You are on page 1of 21

BAB II

PEMBAHASAN

A. Laporan Pendahuluan (Konsep Medis)


1. Definisi
Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa
bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolonyang didapat dan
paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah.
Necrotizing enterocolitis (NEC) atau enterokolitis nekrotikan adalah suatu
kondisi abdomen akut yang umum terlihat pada periode neonatal. "Necrotizing"
berarti kematian jaringan, "entero" mengacu pada usus kecil, "colo" ke usus besar,
dan "itis" berarti peradangan.
Neonatal Necrotizing Enterocolitis (NEC) merupakan keadaan darurat yang
mengancam kehidupan di traktus gastrointestinal pada periode bayi baru lahir.
Penyakit ini di gambarkan dengan nekrosis pada mukosa saluran cerna. Penyebab
dari NEC masih belum jelas, namun diduga penyebabnya multi faktorial. Angka
kejadian dan angka kematian meningkat pada bayi yang lahir dengan berat badan
rendah atau premature. Penyakit ini jarang ditemukan pada bayi yang cukup bulan.
Enterokolitis nekrotikans (necrotizing enteroc litis, NEC) merupakan sindrom
multi faktorial nekrosis iskemik intestinal akut dan menjadi salah satu penyebab
kegawatan gastrointestinal pada neonatus.
Proses inflamasi yang berlebihan yang dimulai di usus sangat immunoreaktif
akibat NEC memperluas dampak sistemik, yang berdampak kepada organ jauh
seperti otak dan menyebabkan meningkatkan resiko bayi mengalami keterlambatan
perkembangan saraf. Bayi yang pulih dari NEC 25% daripadanya bisa mengalami
keterlambatan perkembangan saraf dan ukuran otak kecil berbanding sehingga
memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan masalah di saluran pencernaan (
Triana Ramadhan, 2011)
2. Etiologi
Penyebab NEC belum diketahui secara jelas sampai saat ini, tetapi beberapa
hal yang diduga menjadi penyebab, yaitu respon hipereaktivitas sistem imun,
iskemik, infeksi, pengenalan makanan enteral, kolonisasi mikroflora yang
abnormal, ataupun respon terhadap translokasi mikroflora pada saluran cerna.
Etiologi EKN hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat
kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor
makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan
pada invasi bakteri. EKN jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan
sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun, sekali pemberian
makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat
menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen.
Gastersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis)
atau memasuki vena portal. Dapat juga disebabkan karena bayi lahir prematur dan
berat badanya sangat rendah, dari ibu yang mengkonsumsi kokain.
Enterokolitis nekrotikans sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko
spesifik, antara lain : pemberian susu formula, asfiksia,Intrauterine Growth
Restriction (IUGR), polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal,
gastroskisis, penyakit jantung bawaan, dan mielomeningokel.
Enterokolitis nekrotikan bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit
dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan tampaknya
berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli,
Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen spesifik tidak
diketahui.
Faktor reriko atau pencetus NEC antara lain:
1) Faktor Ibu
Faktor risiko untuk EKN mungkin tidak terbatas pada faktor risiko pada
neonatus. Seperti yang akan dilakukan dalam penelitian ini, faktor ibu yang
berkontribusi terhadap hipoksia janin juga terlibat dalam terjadinya EKN.
a) Ras Negroid
Ras menjadi salah satu faktor yang berhubungan terhadap kejadian EKN
pada bayi prematur. Meskipun tidak ada hubungan yang signifikan antara
ras negroid dan EKN, frekuensi bayi ras negroid yang didiagnosa
mengalami EKN secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan ras
lain. Hal ini mungkin berkaitan dengan kolonisasi GBS yang ditemukan
lebih sering terjadi pada wanita ras negroid karena kurang mendapatkan
fasilitas prenatal-care. Kolonisasi GBS positif dapat memberikan kontribusi
untuk penurunan oksigenasi ke usus atau proliferasi bakteri yang dapat
berkontribusi EKN pada bayi prematur. Wanita ras negroid yang mengalami
infeksi tersebut selama kehamilan memiliki peningkatan risiko melahirkan
prematur. Oleh karena itu, wanita ras negroid tidak hanya berkontribusi
pada kelahiran prematur tetapi juga untuk perkembangan EKN pada bayi
prematur.
b) Infeksi Intrauterin
Menurut penelitian Gutherie dkk (2003), usia kehamilan kurang dari 29
minggu merupakan faktor risiko independen kejadian EKN. Infeksi uterin
merupakan salah satu penyebab kelahiran prematur. Infeksi bakteri di dalam
uterus dapat terjadi antara bayi dan ibu (choriodecidual space). Infeksi
dapat menjalar ke selaput ketuban (amnion dan korion), plasenta, cairan
amnion, tali pusat dan fetus. Infeksi pada selaput janin berdasarkan temuan
histologi disebut korioamnionitis, infeksi tali pusat disebut funitis dan
infeksi cairan ketuban disebut amnionitis. Infeksi bakteri pada plasenta atau
disebut vilitis, jarang terjadi.
Banyak penelitian yang mengkaitkan kejadian persalinan prematur
dengan infeksi, terutama korioamnionitis pada kejadian ketuban pecah dini
(KPD). KPD meningkatkan risiko bayi terinfeksi, sehingga memperberat
keadaan bayi prematur (hipotermi, sindrom gangguan nafas, EKN dan lain-
lain). KPD atau korioamnionitis tanpa KPD sering dihubungkan dengan
infeksi urogenital. Infeksi bakterial adalah salah satu dari jenis penyebab
infeksi urogenital yang dapat menyebabkan persalinan prematur.
Infeksi jarang terjadi pada kelahiran cukup bulan, tetapi lebih sering
terjadi pada kehamilan kurang dari 30 minggu. Hal tersebut diperkuat
dengan pemeriksaan histologi selaput ketuban pada saat persalinan.
Berdasarkan penelitian Benn dkk (2012) korioamnionitis yang melibatkan
janin, berdasarkan pemeriksaan histologi dan gejala klinis memiliki
hubungan dengan kejadian EKN.
Invasi bakteri pada choriodecidual space mempengaruhi pelepasan
endotoksin dan eksotoksin, kemudian mengaktifkan selaput janin untuk
menghasilkan sejumlah sitokin (IL-1a, IL-1ß, IL-6 dan IL-8). Sitokin,
endotoksin dan eksotoksin merangsang sintesis prostaglandin,
metaloprotease dan zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang
kontraksi rahim, sementara metaloprotease merangsang pecahnya selaput
janin. Metaloprotease juga merombak kolagen pada dinding serviks dan
membuat lentur dinding servik.
Jalur lain dimana infeksi dapat menyebabkan kelahiran prematur adalah
dehidrogenase prostaglandin dalam jaringan selaput janin. Dehidrogenase
prostaglandin menonaktifkan prostaglandin untuk mencegah kontraksi
miometrium. Korioamnionitis menurunkan aktivitas dehidrogenase
prostaglandin, menyebabkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk
mencapai miometrium. Infeksi yang menyebabkan kelahiran prematur juga
dapat melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, berpengaruh
pada peningkatan produksi corticotropin-releasing hormone yang
menyebabkan peningkatan kortikotropin dan kortisol janin. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan produksi prostaglandin.
Infeksi intrauterin sendiri menurut penelitian dapat berakibat langsung
pada kejadian EKN. Infesi bakteri diduga merangsang mediator inflamasi.
Hal ini mengakibatkan cedera pada aliran fetoplasenta dan akhirnya
berkembang menjadi EKN. Infeksi intrauterin dapat diketahui dengan
melihat tanda-tanda sebagai berikut: takikardia ibu (>120 kali/menit),
takikardia janin (>160 kali/menit), temperatur tubuh diatas 38oC,
kedinginan, uterus teraba tegang, cairan vagina purulen dan berbau busuk,
leukositosis ibu (15.000-18.000 sel/mm3).
c) Pre Eklamsia
Pre eklamsia adalah hipertensi yang berkembang setelah 20 minggu
kehamilan dan berhubungan dengan proteinuria dan edema pada wanita
hamil yang sebelumnya memiliki tensi normal, tetapi banyak kejadian pre
eklamsia terjadi pada ibu dengan hipertensi kronis. Ibu hamil dengan
hipertensi berpotensi mengalami sejumlah komplikasi antara lain
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), perdarahan otak, gangguan
fungsi hati dan gagal ginjal akut. Sedangkan pada janin dapat berpengaruh
pada penurunan perfusi plasenta, hipoksia dan prematuritas. Klasifikasi
hipertensi pada kehamilan yang banyak dipakai menurut The National High
Blood Pressure Education Program (NHBPEP) adalah tekanan darah =
140/90 mmHg.
Hipertensi menyebabkan penurunan aliran utero-plasenta yang
menyebabkan keadaan hipoksia. Hasil studi Bashiri dkk (2003), dengan
metode belah lintang menyatakan gangguan hipertensi pada wanita hamil
merupakan faktor risiko independen untuk kejadian EKN.
d) Penggunaan Kokain
Penggunaan narkoba merupakan faktor risiko EKN pada bayi aterm,
tetapi tidak jelas apakah itu mengarah ke kejadian EKN pada bayi prematur.
Dalam sebuah studi epidemiologi, bayi aterm yang cenderung mengalami
infeksi atau paparan oleh obat, lebih besar kemungkinannya memiliki
kondisi yang berkembang menjadi EKN. Stout dkk (2003), menganalisis
bayi dengan kondisi yang berkembang menjadi EKN selama minggu
pertama kehidupan, menemukan bahwa mereka memiliki tes mekonium
positif untuk paparan obat terlarang. Hal ini terkait dengan kokain yang
memiliki efek kuat pada sistem syaraf yaitu mempersempit pembuluh darah
ibu, menyebabkan penurunan aliran uteroplasenta dan mengakibatkan
hipoksia fetoplasenta.
2) Faktor Neonatus
Walaupun etiologi EKN masih belum dapat dipastikan, analisis
epidemiologi penyakit ini telah mengidentifikasikan beberapa faktor risiko
utama, yaitu prematur, iskemia ataupun hipoksia intestinalis, macam nutrisi
enteral dan kolonisasi bakteri. Penelitian terakhir menunjukkan hubungan faktor
risiko ini dengan terjadinya nekrosis usus. Penelitian tersebut menggambarkan
bagaimana kerusakan mukosa berhubungan dengan terganggunya sistem imun
yang mengakibatkan aktivitas mediator inflamasi, yang pada akhirnya
menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik.
Beberapa faktor risiko lain yang telah diungkapkan diatas seperti,
polisitemia, pemasangan kateter umbilikal dan penyakit jantung kongenital,
telah diteliti kebenarannya sebagai faktor risiko penyebab kejadian EKN.
Hasilnya kasus seperti polisitemia, pemasangan kateter umbilikalis dan
penyakit jantung kongenital, umumnya merupakan faktor risiko EKN pada bayi
aterm.
a) Prematur
Kasus EKN terjadi pada lebih dari 90% bayi prematur dan BBLSR.
Penelitian yang membuktikan kelahiran prematur merupakan faktor risiko
utama kejadian EKN, menggunakan manusia dan hewan sebagai subyek
penelitian. Dari hasil penelitian tersebut menggambarkan keadaan intestinal
yang imatur pada bayi prematur. Imaturitas intestinalis menyebabkan
perubahan komponen-komponen sistem pertahanan usus, motilitas, regulasi
aliran darah dan reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan
pada mukosa intestinal.
b) BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR dibedakan dalam berat 1500-
2500 gram sebagai bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir
kurang dari 1500 gram sebagai bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER)
dan berat lahir kurang dari 1000 gram sebgai BBLR prematur (kurang
bulan).
Keadaan organ-organ BBLR yang belum matang merupakan faktor
risiko terjadinya EKN pada BBLR. Kejadian EKN tertinggi pada bayi berat
lahir <1500 gram. Etiologi EKN pada BBLR bersifat multifaktor, yaitu
dapat disebabkan oleh faktor yang menyebabkan trauma hipoksik iskemik
pada saluran cerna yang masih imatur, kolonisasi bakteri patogen dan
substrat protein yang berlebihan dalam lumen.
c) Iskemia Intestinalis
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan
sirkulasi saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN.
Resistensi pembuluh darah basal saluran cerna meningkat pada fetus dan
menurun dengan signifikan segera setelah lahir. Hal ini menimbulkan
peningkatan kecepatan aliran darah saluran cerna yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan saluran cerna dan somatik yang kuat. Studi terdahulu
menunjukkan bahwa pada bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon
terhadap stress sirkulasi, yang menyebabkan penurunan aliran darah saluran
cerna atau resistensi vaskuler. Dalam respon terhadap hipotensi, hewan baru
lahir menunjukkan autoregulasi defek tekanan aliran darah, menyebabkan
penurunan penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigen jaringan.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pada keadaan hipoksemia
terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, namun hipoksia
berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran
cerna. Hal ini dimediasi keseimbangan antara molekul dilatator (nitrit
oksida, NO) dan konstriktor (endotelin). Keadaan hipoksia menyebabkan
disfungsi endotel berakibat pada penurunan NO dan kenaikan endotelin.
Endotelin yang bersifat vasopresor mengarah pada iskemia saluran cerna
dan nekrosis jaringan.
Awal nekrosis terjadi dimukosa dan berkembang mengenai seluruh
lapisan dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya
menyebabkan peritonitis dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi
umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus
kecil bagian proksimal.
d) Macam Nutrisi Enteral
Faktor macam nutrisi enteral dalam patogenesis EKN merupakan
wilayah penting penelitian. Penelitian telah mengidentifikasi bahwa
pemberian nutrisi secara enteral ke dalam lumen usus neonatal
menyebabkan gangguan integritas mukosa, aliran darah, dan motilitas,
memainkan peran kunci dalam pengembangan EKN. Nutrisi yang terserap
di usus kecil dan besar dapat menyebabkan proliferasi bakteri enterik.
Bakteri enterik dapat menghasilkan gas intraluminal yang menyebabkan
distensi, pneumatosis intestinalis, peningkatan tekanan intraluminal dan
penurunan aliran darah.
Oleh karena itu, strategi pencegahan EKN telah difokuskan pada strategi
pemberian nutrisi dan memahami karakteristik mikroorganisme di saluran
pencernaan. Waktu pemberian nutrisi enteral awal, volume awal, tingkat
kemajuan, dan macam nutrisi selama periode neonatal telah dipelajari secara
luas. Namun banyak penelitian di bidang ini bertentangan, tidak ada
konsensus mengenai waktu, volume, macam dan strategi pemberian nutrisi
enteral lainnya yang dapat mencegah EKN.
Pemberian ASI berhubungan dengan penurunan EKN pada bayi
prematur. Sifat imunologi unik dari ASI, seperti sekresi IgA, makrofag dan
limfosit spesifik dan keberadaan bakteri patogenik seperti Bifidobacteria
dan molekul sekretorik dengan sifat antibakteri, dapat berkontribusi untuk
efek perlindungan di mukosa traktus intestinal.
ASI mendorong pertumbuhan Bifidobacteria, yang menghasilkan asam
asetat dan laktat yang menghambat pertumbuhan patogen organisme gram
negatif. Bayi BBLR mengalami keterlambatan dalam pembentukan
Bifidobacteria. Sebuah percobaan memberikan bukti tambahan bahwa ASI
memberikan perlindungan terhadap EKN. Neonatus dalam penelitian ini
dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yang diberikan hanya susu
formula, kelompok kedua yang diberikan gabungan formula dan ASI dan
kelompok ketiga yang diberikan ASI saja. Insiden terendah dari EKN adalah
pada kelompok ketiga yang diberikan hanya ASI saja, dibanding kelompok
pertama dan kelompok kedua.
e) Kolonisasi Bakteri Abnormal
Di dalam uterus, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang
steril, diperkaya dengan nutrisi, hormon dan faktor-faktor pertumbuhan
yang membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan
meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi
akan membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu pertama
kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan
Lactobacilli. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat di rumah sakit,
saluran cerna pada bayi prematur memiliki spesies yang sedikit dan bakteri
anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.
Kolonisasi oleh bakteri komensal merupakan sebuah flora usus yang
stabil dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri
komensal mampu meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai
mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus, memperkuat Intestinal
Tight Junction, memproduksi toksin bagi bakteri aerobik dan menurunkan
pH intralumen.
Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat
ketidakseimbangan antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan
dominasi dan proliferasi patologis yang dilakukan oleh bakteri patogen.
Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan kolonisasi bakteri pada
pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube (NGT) pada bayi
prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya EKN.
Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian EKN belum
sepenuhnya dimengerti. Namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa
dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin dan beberapa
komponen aktif menyerupai reseptor (Toll like Receptors, TLRs) di epitel
usus, yang mengaktivasi mediator inflamasi dan akhirnya memicu
kerusakan mukosa usus.
Beberapa bakteri diantaranya, Enterobacteriaceae, Clostridia, dan
Staphylococcus umumnya terlibat dalam patogenesis EKN. Menurut
beberapa penelitian, dominasi Proteobacteria (Escherichia coli, Klebsiella)
sangat berkaitan erat dengan kejadian EKN.
f) Penyakit Jantung Kongenital
Penyakit jantung kongenital menjadi faktor risiko EKN pada bayi aterm
disebabkan karena adanya gangguan peredaran darah. Pasien dengan
penyakit jantung kongenital cenderung mengalami insufisiensi sirkulasi
mesenterika untuk beberapa alasan. Adanya gambaran banyak lesi yang
terkait dengan kejadian EKN disebabkan adanya kombinasi dari tekanan
sistol yang tinggi dengan tekanan diastol yang rendah Pasien dengan kondisi
abnormal terbukti memiliki aliran diastolik balik di aorta desenden,
berpotensi mengakibatkan iskemia mesenterika. Beberapa pasien seperti
contoh koartasio aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri, terbukti
mengalami kolaps pembuluh darah dan iskemia intestinalis.
g) Polisitemia
Polisitemia biasanya didefinisikan sebagai hematrokit (Ht) vena diatas
0,65. Ht tergantung pada lokasi pengambilan contoh darah: Ht kapiler >
vena perifer > vena sentral > arteriol. Polisitemia dengan kondisi Ht yang
tinggi memiliki potensi berbahaya karena menyebabkan hiperviskositas.
Hiperviskositas dapat menyebabkan penumpukan sel darah merah dan
pembentukan mikrotombi sehingga menyebabkan oklusi vaskular (hipoksia
jaringan, asidosis dan hipoglikemia).
h) Pemasangan Kateter Umbilikalis
Pemasangan kateter umbilikalis mendapatkan respon positif juga negatif
dari para ahli di bidang kesehatan. Terdapat 2 jenis kateter umbilikalis yang
digunakan yaitu: kateter arteri umbilikalis (Umbilical Artery Catheter,
UAC) dan kateter vena umbilikalis (Umbilical Vein Catheter, UVC).
Kateter umbilikalis digunakan di NICU untuk menggambar sampel darah,
pengukuran tekanan darah dan pemberian cairan dan obat-obatan selama
lebih dari 25 tahun. Komplikasi yang berhubungan dengan kateter
umbilikalis termasuk trombosis, emboli, vasospasme, EKN, perdarahan,
infeksi jaringan, nekrosis hepatika, hidrotoraks, aritmia jantung dan erosi
dari atrium dan ventrikel.
Faktor risiko EKN terkait komplikasi posisi, bahan, variasi bentuk,
teknik kateterisasi, serta sepsis yang terjadi akibat pemasangan kateter.
Pemasangan UAC umumnya lebih sering dilakukan dibandingkan UVC.
Pada pemasangan UAC terdapat dua pilihan posisi pemasangan yaitu, letak
rendah (L3-L4) dan letak tinggi (T6-T9). Beberapa ahli menyukai letak
tinggi karena tidak akan menyebabkan oklusi arteri renalis dan mesenterika,
disamping itu insiden pucat (blanching) dan sianosis pada ekstremitas
bawah lebih rendah. Tetapi pada posisi ini hipertensi renovaskular lebih
sering ditemukan.
Komplikasi yang berhubungan dengan teknik kateterisasi antara lain:
emboli udara, trombosis dan perforasi serta aritmia. EKN dapat diakibatkan
oleh adanya trombus yang biasanya terbentuk akibat trauma pada dinding
pembuluh darah. Trombosis di daerah arteri mesenterika dan vena porta
dapat mengakibatkan iskemia intestinalis dan EKN.
Infeksi dilaporkan terjadi pada beberapa bayi dengan kateter umbilikalis.
Bakteri penyebab sepsis yang ditemukan pada kultur diantaranya
Staphylococcus koagulase negatif, Staphylococcus aureus dan Candida.
Menurut penelitian, angka kejadian sepsis lebih sering pada UAC letak
rendah dibanding UVC. Penelitian lebih lanjut menyatakan peningkatan
risiko sepsis pada UAC dengan kondisi BBLSR dan pada mereka dengan
terapi antibiotik berdurasi lama.
i) Asfiksia
Observasi sebelumnya mengenai epidemiologi EKN mengidentifikasi
asfiksia sebagai faktor risiko penting terjadinya EKN. Kegagalan bayi
untuk bernafas segera setelah lahir mengakibatkan iskemia intestinalis.
Faktor risiko asfiksia terhadap kejadian EKN berdasarkan hipotesis
Touloukian dkk (1971). Hasil penelitian pada bayi babi yang baru lahir,
ketika mengalami asfiksia dengan segera menurunkan aliran darah pada
mukosa usus. Pemeriksaan histologi segera pada segmen usus yang terkena
menunjukkan gambaran yang sangat mirip dengan neonatus yang
mengalami EKN. Resusitasi dapat memperburuk kondisi neonatus.
Pemberian resusitasi dapat menyebabkan peningkatan kerapuhan kapiler
selama kondisi iskemia, diikuti oleh kemacetan vaskular setelah resusitasi.
Bayi baru lahir yang mengalami asfiksia bila skor Apgar kurang dari 7.
Skor Apgar dinilai pada menit pertama dan kelima kehidupan. Menit
pertama menilai bagaimana kondisi bayi setelah proses kelahiran. Menit
kelima menilai bagaimana adaptasi bayi dengan lingkungan diluar
kandungan ibu.
3. Manifestasi Klinis
Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada NEC meliputi :
a. Distensi perut atau adanya nyeri tekan
b. Toleransi minum yang buruk
c. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung
d. Darah pada feses
e. Tanda-tanda umum gangguan sistemik :
1) Apneu
2) Terus mengantuk atau tidak sadar
3) Demam atau hipotermi
f. Gastrointestinal:
1) Intoleransimakanan
2) Perut kembung
3) Perut tegang
4) Emesis
5) Okultisme darah / kotor dalam tinja
6) Massa padaperut
7) Eritema dinding perut
Kriteria Bell’s menurut Gomella yaitu :
a. Stadium 1 (suspek EKN)
1) Kelainan sistemik : Tandanya tidak spesifik, termasuk apneu, bradikardia,
letargi dan suhu tidak stabil.
2) Kelainan abdominal : Termasuk intoleransi makanan, rekuren residual
lambung, dan distensi abdominal.
3) Kelainan radiologik : Gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.
b. Stadium 2 (terbukti EKN)
1) Kelainan sistemik : Seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan
abdominal dan trombositopenia.
2) Kelainan abdominal : Distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan,
edema dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.
3) Kelainan radiologik : Gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis
intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.
c. Stadium 3 (EKN lanjut)
1) Kelainan sistemik: Termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik,
gagal nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).
2) Kelainan abdominal : Distensi abdomen dengan edema, indurasi dan
diskolorasi.
3) Kelainan radiologic: Gambaran yang sering dijumpai adalah
pneumoperitoneum.
4. Patofisiologi
NEC adalah sekunder untuk interaksi yang kompleks dari beberapa faktor,
terutama pada bayi prematur, yang mengakibatkan kerusakan mukosa, akhirnya
mengarah ke iskemia usus dan nekrosis. Cedera mukosa mungkin karena infeksi, isi
intraluminal, imunitas yang belum matang, pelepasan vasokonstriktor, dan mediator
inflamasi. Hilangnya integritas mukosa memungkinkan bagian dari bakteri dan
toksin masuk ke dinding usus dan kemudian ke sirkulasi sistemik, sehingga terjadi
respon inflamasi umum dan sepsis pada NEC berat.
NEC merupakan hasil akhir dari suatu rentetan interaksi yang terjadi
bersamaan antara perusakan mukosa usus oleh berbagai faktor (iskemi, infeksi) dan
reaksi penjamu terhadap perusakan tersebut (sirkulasi, imunologi, dan inflamasi).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Bayi yang diduga mengalami NEC memerlukan pemeriksaan radiologi
berkala.Pemeriksaan radiologi yang paling baik dalam mendiagnosis NEC
yaitu dengan X-ray berupa foto polos abdomen dan lateral kiri dekubitus.
Beberapa tanda yang dapat ditemukan pada NEC seperti:
1) Gambaran ileus ( distensi usus )
Multiple udara mengisi loop usus merupakan tanda awal dan paling
umum ditemukan pada foto X-ray pasien dengan NEC ( 55%-100% kasus).
Air fluid level terlihat pada foto lateral dekubitus.
a) Intestinalis pneumatosis ( linear atau kistik )
Pneumatosis intestinal merupakan gas yang terdapat pada dinding
usus, berbentuk linier atau bulat. Gambaran pneumatosis intestinal pada
pasien yang di duga NEC merupakan salah satu diagnosis NEC. Gas
yang terdapat dalam dinding usus umumnya hydrogen, yaitu suatu
produk dari metabolism bakteri dalam usus.
Terdapat dua bentuk pneumatosis intestinal yang ditemukan pada
gambaran radiologi, yaitu kistik dan linier. Bentuk kistik mempunyai
bentuk granular atau balon busa dan biasanya terdapat di submukosa.
Bentuk kistik biasanya di bingungkan dengan fecal mass yang terdapat
pada usus. Bentuk linier dari pneumatosis terdiri dari gelembung-
gelembung yang berkumpul pada lapisan muskularis dan submukosa.
- Portal vein gas

Gambaran gas vena porta merupakan gambaran radiolusen pada


cabang vena hepar dan meperlihatkan
pelebaran pada vena tersebut. Gambaran gas
pada vena porta biasanya sulit ditemukan
sekitar 10-30% kasus. Gambaran udara pada
vena porta merupakan suatu prognosis buruk
bagi pasien NEC.
- Pneumoperitoneum
Udara bebas pada rongga peritoneum memperlihatkan suatu
perforasi dari usus, dimana angka kejadianya sekitar 12-30%
pasien. Gambaran dapat terlihat jelas pada posisi lateral kiri
dekubitus. Pada posisi supine tampak gambaran udara bebas pada
garis ligament falciform (‘football sign”).
- Intraperitoneal fluid
Beberapa foto polos abdomen memperlihatkan adanya
gambaran air fluid level di rongga peritoneum. Terdapatnya
gambaran asites dan udara pada vena porta menunjukkan angka
kematian yang tinggi pada pasien NEC.
- Dilatasi persisten usus.
Gambaran persistent dilated loops pad foto polos abdomen suatu
gambaran dilatasi dari usus yang tidak berubah walaupun posisinya
di rubah dalam waktu 24-36 jam. Pada pasien dengan gambaran ini
mungkin sudah terjadi nekrosis. Tapi adanya gambaran ini, bukan
merupakan suatu petunjuk terjadinya nekrosis usus.
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) telah digunakan untuk mengidentifikasi nekrosis
usus, cairan intraperitoneal dan udara pada vena porta.Kegunaan USG untuk
mendiagnosis NEC lebih dapat digunakan pada pasien dengan tanda-tanda klinik
yang meragukan atau radiografik yang meragukan.Selain itu keuntungan
menggunakan USG dalam menengevaluasi NEC yaitu USG dapat digunakan
secara cepat struktur abdominal, mengobservasi ketebalan dinding usus,
peristaltik dan perfusinya.
c. Magnetic Resonance Imaging
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas yang
noninvasive untuk mengidentifikasi bayi dengan iskemik usus dan NEC.
7. Komplikasi
1) Nekrosis usus halus
2) Infeksi sekunder
3) Sepsis
4) Saluran usus dengan obstruksi
5) Sindrom usus pendek (setelah suatu reseksi usus yang luas)
8. Penatalaksanaan
Untuk NEC penatalaksanaanya adalah sebagai berikut:
Prinsip dasar tatalaksana NEC yaitu menatalaksananya sebagai akut abdomen
dengan ancaman terjadi peritonitis septic. Tujuannya adalah untuk mencegah
perburukan penyakit, perforasi intestinal dan syok. Jika NEC terjadi pada kelompok
epidemis, para penderita perlu dipertimbangakan untuk isolasi.
1) Non-operatif
Jika tidak terdapat nekrosis atau perforasi, maka pengobatan bagi pasien
NEC adalah konservatif. Pemberian ASI/ susu formula di hentikan, saluran
gastrointestinal di dekompres melalui gastric tube dan di beri cairan intravena.
Darah rutin, platelet, analisa gas darah, CRP dan elektrolit diperiksa. Darah dan
rutin di kultur, dan antibiotik spektrum luas diberikan intravena sebagai terapi
awal. Sampai sekarang, antibiotik yang digunakan yaitu golongan penicillin,
aminoglikosida dan antibiotik untuk melawan organisme anaerob. Beberapa
peneliti juga menggunakan kombinasik vancomycin dan gentamicin atau
vancomisyn dengan cephalosporin generasi ketiga.
Observasi ketat berupa pemeriksaan fisik berkala, pemeriksaan radiologi (
foto polos abdomen AP dan lateral kiri dekubitus ) setiap 6 sampai 8 jam,
platelet dan leukosit, dan analisa gas darah.
Setelah pemberian ASI/Susu Formula, feses di periksa untuk melihat
specimen dan darah yang terkandung didalamnya. Pemberian ASI/Susu
formula dihentikan jika hasil pemeriksaan memberikan hasil positif. Pasien
yang didiagnosa NEC secara definitive, pengobatanya dengan mengistrahatkan
kerja dari saluran cerna, dekompresi dan antibiotic selama 7 sampai 14 hari.
Pemasangan intra vena fluid drips diperlukan untuk pemberian nutrisi
parenteral. Jika pasien secara klinik mulai membaik, sejumlah kecil susu
formula dapat diberikan. Pasien secara konstan dan hati-hati di monitor
keadaanya seperti distensi perut, muntah atau nonspesifik tanda atau gejala
NEC. pasien yang telah menjalani operasi menerima antibiotik secara intravena
selama 1 sampai 2 minggu. Pemberian susu mulai dilakukan ketika pasien
secara klinik membaik dan fungsi saluran cernanya telah menunjukkan
perbaikan.
2) Manajemen Operasi
NEC yang lebih lanjut memerlukan intervensi operasi. Pneumoperitonium
merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi bedah. Indikasi relatif
pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding abdomen, dilatasi segmen
intestinal yang menetap dilihat dari radiaografi, massa abdomen yang nyeri dan
perubahan kondisi klinis yang refrakter terhadap tatalaksana medis.Tujuan
utama dari operasi yaitu untuk membuang jaringan usus yang nekrotik dan
mempertahankan ukuran usus.
Kondisi umum pasien harus dioptimalkan terlebih dahulu sebelum di
operasi dengan dukungan ventilator, penanganan syok, pemberian antibiotik
spektrum luas, dan koreksi anemia dan koagulopati. Produksi urine minimal
1mL/kgBB/jam.
3) Pencegahan
Mencegah prematuritas, pemberian antibiotic enteral dan penggunaan
cairan perenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian
kortikosteroid antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian
makanan pendampinng ASI, pemberian ASI dan penggunaan prebiotik
dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah Enterokolitis
Nekrotikan.
B. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1. Pengkajian Keperawatan
1) Anamnesa
a. Identitas pasien, yang meliputi : nama, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan
lainnya.
b. Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien dan alamat.
c. Keluhan Utama
Pasien dengan EKN biasanya mengeluh adanya distensi abdomen.
d. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat dari keluhan utama, berisi tentang penyakit yang sedang
dialami mencakup:
- Provocatif/Paliatif (P) : Pada pasien EKN biasanya keaadaan akan
memburuk jika diberi makan.
- Qualitas/Quantitas (Q) : Kualitas keluhan pasien EKN tergantung
pada tingkat keparahan EKN.
- Region (R) : Pasien EKN akan merasakan keluhan di daerah perut.
- Skala (S) : Pasien EKN terutama pasien bayi biasanya akan mudah
rewel.
- Timing (T) : Biasanya keluhan dirasakan dalam waktu bertahap.
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien dengan EKN biasanya ditemukan adanya riwayat gangguan
pencernaan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien ada yang memiliki penyakit menular
ataupun penyakit keturunan .
e. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a) Pre Natal
Menjelaskan tentang bagaimana, keadaan ibu pasien selama hamil,
kemana ibu pasien memeriksakan kehamilan, apakah mendapat suntikan
TT & tablet Fe.
b) Natal
Menjelaskan saat ibu persalinan, jenis persalinan, siapa yang menolong,
dan dimana tempat persalinan. Bagaimana letak neonatus waktu lahir
dan keadaan neonatus saat lahir (Apgar Skore). Berat badan dan panjang
badan serta apakah terdapat kelainan atau tidak.
c) Post Natal
Menjelaskan apa yang diberikan ibu pasien saat pasien masih neonatus,
apakah pasien diberi ASI atau tidak, berapa bulan pasien mendapat ASI
eksklusif, MPA (Makanan Pengganti ASI), apa dan siapa yang merawat
tali pusat dan hari ke berapa tali pusat lepas.
f. Riwayat Imunisasi
Menerangkan status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun
imunisasi ulang (booster).
g. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan
Status pertumbuhan anak terutama pada usia balita bisa dilihat dari
KMS dan pemeriksaan lingkar kepala, TB, BB dan lingkar dada.
b) Perkembangan
Status perkembangan pasien butuh diteliti secara rinci untuk mengetahui
apakah semua tahapan pertumbuhan dilalui dengan mulus atau terdapat
penyimpangan.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Penilaian keadaan umum
Menilai keadaan umum pasien meliputi keadaan sakit pasien, tingkat
kesadaran, tanda-tanda vital dan hal umum yang mencolok. Pada pasien
dengan EKN mungkin letargi dapat menjadi tampilan awal.
b. Pemeriksaan sistemik.
a) Sistem Pernapasan
Pada pasien dengan EKN mungkin ditemukan adanya apnea
b) Sistem Kardiovaskuler
Pada pasien dengan EKN mungkin akan ditemukan bradikardi, serta
perfusi perifer yang buruk.
c) Sistem Pencernaan
Pada pasien dengan EKN ditemukan adanya distensi abdomen, bunyi
usus yang kemungkinan tidak ada, edema di daerah abdomen dan darah
di dalam feses
d) Sistem Muskuloskeletal.
Pada pasien dengan EKN ditemukan adanya perubahan aktifitas, seperti
mudah menangis terutama pada pasien bayi.
e) Sistem Integumen
Pada pasien dengan EKN mungkin ditemukan adanya eritema pada
dinding abdomen serta suhu badan yang tidak stabil.
f) Sistem Neurosensori
Pada pasien dengan EKN mungkin ditemukan kondisi letargi.
g) Sistem Endokrin
Pada pasien dengan EKN mungkin akan ditemukan adanya hipoglikemi.
h) Sistem Genitourinarius
Pada pasien dengan EKN biasanya tidak ditemukan adanya gangguan
dalam sistem ini.
c. Aktivitas sehari-hari.
Aktivitas sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : nutrisi (pasien EKN
biasanya mengalami penurunan pola makan), eliminasi (mungkin akan
ditemukan darah dalam feses pada pasien EKN), pola istirahat/tidur,
personal hygiene serta pola aktivitas sebelum dan selama sakit.
d. Aspek psikologis
Butuh dikaji status psikologis pasien. Terutama bagaimana reaksi
hospitalisasi anak, karena aspek psikologis mempunyai peran besar sebagai
dampak dari penyakit yang dideritanya.
e. Aspek sosial.
Butuh dikaji status pasien dalam keluarga, hubungan pasien dengan
lingkungannya.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari NEC yaitu :
a. Darah lengkap dan hitung jenis
Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan shift
to the left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50 %
kasus terbukti EKN, jumlah platelet< 50.000 uL.
b. Kultur
Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa
untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.
c. Elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta
hiperkalemia sering terjadi.
d. Analisa gas darah
Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik
mungkin terlihat.
e. Sistem koagulasi
Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati
lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial
Thromboplastin time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan
produk pemecah fibrin, merupakan indikasi terjadinya disseminated
intravascular coagulation (DIC).
f. C-Reaktif protein
Mungkin tidak meningkat atau pada kasus EKN yang lanjut karena bayi
tidak bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.
g. Biomarker
Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab EKN seperti
gas hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses dan genetic
marker, tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih
lanjut tentang genomicdan proteomic marker terus diteliti.
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis
merupakan pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk
mendeteksi adanya kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun
dengan media kontras. Pada anak dengan EKN yang umumnya menunjukkan
gejala penyakit akut dan berat, perut kembung, muntah–muntah, menyerupai
gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan kontras, foto polos dan tanpa
persiapan.
Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior, erek atau semierek dengan
diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD). Beberapa klinisi
menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak tangga pada
ileus, distensi usus, dan adanya udara diluar rongga usus.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
3) Inefektif perfusi jaringan (cerebral, gastrointestinal, kardiopulmonal, cerebral
periffer) berhubungan dengan keadaan organ yang belum sempurna.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat, kerusakan
jaringan.
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan anak.
3. Intervensi Keperawatan (NIC-NOC)
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien.
Tujuan : Sesudah dikerjakan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan pasien bebas dari gejala-gejala malnutrisi
Kriteria hasil :
a. BB berkembang/berubah naik
b. Asupan nutrisi terpenuhi
INTERVENSI RASIONAL

Anjurkan ibu untuk memberikan ASI ASI adalah makanan terbaik bagi bayi
eksklusif kepada bayinya. dibandingkan dengan pemberian susu
formula.

Bantu ibu dalam pengeluaran ASI Mencukupi kebutuhan gizi,


menciptakan dan mempertahankan
laktasi hingga bayi bisa menyusu ASI

Timbang berat badan setiap hari Memberikan informasi tentang


keadann masukan diet/penentuan
kebutuhan nutrisi

Observasi dan catat masukan makanan Mengawasi jumlah kalori/kualitas


pasien konsumsi makanan

Pantau hasil pemeriksaan Lab. Misal: Menaikkan efektivitas program


Hb/Ht, BUN, Albumin, Protein dan pengobatan termasuk sumber diet
elektrolit serum nutrisi yang dibutuhkan

Kolaborasi

Berikan cairan IV hiperalimentasi dan Mencukupi kebutuhan cairan/nutrisi


lemak sesuai indikasi hingga masukan oral bisa dimulai.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.


Tujuan : Sesudah dikerjakan tindakan keperawatan selama 1×24 jam diharapkan
nyeri berkurang
Kriteria hasil :
a. Tataran Nyeri : Skala nyeri yang bisa diamati (tataran nyeri pada skala 2 atau
kurang dari itu (dengan skala 0-10)
b. Tak rewel
INTERVENSI RASIONAL

Lakukan pengkajian nyeri yang Data dibutuhkan dalam


komprehensif meliputi lokasi, mengevaluasi nyeri, menentukan
karakteristik, skala & durasi, frekuensi, pilihan intervensi dan menentukan
kualitas, intensitas/keparahan nyeri dan efektivitas terapi.
faktor presipitasinya.

Ajarkan ibu klien tentang penggunaan Teknik non-farmakologis bisa


teknik non-farmakologis (misalnya membantu mengurangi nyeri.
dengan menggendong bayinya)

Kendalikan faktor lingkungan yang bisa Lingkungan yang nyaman bisa


mempengaruhi respons pasien terhadap membantu relaksasi
ketidaknyamanan

Kolaborasi
Tindakan kolaborasi dengan tim medis Agen farmakologi memiliki
untuk pemberian obat analgetik (jika komposisi yang bisa
dimungkinkan) mengurangi/menghilangkan nyeri
dengan menekan sistem saraf
simpatis.

3) Inefektif perfusi jaringan (cerebral, gastrointestinal, kardiopulmonal, cerebral


periffer) berhubungan dengan keadaan organ yang belum sempurna
Tujuan : Sesudah dikerjakan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, diharapkan
terjadi peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
a. TTV dalam keadann nomal (tak terjadi tekan darah rendah, terdapat
peningkatan denyut nadi, nadi teraba kuat, suhu normal, pernafasan normal)
b. Tak ada suara jantung & nafas tambahan
c. Tekanan oksigen dalam rentang normal
INTERVENSI RASIONAL

Monitor TTV TTV bisa menunjukkan status


kesehatan klien secara umum

Monitor kesadaran bayi

Kaji adanya rigiditas, kedutan, Mengetahui respon awal dari bayi


kegelisaan yang berkembang/berubah jika keadann perfusi jaringannya
naik, peka rangsang dan serangan semakin memburuk
kejang

Kaji suara dan irama jantung Mengetahui kelainan pada jantung

4) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat,


kerusakan jaringan
Tujuan : Sesudah dikerjakan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan pasien terbebas dari gejala-gejala infeksi
Kriteria hasil : Tak terdapat gejala-gejala infeksi yang diawali dengan
instabilitas suhu tubuh
INTERVENSI RASIONAL

Pantau gejala-gejala infeksi (misalnya, Gejala-gejala yang muncul bisa


suhu tubuh) memberikan gambaran terjadinya
infeksi

Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah terjadinya infeksi silang


melakukan tindakan keperawatan

Kaji faktor yang bisa menaikkan Data dibutuhkan buat menghindari


kerentanan terhadap infeksi. resiko rentan terjadi infeksi.

Kolaborasi

Kolaborasi dengan tim medis dalam Terapi antibiotik bisa melawan


pemberian antibiotik, kalau/jika parasit penyebab infeksi
dibutuhkan

5) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan anak


Tujuan : Sesudah dikerjakan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
ansietas berkurang
Kriteria hasil : Tataran ansietas ringan hingga sedang dan mampu menunjukkan
pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi dan mekanisme koping.
INTERVENSI RASIONAL

Kaji tataran kecemasaan Mengetahui kemampuan koping ibu


klien

Berikan kesempatan kepada ibu klien Membina hubungan saling percaya


untuk mengungkapkan perasaan
kecemasannya

Pada saat ansietas berat, dampingi ibu Pendampingan yang diberikan bisa
klien, bicara dengan tenang dan berikan membantu menguatkan sisi
ketenangan serta rasa nyaman psikologis ibu klien untuk
mengurangi ansietasnya

Berikan informasi tentang perawatan/ Informasi yang didapatkan bisa


keadaan klien pada ibu klien membuat ibu klien merasa lebih
tenang

NIC-NOC
Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan

Resiko infeksi Noc : Keparahan Infeksi Nic : Perlindungan Infeksi


berhungan dengan
pertahanan tubuh  Kemerahan  Monitor andanya tanda –
primer tidak  Demam tanda gejala infeksi sistemik
adekuat  Peningkatan sel darah dan lokal
( Gangguan putih  Anjurkan cairan yang tepat
peristalsis)  Vasikel yang tidak  Monitor Kerentanan
Mengeras terhadap infeksi
permukaanya  Monitor tanda – tanda vital
 Kolaborasi: Pemberian obat
untuk infeksi

Kekurangan NOC : NIC


volume cairan
berhubungan Status Nurtisi : Asupan Manajemen cairan
dengan kegagalan makanan dan cairan
 Monitor tanda – tanda vital
mekanisme
regulasi
Kriteria Hasil :  Monitor makanan atau
cairan yang dikonsumsi dan
- Asupan makanan hitung asupan kalori harian
secara oral
 Hitung atau timbang popok
- Asupan cairan
dengan baik
secara oral
- Asupan cairan
intravena
Kolaborasi :

 Pemberian cairan iv sesuai


suhu kamar
 Berikan cairan yang tepat.

Ketidakseimbangan NOC : NIC


nutrisi kurang dari Nutritiol status Nutrition monitoring
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil :  Berat badan dalam batas
ketidakmampuan - Adanya normal monitor adanya
menerima peningkatan berat penurunan berat badan
nutrisi,imaturitas badan sesuai  monitor turgor kulit
peristaltik dengan tujuan  Ajarkan pasien bagaimana
gastrointestinal - Berat badan ideal membuat catatan makanan
sesuai dengan harian
tinggi badan.  berikan makanan yang
- Tidak ada tanda – terpilih suadah
tanda malnutrisi dikonsultasikan dengan ahli
menunjukkan gizi
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
- Tidak terjadi
penurunan berat
badan
Kolaborasi :
 Monitor kadar albumin,
total protein Hb, dan kadar
Ht
 kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlh
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
 Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi
: Glukas serum. Nitrogen
urea darah, kreatin,
osmolalitas serum/urine,
elektrolit urine
 Berikan suplemen elektrolit
sesuai indikasi misalnya
kalsium glukonat 10%

You might also like