You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara menetap diatas


atau sama dengan 140/90 mmHg. Berbagai faktor resiko yang sudah dikenal
seperti gaya hidup tidak aktif, merokok, dislipidemia, kelebihan berat bedan
terutama kelebihan lingkar perut dan stress mempunyai peran sebesar 90-95%
dalam terjadinya hipertensi.1
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung.
Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal
ginjal maupun penyakit serebrovaskular.2

Hipertensi saat ini masih menjadi masalah utama di dunia. Menurut Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on
High Blood Pressure VII (JNC-VII) Amerika Serikat, hampir 1 milyar orang
menderita hipertensi di dunia. Dari semua yang terdeteksi hipertensi, hanya
setengahnya saja yang mendapat pengobatan adekuat dari dokter dan 70% dari
angka tersebut tidak mematuhi pengobatan. Total hanya 10% pasien hipertensi di
dunia yang terobati secara teratur dan terkontrol. Di Indonesia, belum ada data
secara menyeluruh mengenai prevalensi hipertensi, namun Survey Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan angka 8,3%.3

Pengendalian hipertensi, bahkan di negara majupun, belum memuaskan.


Secara rata-rata, pengendalian hipertensi baru berhasil menurunkan prevalensi
hingga 8%. Akan lebih baik jika penanganan hipertensi diintegrasikan dengan
sistem kesehatan karena menyangkut aspek ketenagaan, sarana dan obat-obatan.
Obat yang telah berhasil diproduksi teknologi kedokteran harganya masih relatif
mahal sehingga menjadi kendala penanganan hipertensi, terutama bagi yang
memerlukan pengobatan jangka panjang.4
Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui
bagaimana profil penderita hipertensi yang mengunjungi puskesmas Langsa
Timur pada bulan September- Oktober 2017.

1
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik


untuk meneliti “Profil Penderita Hipertensi di Puskesmas Langsa Timur Periode
September – Oktober 2017”.
1.2.1 Bagaimana profil penderita hipertensi berdasarkan umur di Puskesmas
Langsa Timur periode September-Oktober 2017?
1.2.2 Bagaimana profil penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Langsa Timur periode September-Oktober 2017?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui profil penderita hipertensi di Puskesmas Langsa Timur
periode September-Oktober 2017.

1.3.2 Tujuan Kusus


1.3.2.1 Mengetahui profil penderita hipertensi berdasarkan umur di
Puskesmas Langsa Timur periode September-Oktober 2017.
1.3.2.2 Mengetahui profil penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Langsa Timur periode September-Oktober 2017.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritik

Mini projek ini dilakukan untuk memperoleh pengalaman belajar di


lapangan melalui studi kasus dan untuk meningkatkan pengetahuan. Selain itu,
melatih dalam menilai suatu kemampuan dan kecermatan dalam berinteraksi di
dalam masyarakat serta mencari alternatif penyelesaian dari suatu masalah dan
menyelesaikannya.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

2
Sebagai informasi dan data bagi pelaksana program terutama yang akan
melaksanakan program yang berhubungan dengan mini projek ini dan khususnya
bagi penulis dapat menambah wacana keilmuan dan wawasan.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara menetap diatas atau
sama dengan 140/90 mmHg.1

3
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan dimana upaya
penurunan tekanan darah akan memberikan manfaat lebih besar dibandingkan
dengan tidak melakukan upaya tersebut.5

2.2 Etiologi
Penyebab Hipertensi yang sering kali menjadi penyebab di antaranya
Aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas
pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke
Jantung, Penyakit Ginjal, Kelenjar Adrenal, dan Sistem Saraf Simpatis. Pada ibu
hamil kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stres, dan ketegangan bisa
menyebabkan Hipertensi.6

2.3 Klasifikasi Hipertensi


Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi
atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah.
Derajat hipertensi adalah pemeriksaan tekanan darah oleh dokter terhadap
penderita, sesuai dengan kriteria WHO-ISH. Berbagai macam klasifikasi
hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut
Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat,
klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina,
klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan
negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on
Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan
Afrika yang tinggal di Amerika7.

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 75,7

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Tingkat 1 140-159 Atau 90-99

Tingkat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

4
Hipertensi sistolik ≥ 140 dan ≥ 90
terisolasi

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO 2003 8

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal-Tinggi 130-139 85-89

Tingkat 1 (Hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (Hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (Hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi Sistol Terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua bagian:

1. Hipertensi essensial/primer.

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai


hipertensi esensial. Patogenesis hipertensi esensial adalah multifaktorial. Faktor
genetik berperan penting. Seseorang yang salah satu atau kedua orang tuanya
menderita hipertensi, cenderung mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi,
faktor lingkungan juga berperan dalam patogenesis hipertensi esensial. Sekitar
90% penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini.9

2. Hipertensi sekunder

Kira-kira 5% pasien dengan hipertensi, diketahui mempunyai penyebab


yang spesifik. Riwayat penyakit, pemeriksaan dan tes laboratorium rutin dapat
mengidentifikasi pasien yang mungkin mempunyai hipertensi sekunder dan
memerlukan evaluasi lebih lanjut, khususnya pada pasien yang mengalami

5
hipertensi pada usia yang sangat muda tanpa adanya riwayat penyakit dari
keluarga positif, pasien yang mengalami hipertensi pertama kali pada usia lebih
dari 50 tahun atau pasien yang sebelumnya telah dikontrol namun kemudian
menjadi refrakter terhadap terapi yang diberikan, mungkin mengalami hipertensi
sekunder.9

Jenis hipertensi yang menjadi penyebabnya dapat diketahui, antara lain


kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, atau penyakit
kelenjar adrenal.

2.4 Patofisiologi
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu : Cardiac Output
(CO) dan Systemic Vasculer Resistance (SVR). Cardiac Output ditentukan oleh
Stroke Volume ( SV ) dan Hearth Rate ( HR ). Resistensi vascular sistem terjadi
akibat Peripheral Vascular Resistensi ( PVR) dan Renal Vascular Resistence
( RVR ).

TD = CO >< SVR

SV HR PVR RVR

Pada Hipertensi primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 – 25%.


Pada hipertensi maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari perubahan struktur
hipertensi kronis dan perubahan vasokonstriksi akut.

6
Skema 1 : Faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah10

2.5 Strasifikasi Risiko Hipertensi dan Faktor Risikonya


Stratifikasi risiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan
darah, adanya faktor risiko yang lain, adanya kerusakan organ target dan adanya
penyakit penyerta tertentu.5

Tabel 3. Stratifikasi faktor risiko dan rencana penanggulangan 5

Tekanan darah Risiko group A Risiko group B Risiko group C


(mmHg) ( tidak ada faktor ( 1-2 faktor risiko) ( ≥3 faktor risiko
risiko ) atau DM atau
KOT/KKT)

TD sistolik 130- Perubahan pola Perubahan pola Perubahan pola


139 mmHg / TD hidup hidup hidup + obat
diastolic 80-89

7
mmHg

TD sistolik 140- Perubahan pola Perubahan pola Perubahan pola


159 mmHg / TD hidup + obat hidup + obat hidup + obat
diastolic 80-89
mmHg

TD sistolik > 160 Perubahan pola Perubahan pola Perubahan pola


mmHg/ TD hidup + obat hidup + obat hidup + obat
diastolic > 100
mmHg

2.5.1 Kerusakan Organ Target5


 Hipertropi ventrikel kiri ( LVH per EGC/ECHO)
 Kenaikan kadar kreatinin
 Mikroalbuminuria
 Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media, plak sklerotik)

2.5.2 Penyakit Penyerta


 Serebrovascular : stroke iskemik/perdarahan, TIA)
 Jantung : infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, revascularisasi
koroner)
 Ginjal : nefropati diabetic, proteinuria, gangguan fungsi ginjal
 Pembuluh darah perifer
 Retina / retinopati : eksudat, perdarahan, edema papil

Oleh karena tujuan utama penanggulangan hipertensi adalah menurunkan


morbiditas dan mortalitas kardiovascular/renal, maka risiko terjadinya gangguan
kardiovascular/renal perlu distratifikasikan lebih lanjut. Telah disepakati secara
international bahwa risiko kardiovascular dihitung secara tradisional berdasarkan
studi Framingham ( dengan beberapa tambahan faktor risiko), yaitu tingginya
tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus. Tambahan faktor
risiko yang belum lama di identifikasi yaitu lingkar perut yang dihubungkan
dengan sindrom metabolic dan kadar C-reaktif protein (CRP) yang dihubungkan
dengan inflamasi. Disamping itu juga perlu diperhatikan adanya kerusakan organ
target dan penyakit penyerta.5

2.5.3 Faktor Terjadinya Hipertensi

8
1. Obesitas (Kegemukan). Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun
terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitasobesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi
dengan berat badan normal.

2. Stres. Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat
kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan
meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

3. Faktor Keturunan (Genetik). Apabila riwayat hipertensi didapat pada keuda


orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula
dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah
penderita hipertensi.

4. Jenis Kelamin (Gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan


menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat
pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya
status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan,
seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.

5. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita


hipertensi juiga semakin besar.

6. Asupan garam. Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan


tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan eksresi kelebihan garam
sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang
normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu.

7. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya
dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan
kurang olahraga dapat pula mempenegaruhi peningkatan tekanan darah

2.6 Manifestasi Klinik

9
Pada umumnya Hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas.
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
Hipertensi Essensial. kadang-kadang Hipertensi Essensial berjalan tanpa gejala
dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada Ginjal,
Mata,Otak, dan Jantung. Beberapa gejala yang dapat menyertai peningkatan
tekanan darah ini yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing
(sempoyongan), wajah kemerahan dan kelelahan.12

Adapun gejala klinis yang lazim dialami oleh para penderita hipertensi
biasanya berupa: Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan
pasien tidak ada keluhan. Nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan:2

 Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti rasa berdebar debar, rasa
melayang

 Penyakit jantung/hipertensi vaskuler seperti cepat capek, sesak nafas, sakit


dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vascular lain nya adalah
epistaksisi, hematuria, pandangan kabur karena pendarahan retina.

 Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : polidipsia, poliuria, dan


kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan BB dengan
emosi yang labil pada sindrom cushing. Feokromositoma dapat muncul
dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa
melayang saat berdiri (postural dizzy).

2.7 Diagnosis 11,12


Diagnosis pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis
tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga,
pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang.

2.7.1 Anamnesis, meliputi :

10
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a) Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

b) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,


pemakaian obat-obat analgesic dan obat/ bahan lain

c) Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi


(feokromositoma)

d) Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor resiko

a) Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga


pasien

b) Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c) Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya

d) Kebiasaan merokok

e) Pola makan

f) Kegemukan, intensitas olahraga

g) Kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a) Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,


transient ischemic attack, deficit sensoris atau motoris

b) Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

11
c) Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri

d) Arteri perifer : ektremitas dingin, klaudikasio intermiten

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


1. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan
denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan
kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral

2. Mencari kerusakan organ sasaran:

 Mata; Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat,


penyempitan arteriol yang hebat.

 Jantung; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya


bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.

 Paru ; ronki basal yang mengindikasikan CHF.

 Status neurologik ; pendekatan pada status mental dan


perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat
kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.

3. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung


koroner.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah Hipertensi Primer
atau Sekunder dan untuk mendeteksi adanya kerusakan organ.10

a. Profil Gula Darah

Kejadian Hipertensi pada pasien Diabetes sangat tinggi. Pemantauan


Glikemik secara efektif sangat bermanfaat pada pasien dengan Hipertensi dan
Diabetes.

12
b. Profil Lemak Darah

Pada pasien Hipertensi, adanya riwayat keluarga dengan profil lemak


abnormal merupakan faktor resiko Penyakit Jantung Koroner.

c. Asam Urat Serum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Asam Urat Serum yang tinggi
berkaitan dengan terjadinya kerusakan organ seperti Hipertropi Ventrikel Kiri,
Aterosklerosis Karotid, dan Mikroalbuminuria.

d. Kliren Kretinin

Terdapat hubungan yang erat antara penurunan fungsi Ginjal dan


morbiditas serta mortalitas serta akibat kardiovaskuler pada pasien Hipertensi.
Pasien dengan Klirens Kreatinin yang menurun menandakan kemungkinan
yang besar mengalami LVH dan perubahan pada Retina.

e. Kreatinin Serum

Penelitian menunjukkan bahwa Kreatinin Serum merupakan faktor yang


dapat memperkirakan mortalitas pada pasien ISH (Isolated Systolic
Hypertension). Telah dibuktikan bahwa setiap peningkatan konsentrasi
Kreatinin Serum sebesar 20µmol/L, mortalitas akibat Stroke dan
kardiovaskular meningkat.

f. Analisis Urin

Secara umum pemeriksaan, dilakukan untuk menganalisis antara lain:


Protein (Total dan Albumin), Glukosa.

2.7.4 Pemeriksaan Penunjang Lain

a. EKG

EKG dilakukan untuk mengukur aktivitas elektronik Jantung. Pengukuran


tersebut bermanfaat untuk memantau waktu yang diperlukan oleh gelombang

13
elektronik pada saat Jantung bekerja dan memberikan informasi mengenai beban
kerja pada Jantung.

b. Ultrasound Carotid atau Doppler Karotis.


c. Funduskopi/Opthalmoskopi
Funduskopi meliputi pemeriksaan bagian belakang Mata, yaitu Retina,
Lempengan Optik, dan Pembuluh Darah.
d. Uji Toleransi Glukosa
e. Pengukuran kecepatan gelombang denyut.

2.8 Penangganan Hipertensi


Dalam penanggulangan hipertensi perlu dipertimbangkan adanya
risiko kardiovascular, kerusakan organ target dan penyakit penyerta sebelum
bertindak. Penderita dengan faktor risiko 3 atau lebih atau dengan kerusakan
organ target atau diabetea atau penyakit penyerta tertentu disamping perubahan
pola hidup perlu dilakukan penanggulangan dengan obat.5

Adapun tujuan pengobatan pasien Hipertensi adalah :

 Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko


tinggi (Diabetes, Gagal Ginjal Proteinuria) < 130/80 mmHg.

 Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

 Menghambat laju Penyakit Ginjal Proteinuria

Skema 2. Algoritma penanggulangan hipertensi tingkat 1 5

Hipertensi tingkat 1

Tekanan darah ≥140/90 - ≤159/99

Nilai risiko kardiovascular


Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes mellitus

Mulai usaha perubahan pola hidup


Koreksi faktor risiko kardiovascular

14
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes mellitus

Penanggulangan dengan obat

Skema 3. Algoritma penanggulangan hipertensi tingkat 2.5

Hipertensi tingkat 2

Tekanan darah ≥ 160/100 mmHg

Penanggulangan dengan obat

Nilai risiko kardiovascular


Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes mellitus

Tambahkan usaha perubahan pola hidup


Koreksi risiko kardiovascular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes mellitus

Pengobatan Hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis.


Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien Hipertensi dengan
tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta
penyakit penyerta lainnya.12

2.8.1 Terapi non Farmakologis


 Menghentikan kebiasaan merokok

 Menurunkan berat badan berlebih

 Menurunkan konsumsi alkohol berlebih (< 30ml/hari untuk pria dan


<15ml/hari untuk wanita)

 Latihan fisik (30-45 menit/hari).

15
 Menurunkan asupan garam (< 100 mmol/hari atau 6 gram NaCl);
mempertahankan konsumsi Natrium, Kalsium, Magnesium yang cukup
(± 90 mmol/hari).

 Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak

2.8.2 Terapi Farmakologis


Tujuan terapi Antihipertensi adalah mencegah komplikasi Hipertensi
dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah obat yang tidak
mengganggu gaya hidup atau menyebabkan simptomatologi yang bermakna tetapi
dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali.12

Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan


pola hidup tekanan darah belum mencapai target ( ≥140/90 mmHg) atau > 130/80
mmHg pada diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pemilihan obat berdasarkan ada
tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga
tergantung pada derajat hipertensi ( tingkat 1 atau 2)5

Jenis-jenis obat Antihipertensi untuk terapi farmakologis Hipertensi yang


dianjurkan oleh JNC 7 yaitu: 12

 golongan Diuretik, terutama Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist


(Aldo Ant)

 Beta Blocker (BB)

 Calcium Channel Blockers (CCB).

 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

 Angiotensin II Receptor Blocker atau Angiotensin Receptor

Blockers (ARB).

skema 4. Algoritma penanggulangan hipertensi5

16
Modifikasi Gaya Hidup

target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90mmHg) atau (130/80 mmHg pada
pasien DM, penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor risiko atau adanya penyakit
penyerta tertentu

obat anti hipertensi

dengan indikasi khusus tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk Hipertensi tingkat 1 Hipertensi tingkat 2


indikasi khusus (sistolik 140-159 mmHg (sistolik>160 mmHg atau
tersebut di tambah atau diastolic 90-99 diastolic > 100mmHg).
dengan obat mmHg) . Kombinasi dua obat.
antihipertensi Diuretic golongan tiazid. Biasanya diuretic dengan
(diuretic ACEI, BB, Dapat dipertimbangkan ACEI atau BB atau BBC
CCB) pemberian ACEI,

Target tekanan tidak terpenuhi

optimalkan dosis obat atau beri tambahan obat antihipertensi yang lain.
Pertimbangkan untuk konsultasi dengan spesialis

Farmakologi Antihipertensi10,13

 Diuretik. Menurunkan volume plasma dan curah jantung. Untuk terapi


jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi perifer.
Efek samping : Hipotensi dan Hipokalemia.

 Betabloker. Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah


jantung, juga menurunkan sekresi Renin. Kontraindikasi bagi pasien

17
Gagal Jantung Kongestif. Preparat yang biasa digunakan adalah
Propanolol, Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Labetalol dll.

 ACE Inhibitor. Penurunan tekanan darah dengan cara menghambat


enzim yang menghidrolisa Angiotensin I menjadi Angiotensin II
menyebabkan penyempitan arteri, serta yang bersifat menahan Natrium
dan air dalam tubuh. Efek samping yang ditimbulkan antara lain
Hipotensi, Batuk Kering, Hiperkalemia, Rash Kulit, Edema
Angioneurotik, Gagal Ginjal Akut, dan Proteinuria.

 Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB). ARB bekerja dengan


menghambat efek Angiotensin II pada Reseptor AT1 (yang terutama
terdapat di Otot Polos Pembuluh Darah dan Otot Jantung, selain itu
terdapat juga di Ginjal, Otak, dan Kelenjar Adrenal). Efek yang dihambat
meliputi: vasokonstriksi, sekresi Aldosteron, rangsangan Saraf Simpatis,
sekresi Vasopresin, rangsangan haus, stimulasi Jantung, serta efek jangka
panjang berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard.

 Penghambat Adrenoreseptor Alpha (α-Blocker). Hambatan reseptor


α1 menyebabkan vasodilatasi di Arteriol dan Venula sehingga
menurunkan resistensi perifer. Contoh golongan ini adalah Prazosin,
Terazosin, dan Doksazosin. Efek samping yang ditimbulkan antara lain
Hipotensi Ortostatik, sakit kepala, palpitasi, edema perifer, mual dll.

 Antagonis Saluran Kalsium (CCB). Antagonis Kalsium menghambat


influks Kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard,
menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer.
Berbagai Antagonis Kalsium antara lain Nifedipin, Verapamil, Diltiazem,
Amlodipin, Nikardipin, Isradipin, dan Felodipin. Efek samping
Antagonis Kalsium antara lain Iskemia Miokard, Hipotensi, Edema
Perifer, Bradiaritmia, dll.

 Vasodilator. Yang termasuk golongan ini adalah Doksazosin, Prazosin,


Hidralazin, Minoksidil, Diaksozid dan Sodium Nitroprusid. Golongan ini

18
bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos
yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah.

Masing-masing obat Antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan


dalam pengobatan Hipertensi, tetapi pemilihan obat Antihipertensi juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:12


Faktor sosial ekonomi.


Profil faktor resiko kardiovaskular.


Ada tidaknya kerusakan organ target.


Ada tidaknya penyakit penyerta.


Variasi individu dari respon pasien terhadap obat Antihipertensi.


Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain.


Untuk sebagian besar pasien Hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,
dan target tekanan darah yang dicapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Terapi dengan obat Antihipertensi secara tunggal merupakan
penanganan awal untuk Hipertensi ringan dengan risiko kardiovaskular
total yang ringan sampai sedang atau dengan kombinasi tergantung pada
tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan
darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke Antihipertensi lain
dengan dosis rendah.12

2.8.3 Terapi Kombinasi 2


Pengobatan Antihipertensi yang efektif biasanya melibatkan kombinasi
dari dua atau lebih obat. Biasanya pengobatan ini lebih sesuai untuk pasien
beresiko tinggi seperti pasien dengan Diabetes maupun Gagal Ginjal.

Rasional kombinasi obat Antihipertensi:2

19
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada Hipertensi terapi
dianjurkan :

1 Mempunyai efek aditif


2 Mempunyai efek sinergis
3 Mempunyai sifat saling mengisi
4 Penurunan efek samping masing-masing obat
5 Adanya ” Fix Dose Combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien
(Adherence).
Fix-Dose Combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:14
1 Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) dengan Diuretik
2 Penyekat Reseptor Angiotensin II (ARB) dengan Diuretik
3 Penyekat Beta dengan Diuretik
4 Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) dengan Antagonis
Kalsium
5 Agonis α-2 dengan Diuretik
6 Penyekat α-1 dengan Diuretik
Tabel 4. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 12
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Terapi Obat Awal
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup
Darah Tanpa Indikasi Dengan
yang Memaksa Indikasi yang
Memaksa

Normal <120 dan< 80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau ya Tidak indikasi obat-obatan


80- 89 obat untuk indikasi
yang memaksa
obat-obat untuk
Hipertensi 140- 159 atau ya Diuretika jenis indikasi yang
Derajat 1 90-99 Thiazide untuk memaksa obat
sebagian kasus Antihiper tensi
dapat lain (Diuretika,
dipertimbangkan ACEI,ARB,
ACEI,ARB,BB BB,CCB)
CCB atau
Kombinasi

Hipertensi ≥160 atau ya Kombinasi dua

20
Derajat 2 ≥ 100 obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
Diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB

2.9 Penanganan hipertensi pada keadaan khusus

2.9.1 Penanggulangan hipertensi pada kelainan jantung dan pembuluh darah

Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu
diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik ( angina pectoris, infark miokard),
gagal jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.5

2.9.1.1 Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling


sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan
angina pectoris stabil obat pilihan pertama beta bloker dan sebagai alternative
calcium chanel blocker. Pada pasien dengan sindroma koroner akut ( angina
pectoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan
beta blocker dan angiotensin converting enzyme inhibitor dan kemudian dapat
ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark miokard
ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan tanpa
melupakan penatalaksanaan lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.5

2.9.1.2 Gagal jantung

Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolic


terutama disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga
penatalaksanaan hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya
pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien asimptomatik dengan terbukti
disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB. Pada pasien
simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung “end stage”

21
direkomendasikan untuk menggunakan ACEI,BB dan ARB bersama dengan
pemberian diuretic “loop”.5

Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk
mencegah terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.5

2.9.1.3 Hipertensi pada pasien dengan penyakit arteri perifer (PAP)

Rekomendasi

- Kelas I

Pemberian antihipertensi pada PAP extremitas inferior dengan tujuan


mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg (untuk non diabetes) atau target
tekanan darah <130/80 mmHg (untuk diabetes).5

BB merupakan agen antihipertensi yang efektid dan tidak merupakan


kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.5

- Kelas IIa

Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP extremitas bawah


beralasan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.

- KelasIIb

Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP extremitas bawah dapat


dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.

Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi


mengaksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis.
Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi . namun
sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi hipertensi tanpa memperburuk
symptom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan
menurunkan risiko kejadian kardiovaskular5

2.9.2 Penanggulangan hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal

22
Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah
hipertensi menimbulkan gangguan ginjal (hipertensi lama, hipertensi primer)
ataupun gangguan/ penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.5

Masalah ini lebih bersifat diagnostic, karena penanggulangan hipertensi


pada umumnya sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskuler,
hiperaldosteron primer) dimana penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi
etiologi penyakit.5

1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal:5

 Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT,
Kreatinin) dan derajat proteinuri.
 Pada CCT <25 ml/men diuretic golongan thiazid (kecuali metolazon) tidak
efektif.
 Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi
ginjal dan kadar kalium
 Pemakaian golongan BB dan CCB relative aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:5

 Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan


penurunan asupan garam /diuretic golongan furosemid/dialysis.
 Penyakit ginjal renovaskulerbaik stenosis arteri renalis maupun
aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi
(stenting/operasi) ataupun medical (pemakaian ACEI dan ARB tidak
dianjurkan bila diperlukan terapi obat).
 Aldosterinisme primer (baik karena adenoma maupun hyperplasia
kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medical ( dengan obat
antialdosteron) ataupun intervensi.

Disamping hipertensi, derajat proteinuri ikut menentukan progresi gangguan


fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan
pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.5

Pedoman pengobatan hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal.

23
1. tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal)
2. bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontra indikasi)
3. bila proteinuria >1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah < 125/75
mmHg).
4. Perlu diperhatikan untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian
ACEI/ARB (kreatinin tidak boleh naik >20%) dan kadar kalium
(hiperkalemia).

2.9.3 Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut

Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia
diatas 65 tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan
stroke juga tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu,
penanggulangan hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas kardiovascular pada usia lanjut.5

Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi
dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan disertai
penurunan tekanan darah diastolic. Selisih dari tekanan darah systolic dan tekanan
darah diastolic disebut sebagai tekanan nadi, terbukti sebagai predictor morbiditas
dan mortalitas yang buruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan
terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.

Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah


terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan
dimulai bila,

- TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik

- TD sistolik ≥ 140 mmHg bila disertai DM atau Merokok atau disertai faktor

risiko lainnya.

Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ,
kekakuan arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respon imun simpatik, serta

24
autoregulasi serebral, pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati ( start slow,
go slow) hindarkan pemakaian obat yang dapat menimbulkan hipotensi.5

Seperti halnya usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut


dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari
makanan yang diawetkan dan penurunan berat badan pada obesitas, terbukti dapat
mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak
mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi orthostatic sering terjadi,
sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya
hal ini sebelum pemberian obat.5

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada
usia yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis
awal dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap,
sesuai dengan respon pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkinan efek
samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi diuretic (HTC) 12,5 mg,
terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif.
Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain
seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obatan lainnya dapat
digunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek
pengobatan yang optimal.5

Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama


kejadian hipotensi orthostatic. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan
sampai < 140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolic sekitar 85-90 mmHg.
Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan darah diastolic 65 mmHg atau
kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu
sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.5

2.9.4 Penanggulangan hipertensi pada diabetes

Indikasi pengobatan : bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan / atau
tekanan diastolic ≥ 80 mmHg.

Sasaran ( target penurunan) tekanan darah :

25
- Tekanan darah < 130/80 mmHg
- Bila disertai proteinuria ≥ 1 gr/24 jam : ≤ 125/75 mmHg
Pengelolaannya terbagi 2, yaitu nonfarmakologis dan farmakologis:
- Non-farmakologis : perubahan gaya hidup antara lain, menurunkan berat
badan, meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan kebiasaan merokok dan
alcohol, serta mengurangi konsumsi garam.
- Farmakologis : hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat
antihipertensi yaitu; pengaruh terhadap profil lipid, pengaruh terhadap
metabolisme glukosa, pengaruh terhadap resistensi insulin, dan pengaruh
terhadap hipogligemi terselubung.
Obat antihipertensi yang dapat dipergunakan : ACEI, ARB, Beta blocker,
diuretic dosis rendah, alfa blocker dan CCB golongan non-dihidropiridin.

Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan darah diastolic antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan
gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi
farmakologis.5

Diabetisi dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolic ≥ 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung. Dan dapat diberikan terapi kombinasi apabila
target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.5

2.9.5 Penanggulangan hipertensi pada kehamilan

Tekanan darah > 160/100 mmHg harus diturunkan untuk melindungi ibu
terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan,
sehingga memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah methyl
dopa atau nifedipin.5

Obat-obat yang tidak boleh diberikan saat kehamilan adalah ACEI


( berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang
kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretic juga tidak
digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu
kesehatan janin. Terapi defenitif ialah menghentikan kehamilan atas indikasi
preeklamsia berat setelah usia kehamilan > 35 minggu.5

26
Tabel 5. Pilihan Obat Antihipertensi untuk Kondisi Tertentu
12

Indikasi yang Memaksa Pilihan Terapi Awal

Gagal Jantung Thiazid, β Blocker, Angiotensin


Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker, Aldosteron Antagonis

Pasca Infark Miokard β Blocker, Angiotensin Converting


Enzyme, Aldosteron Antagonis

Risiko Penyakit Pembuluh


Darah Koroner Thiazid, β Blocker, Angiotensin
Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker.

Diabetes Melitus Thiazid, β Blocker, Angiotensin


Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker, Calcium
Channel Blocker.

Penyakit Ginjal Kronis Angiotensin Converting Enzyme,


Angiotensin II Reseptor Blocker.

Pencegahan Stroke berulang Thiazid, Angiotensin Converting


Enzyme

Tabel 6. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH
12

Kelas Obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika CHF, Usia lanjut, Gout Kehamilan
(Thiazide) Isolated Systolic
Hypertension ,Ras
Afrika

Diuretika (Loop) Insufisiensi Ginjal, -


CHF
Diuretik (anti Gagal Ginjal,
Aldosteron) CHF, pasca MI Hiperkalemia

Penyekat β Angina Pektoris, pasca Asma, PPOK, A-V Penyakit


MI, CHF, Block (derajat 2 atau 3 Pembuluh Darah
Kehamilan,Takiaritmia perifer, Intoleransi

27
glukosa,
Calsium Usia lanjut, - Takiaritmia, CHF
Antagonis Isolated Systolic
(Dyhidropiridin) Hypertension, Angina
Pektoris, Penyakit
Pembuluh Darah
Perifer, Aterosklerosis
Karotis, Kehamilan.
-
Calcium Angina pektoris, -
Antagonis Aterosklerosis Karotis,
(Verapamil, Takikardia
Diltiazem) Supraventrikular.

Penghambat CHF, Disfungsi Kehamilan,


ACE Ventrikel Kiri, pasca Hiperkalemia,Stenosis
MI, Non Diabetik Arteri Renalis Bilateral
Nefropati, Nefropati
DM tipe1
-
AIIRA Nefropati DM tipe2, Kehamilan,
Proteinuria, Hipertrofi Hiperkalemia, Stenosis
Ventrikel Kiri, batuk Arteri Renalis Bilateral
karena ACEI

α-Blocker BPH, Hiperlipidemia Hipotensi Ortostatis CHF

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Projek


Laporan ini merupakan laporan deskriptif kuantitatif dengan mengambil
data sekunder dari rekam medis Puskesmas Langsa Timur Kota Langsa mulai dari
September sampai Oktober 2017

3.2 Tempat dan Waktu Projek


Projek ini dilaksanakan sejak Bulan September hingga Oktober 2017 di
Puskesmas Langsa Timur Kota Langsa Provinsi Aceh.

3.3 Populasi dan Sampel Projek

28
3.3.1 Populasi
Populasi projek ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Kecamatan
Langsa Timur.
3.3.2 Sampel
Sampel yang akan digunakan dalam projek ini adalah insidentil yaitu
masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Langsa Timur dan didiagnosis
hipertensi oleh dokter.

3.3.3 Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi yang digunakan pada projek ini adalah:
a. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
b. Menderita hipertensi
c. Melakukan kunjungan ke Puskesmas Langsa Timur
3.3.4 Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi yang digunakan pada projek ini adalah:
a. Bukan penderita hipertensi
b. Tidak melakukan kunjungan ke Puskesmas Langsa Timur

3.4 Alur Projek

Alur kerja dari projek ini digambarkan seperti Gambar 3.1 di bawah ini.

SAMPEL PROJEK

DATA PASIEN HIPERTENSI


DARI SEPTEMBER
SAMPAI OKTOBER 2017

PENGOLAHAN DATA

PELAPORAN HASIL 29
Gambar 3.1 Alur penelitian

3.5 Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung (melihat


dan mencatat jumlah) terhadap data-data pasien yang menderita hipertensi yang
ada di Puskesmas Langsa Timur September- Oktober 2017

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Komunitas Umum


Puskesmas Langsa Timur merupakan puskesmas yang berdomilisi di
kecamatan Langsa Timur Kota Langsa dengan jumlah penduduk 14.512 jiwa,
dengan jumlah penduduk laki-laki 7.451 jiwa dan perempuan 7.061 jiwa. Jumlah
penduduk ini tersebar dalam 16 desa.

Tabel 4.1 Karakteristik kunjungan pasien berdasarkan Jumlah kunjungan Tahun 2017

Jumlah Kunjungan
NO Bulan Pustu Alur Jumlah
Puskesmas
Merbau
1 Januari 1814 188 2002
2 Februari 1920 401 2321
3 Maret 1784 238 2022
4 April 1959 201 2160

30
5 Mei 1780 195 1975
6 Juni 1651 248 1899
7 Juli 1881 244 2125
8 Agustus 1969 234 2203
9 September 1731 218 1949
10 Oktober 0 0 0
11 November 0 0 0
12 Desember 0 0 0
Total 16489 2167 18656

Tabel 4.2 Karakteristik Kunjungan Pasien Berdasarkan Jaminan Kesehatan


dan jenis kelamin Tahun 2017

PUSKESMAS
BULAN STATUS PASIEN TOTAL
JKA ASKES JAMKES
JLH JLH JLH
L P L P L P L P JMLH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Januari 429 536 965 111 102 213 453 614 1067 993 1252 2245
Februari 452 613 1065 144 164 308 471 717 1188 1067 1494 2561
Maret 419 541 960 85 111 196 463 682 1145 967 1334 2301
655
April 461 583 1044 131 112 243 432 1087 1024 1350 2374
Mei 398 502 900 105 140 245 448 704 1152 951 1346 2297
Juni 399 447 846 90 108 198 491 720 1211 980 1275 2255
Juli 421 483 904 153 161 314 438 764 1202 1012 1408 2420
Agustus 485 530 1015 122 146 268 532 643 1175 1139 1319 2458
September 341 486 827 122 153 275 439 741 1180 902 1380 2282

31
Oktober 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
November 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Desember 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

JUMLAH
3805 4721 8526 1063 1197 2260 4167 6240 10407 9035 112158 21193
KUNJUNGAN

Lk: Laki-laki, Pr: Perempuan

Puskesmas Langsa Timur melayani pasien umum, pasien ASKES,


JAMKESMAS maupun JKA di mana semuanya mendapatkan pengobatan secara
gratis.

Tabel 4.3 Karakteristik kunjungan pasien menurut 10 penyakit terbanyak dari


Tahun 2016
No Penyakit Jumlah Persentase

1 ISPA 2190 25,67%

2 Gastritis 1292 15,14 %

3 Reumatoid 1047 12,27 %

4 Commond cold 1014 11,89 %

5 Diabetes mellitus 800 9,38 %

6 Hipertensi 780 9,14 %

7 Dermatitis 570 6,68%

8 Penyakit virus lainnya 486 5,69 %

9 Diare 192 2,25 %

10 Herpes 160 1,88%

32
Total 8531 100 %

4.2 Data Geografis

Puskesmas Langsa Timur merupakan salah satu Puskesmas dengan rawat


inap dijajaran Dinas Kesehatan kota Langsa. Adapun luas wilayah kerja
Puskesmas Langsa Timur adalah 89 km2, yang terdiri dari 16 desa, yaitu :

1. Alur Pinang
2. Alur Merbau
3. Bukit Meutuah
4. Bukit Medang Ara
5. Bukit Pulo
6. Bukit Rata
7. Cinta Raja
8. Matang Cengai
9. Matang Stui
10. Matang Panyang
11. Senebok Antara
12. Sungai Leung
13. Sukarejo
14. Simpang Wie
15. Alur Pinang Timur
16. Kappa

4.3 Data Demografi


Puskesmas Kembang Tanjung terletak di Kecamatan Langsa Timur Kota
Langsa. Wilayah kerja puskesmas meliputi 16 Desa yang tersebar dalam
kecamatan Langsa Timur. Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukarejo.
b. Sebelah selatan berbatasan dengan alur Pinang Barat.
c. Sebelah timur berbatasan dengan Alur Pinang Barat.
d. Sebelah barat berbatasan dengan Alur Pinang Barat.
Puskesmas Langsa Timur memiliki luas wilayah 89 km 2 dan luas bangunan
768 m2 serta telah mengalami renovasi sebanyak satu kali pada tahun 2010, dan
pada saat ini sedang dilakukan penambahan bangunan.

Sarana yang dimiliki oleh Puskesmas adalah :

33
a. Bangunan Puskesmas 1 (satu) unit, meliputi ruang kepala puskesmas,
ruang administrasi,ruang program, ruang perawatan dan ruang penunjang
b. Puskesmas Pembantu (Pustu) 2 unit
c. Polindes 13 unit
d. Rumah dinas paramedis 3 unit

4.4 Sumber daya Kesehatan yang ada

4.4.1 Tenaga Kesehatan

Puskesmas Kembang Tanjung memiliki tenaga kesehatan sebanyak 159


orang, yang terdiri dari:

Tabel 4.4 Jenis Pegawai Kesehatan Puskesmas Langsa Timur Tahun 2011

No. Jenis Pegawai Jumlah

1. PNS 73 orang

2. PTT 15 orang

3 Honor 8 orang

4 Bakti 6 orang

Total 159 orang

4.4.2 Fasilitas Penunjang


Puskesmas Kembang Tanjung memiliki fasilitas penunjang dalam
mendukung tugas-tugas operasional dan agar jangkauan pelayanan puskesmas
lebih luas dan merata hingga dapat mencakup ke seluruh wilayah kerjanya.
Adapun fasilitas penunjang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Satu unit Pustu (Puskesmas pembantu), yaitu:


a. Pustu Alur Merbau
b. Pustu Alur Pinang

34
2. Dua unit Pusling (Puskesmas keliling) dengan kendaraan roda empat
(Ambulance) yang kegiatannya:
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui Posyandu.
b. Melakukan penyuluhan kesehatan.
c. Melakukan rujukan medik bagi kasus gawat darurat
d. Melakukan penyelidikan terhadap KLB (Kejadian Luar Biasa).
e. Melakukan konsultasi dan koordinasi ke Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh.
3. Enam belas unit kendaraan roda dua, enam unit berada di Puskesmas dan dua
unit berada di Pustu yang kegiatannya untuk:
a. Sarana operasional program surveillance.
b. Sarana transportasi administrasi Puskesmas .
c. Sarana transportasi petugas dari Pustu ke Puskesmas atau sebaliknya.
d. Sarana operasional pendataan peserta Jamkesmas/Askes/JKA.
e. Sarana operasional dalam memonitor status gizi bayi dan balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur.

4.5 Sarana pelayanan Kesehatan yang ada


Adapun 18 kegiatan pokok yang dijalankan oleh Puskesmas Langsa Timur
adalah sebagai berikut:
1. Upaya Kesehatan wajib puskesmas, meliputi :
a. Promosi Kesehatan masyarakat
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA dan KB
d. Usaha peningkatan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular
f. Upaya pengobatan
2. Upaya kesehatan pengembangan puskesmas :
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Perawatan kesehatan masyarakat
c. Upaya kesehatan kerja
d. Upaya kesehatan gigi dan mulut
e. Kesehatan jiwa
f. Kesehatan mata
g. Kesehatan dan usia lanjut
h. Pembinaan pengobatan tradisional

35
i. Peran serta masyarakat
3. Upaya pelayanan penunjang
a. Laboratorium sederhana
b. Pencegahan infeksi
c. SP2TP

4.6 Hasil Penelitian

Pengumpulan data telah dilakukan selama 1 bulan, yaitu dari tanggal 18


September sampai 20 Oktober 2017 di Puskesmas Langsa Timur. Populasi/
sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis dokter sebagai
penderita hipertensi dan tercatat sebagai pasien di Puskesmas Langsa Timur.
Pada saat penelitian dilakukan, diperoleh 77 pasien sebagai sampel.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara rekam medis pasien diobservasi,
kemudian dilakukan pencatatan umur dan jenis kelamin. Pencatatan data diikuti
dengan penghitungan jumlah pasien setiap harinya. Setelah data selesai
dikumpulkan, kemudian dilanjutkan rekapitulasi dan distribusi data dasar, dan
sebagai tahap akhir dilakukan analisis data. Pengolahan dan analisis data meliputi
distribusi frekuensi untuk umur dan jenis kelamin pasien.

4.6.1. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Umur

Proporsi penderita hipertensi berdasarkan umur di Puskesmas Langsa


Timur periode September-Oktober 2017 dapat dilihat pada tabel dan gambar di
bawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi proporsi penderita hipertensi berdasarkan umur


Rentang Bulan
Jumlah %
Umur Agustus Oktober
45-54 tahun 5 2 7 9
55-59 tahun 10 7 17 22
60-69 tahun 12 17 29 37,6
>70 tahun 9 15 24 31,1
Total 36 41 77 100

36
Berdasarkan Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita
hipertensi tertinggi pada kelompok umur 60-69 tahun yaitu 29 kasus atau setara
dengan 37,6 %.

Gambar 4.1 Grafik distribusi proporsi penderita Hipertensi berdasarkan umur

4.6.2. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis


Kelamin
Proporsi penderita Hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas
Langsa Timur periode September-Oktober 2017 dapat dilihat pada tabel dan
gambar di bawah ini.

Tabel 4.6 Distribusi proporsi penderita Hipertensi berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin
Jumlah
Bulan Laki-laki Perempuan
F % f % f %
September 8 10,3 41 37,6 49 63,6
Oktober 16 20,7 12 31,1 28 36,4
Total 24 31 53 68,7 77 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa distribusi proporsi penderita


hipertensi berdasarkan jenis kelamin paling banyak terjadi pada perempuan yaitu
53 kasus (68,7%), sedangkan pada laki-laki yaitu 24 kasus (31%).

37
Gambar 4.2 Grafik distribusi proporsi penderita Hipertensi berdasarkan
jenis kelamin

4.7 Pembahasan
4.7.1 Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Umur
Dari penelitian yang dilakukan tentang profil penderita Hipertensi di
Puskesmas Langsa Timur periode September-Oktober 2017 diperoleh sebanyak
77 kasus. Dari 77 kasus tersebut diperoleh hasil bahwa penderita hipertensi di
Puskesmas Langsa Timur periode September- Oktober mayoritas terjadi pada
kelompok usia 60-69 tahun yaitu 29 kasus atau setara dengan 37,6 % dan
minoritas tejadi pada kelompok usia 45-54 yaitu sebanyak 7 orang atau setara
dengan 9 %.
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi, umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga pravalensi terkena hipertensi di kalangan usia lanjut mencapai
40% dengan angka kematian mencapai 50 % pada usia diatas 60 tahun.
Meningkatnya tekanan darah pada usia lanjut sangatlah wajar dikarenakan adanya
perubahan fisiologis pada organ jantung dan pembuluh darah.10

38
4.7.2 Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis
Kelamin
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
penderita Hipertensi di Puskesmas Langsa Timur periode September-Oktober
2017 mayoritas terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 53 kasus (68,7%),
sedangkan pada laki-laki yaitu 24 kasus (31%).
Bila ditinjau perbandingan wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang
cukup bervariasi, terdapat penelitian yang dilakukan di Sumatra barat yang
menemukan bahwa pravalensi 18,6 % wanita dan 17,4 % pria, sedangkan di
daearah perkotaan Jakarta dilakukan penelitian pada tahun 2007 didapatkan
pravalensi sebanyak 15,7% pria dan 13,6 % wanita. Terdapat penelitian yang
mengatakan bahwa rasio tekanan darah pada pria dan wanita sebanyak 2,29
mmHg pada peningkatan darah sistolik. Sedankan pada penelitian yang lain
dikatakan pria dan wanita yang telah mengalami menopause memiliki factor
risiko yang sama untuk terjadinya hipertensi.11
Pada penelitian ini terdapat perbedaan antara wanita dan pria dapat terjadi
oleh berbagai macam faktor seperti antara lain kesadaran untuk berobat, waktu
luang untuk mengunjungi puskesmas dan jarak antara rumah dan puskesmas,
peneliti menilai banyak hal yang dapat mempengaruhi perbedaan ini. Dan butuh
observasi yang lebih lanjut untuk masalah ini.

BAB VI

39
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pelaksanaan mini projek dapat disimpulkan bahwa :
1. Jumlah kunjungan pasien dengan diagnosis hipertensi pada periode
September-Oktober 2016 berjumlah 77 orang.
2. Profil pasien penderita hipertensi berdasarkan umur paling banyak pada
kelompok umur tahun 60-69 yaitu 29 kasus, setara dengan 37,6 %.
3. Profil pasien penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin paling
banyak pada perempuan dibanding laki-laki yaitu 53 kasus, setara dengan
68,7%.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada peneliti untuk dapat menambah wawasan, pengetahuan


dan kemampuannya sendiri serta dapat mengembangkannya dengan
memberikan ilmu yang telah didapat selama meneliti kepada masyarakat
luas yang membutuhkannya.
2. Diharapkan bagi masyarakat untuk senantiasa menjaga kesehatan dan
memperhatikan pola hidup yang sehat sebagai upaya pencegahan dari
penyakit hipertensi.
3. Diharapkan bagi tenaga kesehatan agar waspada terhadap komplikasi dari
penyakit hipertensi, serta dapat melakukan tindakan yang tepat apabila
menjumpai kasus Hipertensi termasuk dalam menetapkan kasus yang
membutuhkan dirujuk ke sentra kesehatan yang lebih lengkap fasilitasnya.
4. Diharapkan bagi masyarakat agar dapat saling bekerja sama dengan tenaga
kesehatan dan berobat secara teratur untuk lebih berhasilnya dalam
pelaksanaan terapi.
5. Diharapkan kepada pihak Puskesmas Langsa Timur agar dapat melengkapi
data pasien dalam melakukan rekam medik (medical record) agar semua
data pasien dapat diketahui secara lengkap serta semakin sering
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang berkunjung ke
Puskesmas Langsa Timur khususnya mengenai hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

40
1. Perhimpunan hipertensi Indonesia (inaSH). Consensus penatalaksanaan
hipertensi dengan modifikasi gaya hidup, Jakarta : perhimpunan hipertensi
Indonesia.2011.
2. Muchid A. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi. Direktorat bina
farmasi komunitas dan klinik. 2006. Ditjen bina kefarmasian dan alat
kesehatan departemen kesehatan.di akses 5 desember 2012. Di unduh dari
www.depkes.go.id.
3. Aziza L. Terapi hipertensi dimasa depan. Dalam majalah kedokteran
Indonesia, volume 58, no 2, 2008. Departemen ilmu penyakit dalam FKUI.
Di akses pada 5 desember 2012
4. Perhimpunan hipertensi Indonesia (inaSH). Ina SH menyokong penuh
penanggulangan hipertensi. Kementerian kesehatan RI. 2008. Diakses 5
desember 2012. Di unduh dari www.depkes.go.id
5. Perhimpunan hipertensi Indonesia (inaSH). Ringkasan eksekutif
penanggulangan hipertensi , Jakarta : perhimpunan hipertensi Indonesia.2007.
6. Abdul majid. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2004.
7. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
cetakan I. Jakarta: EGC; 2006. Hal 933-934.
8. The seventh report of the joint national committee on prevention, detection,
evaluation, and the treathment of hight blood pressure- the NHLBI JNC 7.
Medscape cardiol. (diakses tanggal 1 desember 2012). Diunduh dari
www.medscape.com.
9. Sani Aulia. Hypertension Current Perspective. Jakarta: Medya Crea; 2008. h
18-27,97.
10. Diagnosis dan terapi ilmu penyakit dalam.Lawrence M. Tierney,Jr. Hal :
218,219
11. Sudoyo Aru, Setiyohadi, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi IV FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 599-603, 616-
617.
12. Mikhael R. Farmakologi Antihipertensi. (diakses 1 desember 2012). Diunduh
dari URL: http://sectiocadaveris.wordpress.com
13. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid III, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

41
42

You might also like