You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Definisi

Kejang demam atau febrile convulsion merupakan kelainan neurologis pada


anak-anak dengan rentan umur 6 bulan sampai 4 tahun yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 380C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium(proses yang mengakibatkan kenaikan suhu rektal diatas 38 derajat
celcius yang membuat adanya kenaikan suhu pula pada ekstrakranium atau di luar
sistem saraf pusat otak atau di luar rongga tengkorak). Kejang demam adalah
kejang yang terjadi pada anak-anak setelah usia 1 bulan yang disertakan dengan
suhu melebihi 38,40C yang tidak disebabkan pula dengan adanya infeksi pada
sistem saraf pusat. Kejang demam akan berulang kembali pada usia <12 bulan.
Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi dalam
dua jenis, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).

Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari
yang sama. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal,
atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga
sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar
pada kejang demam kompleks.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizures/ complex partial seizures).

Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari
15 menit atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari. Batasan kejang
demam adalah suatu bagkitan yang terjadi pada anak setelah satu bulan
dihubungkan dengan demam, bukan oleh infeksi susunan saraf pusat
(International League Against Epilepsy). Sedangkan menurut parameter
pediatrik praksis akademi Amerika, kejang demam adalah bangkitan umum
yang terjadi pada bayi atau anak antara umur 6 bulan dan balita, berakhir
kurang dari 15 menit dan terjadi hanya sekali dalam 24 jam.

Kejang adalah salah satu jenis kelainan yang banyak diderita oleh anak
sehingga mengganggu pertumbuhan, termasuk otaknya. Kejang atau bagkitan
pada bayi sering terjadi antara usia 1-5 persen pada neonatal (selama satu bulan
kehidupan bayi), yang merupakan satu periode risiko bagkitan paling tinggi.
Jika hal ini terus dibiarkan dan tidak segera mendapat penanganan, lama
kelamaan kejang dapat mengakibatkan kerusakan otak sehingga menimbulkan
cacat neurologik. Menurut dr Agus Soedomo, kejang neonatal dipicu oleh
suatu keadaan akut seperti periode ensefalopati iskhemik hipoksis (HIE), stroke
atau infeksi otak dan bukan karena epilepsi. Kejang merupakan gejala yang
paling sering dan penting dari ensefalopati neonatal akut dan telah diketahui
sebagai faktor risiko kematian dan atau kecacatan neurologik(saraf).

Anak yang memiliki onset kejang setelah usia 5 tahun, anak tersebut tidak
memiliki resiko epilepsi. Namun, risiko untuk terkena epilepsi akan lebih
tinggi bila mempunyai riwayat keluarga yang menderita epilepsi maupun
cerebral palsy. Kejang pada neonatal secara berulang akan mengakibatkan
penurunan jumlah sel saraf, meskipun tidak sampai menimbulkan kematian sel.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa kejang
neonatal dapat menurunkan DNA, RNA, protein dan kolesterol anak. Namun
penurunan ini hanya pada jumlah sel, bukan ukuran sel. Sehingga, penemuan
tersebut menunujukkan bahwa kejang berulang pada kehidupan awal (neonatal)
mempunyai efek yang berat pada perkembangan otak. Dan efek ini berbeda
bila terjadi pada otak yang matang (dewasa) atau disebut mature brain.

1.1. Klasifikasi

Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi dalam
dua jenis, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).

Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang
sama. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal, atau
mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga
sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar
pada kejang demam kompleks.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizures/ complex partial seizures).

Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari 15 menit
atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.

1.2. Etiologi

Etiologi kejang tidak dapat ditentukan, hal yg dapat menyebabkan kejang


pada anak yaitu, demam tinggi, vaksinasi, cedera kepala, infeksi virus, hidrosefalus,
displasikortikal dan defek waktu lahir.

1. Kejang demam

2. Infeksi: meningitis, ensefalitis

3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,

hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal

ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan

4. Trauma kepala

5. Keracunan: alkohol, teofilin

6. Penghentian obat anti epilepsi

7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial,


idiopatik.
Etiologi dari kejang bervariasi dan diklasifikasikan sebagai idiopatik (defek
genetik, perkembangan) dan didapat.

Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada beberapa kasus yang


mencakup insufisiensi vaskular, demam (pada masa kanak-kanak), cedera kepala,
hipertensi, infeki sistem saraf pusat, kondisi metabolisme dan toksik (seperti gagal
ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia), tumor otak, kesalahan
penggunaan obat, dan alergi. Stroke dan kanker metastasis ke serebral
menunjukkan adanya kasus kejang lansia. Adapun juga penyebab kejang secara
umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan ekstrakranial.

1. Intrakranial

Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder
dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti
hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.

2. Ekstrakranial

Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme


seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia,
hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia.

Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke


otak. Menurut Lumbantobing, 2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam:

1. Demam itu sendiri


2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak)
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas

1.4. Patofisiologi
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang di sebab kan oleh infeksi di
luar saluran saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronkitis,
fluronkulosis, dan lain – lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik – klonik atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Kejang tonik – klonik adalah salah satu jenis kejang pada penyakit ayan
yang dimulai dengan fase tonik, yaitu kontraksi yang terjadi pada otot secara
tiba – tiba yang menyebabkan pasien jatuh dan berbaring kaku selama kurang
lebih 10-30 detik. Jika kerongkongan ikut mengalami kontraksi, mungkin dapat
terdengar suara bernada tinggi atau seperti orang sedang menangis. Setelah
fase tonik masuk ke fase klonik. Fase klonik terjadi dimana otot mulai
mengalami kaku dan relaks secara bergantian. Setelah itu, pasien dapat kencing
atau BAB tanpa sadar. Kejang ini biasanya berlangsung kurang lebih selama 2-
3 menit. . Bentuk klinis kejang Klonik fokal berlangsung 1-3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya
tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini sebagai manifestasi akibat
trauma fokal pada kontusio cerebri pada bayi besar atau bayi cukup bulan, atau
pada kelainan ensefalopati metabolik. Kejang klonik multifokal adalah bentuk
kejang yang sering ddapat pada bayi baru lahir, terutama pada bayi cukup
bulan dengan berat badan lebih dari 2500gram. Bentuk kejang merupakan
gerakan klonik dari salah satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah
atau terpisah secara teratur. Kadang-kadang karena kejang yang satu dan yang
lain sering berkesinambungan, seolah-olah memberi kesan sebagai kejang
umum. Biasanya bentuk kejang ini terdapat pada gangguan metabolik.

Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal
berat seperti perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu
pergerakan tungkai yang menyerupai sikap deserberasi atau ekstensi tungkai
dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opisititonus yang
disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau
kernicterus.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah
focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,thalamus, dan korteks serebellum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, focus
kejang memperlihatkan bebebrapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut:

1. Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskanmuatan secara berlebihan
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetil kolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat.
4. Ketidakseimbanganion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron segingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabakan peningkatan
berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

1.5. Manifestasi Klinis

1. Kejang parsial ( fokal, lokal )

1. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau
lebih hal berikut ini :

1. Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau
gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan ajtuh dari udara, parestesia.
3. Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4. Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

b. Parsial Kompleks

1. Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang


parsial simpleks
2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3. Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a. Kejang absens

1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.


2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15
detik .
3. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh

b. Kejang mioklonik

1. Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
2. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok.
4. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c. Kejang tonik klonik

1. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit .
2. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
3. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
c. Kejang atonik

1. Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak


mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2. Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

1.6.Komplikasi

Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya/komplikasi yang dapat


terjadi pada pasien kejang demam antara lain:

1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.

1. Epilepsi

Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang


berlangsung lama dan dapat menjadi matang

2. Retardasi mental

Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat


gangguan perkembangan atau kelainan neurologis

3. Hemiparese

Biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung


lebih dari 30 menit)

4. Gagal pernapasan

Akibat dari aktivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan


menjadi spasme.

5. Kematian
1.7. Prognosis Kejang Demam

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Living-stone (1954) dari golongan kejanh demam
sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsy dan golongan epilepsy yang
diprovokasi oleh demam 97% menjadi epilepsy. Resiko yang dihadapi anak
sesudah menderita kejang demam tergantung dari factor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam keluarga.


2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut maka dikemudian


hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,
disbanding bila hanya ada 1 atau tidak sama sekali factor diatas,
serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3%. Hemiparesis biasanya
terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
30 menit) baik umum / fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang
fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flaksid, tapi setelah
2 minggu timbul spasitas. Dari penelitian terhadap 431 pasien kejang
demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada pasien
kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan
atau kelainan neuroogis akan didapat IQ lebih rendah. Jika kejang
demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi
mental akan terjadi 5 kali lebih besar.

1.8. Penatalaksanaan

1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu . {pasien yang memiliki aura penanda ancaman
kejam( memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman dan
pribadi).
b. mengamankan pasien di lantai , jika memungkinkan.
c. melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera (dari
membentur permukaan keras).
d. lepaskan pakaian yang ketat.
e. singkirkan semua perabot yang dapat mencederai pasien selama
kejang.
f. jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar
tempat tidur.
g. jika aura mendahului kejang,masukan spatula lidah yang di beri
bantalan diatara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
h. jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme
untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah
dapat terjadi karena tindakan ini.
i. tidak ada upaya yang dibuat untuk merestain untuk pasien selama
kejang karena kontraksi otot kuat dan restrain dapat menimbulkan
cedera.
j. jika mungkin , tempatpatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan
kepala fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan
memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. Jika di sediakan
pengisap,gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.

2. Setelah Kejang

1. pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.yakinkan


bahwa jalan nafas paten.
2. biasanya terdapat period ekonfusi setelah kejang granmal.
3. periode abnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba tiba setelah
kejang.
4. pasien pada saat bangun , harus di orientasikan terhadap lingkungan.
5. jika pasien mengalami serangan berat setalh kejang (posttiktal),coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan memberi
restain yang lembut.

3. Tindakan Kolaboratif

Lakukan tindakan kolaborasi dengan pemberian DIAZEPAM


melalui intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg / kgBB / kali dengan
kecepatan 1-2 mg /menit dengan dosis maksimal 20mg. bila kejang
berhenti sebelum obat habis hentikan penyuntikan, lanjutkan dengan
VENABURBITOL di berikan setelah kejang berhenti .jika kesulitan
memberikan obat anti kejang melalui intravena , pemberian obat paling
efektif melalui supositorial

Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang


timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan
untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba.
Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat
digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi.
dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga
dikombinasikan dengan obat lain.

1.9. Asuhan Keperawatan

Kasus

Anak M, usia 5,5 tahun, laki-laki dibawa oleh orangtuanya ke RS.X


pada tanggal 6 Maret 2016 pukul 01.15 WIB karena demam tinggi
disertai kejang satu kali. Diketahui S : 39,4oC, TD : 100/70 mmHg, N :
135 x/menit, RR : 35 x/menit. Mukosa bibir pucat, kulit kemerahan,
konjungtiva anemis, dan tingkat pengetahuan orangtua kurang.
Diagnosa medis : kejang demam.

1. Pengkajian
Pengkajian menurut Judha & Nazwar (2011) adalah pendekatan
sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah-langkah dalam
pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta
perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data
yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru
maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku,
masalah dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam
ini meliputi :

1. Data subyektif:

a. Biodata/ Identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang


tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.

b. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang

(1) Gerakan kejang anak

(2) Terdapat demam sebelum kejang

(3) Lama bangkitan kejang


(4) Pola serangan

(5) Frekuensi serangan

(6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

(7) Riwayat penyakit sekarang

(8) Riwayat Penyakit Dahulu

c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah


mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep atau vakum), perdarahan
ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi
panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

d. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.

e. Riwayat Perkembangan

1. Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan mandiri,


bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi
yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
3. Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
4. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.

f. Riwayat kesehatan keluarga.

1. Anggota keluarga menderita kejang


2. Anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
3. Anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.

g. Riwayat sosial

1. Perilaku anak dan keadaan emosional


2. Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya

h. Pola kebiasaan dan fungsi kesehata

1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang


kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis.

2. Pola nutrisi

Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan


yang disukai, selera makan, dan pemasukan cairan.

3. Pola Eliminasi

a. BAK : frekuensi, jumlah, warna, bau, dan nyeri

b. BAB : frekuensi, konsistensi, dan keteraturan


4. Pola aktivitas dan latihan

Kesenangan anak dalam bermain, aktivitas yang disukai, dan lama


berkumpul dengan keluarga.

5. Pola tidur atau istirahat

Lama jam tidur, kebiasaan tidur, dan kebiasaan tidur siang.

Pengkajian menurut Riyadi & Sukarmin (2013) terdapat 3 pengkajian yang


harus di lakukan, antara lain:

1) Riwayat Pengkajian

Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam
yang di alami oleh anak (suhu rektal di atas 38ºC). Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti
tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian status
kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih
menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya.

2) Pengkajian Fungsional

Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi


penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau di buktikan
dengan tes GCS skor yang di hasilkan berkisar antara 5 sampai 10 dengan
tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin dapat koma.
Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang di buktikan dengan
peningkatan frekwensi pernapasan >30 x/menit dengan irama cepat dan
dangkal, lidah terlihat menekuk menutup faring. Pada kebutuhan rasa aman
dan nyaman anak mengalami gangguan kenyamanan akibat hipertermi,
sedangkan keamanan terjadi ancaman karena anak mengalami kehilangan
kesadaran yang tiba-tiba beresiko terjadinya cidera secara fisik maupun
fisiologis. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain
kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman
seperti penurunan personal hygiene, aktivitas, intake nutrisi.

3) Pengkajian Tumbuh Kembang Anak

Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan


perkembangan anak. Ini di pahami dengan catatan kejang yang di alami
anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang
dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau
penyakit yang melatarbelakangi timbulnya kejang seperti tonsilitis,
faringitis, segera dapat di atasi. Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak
dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan
yang kurang karena ketidak cukupan nutrisi sebagai dampak anoreksia,
tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan
asupan mineral. Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi atas
anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih
banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau
berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat di rumah sakit anak terlihat
pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar, jarang
menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan
perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar
(meloncat, berlari).

2.Analisa data

1. Data:

DS : Orang tua px mengatakan An. M badannya panas semakin tinggi

DO : Akral teraba hangat. TTV; Suhu 39,4oC, Nadi 135x/menit x / menit

ETIOLOGI :Suhu tubuh naik ->perubahan keseimbangan membran sel


neuron -->difusi K⁺ maupun Na⁺ melalui membran -->lepas muatan listrik
yang meluas ke seluruh sel -->Kejang
MASALAH : Kejang

3. Diagnosa:

1. Hipertermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit.


2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi

4. Intervensi

Diagnosis: Resiko Cedera. Diagnosis resiko cedera berhubungan dengan


gerakan tidak terkontrol dan/atau tidak patennya jalan napas saat kejang.

Hasil yang di harapkan: Klien akan memiliki penurunan resiko cidera dan
menjaga patensi jalan napas saat kejang yang ditunjukan dengan tidak
adanya memar atau benjolan setelah kejang dan mampu kembali
mendapatkan oksigenasi yang cukup setelah kejang.

Intervensi: Tindakan pencegahan kejang harus diterapkan pada semua klien


dengan riwayat epilepsy dan kejang. Pemeriksaan suhu tidak dilakukan
melalui oral; gunakan rute aksilaris atau rektal. Pagar tempat tidur harus
diberikan bantalan empuk dan dinaikkan jika klien di atas ranjang.
Pencegahan kejang juga meliputi pemasaqngan IV line untuk pemberian
obat-obatan, serta memelihara oksigen dengan kanul nasal dan letakkan alat
isap (suction), termasuk kateter isap, di samping ranjang klien. Tindakan
pencegahan risiko jatuh juga diperlukan.

Hipertermia berhubungan dengan perjalanan penyakit (penyakit) (00007)

NOC NIC
Tujuan: - Atur oksigen sesuai kebutuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor suhu kulit
selama 2x24 jam, suhu tubuh pasien normal - Monitor tanda tanda vital
Kriteria hasil:
- Turunnya suhu kulit (5)
- Respiratory rate (5)
- Pusing (5)

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap


informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber sumber informasi.

NOC NIC
Tujuan: - Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga
selam 2x24 jam pasien menunjukan - Gambarkan tanda dan gejala yang
pengetahuan tentang proses penyakit bias muncul pada penyakit, dengan
Kriteria hasil: cara yang tepas
- Pasien dan keluarga menyatakan - Gambarkan proses penyakit, dengan
pemahaman tentang penyakit, cara yang tepat
kondisi, prognosis dan program - Sediakan informasi pada pasien
pengobatan tentang kondisi dengan cara yang
- Pasien dan keluarga mapu tepat.
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
- Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya

6. Evaluasi

1. Gerakan pasien terkontrol sehingga tidak akan terjadi resiko cidera.


2. Suhu tubuh pasien kembali normal
3. Keluarga pasien dan pasien memiliki pengetahuan tentang penyakit
tersebut
4. Perkembangan Anak Dengan Masalah Kejang
Perkembangan tumbuh kembang anak

Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan


perkembangan anak. Ini di pahami dengan catatan kejang yang di alami
anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang
dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau
penyakit yang melatarbelakangi timbulnya kejang seperti tonsilitis,
faringitis, segera dapat di atasi. Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak
dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan
yang kurang karena ketidak cukupan nutrisi sebagai dampak anoreksia,
tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan
asupan mineral. Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi atas
anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih
banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau
berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat di rumah sakit anak terlihat
pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar, jarang
menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan
perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar
(meloncat, berlari).

Perkembangan Mental dan Neurologis

Perkembangan mental dan neurologis penderita kejang demam tetap


normal pada kebanyakan penderita yang sebelumnya normal. Hauser
menyatakan tidak ada kelainan neurologis permanen pada penelitian
prospektif, tetapi ada beberapa peneliti mendapatkan kelainan neurologis
pada penelitian retrospektif. Kelainan neurologis yang terbanyak adalah
hemiplegi, dan yang lain seperti diplegi, koreoatetosis, rigiditas.

Gangguan intelektual dan belajar tidak umum pada kejang


sederhana. Ellenberg dan Nelson melakukan penelitian pada 421 orang
penderita kejang demam dibandingkan dengan saudaranya yang tidak
menderita kejang demam, ternyata IQ-nya tidak berbeda.

Perkembangan mental dan neurologis penderita kejang demam tetap


normal pada kebanyakan penderita yang sebelumnya normal. Hauser
menyatakan tidak ada kelainan neurologis permanen pada penelitian
prospektif, tetapi ada beberapa peneliti mendapatkan kelainan neurologis
pada penelitian retrospektif. Kelaninan neurologis yang terbanyak adalah
hemiplegi, dan yang lain seperti diplegi, koreoatetosis, rigiditas.

Gangguan intelektual dan belajar tidak umum pada kejang demam


sederhana. Ellenberg dan Nelson melakukan penelitian pada 421 orang
penderita kejang demam dibandingkan dengan saudaranya yang tidak
menderita kejang demam, ternyata IQ-nya tidak berbeda

Untuk meningkatkan perkembangan motorik serta pertumbuhan


otot-otot tubuh diperlukan stimulasi yang terarah dengan bermain, latihan-
latihan atau olah raga. Anak perlu diperkenalkan dengan olah raga sedini
mungkin, misalnya melempar/menangkap bola, melompat, main tali, naik
sepeda dll).

Peran Orang Tua Dalam Merawat Anak Dengan Kejang

Penting bagi orangtua untuk tetap tenang dan menjaga emosi mereka di bawah
kontrol ketika anak mereka sedang mengalami kejang. Jangan panik. Baringkan anak di
lantai dan palingkan wajah anak ke arah samping untuk menjaga supaya mereka tidak
tersedak dan untuk mencegah jalur pernafasan mereka tersumbat. Hindari menaruh sesuatu
ke dalam mulut anak saat mereka sedang kejang untuk menghindari resiko terjadinya
cedera berbahaya.

Bagi orang tua Perawatan yang perlu dilakukan sebelum terjadi kejang demam meliputi:

1. anjurkan anak untuk segera berbaring dan beristirahat;


2. jangan pernah menyelimuti anak dengan selimut tebal;
3. beri minum lebih sering dan lebih banyak;
4. berikan kompres air biasa atau hangat;
5. beri obat penurun panas sesuai dosis yang ditentukan.

Perawatan saat terjadi kejang demam meliputi:

1. miringkan posisi anak agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut;
2. jalan napas dijaga agar terbuka supaya suplai oksigen tetap terjamin;
3. jangan memberi kompres dengan es atau alkohol karena anak akan menggigil dan
suhu di dalam tubuh justru meningkat;
4. selimut dan pembungkus badan harus dibuka agar pendinginan badan berlangsung
dengan baik;
5. pemberian obat diazepam melalui anus.

Perawatan setelah kejang demam meliputi;

1. bila suhu badan anak tinggi berikan obat penurun panas;


2. menyediakan diazepam per rektal menjadi pilihan pada anak dengan resiko tinggi
berulangnya kejang demam (Putri dan Hasniah, 2009).

cara mengurangi kecemasan pada orang tua saat anak terjadi kejang :

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Kecemasan
dikurangi dengan cara:

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.


2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat

Peran orang tua terhadap anak dengan kejang.

Untuk para bunda jangan sekali-kali memasukkan apapun ke anak yang


sedang kejang termasuk kopi. Salah-salah nanti malah tersedak dan masuk ke
saluran pernafasan dan anak justru berhenti bernapas. Tidak ada manfaat apapun
dari kopi guna mencegah atau mengobati kejang demam. Anak bisa kejang saat
demam karena adanya gangguan hantran listrik di otak sehingga menimbulkan
bangkitan kejang dan resikonya meningkat jika ada riwayat kejang pada orang
tuannya atau sudah memiliki kelainan neurologis tertentu.

Pemberian minuman kopi setiap hari juga tidak berpengaruh dalam rangka
pencegahan kejang pada anak yang sudah memiliki riwayat kejang. Kafein dalam
kopi memiliki efek stimulan sehingga memacu kerja jantung. Si kecil malah bisa
gelisah, tremor, dan hiperaktif. Selain itu, kafein bersifat diuretik (merangsang
untuk buang air kecil) sehingga dapat memicu dehidrasi dan menyebabkan
peningkatkan kadar asam lambung sehingga dapat menyebabkan sakit perut

Peran orang tua harus memahami efek samping yang umum dan didorong
untuk melaporkan pengamatan mereka ke penyedia layanan kesehatan mereka.
orang tua harus memahami bahwa anak perlu studi kajian dan laboratorium fisik
periodik. mungkin efek buruk pada sistem hematopoietik, hati dan ginjal mungkin
tercermin dalam gejala seperti demam, sakit tenggorokan, memperbesar kelenjar
getah bening, sakit kuning, dan pendarahan. faktor umum dalam status epileptikus
adalah tingkat darah yang tidak cukup obat antiepilepsi. orangtua perlu menyadari
kemungkinan perubahan perilaku assosiate dengan beberapa obat antiepilepsi.
perubahan kepribadian, ketidakpedulian terhadap kegiatan sekolah dan keluarga,
hiperaktif atau peristiwa perilaku psikotik kadang-kadang dapat diamati. jika
demikian, orang tua harus menghubungi dokter mereka. efek potensial dari obat
antiepilepsi pada belajar dan perilaku juga harus dipertimbangkan.

Peran orang tua dalam menangani anak dengan kejang demam yaitu
salah satunya memposisikan miring dan tengadahkan kepala agar jalan nafas
tetap terjaga (Meadow 2005) orang tua yang memiliki anak dengan kejang
demam sebelumnya akan lebih tau dan mengerti bagaimana cara yang tepat
untuk memberikan pertolongan pertama dalam mengatasi dan mencegah
terjadinya kejang berulang sebelum anak dibawa kerumah sakit
(Yusuf,2005). Berzonsky dalam yusuf (2005), menyatakan bahwa
kemampuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, membaca, literatur,
hubungan interpersonal, sikap serta keinginan atau motivasi untuk
mengakses informasi. pengetahuan merupakan hal yang penting untuk
menentukan
Kemampuan orang tua dalam pemberian pertolongan pertama pada
anak dengan kejang demam dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur,
pendidikan dan pekerjaan. Dilihat dari umum terkait dengan masa produktif
dan semakin dewasa seseorang pengalaman hidup juga semakin bertambah
serta dimungkinkan kemampuan analisis dari seseorang akan bertambah
sehingga pengetahuan juga semakin bertambah (Elizabet dalam Mubarak,
2006).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam


melakukan tindakan seperti minat, pengalaman, kebudayaan, informasi dari
media massa seperti TV, radio dan penyuluhan dari petugas kesehatan
tentang penatalaksanaan kejang demam pada anak.(Notoatmojo, 2003)

Daftar Pustaka

http://health.kompas.com/read/2012/03/06/14404139/Kejang.Demam.Anak.
Jangan.Diremehkan.Jangan.Berlebihan diakses pada 8 Maret 2016 pukul
21.20 WIB

http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/11/01-gdl-muhammadyu-
550-1-skripsi-f.pdf

http://www.scribd.com/doc/15689407, 29Desember2011

Dewanto, Gerge, dkk. 2007. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC

Harjaningrum, Agnes Tri. Smart Patient : Mengupas Rahasia Menjadi


Pasien Cerdas. Jakarta : Mizan Digital Publishing

Judha, Mohammad, 2011, Sistem Persyarafan (Dalam Asuhan


Keperawatan), Gosyen Publishing, Yogyakarta
Ketut Labir, N.L.K Sulisnadewi,Silvana Mamuaya. pertolongan Pertama
Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Anak.2014. diakses online :
http://poltekkes-
denpasar.ac.id/files/JURNAL%20GEMA%20KEPERAWATAN/DESEMB
ER%2020014/ARTIKEL%20Ketut%20Labir%20dkk,.pdf

Lumbantobing SM. 1989. Penatalaksanaan mutakhir kejang pada anak.


Jakarta : FKUI

Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi 2. PT. Sagung
Seto : Jakarta

Marilyn E.Doengos.1999.Rencana Asuhan


Keperawatan.PenerjemahKariasa I Made.EGC.Jakarta

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Ed 2, EGC, Jakarta.

Putri, Triloka dan Baidul Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak
Kita,Katahati, Jogjakarta.

Rendle John,1994,Ikhtisarpenyakitanak,Edisi 6,BinapuraAksara,Jakarta.

Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha
Ilmu, Yogyakarta

Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :


EGC Suprajitno.2004.Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi
DalamPraktik.Jakarta:EGC

Wong. (2009), Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Edisi Buku


Kedokteran. Jakarta : EGC.

Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.


HK J Paediatr 2002; 7:143-151

You might also like