You are on page 1of 20

I.

Pendahuluan
Glaukoma adalah suatu keadaan di mana tekanan mata sesorang demikian tinggi
atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan mengakibatkan
gangguan pada sebagian atau seluruh pandang atau buta 1. Glaukoma akan terjadi bila
pengaliran humor aques di dalam bola mata terganggu. Pada mata yang sehat dan normal,
cairan mata ini akan masuk ke dalam bilik mata dan keluar melalui celah halus
(trabekulum) di daerah apa yang disebut sebagai sudut kamera anterior, yang terletak
antara iris dan kornea.Mekanisme gangguan aliran keluar humor aqueus akibat kelainan
sistem drainase sudut kamera anterior (glaukoma sudut tebuka) atau gangguan akses
humour akueus ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup)
Glaukoma merupakan kumpulan penyakit berupa neuropati optik dengan disertai
hilangnya lapang pandang dimana tekanan introkular (TIO) merupakan faktor resiko
utama 1. Gangguan pada saraf optik ini masih belum jelas mekanismenya dan telah
disepakati bahwa gangguan ini tidak selamanya berkorelasi dengan TIO. Walaupun
demikian patogenesis dan terapi glaukoma sudut terbuka primer (GPST) masih menjadi
objek terus menerus dalam penelitian dan penurunan TIO merupakan tujuan utama dalam
pemakaian obat anti glaucoma.

II. Epidemiologi
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan yang irreversible di dunia.. Pada
dekade in sahaja di estimasi glaukoma adalah penyebab kebutaan bilateral kedua terbesar
didunia (6,7 jt orang), setelah katarak.
Kebanyakan kasus glaukoma adalah glaukoma sudut terbuka primer pada ras kulit
hitam dan putih. Ras kulit hitam memiliki risiko lebih besar untuk onset yang lebih cepat
dan kehilangan penglihatan yang berat. Glaukoma sudut tertutup terjadi pda 10-15%
kasus pada ras kulit putih. Persentase ini lebih besar pada orang Asia. Glaukoma sudut
tertutup primer menyebabkan 90 % dari kasus kebutaan karena glaukoma di Cina.
Glaukoma tekanan normal adalah yang tersering pada orang Jepang 2.
III. Faktor – faktor resiko
Faktor resiko penting untuk dikenal pasti karena mempunyai implikasi
pencegahan dan terapetik pada pasien glaukoma. Sesetengah faktor resiko boleh bersifat
kausatif dan boleh diubah. Strategi yang ditentukan penting dalam mencegah faktor
resiko untuk mengurangkan resiko glaukoma. Faktor resiko lain yang tidak dapat diubah
seperti usia, dan ras adalah penting untuk mengenal pasti golongan yang harus
memeriksakan diri atau berguna sewaktu pemilihan cara pengobatan.
Faktor-faktor resiko glaukoma adalah seperti berikut 3 :
1. TEKANAN INTRAOKULAR . Adalah faktor resiko utama untuk terjadinya
glaukoma. 10 % dari mereka dengan TIO yang tinggi menderita penurunan
lapang pandang dan 15-40% hipertensi okular menyebabkan kebutaan dalam
jangka 10 tahun. Secara umum, lebih tinggi TIO, lebih tinggi resiko seseorang
mengidap glaukoma.
2. USIA . glaukoma lebih cenderung pada golongan usia lanjut.semakin tinggi usia
semakin mungkin mengidap glaukoma. Estimasi prevelensi secara umum pada
usia lanjut menunjukkan 3-8 kali lebih tinggi berbanding pada kelompok usia 40-
50 tahun.
3. RAS. Keturunan afrika lebih tinggi dari orang Amerika ( 3-4 kali)
4. RIWAYAT KELUARGA. yang menderita glaukoma.10-30 % lebih tinggi pada
individu dengan saudara dekat (orang tua, adik kakak atau anak) yang mengidap
glaukoma.
5. MIOPIA DAN DIABETES. Dipercayai faktor resiko glaukoma , namun bukti
mendukung teori ini belum kukuh dan masih dalam penelitian.
6. HIPERTENSI, MIGRAIN DAN VASOSPASME.ada penelitian yang mendukung
ketiga keadaan diatas adlah faktor resiko glaukoma. Namun, peneletian dan data
lebih lanjut masih dalam penelitian.

IV. Klasifikasi Glaukoma 2


A. Berdasarkan etiologi
I. Glaukoma primer
1. Glaukoma sudut terbuka
 Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma
sederhana kronik)
 Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
2. Glaukoma sudut tertutup
 Akut
 Subakut
 Kronik
 Iris plateau
II. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
 Sindrom pembelahan kamera anterior
Sindrom Axenfeld, Sindrom Rieger, Anomali Peter
 Aniridia
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
 Sindrom Sturge-Weber
 Sindrom Marfan
 Neurofibromatosis
 Sindrom Lowe
 Rubella kongenital
III. Glaukoma sekunder
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
 Dislokasi
 Intumesensi
 Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
 Uveitis
 Sinekia posterior (seklusio pupilae)
 Tumor
5. Sindrom iridokorneo endotel (ICE)
6. Trauma
 Hifema
 Kontusio/resesi sudut
 Sinekia anterior perifer
7. Pascaoperasi
 Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
 Sinekia anterior perifer
 Pertumbuhan epitel ke bawah
 Pascabedah tandur kornea
 Pascabedah pelepasan retina
8. Glaukoma neovaskular
 Diabetes mellitus
 Sumbatan vena retina sentralis
 Tumor intraokular
9. Peningkatan tekanan vena episklera
 Fistula karotis-kavernosa
 Sindrom Sturge-Weber
10. Akibat steroid
IV. Glaukoma absolut: Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata
yang keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.
B. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
I. Glaukoma sudut terbuka
1. Membran pratrabekular: semua kelainan ini dapat berkembang menjadi glaukoma
sudut tertutup akibat kontraksi membran pratrabekular
 Glaukoma neovaskular
 Pertumbuhan epitel ke bawah
 Sindrom ICE
2. Kelainan trabekular
 Glaukoma sudut terbuka primer
 Glaukoma kongenital
 Glaukoma pigmentasi
 Sindrom eksfoliasi
 Glaukoma akibat steroid
 Hifema
 Kontusio atau resesi sudut
 Iridosiklitis (uveitis)
 Glaukoma fakolitik
3. Kelainan pascatrabekuler
 Peningkatan tekanan vena episklera
II. Glaukoma sudut tertutup
1. Sumbatan pupil (iris bombe)
 Glaukoma sudut tertutup primer
 Seklusio pupilae (sinekia posterior)
 Intumesensi lensa
 Dislokasi lensa anterior
 Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
 Glaukoma sumbatan siliaris
 Sumbatan vena retina sentralis
 Skleritis posterior
 Pascabedah pelepasan retina
3. Pendesakan sudut
 Iris plateau
 Intumesensi lensa
 Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
 Penyempitan sudut kronik
 Akibat kamera anterior yang datar
 Akibat iris bombe
 Kontraksi membran pratrabekular

V. Gejala Klinis dan Diagnosa


Perjalanan penyakit dari glaukoma sudut terbuka lambat dan jarang disertai sakit.
Kadang-kadang terasa sakit kepala yang hilang timbul. Melihat gambaran pelangi
disekitar lampu (halo). Karena itu bila pada penderita yang berumur 40 tahun atau lebih
didapatkan keluhan semacam ini, sebaiknya dilakukan pengukuran tekanan intraokular.
Bila ternyata tensi intraokulernya lebih dari 20mmhg, harus dilakukan pemeriksaan
glaukoma lengkap seperti 3 ;
1. Ketajaman penglihatan
Pada glaukoma simpleks ketajaman penglihatan tidak terganggu sampai stadium
akhir.
Pada glaukoma sudut sempit pada waktu serangan visus sangat menurun, bila
serangan teratasi visus kembali baik dengan sisa gangguan akomodasi, kecuali bila
serangan tidak taratasi visus akan menurun.
2. Tonometer
Ada beberapa cara pemeriksaan tonometer :
Palpasi
Mata penderita disuruh ditutup. Kemudian mata ditekan dengan kedua telunjuk
kita seperti kita memeriksa fluktuasi pada abses kamudian dibandingkan fluktuasi mata
sebelahnya.
Pengukuran TIO dengan alat secara indirek.
Prinsip pengukuran menurut hukum Imbart dan Pick : tekanan yang kita ukur
adalah tekanan yang diperlukan untuk mandatarkan suatu lengkungan dengan dinding
tipis sama dengan tekanan di dalam ruang lengkung itu x luas permukaan datar tersebut.
Tonometer Schiotz
Cara pengukuran indirek yang paling banyak dipakai karena praktis murah, tetapi
hasilnya dipengaruhi oleh kekuatan sklera/kornea. Misalnya pada lekoma kornea di
mana kornea kaku hasil akan lebih besar, sedangkan pada miop tinggi di mana sklera
lunak hasil tonometer akan lebih rendah.
Cara pemakaian : penderita dalam posisi tidur dengan bahu dan dahi dalam posisi
horisontal, kemudian mata diberi tetes anestesi, tonometer ditera pada tes blok sampai
jarum menunjukkan angka nol. Kemudian alat diberi beban terkecil 5,5 foot plate
didisinfeksi dengan alkohol 70%, kedua mata difiksasi lurus ke atas. Foot plate
diletakkan tepat pada kornea tanpa membuat tekanan. Angka yang ditunjuk oleh jarum
dibaca dan dicocokkan pada tabel Friedenwald. Bila jarum menunjukkan angka lebih
kecil dari 3, maka beban ditambah (7,5, 10, 15).
Tonometer jenis lain yang dianggap akurat adalah :
Tonometer applanasi
Tonometer applanasi Goldmann dipasang pada slitlamp dan mengukur besarnya
beban yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban standar. Makin
tinggi tekanan intraokuler, makin besar beban yang dibutuhkan. Karena tonometer ini
cara yang lebih teliti daripada tonometer Schiotz.
Setelah anestesi local dan pemberian fluorescein, pasien duduk di depan slitlamp
dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat fluorescein, dipakai filter biru kobalt. Saat
ujung slitlamp okuler berkontak dengan kornea, pemeriksa lihat melaluinya. Sebuah per
counterbalance yang dikendalikan dengan tangan mengubah-ubah beban yang diberikan
pada ujung tonometer.
Setelah berkontak, ujung tonometer meratakan bagian tengah kornea dan
menghasilkan garis fluorescein melingkar tipis. Sebuah prima di ujung visual memecah
lingkaran ini menjadi dua setengah- lingkaran yang tampak hijau melalui okuler
slitlamp. Beban tonometer diatur sampai kedua setengah-lingkaran tersebut tepat
bertumpuk. Titik akhir visual ini menunjukkan bahwa kornea telah didatarkan oleh
beban standar yang terpasang. Jumlah beban yang dibutuhkan untuk ini diterjemahkan
skala menjadi bacaan tekanan dalam millimeter air raksa.
Tonometer non kontak.
Tonometer non kontak (Hembusan Udara) tidak seteliti Tonometer Aplanasi.
Dihembuskan sedikit udara pada kornea. Udara yang terpantul dari permukaan kornea
mengenai membran penerima tekanan pada alat ini.
Tekanan intra okuler (TIO) normal 15-22 mmHg tetapi angka ini tidak mutlak,
karena variasinya besar. Kadang-kadang ditemukan kerusakan glaukomatous pada TIO
yang normal. Pemeriksaan TIO sewaktu, tidak berarti TIO akan tetap sepanjang hari
karena TIO dipengaruhi oleh diurnal. Atau sebaliknya dengan TIO yang tinggi kadang-
kadang keadaan diskus optikus masih baik (HIPERTENSI OKULER).
Bila kita temukan TIO lebih dari 20 mmHg kita harus waspada terhadap
glaukoma, pemeriksaan lain ke arah glaukoma harus dilengkapi, kalau diagnosa
glaukoma tidak menunjang maka penderita dianjurkan untuk memeriksakan TIO setiap
6-12 bulan untuk mencegah terjadinya glaukoma yang lambat, karena hipertensi okuler
dapat berkembang menjadi glaukoma.
TIO tidak tetap sepanjang hari pada umumnya lebih tinggi pada siang hari dan
paling rendah pada malam hari. Perubahan TIO diurnal ini paling tinggi 4 mmHg pada
mata normal, sedangkan pada mata glaukoma perubahan ini dapat besar ( > 8 mmHg).
3. Tonografi
Bila tonometer tidak menunjang diagnosa, maka kita lakukan tonografi untuk
melihat kemampuan aliran humor akueus (HA) meninggalkan bilik depan. Prinsip: bila
bola mata ditekan terus menerus dalam waktu tertentu (4 menit, 2 menit) : maka akan
terjadi pemindahan HA lebih banyak sehingga TIO akan turun. Perbedaan
TIO sebelum dan sesudah penekanan terus menerus ini kemudian dihitung dan didapat
dengan jumlah volume HA yang dapat dipindahkan maka didapat angka OUT FLOW
FACILITY .
4. Tes profokasi
Dilakukan bila diagnosa belum dapat ditegakkan, misalnya TIO meragukan,
kampus tidak khas, keadaan papil juga tidak khas. Terdapat beberapa cara :
a. Tes minum air.
Penderita disuruh minum air satu liter dalam 5-10 menit. Setelah 15 menit TIO
akan naik, dalam keadaan normal naiknya 3-5 mmHg, sedangkan pada
glaukoma terdapat kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg. Tes dilakukan pagi hari
dan tidak boleh minum obat antiglaukoma sebelumnya.
b. Tes kamar gelap.
Penderita disuruh diam di kamar gelap selama satu jam, tidak boleh tidur, pupil
akan midriasis dan TIO akan naik. Pada glaukoma didapat kenaikan TIO lebih
dari 8 mmHg dalam 60-90 menit.
c. Tes midriatika.
Mata ditetesi dengan midriatika jangka pendek, setelah lebar diukur TIO ulang.
Bila setelah midriasis TIO naik lebih dari 8 mmHg maka tes positif.
d. Tes kortikosteroid
Diberikan tetes mata kortikosteroid 0,1% selama 4-6 minggu 4 kali sehari juga
pada penderita glaukoma akan didapat kenaikan TIO yang besar lebih dari 8
mmHg.
5. Pemeriksaan lapang pandang.
Lapang pandang pada glaukoma kelainan yang khas. Mula-mula terdapat
pelebaran dari bintik buta, disertai skotoma-skotoma kecil di daerah lapang pandang
sentral. Kadang-kadang ada penyempitan lapang pandang perifer. Skotoma di daerah
lapang pandang sentral kemudian bersatu menjadi bentuk lengkung sehingga disebut
skotoma arkuata pada bagian atas dan bawah yang dapat bersatu dengan batas horisontal
(ring skotoma Byerum).
Kadang-kadang bentuk cincinnya tidak bulat tetap dan ada batas pada garis
horisontal yang disebut nasal step. dari Ronne kemudian lapang pandang makin lama
makin sempit hanya tinggal 10 derajat di sentral sehingga pandangan seperti kita melihat
lewat teropong. Dalam keadaan seperti ini visus masih bisa 6/6.
Kemudian penglihatan sentral hilang sisa hanya bagian temporal saja sebelum
menjadi gelap sama sekali. Jadi untuk diagnosa kita harus melakukan pemeriksaan lapang
pandang.
6. Funduskopi
Glaukoma mengakibatkan kerusakan pada sel ganglion di retina terutama serabut-
serabut papulomakular dan serabut saraf pada pinggir diskus optikus. Kelainan yang
didapat adalah glaukomatous cupping :
 Penggunaan diskus optikus (C/D ratio melebar)
 Pembuluh darah pada diskus bergeser ke arah nasal (nasalisasi pembuluh darah)
 Warnanya lebih pucat (papil atropi).
7. Pemeriksaan gonioskopi
Untuk melihat apakah sudutnya terbuka atau tertutup atau apakah ada kelainan
lain di sudut bilik depan seperti: perlengketan iris dengan kornea, dyalise iris, hifema,
adanya neovaskularisasi dll.
Dalam keadaan sudut terbuka akan terlihat :
 Garis Schwalbe sisa dari membrana Descemet kornea
 Trabekular meshwork.
 Skleral spur ujung dari sklera.
 Angle recess ujung sudut COA
 Iris processus sisa dari iris.
Secara kasar dapat dikira-kira bila:
 Sudut 20-40 derajat dinyatakan - sudut terbuka.
 Sudut < 20 derajat dinyatakan sudut sempit.
 Kalau Schwalbe line tak tampak sudut tertutup.

V. Patofisiologi Glaukoma
Dinamika humor akueus 4
Humor akueus merupakan cairan jernih produk ultrafiltrasi dari darah yang
mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Cairan ini adalah sumber nutrisi dan media
untuk membuang hasil metabolisme bagi lensa dan endotelium kornea. Humor akueus
diproduksi oleh prosesus siliaris dan mengalir melalui :
 Camera oculi posterior
 Melewati permukaan posterior dari iris
 Melewati batas pupil
 Memasuki camera oculi anterior dan berinteraksi dengan permukaan lensa dan
lapisan endotel kornea
 Keluar menuju sudut anterior dari camera oculi anterior dan melalui jalinan
trabekula dan kanalis Schlemm. Humor akueus bercampur dengan darah vena dan
kembali ke jantung.
Mata secara kontinyu menghasilkan dan mereabsorpsi humor akueus. Aliran dari
humor akueus lebih sedikit pada malam hari dibandingkan dengan siang hari. Sudut
anterior camera oculi anterior dibentuk oleh iris sebagai basis, jaringan trabekula sebagai
apexnya, dan lapisan endotel kornea membentuk bagian atasnya. Pada keadaan normal
sudut tersebut membentuk sudut 45°.
Aliran dari humor akueus memerankan peranan penting dalam regulasi tekanan
intra okular (TIO). TIO ditentukan oleh perbandingan inflow dan outflow yang
menentukan volume total dari humor akueus. Volume dari humor akueus adalah tetap.
Apabila outflow kurang dari inflow maka TIO akan meningkat. TIO normal adalah sekitar
10–20 mmHg. TIO didefinisikan sebagai tekanan yang ditimbulkan oleh humor akueus
terhadap kornea dan sklera. TIO merupakan faktor yang penting pada terjadinya
glaukoma karena kerusakan pada neuron dari saraf optik (disebut juga sebagai sel
ganglion retina) berhubungan dengan peningkatan TIO. Kerusakan akibat glaukoma
biasanya mulai terjadi apabila tekanan sekitar dua kali lipat dari nilai normal.2

Fisiologi saraf optik dan glaucomatous optic neuropathy 4


Dinamika humor akueus dan TIO merupakan kunci untuk memahami kekuatan
mekanik yang mempengaruhi sel ganglion retina (RGCs). RGCs ini merupakan lapisan
sel yang terdapat diantara vitreous dan bagian fotosensitif dari retina. RGCs ini dapat
digambarkan sebagai penghubung antara bagian fotosensitif retina dan nukleus
genikulatus lateral. Jumlah RGCs ini menurun seiring dengan usia, dan pada glaucoma
terjadi penurunan jumlah yang lebih cepat.
Sel ganglion retina ini berperan dalam menerima lapang gambaran visual pada
mata, dan apabila sel ini rusak maka lapang gambaran visual pun menjadi menghilang.
Bagian dari lapang pandang yang menghilang ini dikenal dengan nama skotoma. Lapang
pandang yang pertama menghilang adalah lapang pandang perifer.4

Perubahan struktural pada glaukoma 4


Selain adanya kerusakan pada sel ganglion retina, perubahan struktural pada
glaucoma yang membedakan dengan kelainan neoropati optik lain adalah pembentukan
cekungan pada discus optik.5 Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris juga memperlihatkan degenerasi hialin.2
Mekanisme yang dapat menjelaskan secara pasti perubahan struktur dan fungsi
pada glaukoma belum dapat diketahui. Salah satu teori yang diajukan adalah karena
adanya pengaruh peningkatan TIO yang menyebabkan gangguan pada vascular yang
menyebabkan iskemia pada nervus optikus dan penekanan pada axon di sel ganglion
retina dan lamina cribrosa. Mekanisme lain yang menjelaskan terjadinya glaukoma yang
tidak berhubungan dengan peningkatan TIO adalah adanya gangguan pada neuronal
growth factor, peningkatan glutamat pada retina, nitrat bebas yang bersifat radikal,
kerusakan neuron karena faktor imun, dan stress oksidatif.
Perubahan pada lamina cribrosa dan kerusakan sel ganglion retina merupakan
mekanisme yang memerankan peranan penting. Pada sel ganglion retina terjadi hambatan
transport sehingga terjadi degenerasi pada diskus optikus. Proses ini menyebabkan
terjadinya cekungan pada diskus optikus. Peningkatan TIO tampaknya merupakan faktor
yang menyebabkan perubahan ini, tetapi pada beberapa kasus peningkatan TIO diatas
normal dapat juga tidak menyebabkan perubahan pada sel ganglion retina dan diskus
optikus, dan pada kasus lain TIO yang normal dapat menyebabkan kerusakan.3
Mekanisme yang terjadi pada glaukoma dapat disingkat menjadi:
Elevated IOP

Mechanical back pressure

On the junction of optic nerve/retina

Reduce the blood supply to the optic nerve

Loss of blood supply

Ischaemia

RGC cell loss


Glaukoma Sudut Terbuka
Penyakit ini merupakan penyakit maling penglihatan yang berjalan perlahan tanpa
rasa sakit. Perjalanan penyakit berlangsung tanpa dirasakan dan tanpa teramati akan
memberikan kerusakan yang berat pada saraf optik. Penderita pada awalnya tidak
menyadari menderita glaukoma karena tidak adanya keluhan, pada akhirnya diketahui
penglihatan mulai kabur. Penglihatan kabur ini baru terjadi setelah 30–50% saraf pada
nervus optikus rusak. Glaukoma ini timbul setelah usia 40 tahun walaupun bisa terjadi
pada usia berapa saja. Kerusakan sel saraf juga memberikan gambaran skotoma, disertai
penurunan fungsi penglihatan dan lapang pandangan. Hilangnya penglihatan awalnya
baru terlihat di perifer kemudian penglihatan terus berkurang hingga buta sama sekali.
Tekanan bola mata biasanya > 25 mmHg. Gambaran gonioskopi pada glaukoma sudut
terbuka primer memberikan susunan anatomi normal. 3
Glaukoma sudut terbuka berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 yaitu
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Jenis glaukoma ini merupakan bentuk glaukoma tersering. Pada glaukoma sudut
terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologik utama
pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses degeneratif jalinan trabekular,
termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel
kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah
penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan TIO tanpa adanya
penyempitan sudut bilik mata.
Efek besar tekanan pada saraf optikus sangat bervariasi antarindividu. Sebagian
orang dapat mentoleransi peningkatan tekanan intraokuler tanpa mengalami kelainan
diskus atau lapangan pandang (hipertensi okuler), yang lain dapat memperlihatkan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan intraokuler normal (glaukoma tekanan
rendah/normal). 2
b. Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder
Glaukoma sudut terbuka sekunder dapat disebabkan oleh : 2

Glaukoma pigmentasi
Glaukoma ini disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus siliaris.
Pigmen ini mengendap di permukaan kornea posterior dan tersangkut di jalinan
trabelukar dan menghambat drainase humor akueus.

Glaukoma akibat trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini TIO akibat perdarahan
ke kamera anterior (hifema). Darah bebas ini menyumbat jalinan trabekular yang
juga mengalami edema akibat cedera. Peningkatan TIO juga dapat terjadi secara
lambat akibat kerusakan langsung sudut.

Pseudo-exfoliation Syndrome
Terdapat endapan seperti salju atau material fibril di permukaan lensa anterior,
badan siliaris, dan pada trabecular meshwork. Endapan ini dapat menyumbat
trabecular meshwork sehingga menyebabkan aliran humor akueus terganggu.

Glaukoma akibat uveitis
Akibat adanya uveitis, terjadi penyumbatan trabecular meshwork oleh sel radang
yang masuk ke ruang anterior mata.

Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis glaukoma yang
mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan
riwayat penyakit ini pada keluarga dan akan memperparah peningkatan TIO pada
para pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya
menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen
apabila keadaan tersebut tidak disadari untuk jangka lama. Terapi steroid sistemik
kecil kemungkinanya menyebabkan peningkatan TIO.2,3

VI. Pengobatan glaukoma 2


A. Pengobatan medis
Supresi pembentukan humor akueus
Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan
untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan
obat lain. Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5% dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang
tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obt-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan
napas menahun-terutama asma-dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas
relatif reseptor β1-dan afinitas keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-
menurunkan walaupun tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi,
kacau pikir dan rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan
pembentukan humor akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin
memiliki efek pada pembentukan humor akueus.
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid- digunakan
untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada
glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol.
Obat-obat ini mampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%.
Asetazolamid dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari
atau sebagai Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan secara
intravena (500 mg). Inhibitor karbonat anhidrase menimbulkan efek samping sistemik
yang membatasi penggunaan obat-obat ini untuk terapi jangka panjang.
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus serta
menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.
Fasilitasi aliran keluar humor akueus
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan
0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.
Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat antikolinesterase
ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini
adalah demekarium bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang
umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi
kataraktogenik. Perhatian: obat-obat antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek
suksinilkolin yang diberikan selama anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum
tindakan bedah. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan
penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu
kemungkinan ablasio retina.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan terutama pada pasien katarak dan spasme akomodatif yang mungkin
mengganggu pada pasien muda.
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar humor akueus dan disertai sedikit penurunan pembentukan humor akueus.
Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva
reflek, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.efek samping
intraokular yang dapat tejadi adalah edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi
ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara
intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk
mata dengan sudut kamera anterior sempit.
Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu,
terjadi penurunan produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume
korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup
sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50% dingin dicampur sari
lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada penderita
diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol
intravena.
Miotik, midriatik dan siklopegik
Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup
akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.
B. Terapi bedah dan laser
Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG atau argon (iridotomi
perifer) atau dengan tindakan iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah, terapi laser
memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia
luas. Iridotomi perifer secara bedah mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang
yang lebih baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan kesulitan intraoperasi dan
pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut
sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.
Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus
karena efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta
terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini
dapat diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya
bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.
Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran
trabekuloplasti laser untuk terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Bedah drainase galukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness
(misalnya sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama
trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan epikslera. Hal ini lebih
mudah terjadi pada pasien berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah
menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan
episklera. Terapi ajuvan dengan antimetabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin
berguna untuk memperkecil risiko kegagalan bleb.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yahg tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespon terhadap trabekulektomi. Pasien
dari kelompok terakhir adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama
glaukoma neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis dan glaukoma setelah
tindakan tandur kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah tindakan baru yang menjanjikan sebagai
alternatif bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat mengobati glaukoma kongenital
primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan
trabekular.
Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan mempertimbangkan
tindakan destruksi korpous siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraokular. Krioterapi, diatermik, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling
mutakhir terapi laser neodinium:YAG termalmode, dapat diaplikasikan ke permukaan
mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di
bawahnya. Juga sedang diciptakan energi laser argon yang diberikan secara trasnpupilar
dan transvitreal langsung ke prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat
menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit
diatasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Agusto Azuara- Blanco dtt. Handbook of glaukoma Ed. Martin Duwitz.UK. 2002.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Ashbury’s General Ophthalmology 16th
Ed. Mc Graw Hill. New York. 2004

3. Prof dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi).
FKUI.2001
4. _______________. Glaucoma. Janury 2005. Available at :
http://www.merckmedicus.com/pp/us/hcp/diseasemodules/glaucoma/default.jsp
5. Fraser Scott, Manvikar Sridhar. Glaucoma-The Pathophysiology and Diagnosis.
2005. Available at
http://www.pharmj.com/pdf/hp/200507/hp_200507_diagnosis.pdf
CLINICAL SCIENCE SESSION

GLAUKOMA SUDUT TERBUKA

Disusun oleh:
Eric Hermansyah
Ruri Rizki Anriani
Sithra a/p Rengasamy

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG
2006

You might also like