan, seolah-olah memberi kesan sebagai kejang
umum. Biasanya bentuk kejang ini terdapat pada gangguan metabolik.
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal
berat seperti perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu
pergerakan tungkai yang menyerupai sikap deserberasi atau ekstensi tungkai
dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opisititonus yang
disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau
kernicterus.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah
focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,thalamus, dan korteks serebellum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, focus
kejang memperlihatkan bebebrapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut:
1. Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskanmuatan secara berlebihan
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetil kolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat.
4. Ketidakseimbanganion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron segingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabakan peningkatan
berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
1. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau
lebih hal berikut ini :
1. Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau
gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan ajtuh dari udara, parestesia.
3. Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4. Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. Parsial Kompleks
a. Kejang absens
b. Kejang mioklonik
1. Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
2. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok.
4. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
1. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit .
2. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
3. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
c. Kejang atonik
1.6.Komplikasi
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
1. Epilepsi
2. Retardasi mental
3. Hemiparese
4. Gagal pernapasan
5. Kematian
1.7. Prognosis Kejang Demam
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Living-stone (1954) dari golongan kejanh demam
sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsy dan golongan epilepsy yang
diprovokasi oleh demam 97% menjadi epilepsy. Resiko yang dihadapi anak
sesudah menderita kejang demam tergantung dari factor:
1.8. Penatalaksanaan
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu . {pasien yang memiliki aura penanda ancaman
kejam( memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman dan
pribadi).
b. mengamankan pasien di lantai , jika memungkinkan.
c. melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera (dari
membentur permukaan keras).
d. lepaskan pakaian yang ketat.
e. singkirkan semua perabot yang dapat mencederai pasien selama
kejang.
f. jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar
tempat tidur.
g. jika aura mendahului kejang,masukan spatula lidah yang di beri
bantalan diatara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
h. jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme
untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah
dapat terjadi karena tindakan ini.
i. tidak ada upaya yang dibuat untuk merestain untuk pasien selama
kejang karena kontraksi otot kuat dan restrain dapat menimbulkan
cedera.
j. jika mungkin , tempatpatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan
kepala fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan
memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. Jika di sediakan
pengisap,gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
2. Setelah Kejang
3. Tindakan Kolaboratif
Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Judha & Nazwar (2011) adalah pendekatan
sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah-langkah dalam
pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta
perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data
yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru
maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku,
masalah dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam
ini meliputi :
1. Data subyektif:
a. Biodata/ Identitas
b. Riwayat Penyakit
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
e. Riwayat Perkembangan
g. Riwayat sosial
2. Pola nutrisi
3. Pola Eliminasi
1) Riwayat Pengkajian
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam
yang di alami oleh anak (suhu rektal di atas 38ºC). Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti
tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian status
kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih
menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
2) Pengkajian Fungsional
2.Analisa data
1. Data:
3. Diagnosa:
4. Intervensi
Hasil yang di harapkan: Klien akan memiliki penurunan resiko cidera dan
menjaga patensi jalan napas saat kejang yang ditunjukan dengan tidak
adanya memar atau benjolan setelah kejang dan mampu kembali
mendapatkan oksigenasi yang cukup setelah kejang.
NOC NIC
Tujuan: - Atur oksigen sesuai kebutuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor suhu kulit
selama 2x24 jam, suhu tubuh pasien normal - Monitor tanda tanda vital
Kriteria hasil:
- Turunnya suhu kulit (5)
- Respiratory rate (5)
- Pusing (5)
NOC NIC
Tujuan: - Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga
selam 2x24 jam pasien menunjukan - Gambarkan tanda dan gejala yang
pengetahuan tentang proses penyakit bias muncul pada penyakit, dengan
Kriteria hasil: cara yang tepas
- Pasien dan keluarga menyatakan - Gambarkan proses penyakit, dengan
pemahaman tentang penyakit, cara yang tepat
kondisi, prognosis dan program - Sediakan informasi pada pasien
pengobatan tentang kondisi dengan cara yang
- Pasien dan keluarga mapu tepat.
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
- Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
6. Evaluasi
Penting bagi orangtua untuk tetap tenang dan menjaga emosi mereka di bawah
kontrol ketika anak mereka sedang mengalami kejang. Jangan panik. Baringkan anak di
lantai dan palingkan wajah anak ke arah samping untuk menjaga supaya mereka tidak
tersedak dan untuk mencegah jalur pernafasan mereka tersumbat. Hindari menaruh sesuatu
ke dalam mulut anak saat mereka sedang kejang untuk menghindari resiko terjadinya
cedera berbahaya.
Bagi orang tua Perawatan yang perlu dilakukan sebelum terjadi kejang demam meliputi:
1. miringkan posisi anak agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut;
2. jalan napas dijaga agar terbuka supaya suplai oksigen tetap terjamin;
3. jangan memberi kompres dengan es atau alkohol karena anak akan menggigil dan
suhu di dalam tubuh justru meningkat;
4. selimut dan pembungkus badan harus dibuka agar pendinginan badan berlangsung
dengan baik;
5. pemberian obat diazepam melalui anus.
cara mengurangi kecemasan pada orang tua saat anak terjadi kejang :
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Kecemasan
dikurangi dengan cara:
Pemberian minuman kopi setiap hari juga tidak berpengaruh dalam rangka
pencegahan kejang pada anak yang sudah memiliki riwayat kejang. Kafein dalam
kopi memiliki efek stimulan sehingga memacu kerja jantung. Si kecil malah bisa
gelisah, tremor, dan hiperaktif. Selain itu, kafein bersifat diuretik (merangsang
untuk buang air kecil) sehingga dapat memicu dehidrasi dan menyebabkan
peningkatkan kadar asam lambung sehingga dapat menyebabkan sakit perut
Peran orang tua harus memahami efek samping yang umum dan didorong
untuk melaporkan pengamatan mereka ke penyedia layanan kesehatan mereka.
orang tua harus memahami bahwa anak perlu studi kajian dan laboratorium fisik
periodik. mungkin efek buruk pada sistem hematopoietik, hati dan ginjal mungkin
tercermin dalam gejala seperti demam, sakit tenggorokan, memperbesar kelenjar
getah bening, sakit kuning, dan pendarahan. faktor umum dalam status epileptikus
adalah tingkat darah yang tidak cukup obat antiepilepsi. orangtua perlu menyadari
kemungkinan perubahan perilaku assosiate dengan beberapa obat antiepilepsi.
perubahan kepribadian, ketidakpedulian terhadap kegiatan sekolah dan keluarga,
hiperaktif atau peristiwa perilaku psikotik kadang-kadang dapat diamati. jika
demikian, orang tua harus menghubungi dokter mereka. efek potensial dari obat
antiepilepsi pada belajar dan perilaku juga harus dipertimbangkan.
Peran orang tua dalam menangani anak dengan kejang demam yaitu
salah satunya memposisikan miring dan tengadahkan kepala agar jalan nafas
tetap terjaga (Meadow 2005) orang tua yang memiliki anak dengan kejang
demam sebelumnya akan lebih tau dan mengerti bagaimana cara yang tepat
untuk memberikan pertolongan pertama dalam mengatasi dan mencegah
terjadinya kejang berulang sebelum anak dibawa kerumah sakit
(Yusuf,2005). Berzonsky dalam yusuf (2005), menyatakan bahwa
kemampuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, membaca, literatur,
hubungan interpersonal, sikap serta keinginan atau motivasi untuk
mengakses informasi. pengetahuan merupakan hal yang penting untuk
menentukan
Kemampuan orang tua dalam pemberian pertolongan pertama pada
anak dengan kejang demam dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur,
pendidikan dan pekerjaan. Dilihat dari umum terkait dengan masa produktif
dan semakin dewasa seseorang pengalaman hidup juga semakin bertambah
serta dimungkinkan kemampuan analisis dari seseorang akan bertambah
sehingga pengetahuan juga semakin bertambah (Elizabet dalam Mubarak,
2006).
Daftar Pustaka
http://health.kompas.com/read/2012/03/06/14404139/Kejang.Demam.Anak.
Jangan.Diremehkan.Jangan.Berlebihan diakses pada 8 Maret 2016 pukul
21.20 WIB
http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/11/01-gdl-muhammadyu-
550-1-skripsi-f.pdf
http://www.scribd.com/doc/15689407, 29Desember2011
Dewanto, Gerge, dkk. 2007. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi 2. PT. Sagung
Seto : Jakarta
Putri, Triloka dan Baidul Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak
Kita,Katahati, Jogjakarta.
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha
Ilmu, Yogyakarta