You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia mempengaruhi 5-8% kehamilan dan diperkirakan menyebabkan


60.000 kematian maternal setiap tahunnya dengan jumlah kematian perinatal yang
jauh lebih besar. Peran penting dalam patofisiologi preeklampsia adalah pelepasan
faktor antiangiogenesis soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) dan soluble
endoglin (sENG) dari plasenta ke sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan cedera
endotel yang luas dan kerusakan multisistem organ maternal.1 Melahirkan janin yang
dikandung mejadi satu-satunya terapi yang efisien. Namun, jika usia kehamilan
kurang dari 34 minggu dan tekanan darah masih cukup terkontrol tanpa adanya gejala
lain, kehamilan masih dapat dipertahankan untuk menghindari komplikasi prematur
pada janin.2
Patogenesis yang terjadi pada preeklampsia memiliki kesamaan dengan
penyakit kardiovaskular pada orang dewasa, termasuk faktor risiko yang
mempengaruhinya. Upaya pencegahan preeklampsia menggunakan berbagai macam
suplemen dan obat-obatan telah gagal atau memiliki keterbatasan keberhasilan.
Berkebalikan dengan preeklampsia, pencegahan mortalitas dari penyakit
kardiovaskular pada pasien yang tidak hamil menggunakan 3-hydroxy-3-methyl-
glutaryl-coenzyme, sebuah inhibitor reduktase atau statin telah diterima secara luas.
Pravastatin (Pra) dan statin lainnya dapat menurunkan lipid dan diketahui
membalikkan berbagai jalur patofisiologi terkait preeklampsia seperti
ketidakseimbangan angiogenik, cedera endotel, inflamasi dan stress oksidatif.
Sebagai tambahan, Pra menunjukkan beberapa efek kolesterol-independen seperti
vasodilator dan peningkatan regulasi sintase nitrit oksida endotel, sehingga secara
fisiologis masuk akal untuk digunakan dalam pencegahan preeklampsia.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah suatu kelainan sistemik yang ditandai dengan
hipertensi onset baru (tekanan darah sistolik ataupun diastolik ≥ 140/90 mmHg
pada setidaknya dua kali pengukuran)dengan adanya proteinuria yang
signifikan ( ≥ 300 mg/hari) yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu.
Pengertian tersebut merupakan pengertian preeklampsia yang lama. Panduan
terbaru oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG,
2013) menyatakan bahwa proteinuria tidak lagi dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis preeklampsiaoleh karena itu preeklampsia didiagnosis sebagai
hipertensi onset baru dan berkaitan dengan adanya trombositopenia
(<100.000/µL), peningkatan enzim transaminase hepar lebih dari dua kali dari
kadar normal, gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya
peningkatan kreatinin serum <1,1 mg/dL atau dua kali peningkatan dari kadar
normal bila ada penyakit ginjal lainnya yang menyertai, adanya edema paru,
dan gangguan penglihatan onset baru ataupun gangguan serebral.4

2.1.2 Klasifikasi
Pada sistem klasifikasi yang lama, preeklampsia dapat diklasifikasikan
berdasarkan berat ringannya gejala menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat (Tranquilli et al, 2013). Preeklampsia ringan atau mild
preeclampsia adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan adanya proteinuria yang
signifikan (≥300 mg dalam 24 jam) sementara preeklampsia berat atau severe
preeclampsia adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg

2
dan/atau tekanan darah diastolik ≥110 mmHg dan adanya proteinuria yang
signifikan (≥300 mg dalam 24 jam) serta tanda keterlibatan organ lain
(multiple organ dysfunction) (Savaj, 2012, Kane et al, 2013). Panduan terbaru
dari American College of Obstetricians and Gynecologistsmengklasifikasikan
preeklampsia menjadi “preeclampsia without severe features” dan
”preeclampsia with severe features”.Preeclampsia without severe features
adalah suatu keadaan dengan hipertensi dan proteinuria sementara
preeclampsia with severe features adalah suatu keadaan dengan tekanan darah
>160/110 mmHg dengan adanya tanda disfungsi atau kerusakan organ
lainnya.4,5
Preeklampsia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya yaitu
preeklampsia onset dini (early onset) dan preeklampsia onset terlambat (late
onset).Early onset preeclampsia adalah suatu preeklampsia yang terjadi pada
usia kehamilan antara 20 sampai 34 minggu sementara late onset preeclampsia
adalah suatu preeklampsia yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 34
minggu. Early onset preeclampsia dapat menyebabkan kelainan pada fetus
terutama karena disfungsi plasenta, penurunan volume plasenta, adanya
gangguan aliran uteroplasenta, dan seringkali memiliki luaran yang lebih buruk
terhadap maternal dan fetal. Late onset preeclampsia seringkali disebabkan
oleh faktor maternal yang mendasari dengan volume plasenta dan aliran
uteroplasenta yang umumnya normal dan pertumbuhan janin yang umumnya
normal.6,7

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi terjadinya preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti. Namun diduga berbagai faktor (multifaktorial) menyumbang
peran terhadap terjadinya preeklampsia. Faktor risiko yang berkaitan dengan
terjadinya preeklampsia adalah wanita nulipara, kehamilan multipel, adanya
riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, usia ibu saat hamil di atas
35 tahun, interval kehamilan saat ini dengan kehamilan sebelumnya jauh (>10

3
tahun), adanya kehamilan dengan molahidatidosa, defek kongenital pada fetus,
obesitas, adanya penyakit kronis pada maternal seperti hipertensi kronis,
penyakit ginjal, diabetes mellitus, lupus sistemik eritematous, trombofilia,
sindrom antipospolipid, serta faktor genetik.8

2.1.4 Patogenesis
Terjadinya preeklampsia secara hipotesis terdiri dari dua tahapan besar.
Tahapan pertama adalah terjadinya abnormalitas plasentasi dan tahapan kedua
adalah terjadinya disfungsi endotel yang sangat luas atau sistemik. Invasi
trofoblas dan remodelling arteri spiralis yang baik akan mendukung aliran
uteroplasenta yang adekuat untuk pertumbuhan janin. Sebaliknya, kegagalan
invasi trofoblas dan remodelling arteri spiralis oleh faktor multipel akan
menyebabkan terjadinya kegagalan atau insufisiensi aliran uteroplasenta yang
menyebabkan suatu kondisi hipoksia.Selain itu, akan terjadi disfungsi endotel
yang luas pada sistem sirkulasi maternal. Beberapa faktor yang diduga
berkontribusi terhadap terjadinya disfungsi endotel generalisata adalah
peningkatan faktor antiangiogenesis dengan penurunan faktor proangiogenesis,
aktivasi sistem respon proinflamasi, serta faktor imunologi.7
Ketidakseimbangan dalam faktor proangiogenesis dan antiangiogenesis
dianggap berperan dalam preeklampsia. Pada kehamilan normal, terdapat suatu
faktor pertumbuhan yaitu placental growth factor (PLGF) dan vascular
endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan suatu mediator
proangiogenesis yang sangat poten. Faktor pertumbuhan tersebut nantinya
akan merangsang pengeluaran prostaglandin dan oksida nitrit, suatu
vasodilator yang poten dan mempromosikan kesehatan sel endotel. Pada
preeklampsia, terjadi sekresi faktor antiangiogenesis yang lebih dominan
dibandingkan sekresi faktor proangiogenesis. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya kegagalan vasodilatasi dan disfungsi endotel. VEGF dan P1GF
dihambat kerjanya oleh suatu substansi yang disebut dengan soluble fms-like
tyrosinakinase (sFlt-1). Substansi lain yang turut berperan adalah soluble

4
endoglin (sEng) yang menghambat kerja tumor growth factor beta (TGF-β)
sehingga produksi oksida nitrit dihambat.4,5,9,10

Gambar 2.1 Patogenesis Preeklampsia


Sumber : Raghupathy, R. Cytokines As Key Players in the Pathophysiology of
Preeclampsia. Med Princ Pract 2013;22(suppl 1):8-19

5
Lingkungan stres oksidatif yang terjadi pada kasus preeklampsia merupakan
akibat dari produksi oksidan yang berlebihan dengan kurangnya produksi
antioksidan. Oksidan yang terlibat adalah reactive oxygen species (ROS) dan
reactive nitrogen species (RNS) yang dapat berinteraksi dengan komponen
lipid, protein, dan molekul DNA sel. Stres oksidatif dapat mempengaruhi
proses modulasi sinyal, sintesis enzim antioksidan, proses perbaikan sel,
inflamasi, apoptosis sel, serta proliferasi sel. Tidak adekuatnya remodelling
arteri spiralis menyebabkan terjadinya unfolded protein response (UPR). UPR
akan menyebabkan terjadinya apoptosis dan terhentinya proliferasi sel
trofoblas. Apoptosis trofoblas akan menyebabkan terlepasnya mikropartikel ke
dalam sirkulasi maternal yang nantinya akan memicu terjadinya respon
inflamasi maternal. Stres oksidatif juga akan merangsang respon imun humoral
yaitu respon proinflamasi dengan pelepasan sitokin seperti tumor necrosis
factor alpha (TNF-α), interleukin-6 (IL-6), IL-2, aktivasi komplemen,
stimulasi sintesis faktor antiangiogenik (sFlt-1, sEng), dan penurunan produksi
PLGF.11,12,13
Selain itu, preeklampsia berhubungan dengan penekanan heme oksigenase-1
(heme oxygenase/ HO-1) / jalur karbon monoksida. HO-1 merupakan enzim
yang diinduksi oleh anti-inflamasi dan sitoprotektif, dan memiliki efek
perlindungan terhadap stres oksidatif pada sistem vaskular.14

2.1.5 Patofisiologi
Integritas sel-sel endotel sangat penting untuk memelihara keseimbangan
angiogenesis. Setiap kerusakan endotel seperti defisiensi remodeling arteri
spiral, dapat menyebabkan stres oksidatif plasenta dan ketidakseimbangan
dalam produksi faktor vasokonstriksi dan vasodilatasi. Faktor-faktor anti-
angiogenesis, seperti sFlt-1 dan sEng telah terbukti meningkatkan angka
kejadian kehamilan dengan preeklampsia. Secara khusus, sFlt-1 menghalangi
pengikatan VEGF dan PLGF pada reseptor, sehingga terjadi penurunan sintesis

6
nitrit oksida (NO) melalui inaktivasi NO endotel sintase (endothelial NO
synthase/eNOs) . Rendahnya kadar NO membalikkan dampak menguntungkan
dari vasodilatasi dalam mencegah iskemik plasenta.15 Penghambatan produksi
NO dapat disebabkan oleh asymmetric dimethylarginine (ADMA) yang
diperantarai inaktivasi eNOS.16 Mekanisme patofisiologi lainnya pada
preeklampsia adalah jalur hemeoksigenase/ karbon monoksida (HO-1 / CO).
Hemeoksigenase-1 memiliki sifat anti-inflamasi dan vasoprotektif dan
penurunan regulasi ini menyebabkan ekspresi berlebihan dari sFlt-1 dan sEng.
Ketidakseimbangan angiogenesis ini menyebabkan disfungsi endotel dan
munculnya sindrom klinis maternal.2

Gambar 2.2 Patofisiologi Preeklampsia (1)


Sumber : Katsi V, Georgios G, Manolis SK, Loannis Z, Thomas M, Athanasios JM, et.al.
The Role of Statins in Prevention of Preeclampsia: A Promise for the Future?. Frontiers
in Pharmacology. 2017; 5 (8)

7
Gambar 2.3 Patofisiologi Preeklampsia (2)
Sumber : Mirkovic, L., Nejkovic, L., Micic, J. A New Pathophysiological Concept and
New Classification of Pre-Eclampsia. Vojnosanit Pregl 2018;75(1):83-94

2.1.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis preeklampsia merupakan penegakan diagnosis secara
klinis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang
komprehensif. Berdasarkan anamnesis, dapat diperoleh informasi terkait faktor
risiko yang ada pada penderita dengan gejala yang dikeluhkan penderita yang
dapat membantu seorang klinisi memprediksi keterlibatan organ. Berdasarkan

8
pemeriksaan fisik juga dapat diperoleh tanda tentang keterlibatan organ lain.
Kriteria klinis penegakan diagnosis preeklampsia yang terdahulu adalah
adanyapemeriksaan tekanan darah ≥140/90 mmHg pada setidaknya dua kali
pemeriksaan tekanan darah setidaknya 4 jam setelah usia kehamilan 20 minggu
pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal dengan
proteinuria yang signifikan (≥300 mg/24 jam) atau rasio protein-kreatinin ≥0,3,
atau pembacaan hasil dipstik urin 1+ dan tekanan darah ≥160/110 mmHg
masuk dalam kriteria preeklampsia berat. Jika proteinuria tidak ditemukan,
kriteria hipertensi onset dini diikuti dengan trombositopenia (trombosit
<100000/µL), insufisiensi renal (kreatinin serum >1,1 mg/dL tanpa ada
penyakit renal), gangguan fungsi hati (meningkatnya enzim hati dua kali lipat
dari kadar normal), edema paru, dan simptom serebral maupun simptom visual
dapat diklasifikasikan ke dalam preeklampsia berat.17
Panduan terbaru oleh American College of Obstetricians and Gynecologists
menyebutkan bahwa preeklampsia ditegakkan dengan hipertensi onset baru
berkaitan dengan adanya trombositopenia (<100.000/µL), peningkatan enzim
transaminase hepar lebih dari dua kali kadar normal, gangguan fungsi ginjal
yang ditandai dengan peningkatan kreatinin serum <1.1 mg/dL atau dua kali
peningkatan dari kadar normal jika ada penyakit ginjal lainnya, edema paru,
dan gangguan penglihatan onset baru atau gangguan serebral tanpa harus ada
kriteria proteinuria lagi.4
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis preeklampsia adalah dengan memeriksa penanda biologis seperti
VEGF, PlGF, Flt-1, endoglin terlarut, P-selectin, cells free fetal DNA,
ADAM12 (disintegrin dan metaloprotease 12), placental protein 13, pentraxin
3, pregnancy-associated plasma protein A.Kadar sFlt berbanding lurus dengan
keparahan preeklampsia dengan kadar P1GF yang umumnya rendah. Selain
itu, pemeriksaan ultrasonografi Doppler untuk menilai aliran arteri uterina
dapat membantu karena dapat ditemukan adanya insufisiensi aliran darah.4,18

9
Gambar 2.4 Kriteria Diagnostik Preeklampsia
Sumber : ACOG, 2013

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan preeklampsia adalah untu menurunkan risiko
terjadinya komplikasi terhadap maternal. Penatalaksanaan definitif terhadap
preeklampsia adalah dengan terminasi kehamilan. Namun pengambilan
keputusan untuk terminasi kehamilan harus mempertimbangkan kondisi
maternal dan kondisi fetus.4
Pada “preeclampsia without severe features”, kehamilan dengan usia <37
minggu dapat ditatalaksana secara ekspektatif maupun definitif. Pematangan
paru fetus dengan kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan <34 minggu.
Penggunaan agen antihipertensi pada “preeclampsia without severe features”
masih kontroversial dan pencegahan eklampsia dengan menggunakan
magnesium sulfat tidak perlu diberikan pada “preeclampsia without severe
features”. Yang terpenting pada “preeclampsia without severe features” adalah
pemantauan kondisi maternal dan fetus secara ketat. Pada “preeclampsia with
severe features” dibutuhkan perawatan di rumah sakit secara intensif.

10
Keputusan untuk mengakhiri kehamilan perlu dilakukan jika usia kehamilan
sudah >34 minggu dan sebelum usia kehamilan 24 minggu dan di antara
minggu ke 24-34 minggu, diberikan kortikosteroid untuk tujuan pematangan
paru janin dan persalinan sebisa mungkin ditunda sampai 48 jam agar efek
pematangan paru oleh kortikosteroid lebih efektif. Penatalaksaan
“preeclampsia with severe features” juga dapat bersifat ekspektatif dengan
pemberian antihipertensi dan magnesium sulfat namun penundaan untuk
terminasi kehamilan akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi. Kondisi
dengan pertumbuhan janin terhambat (< persentil 5), gawat janin,
oligohidramnion berat, reverse end diastolic flow pada arteri umbilikal yang
diperiksa dengan USG Doppler, adanya disfungsi renal yang baru, penyakit
hepar, gangguan koagulasi, ketuban pecah dini, dan persalinan preterm
merupakan kontraindikasi dilakukannya manajemen ekspektatif. Terminasi
kehamilan dilakukan setelah stabilisasi kondisi maternal.4

11
Gambar 2.5 Penatalaksanaan Preeklampsia
Sumber : Alpoim, et al. Assessment of L-Arginine Asymmetric 1 Dimethyl (ADMA) in Early
Onset and Late Onset (Severe) Preeclampsia. Nitric Oxide 2013;33:81-82

2.2 Statin dan Pravastatin


Pravastatin (Pra) adalah inhibitor kompetitif HMG-CoA reductase, enzim
yang berperan dalam sintesis kolesterol yang mengatur kadar kolesterol, LDL,
VLDL, dan trigliserida serum melalui jalur langsung maupun tidak langsung.
Statin menghambat HMG-CoA reduktase yang menyebabkan peningkatan
reseptor LDL (LDLr), sehingga terjadi penurunan kadar kolesterol plasma. Telah
diperikirakan sebelumnya bahwa Pra dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas dari penyakit kardiovaskular, dengan mengerahkan anti-inflamasi,
menurunkan radikal bebas, meningkatkan regulasi sintase nitrit oksida endotel,
menghambat proliferasi sel otot polos, dan regulasi imun.19,20 Selain itu statin
juga dapat meningkatkan ekspresi berlebihan dari faktor vasodilatasi NO dan
statin menginduksi aktivitas jalur HO-1 / CO serta mengurangi agregasi

12
trombosi.21 Pemberian statin telah terbukti aman pada kehamilan yang
menggambarkan peran protektif dalam fungsi endotel.20

2.2.1 Statin dan Disfungsi Endotel


Endotel menghasilkan zat vasoaktif sebagai respons terhadap faktor
lingkungan dan berfungsi sebagai organ autokrin dan parakrin penting yang
mengatur keadaan kontraksi dinding vaskular dan komposisi seluler.
endothelium-derived NO yang memperantarai vasodilatasi, menghambat
agregasi trombosit dan adhesi leukosit serta menurunkan proliferasi otot polos
vaskuler. Endothelium-derived NO oleh karena itu merupakan pelindung
vaskular dan penurunan bioavailabilitas NO sering dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Seperti diketahui, disfungsi
endotel adalah salah satu manifestasi awal aterosklerosis.22
Peningkatan kadar kolesterol serum menyebabkan disfungsi endotel.
Mekanisme yang menyebabkan LDL-kolesterol menyebabkan disfungsi
endotel dan menurunkan bioaktivitas NO melibatkan penrunan regulasi
ekspresi NOS endotel, penurunan pelepasan reseptor-mediated NO dan
penurunan bioavaibabilitas NO karena peningkatan produksi ROS.
Selanjutnya, oxLDL juga dapat merekrut leukosit ke dinding arteri dan
mengaktifkan NF-kB, faktor transkripsi proinflamasi utama yang sangat
penting untuk induksi molekul adhesi sel vaskular (VCAM) -1 dan protein
kemotaktik monosit (MCP) -1.22
Statin meningkatkan fungsi endotel oleh mekanisme cholesterol-dependent
dan –independent. Uji klinis telah menunjukkan bahwa afaresis LDL, yang
menghilangkan partikel fisik LDL plasma, dapat meningkatkan endothelium-
dependent vasomotion melalui pengurangan akut kadar kolesterol serum.
Penurunan kolesterol mengubah biologi plak aterosklerotik, sehingga
mengurangi peradangan vaskular dan aktivasi leukosit. Dengan demikian,
statin dapat meningkatkan fungsi endotel melalui penurunan kadar kolesterol
serum. Namun, dalam beberapa penelitian, statin meningkatkan fungsi endotel

13
sebelum penurunan kadar kolesterol serum yang signifikan terjadi. Hal ini,
sebagian, dimediasi oleh peningkatan regulasi eNOS dengan adanya hipoksia
dan oxLDL.22
Statin mempengaruhi ekspresi dan aktivitas eNOS terutama melalui tiga
mekanisme. Pertama, statin meningkatkan ekspresi eNOS dengan
memperpanjang waktu paruh mRNA eNOS daripada menginduksi transkripsi
gen eNOS. Mekanisme ini dengan menghambat RhoA geranylgeranylation,
perubahan sitoskeleton dan lokalisasi mRNA eNOS. Kedua, statin mengurangi
kelimpahan guaolin-1. Caveolin-1 adalah protein membran integral dan
berikatan dengan eNOS di kaveola, sehingga menghambat produksi NO secara
langsung. Ketiga, statin dapat mengaktifkan jalur phosphatidylinositol 3-kinase
(PI3K) / protein kinase Akt. Akt adalah kinase serin / treonin yang mengatur
berbagai fungsi seluler, seperti kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
proliferasi. Akt, pada gilirannya, memfosforilasi dan mengaktifkan eNOS,
statin juga dapat meningkatkan aktivitas eNOS melalui jalur PI3K / Akt.22
Beberapa agen vasokonstriksi, seperti endotelin-1 (ET-1) atau angiotensin
II, melawan efek vasodilatasi NO dan berkontribusi dalam perkembangan
aterosklerosis. ET-1 bertindak sebagai agen mitogenik poten, yang
menyebabkan pembentukan neointima dan proliferasi sel otot polos. ET-1
ditemukan meningkat pada pasien dengan aterosklerosis berat. Statin
menghambat ekspresi preproET-1 dan menurunkan regulasi endotelin dan
reseptor angiogensin subtipe 1 secara RhoA-dependent.22
Statin juga mempengaruhi sistem fibrinolitik otot polos vaskular dan sel
endotel. Plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1) adalah inhibitor
endogen utama aktivator plasminogen jaringan. Peningkatan kadar PAI-1
merupakan faktor risiko kardiovaskular independen dan berhubungan dengan
penyakit atherotrombosis. Statin meningkatkan ekspresi aktivator plasminogen
jaringan dan menghambat ekspresi PAI-1. Efek penghambatan statin pada
ekspresi PAI-1 dimediasi, sebagian, melalui jalur PI3K / Akt.22

14
Statin juga menginduksi ekspresi heme oxygenase-1 (HO-1). HO-1 adalah
protein stress-response, yang diinduksi sebagai respons terhadap radiasi UV,
sitokin dan radikal bebas. Induksi HO-1 menyebabkan degradasi heme menjadi
karbon monoksida dan biliverdin. Biliverdin kemudian diubah menjadi
antioksidan bilirubin. HO-1 mencegah perkembangan aterosklerosis pada
tikus.22

2.2.2 Pravastatin pada Preeklampsia


Bukti praklinis mendukung penggunaan pravastatin dalam pengobatan
preeklampsia saat ini hanya terbatas pada model hewan dan telah difokuskan
pada simulasi perubahan patofisiologi endotel pada tikus like-preeclampsia.2
Pada studi yang dilakukan oleh Huai dan kawan-kawan, digunakan dua model
tikus like-preeclampsia yang diinduksi dengan dua faktor berbeda yang
bertujuan untuk mengamati dan membandingka efek Pra pada berbagai model :
model L-NAME berdasarkan inhibisi dari sintesis faktor endotel vaskular NO
dan model LPS berdasarkan pada pemicu peradangan akibat LPS ultra-dosis
rendah. Penggunaan Pra pada kedua model mengungkapkan bahwa terjadi
pengurangan gejala like-preeclampsia, meliputi penurunan MAP dan
kerusakan hepar dan plasenta pada model L-NAME, serta perbaikan
proteinuria dan hasil kehamilan pada kedua model.23
Meskipun hasil penelitian saat ini menyatakan bahwa Pra dapat
meringankan gejala like-preeclampsia, Pra memiliki efek yang berbeda pada
manifestasi klinis preeklampsia pada kedua model. Pra dapat mengurangi MAP
dan kadar protein urin dan memperbaiki kerusakan patologis hepar dan
palsenta pada model L-NAME. Pada model LPS, ditemukan bahw hanya
terdapat penuruann kadar protein urin, sementara MAP dan perubahan
patologis pada hepar dan plasenta tidak berkurang secara nyata.
Ketidakseimbangan ini mungkin terkait dengan faktor patogen yang berbeda
pada kedua model. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan jalur patogenesis
yang berbeda pada model preeklampsia yang diinduksi L - NAME dan LPS.

15
Patogenesis dalam model L-NAME berkaitan dengan gangguan oksidasi asam
lemak (Fatty Acid Oxidation/FAO), sedangkan model LPS memiliki jalur
patogenesis yang berbeda. Dalam model L-NAME, terjadi gangguan FAO,
dengan penurunan kadar mRNA dan ekspresi protein rantai panjang 3-

hidroksiasil-CoA dehidrogenase (long‑chain 3‑hydroxyacyl‑CoA

dehydrogenase/ LCHAD), dan kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid/
FFA) berkorelasi negatif dengan tingkat LCHAD. Di sisi lain, kejadian ini
secara langsung dimediasi oleh jalur inflamasi dalam model LPS yang
diinduksi oleh sitokin inflamasi melalui aktivasi jalur sinyal NF - κB, yang
mengarah ke aktivasi dan kerusakan sel endotel. Hasil eksperimen
menunjukkan peningkatan kadar FFA dalam model L - NAME, sementara
fenomena tersebut tidak diamati pada model LPS. Selain itu, deposisi lipid di
hepar dan plasenta dalam model L-NAME lebih berat daripada model LPS.3
Studi lain menunjukkan bahwa penggunaaan Pra pada model RUPP like-
preeclampsia mengurangi peningkatan tekanan darah dan protein urin,
memperbaiki hasil kehamilan, dan mengatur keseimbangan faktor sFlt - 1
vaskular. Hasil ini menunjukkan bahwa peran Pra pada model like-
preeclampsia mungkin terkait dengan pengaturan faktor angiogenesis. Selain
itu, efek protektif Pra pada preeklampsia meliputi pengaturan tekanan
oksidatif, penghilangan stres oksidatif dengan peningkatan ekspresi HO - 1,
pengaturan fungsi endotel vaskular dengan meningkatkan sintase oksida nitrat,
mengurangi peradangan, dan mengurangi kerusakan plasenta dan janin dengan
menghambat aktivasi kaskade komplemen. Dalam studi ini, diduga bahwa
mekanisme Pra yang terlibat dalam model L-NAME kemingkinan diperantarai
oleh regulasi FAO.24,25
Studi saat ini menunjukkan bahwa metabolisme lipid abnormal dikaitkan
dengan onset preeklampsia dengan peningkatan kadar trigliserida, kolesterol,
dan FFA, hal ini berkaitan dengan beberapa patogenesis dari preeklampsia.
Percobaan in vitro menunjukkan bahwa peningkatan kadar FFA dikaitkan

16
dengan penurunan kemampuan invasif sel trofoblas dan peningkatan FFA
dapat menginduksi pelepasan oksigen reaktif. spesies (ROS) dan mengaktifkan
nitrogen (RNS), yang pada gilirannya, mengarah pada aktivasi jalur sinyal
inflamasi yang menyebabkan respons inflamasi. Penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa peningkatan kadar FFA dalam plasma dapat
menyebabkan resistensi insulin, yang berkorelasi dengan preeklampsia.
Dengan demikian, gangguan rantai panjang FAO mengarah pada peningkatan
kadar FFA yang terlibat dalam beberapa kondisi preeklampsia. Dalam
penelitian Huai dan kawan-kawan ini, Pra menggunakan efek yang berbeda
pada metabolisme lipid pada kedua model. Dalam model L - NAME, Pra
menurunkan kadar FFA plasma pada tikus hamil dan menurunkan deposisi
lipid di hepar dan plasenta, sedangkan Pra tidak menunjukkan salah satu dari
efek ini dalam model LPS. Saat ini, regulasi FFA oleh statin masih
kontroversial.23
Pada penelitian yang dilakukan oleh Katsi dan kawan-kawan, tikus hamil
disuntikkan dengan adenovirus yang mengandung sFlt-1, faktor yang
bertanggung jawab untuk banyak manifestasi klinis preeklampsia. Selanjutnya,
statin diberikan dan penanda terkait preeklampsia, seperti sFlt-1 dan sEng
dipantau. Pravastatin adalah agen yang paling umum digunakan di sebagian
besar model hewan praklinis karena profil biokimia, yaitu sifat hidrofilik dan
hepatoselektif.2
Studi Ahmed dan kawan-kawan berfokus pada penggambarkan bentuk
preeklampsia manusia pada hewan pengerat, seperti albuminuria dan
endoteliosis, dengan menampilkan tikus prototipe CBA / J x DBA / 2. Ketika
diobati dengan pravastatin, CBA / J x DBA / 2 menunjukkan penurunan kadar
sFlt-1, peningkatan kadar VEGF dan penurunan hipersensitivitas terhadap
Angiotensin II.2,26 Saad dan kawan-kawan pada tahun 2014, dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa pravastatin mengurangi peningkatan sFlt-1
dan sEng dalam model tikus mereka dan mengamati penurunan regulasi
hypoxia inducible factor 1a (HIF-1a) dan TGF-b plasental.2,27 Penelitian yang

17
dilakukan oleh Fox dan kawan-kawan berfokus pada dampak pravastatin
dalam fungsi vaskular dengan mengukur kadar protein eNOS, penelitian ini
menyimpulkan bahwa pravastatin meningkatkan kadar eNOS di aorta dan
mengurangi kadar sFlt-1.2,28
Studi pada hewan yang dilakukan oleh Kumasawa dan kawan-kawan pada
tahun 2011 berfokus pada augmentasi kadar PGIF, yang yang tampaknya
memainkan peran penting dalam memperbaiki fungsi glomerulus, menurunkan
tekanan darah dan kadar sFlt-1. Penelitian ini mengamati bahwa setelah

pemakaian Pra pada model tikus like-preeclampsia yang diinduksi sFlt‑1,

gejala hipertensi dan proteinuria berkurang, adanya perbaikan restriksi

perkembangan janin, dan penurunan kadar sFlt‑1, peningkatan kadar faktor

pertumbuhan lasenta (PLGF), dan perbaikan proliferasi sel endotel. Hal ini
memperkuat efek protektif Pra pada preeklampsia, yang mana juga berkaitan

dengan induksi PLGF oleh ekspresi placenta‑specific PLGF.2,28,29 Costantine

dan kawan-kawan menegaskan bahwa pemberian pravastatin meningkatkan


fungsi endotel dengan menurunkan sFlt-1 dan memperkuat ekspresi NOS.
Mereka juga menyarankan bahwa pravastatin memainkan peran penting dalam
pencegahan IUGR pada anak-anak. Selain model CBA/ J x DBA/ 2, Singh dan
kawan-kawan menyajikan model tikus defisien C1q yang memimikkan
preeklampsi pada manusia. Ketika diobati dengan pravastatin, tikus defisien
C1q yang hamil mengembalikan aliran darah plasenta dan keseimbangan
angiogenik.2,31

18
Gambar 2.6 Efek Pravastatin Pada Model Hewan
Sumber : Katsi V, Georgios G, Manolis SK, Loannis Z, Thomas M, Athanasios JM, et.al.
The Role of Statins in Prevention of Preeclampsia: A Promise for the Future?. Frontiers
in Pharmacology. 2017; 5 (8)

Selain itu, beberapa laporan kasus pada manusia baru-baru ini diterbitkan.
Sebuah kasus mengenai seorang wanita usia 30 tahun yang diketahui dengan
sindrom antifosfolipid, trombosis dan preeklamsia pada minggu ke-23
kehamilan telah dijelaskan. Pasien diobati dengan kombinasi obat-obatan
meliputi pravastatin (20 mg), enoxaparin (0,4 BD) dan aspirin (100 mg OD).
Tekanan darah dan proteinuria mengalami perbaikan serta diketahui adanya
normalisasi temuan doppler yang sebelumnya patologis pada arteri uterina.
Dalam studi Brownfoot dan kawan-kawan pada tahun 2015, dari empat pasien
dengan hipertensi, proteinuria, preeklamsia, dan adanya hambatan
perkembangan janin sebelum usia 30 minggu kehamilan, pemberian
pravastatin (40 mg) harian, menghasilkan penurunan kadar sFlt. -1 dan
stabilisasi gangguan fungsi glomerulus dan hipertensi.32,33

2.2.3 Keamanan Pravastatin Untuk Ibu Hamil


Saat pertama kali dipasarkan pada 1980-an, statin ditetapkan masuk ke
dalam kategori kehamilan X. Berdasarkan definisi, kategori X menandakan
bahwa “penelitian pada hewan atau manusia telah menunjukkan kelainan janin

19
dan / atau terdapat bukti positif dari risiko janin manusia berdasarkan data
reaksi yang merugikan dari pengalaman penyelidikan atau pemasaran, dan
risiko yang terlibat dalam penggunaan obat pada wanita hamil jelas lebih besar
daripada manfaat potensial”. Namun, pengawasan pasca-pemasaran lovastatin
dan simvastatin (dua statin lipofilik) yang diterbitkan oleh Merck menunjukkan
tidak ada hubungan antara paparan statin pada awal kehamilan dan akibat
kehamilan yang merugikan atau anomali kongenital.3
The National Institute for Child Health and Human Development
melakukan penelitian yang menerapkan Pra pada wanita hamil dengan risiko
tinggi preeklampsia setelah mendapat persetujuan dari Food and Drug
Administration (FDA) Amerika. Penelitian ini memberikan data awal
menegnai keamanan dan farmakokinetik penggunaan Pra.34 Studi saat ini
menunjukkan bahwa Pra relatif aman dalam kehamilan meskipun FDA
menetapkan statin untuk kategori kehamilan X, dan rekomendasi saat ini
menyarankan pemberhentian obat segera saat kehamilan atau sebelum
pembuahan. Namun, penggunaan statin lainnya (cerivastatin, simvastatin,
lovastatin, atau atorvastatin) berhubungan dengan peningkatan insidensi
malformasi skeletal yang dikaitkan dengan perbedaan dalam sifat fisikokimia
antara Pra hidrofilik dan statin lipofilik lainnya. Eksperimen hewan terbaru
menunjukkan bahwa Pra menggunakan efek protektif pada preeklampsia ibu
dan janin tikus. Dalam percobaan in vitro, Pra tidak memiliki efek pada fungsi
fisiologis plasenta manusia normal, juga, tidak terdapat bukti klinis toksisitas
Pra pada embrio. Percobaan klinis acak Tahap II yang sedang berlangsung

statins to ameliorate early‑onset preeclampsia (StAmP) untuk penggunaan Pra

pada preeklamsia juga akan memberikan data klinis lebih lanjut tentang obat
tersebut.23
Peningkatan risiko malformasi kongenital belum terlihat pada penggunaan
pravastatin. The Medical Genetics branch of the National Institutes of Health
meninjau 214 kehamilan yang dipastikan terpapar statin yang dilaporkan ke

20
FDA AS dari tahun 1987 hingga 2001. Dari 70 kasus yang dievaluasi yang
ditinjau dalam laporan terakhir , terdapat 20 kasus dengan paparan pravastatin
yang dilibatkan. Tidak ada malformasi kongenital atau akibat kehamilan yang
merugikan terjadi pada kelompok terpajan pravastatin.3
Meskipun terbatas, temuan dari penelitian ini mendukung kurangnya
teratogenisitas pravastatin. Hal ini di karena sifat farmakokinetik pravastatin
yang unik. Pravastatin (446,52 kd) cepat diserap setelah pemberian oral (waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai kadar maksimal dalam darah adalah 1 - 1,5
jam), dan memiliki waktu paruh pembersihan yang pendek (1,77 jam).
Pravastatin merupakan salah satu statin yang paling hidrofilik (polar) dan
substrat dari pompa efluks P glikoprotein; sehingga diharapkan memiliki
kemampuan terbatas untuk transfer transplasental. Selain itu, pravastatin
adalah salah satu inhibitor HMG-CoA reduktase paling lemah bila
dibandingkan dengan statin lain, dan inhibisinya khusus untuk hepatosit.
Pravastatin dibersihkan melalui hati dan ginjal, yang mengurangi kebutuhan
untuk pengurangan dosis dalam kasus kerusakan hati / ginjal; dan metabolisme
tergantung CYP3A hanya mewakili jalur minor dalam eliminasinya tanpa
interaksi farmakokinetik yang penting secara klinis antara pravastatin dan
inhibitor CYP3A. (30) Namun, data ini diperoleh dari wanita yang tidak hamil
dan pria. Studi transfer plasenta in vitro saat ini sedang dilakukan untuk
mempelajari transfer bidireksi pravastatin.3

21
BAB III

KESIMPULAN

Preeklampsia mempengaruhi 5-8% kehamilan dan diperkirakan menyebabkan


60.000 kematian maternal setiap tahunnya dengan jumlah kematian perinatal yang
jauh lebih besar. Patogenesis yang terjadi pada preeklampsia memiliki kesamaan
dengan penyakit kardiovaskular pada orang dewasa, termasuk faktor risiko yang
mempengaruhinya. Pravastatin (Pra) dan statin lainnya dapat menurunkan lipid dan
diketahui membalikkan berbagai jalur patofisiologi terkait preeklampsia seperti
ketidakseimbangan angiogenik, cedera endotel, inflamasi dan stress oksidatif.
Penggunaan Pra pada dua model mencit mengungkapkan terdapat
pengurangan gejala like-preeclampsia, meliputi penurunan MAP dan kerusakan hepar
dan plasenta pada salah satu model, serta perbaikan proteinuria dan hasil kehamilan
pada kedua model namun Pra memiliki efek yang berbeda pada manifestasi klinis
preeklampsia pada kedua model.
Studi saat ini menunjukkan bahwa Pra relatif aman dalam kehamilan
meskipun FDA menetapkan statin untuk kategori kehamilan X. Meskipun terbatas,
temuan dari beberapa penelitian mendukung kurangnya teratogenisitas pravastatin.
Hal ini di karena sifat farmakokinetik pravastatin yang unik sebagai salah satu statin
yang paling hidrofilik (polar) dan substrat dari pompa efluks P glikoprotein; sehingga
diharapkan memiliki kemampuan terbatas untuk transfer transplasental.

22
DAFTAR PUSTAKA

1.
Chaiworapongsa T, Chaemsaithong P, Yeo L, Romero R. Pre-eclampsia part 1:
current understanding of its pathophysiology. Nat Rev Nephrol. 2014;10:466–
480.
2.
Katsi V, Georgios G, Manolis SK, Loannis Z, Thomas M, Athanasios JM, et.al.
The Role of Statins in Prevention of Preeclampsia: A Promise for the Future?.
Frontiers in Pharmacology. 2017; 5 (8).
3.
Costantine MM dan Kirsten C. Pravastatin for the Prevention of Preeclampsia in
High-Risk Pregnant Women. Obstet Gynecol. 2013 February ; 121(201).
4.
Lambert, G., Brichant, JF., Hartstein, G., Bonhomme, V., Dewandre, PY.
Preeclampsia: An Update. Acta Anaesth Belg 2014;65:137-149.
5.
Oakes, MC., Hameed, AB. Preeclampsia: An Overview. Med J Obstet Gynecol
2016;4(2):1082.
6.
Seeho, SK, et al. Early-Onset Preeclampsia Appears to Discourage Subsequent
Pregnancy But the Risks May be Overestimated. AJOG 2016;215(785).
7.
Mirkovic, L., Nejkovic, L., Micic, J. A New Pathophysiological Concept and
New Classification of Pre-Eclampsia. Vojnosanit Pregl 2018;75(1):83-94.
8.
Bhadarka, Mukherjee. Risk Factors of Early and Late Onset Preeclampsia in
Population Admitted at Gujarat Adani Institute of Medical Science Bhuj Kutch
Gujarat India. International Journal of Current Research in Life Sciences
2016;05(03):569-572.
9.
Santillan MK, Santillan DA, Sigmund CD, Hunter SK. From molecules to
medicine: a future cure for preeclampsia. Drug News Perspect. 2009; 22:531–541
10.
Young BC, Levine RJ, Karumanchi SA. Pathogenesis of preeclampsia. Annu Rev
Pathol. 2010; 5:173–92.
11.
Patigaroo, FA., Siddiqui, AH., Gulati, R., Mohsin, Z. Tumor Necrosis Factor
Alpha in Preeclampsia. International Journal of Basic and Applied Physiology
2014;2(1).

23
12.
Pinheiro, MB., Filho, OA., Mota, AP., Alpoim, PN., Godoi, LC., Silveira, AC., et
al. Severe Preeclampsia Goes Along with A Cytokine Network Disturbance
Towards A Systematic Inflammatory State. Cytokine 2013;62:165-173.
13.
Ramma W, Ahmed A. Is inflammation the cause of preeclampsia? Biochem. Soc.
Trans. 2011; 39:1619–1627.
14.
Ahmed A, Cudmore MJ. Can the biology of VEGF and heme oxygenases help
solve preeclampsia? Biochem. Soc. Trans. 2009; 37:1237–42.
15.
Ramma, W., and Ahmed, A. Therapeutic potential of statins and the induction of
heme oxygenase-1 in preeclampsia. J. Reprod. Immunol. 2014 : 101–102, 153–
160.
16.
Ehsanipoor, R. M., Fortson, W., Fitzmaurice, L. E., Liao, W. X., Wing, D. A.,
Chen, D. B., et al. Nitric oxide and carbon monoxide production and metabolism
in preeclampsia. Reprod. Sci. 2013 : 20, 542–548.
17.
The American College of Obstetricians and Gynecologist. 2013.
18.
Sulistyowati, S. Early and Late Onset Preeclampsia: What Did Really Matter?.
Journal of Gynecology and Women’s Health 2017;5(4).
19.
Oesterle A, Laufs U, Liao JK. Pleiotropic effects of statins on the cardiovascular
system. Circ Res 2017;120:229-43.
20.
Taguchi, N., Rubin, E. T., and Hosokawa, A. Prenatal exposure to HMGCoA
reductase inhibitor: effects on fetal and neonatal outcomes. Reprod Toxicol. 2008,
175–177.
21.
Grosser, N., Hemmerle, A., Berndt, G., Erdmann, K., Hinkelmann, U., Schürger,
S., et al. (2004). The antioxidant defense protein heme oxygenase 1 is a novel
target for statins in endothelial cells. Free Radic. Biol. Med. 37, 2064–2071.
22.
Wang CY, Ping YL dan James KL. Pleiotropic effects of statin therapy:
molecular mechanisms and clinical results. Mol Med. 2008 January ; 14(1): 37–
44.

24
23.
Huai, J, Zi Y, Yan YH, Guang JW. Different Effects of Pravastatin on

Preeclampsia‑like Symptoms in Different Mouse Models. Chinese Medical

Journal.2018;5 (131).
24.
Girardi G. Can statins prevent pregnancy complications? J Reprod Immunol

2014;101‑102:161‑7.
25.
Bauer AJ, Banek CT, Needham K, Gillham H, Capoccia S, Regal JF, et al.
Pravastatin attenuates hypertension, oxidative stress, and angiogenic imbalance in

rat model of placental ischemia‑induced hypertension. Hypertension

2013;61:1103‑10.
26.
Ahmed, A., Singh, J., Khan, Y., Seshan, S. V., and Girardi, G. A new mouse
model to explore therapies for preeclampsia. PLoS ONE 5: 2010.
27.
Saad, A. F., Kechichian, T., Yin, H., Sbrana, E., Longo, M., Wen, M., et al.
Effects of pravastatin on angiogenic and placental hypoxic imbalance in a mouse
model of preeclampsia. 2014.
28.
Fox, K. A., Longo, M., Tamayo, E., Kechichian, T., Bytautiene, E., Hankins, G.
D., et al. Effects of pravastatin on mediators of vascular function in a mouse
model of soluble Fms-like tyrosine kinase-1-induced preeclampsia. 2011.
29.
Kumasawa, K., Ikawa, M., Kidoya, H., Hasuwa, H., Saito-Fujita, T., Morioka, Y.,
et al. Pravastatin induces placental growth factor (PGF) and ameliorates
preeclampsia in a mouse model. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 2011 : 108, 1451–
1455.
30.
Ramesar SV, Mackraj I, Gathiram P, Moodley J. Sildenafil citrate decreases

sFlt‑1 and sEng in pregnant l‑NAME treated Sprague‑Dawley rats. Eur J Obstet

Gynecol Reprod Biol 2011;157:136‑40.


31.
Costantine, M. M., Cleary, K., Hebert, M. F., Ahmed, M. S., Brown, L. M., Ren,
Z., et al. or the Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and
Human Development Obstetric-Fetal Pharmacology Research Units Network

25
(ORPU), Safety and Pharmacokinetics of Pravastatin used for the prevention of
preeclampsia in high-risk pregnant women: a pilot randomized controlled trial.
Am. J. Obstet. Gynecol. 2016 : 214, 720.e1–720.
32.
Lefkou, E., Mamopoulos, A., Fragakis, N., Dagklis, T., Vosnakis, C.,
Nounopoulos, E., et al. Clinical improvement and successful pregnancy in a
preeclamptic patient with antiphospholipid syndrome treated with pravastatin.
Hypertension 63, 2014 : 118–9.
33.
Brownfoot, F. C., Tong, S., Hannan, N. J., Binder, N. K., Walker, S. P., Cannon,
P., et al. Effects of pravastatin on human placenta, endothelium, and women with
severe preeclampsia. 2015.
34.
Costantine MM, Cleary K, Hebert MF, Ahmed MS, Brown LM, Ren Z, et al.
Safety and pharmacokinetics of pravastatin used for the prevention of
preeclampsia in high‑risk pregnant women: A pilot randomized controlled trial.
Am J Obstet Gynecol 2016;214:720.

26

You might also like