Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Lalu Ahmad Gamal Arigi
H1A013033
Pembimbing:
dr. Lina Nurbaiti, M.Kes
dr. Wahyu Sulistya Affarah, MPH
1
BAB I
PENDAHULUAN
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan primer memiliki peran utama dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata.
Perubahan mendasar pada paradigma sehat adalah Puskesmas akan melakukan intervensi
bukan hanya keluarga yang sakit, tetapi juga keluarga yang sehat untuk dijaga dan
ditingkatkan kesehatannya.2 Hal ini mengharuskan para petugas kesehatan untuk
meningkatakan upaya promotif dan preventif dalam pelayanan kesehatannya bukan hanya
terbatas pada aspek kuratif dan rehabilitatif.
Upaya promotif dan preventif ini banyak ditujukan pada pengendalian kesehatan
lingkungan, perbaikan perilaku dan pola hidup masyarakat yang dapat menimbulkan
penyakit. Salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan pengendalian kesehatan
lingkungan, perilaku dan pola hidup masyarakat adalah Demam Dengue (Dengue
Fever)/Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever). Oleh karena itu, diperlukan
adanya Standar Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian
penyakit DBD di Indonesia hingga ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke desa, hal ini
sesuai dengan PerMenKes No 82 tahun 2014.
Kerangka konsep pencegahan dan penanggulangan penyakit yang didasari oleh
kerangka dasar H. L Bloom, bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan,
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan, dimana peningkatan upaya promotif dan
preventif terhadap pengendalian kesehatan lingkungan, perbaikan perilaku dan pola hidup
masyarakat untuk mengurangi angka kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah
Narmada. Dalam laporan kasus ini akan dibahas beberapa upaya kesehatan yang dapat
dilakukan dalam mengurangi angka kejadian Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2.2 Etiologi Demam Berdarah
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ini ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.3.
Diagnosa Laboratoris3:
a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit hingga
100.000 103//uL.
b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
2.2.4 Epidemiologi3
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologik,
yaitu adanya agen, host dan lingkungan (environment).
1. Agen (virus dengue)
4
Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus Flavivirus
(Arbovirus Grup B), salah satu genus familia Togaviradae. Dikenal ada empat stereotipe
virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus dengue ini memiliki masa
inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh
manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.
2. Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor
yang mempengaruhi manusia adalah:
a. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi
virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru
berumur beberapa hari setelah lahir. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal
tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut
menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan kurang lebih 95%
kasus DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.
b. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Filipina dilaporkan bahwa
rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan
kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun
ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan
angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak
laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.
c. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya
dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan
antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi
infeksi virus dengue yang berat.
d. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden
kasus DBD tersebut.
3. Lingkungan (environment)
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit DBD adalah:
5
a. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan
40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan
tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya.
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu
virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari
(vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot,
nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih
merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik
maupun epidemi yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu
negara ke negara lain.
b. Musim
Pada negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas,
meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara
seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina, epidemi DBD terjadi beberapa
minggu setelah musim hujan.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat
kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan
yang baik untuk masa inkubasi.
2.2.5 Perjalanan Penyakit (Patogenesis)
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sebagai
vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Apabila orang itu mendapat infeksi
berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD
dapat terjadi, bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi
berulang dari virus dengue dengan serotipe lainnya. Virus akan bereplikasi di nodus
limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan
kulit secara bronkogen maupun hematogen6.
Sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat menjelaskan secara tuntas patogenesis
demam berdarah Dengue6. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue.
6
Suhendro dkk (2006) menyebutkan bahwa respon imun yang diketahui berperan
dalam patogenesis DBD adalah9:
1. Respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
netralisasi virus. Antibodi tersebut berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue.
3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody. Namun proses ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
4. Aktivasi komplemen oleh kopleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a. Akibat aktivasi C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus Dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari antigen-
antibodi pada membran trombosit sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh system retikuloendotelial sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan koagulopati konsumtif, ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation factor) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan10.
Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit. Sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak tetapi tidak berfungsi dengan baik. Di sisi
lain aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman,sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok.Jadi, perdarahan massif pada DBD dikibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan, kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel
kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi10.
2.2.6 Vektor
Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus
terutama bagi negara-negara di Asia, yaitu Filipina dan Jepang, sedangkan nyamuk jenis
Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris merupakan vektor di
7
negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk
Aedes aegypti dan albopictus3.
2.2.6.1 Morfologi dan Daur Hidup
Nyamuk Ae. aegypti dewasa berukuran kecil, berwarna hitam dengan bintik putih di
seluruh badan, kaki, dan sayap. Telurnya seperti sarang tawon, diletakkan sedikit dibawah
permukaan air jernih dengan jarak + 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur
mempunyai dinding bergaris-garis dan gambaran kain kasa. Telur dapat bertahan berbulan-
bulan pada suhu -2—420C, sedangkan larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir
berduri lateral. Jentik Ae. aegypti berukuran 0,5—1 cm, selalu bergerak aktif dalam air, pada
waktu istirahat memiliki posisi hampir tegak lurus permukaan air10.
Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu: telur-jentik-kepompong-
nyamuk. Nyamuk betina menghisap darah untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi
sperma. Telur yang dibuahi dapat menetas selama 3 hari. Setiap kali menghisap darah
nyamuk ini mampu menelurkan 100 butir, 24 jam kemudian nyamuk ini akan menghisap
darah lagi dan kembali bertelur. Pada umumnya telur menetas dalam waktu + 2 hari, menjadi
jentik, 6—8 hari, berikutnya akan masuk ke stadium pupa, disusul 2—4 hari menjadi
nyamuk. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dengan periode 9—10 hari. Umur nyamuk
betina di alam bebas kira-kira 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai 2 bulan10.
2.2.6.2 Sifat-sifat Nyamuk Ae. aegypti
Ae. aegypti bersifat antropofilik dan hanya nyamuk betina yang menghisap darah.
Memiliki kebiasaan menggigit berulang (multiplebiters) sehingga memudahkan tranmisi
virus4. Biasanya nyamuk betina menggigit pada pagi sampai petang dengan puncak serangan
antara jam 9-10 pagi dan 4-5 sore9.
Nyamuk ini mempunyai kebiasaan istirahat serta menggigit di dalam rumah, hinggap
di tempat yang bergelantungan dan menyukai warna gelap. Kemampuan terbang nyamuk ini
40 meter untuk betina, dengan daya maksimal 100 meter. Secara pasif oleh angin dapat
terbawa lebih jauh9.
Tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti adalah:
1. Penampungan air sehari-hari (bak mandi, drum, tempayan, WC, ember).
2. Penampungan air bukan untuk sehari-hari (vas bunga, tempat minum burung, dsb).
3. Penampungan air alami (lubang pohon, kubangan, batok kelapa, dsb).
2.2.7 Gejala
Infeksi oleh virus dengue menyebabkan gejala yang bervariasi mulai sindroma virus
non spesifik sampai perdarahan yang fatal10.
8
Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak kecil,
demam tidak spesifik dengan bintik merah pada kulit. Sedangkan pada anak yang lebih besar
dan dewasa, umumnya terjadi demam tinggi selama 2-7 hari, tubuh tampak lemah, suhu
tubuh antara 38-40°C atau lebih, sakit kepala, nyeri belakang mata, nyeri otot & sendi, ruam,
serta dapat timbul perdarahan kulit(petekie) dan biasanya timbul terlebih dahulu pada bagian
bawah badan dan pada beberapa pasien, petekie dapat menyebar hingga menyelimuti hampir
seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut,
rasa mual, muntah-muntah atau diare Biasanya ditemukan sel darah putih & trombositnya
menurun8.
Demam karena infeksi dengue memiliki bentuk yang khas. Pada infeksi ini demam
tinggi selama 2-7 hari namun pada hari ke 3 turun, kemudian mulai menjadi normal untuk
jangka waktu tertentu setelah itu naik lagi sampai 7 hari. Demam dapat mencapai 40-41 0C
dan dapat terjadi kejang demam pada bayi9.
Sesudah masa inkubasi selama 3-15 hari orang yang tertular dapat menderita penyakit
ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini9:
1. Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
2. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4-7 hari, nyeri-nyeri pada
tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah
kulit.
3. Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan
dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut,
dubur, dan sebagainya.
4. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok /
presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.
9
Dampak klinis adalah9:
1. Hepatomegali (pembesaran hati).
2. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai
80 mmHg atau lebih rendah.
3. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 /
mm3.
4. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
10
Gejala : Kelanjutan dari DBD derajat III disertai syok berat dengan tekanan
darah dan nadi tidak terukur.
Laboratorium : Trombositopeni (<100.000/dl), ditemukan bukti ada kebocoran
plasma.
DBD derajat III dan IV juga disebut sebagai Dengue Syok Sindrom.
11
a. Perifocal spraying dan abate sekitar penderita (100 m).
b. Total spraying / abate/ PSN daerah yang paling endemis.
2.2.8.3.3 Waktu Operasi
a. Perifocal spraying : secepatnya setelah ada laporan.
b. Total spraying : pada penularan terendah.
2.2.8.3.4 Cycle
a. Perifocal : spray 2x interval 10-14 hari ; abate 1x.
b. Total : spray 2x interval 10-14 hari.
c. Abate 2x interval 2-3 bulan.
2.2.8.4 Daerah wabah DHF
2.2.8.4.1 Jenis Tindakan
a. Spray.
b. Abate.
c. PSN.
2.2.8.4.2 Lokasi Operasi
a. Semua yang terkena wabah.
b. Daerah yang akan kena penularan dengan PSN.
2.2.8.4.3 Waktu Operasi
Secepatnya setelah ada laporan dan telah dilakukan penyelidikan epidemiologi.
2.2.8.4.4 Cycle
a. Fogging 2x interval 10-14 hari.
b. Abate 2x interval 2 bulan dengan PSN terus menerus.
c. PSN.
12
b. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
c. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain misalnya dengan
tanah
d. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung
ar hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain
e. Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G,
Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempat-tempat yang sulit dikuras
atau di daerah yang sulit air
f. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk
g. Pasang kawat kasa di rumah
h. Pencahayaan dan ventilasi memadai
i. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah
j. Tidur menggunakan kelambu, dan
k. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan
nyamuk.
2. Abatisasi
a. Adalah menaburkan bubuk abate kedalam tempat penampungan air.
b. Cara melakukan : untuk 100 liter air dengan 10 gram bubuk abate.
c. 1 sendok makan peres = 10 gram abate.
3. Upaya-Upaya yang Dilakukan
a. Kewaspadaan dini terhadap KLB di Desa / Kelurahan endemis, sporadis dan
potensial.
b. Pelacakan kasus
c. Fogging focus
d. Abatisasi Selektif (AS)
e. Pemberantasan Jentik Berkala (PJB).
13
Jika kriteria untuk dilakukannya fogging tersebut tidak terpenuhi, maka akan
dilakukan abetesasi (pemberian bubuk abate).
2.2.9 Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu)7.
Penatalaksanaan pada DBD tanpa penyulit adalah7:
1. Tirah baring.
2. Makanan lunak.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5—2 liter dalam 24
jam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simptomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak, dan inguinal.
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari
pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DBD perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu7:
a. Keadaan umum memburuk.
b. Hati makin membesar.
c. Masa perdarahan memanjang karena thrombocytopenia.
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Dalam hal ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan
darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama
pengamatan, selanjutnya tiap 24 jam7.
Terapi untuk DSS (Dengue Shock Syndrome) bertujuan utama untuk mengembalikan
volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan
pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, Laktat Ringer atau
bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan
dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis7.
Kecepatan permulaan tetesan ialah 20 ml/kgBB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetasan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam7.
14
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan digrojog, dan bila tidak
tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau
preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kgBB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan
asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga
keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit
maupun plasma dipertahankan 12-48 jam, setelah renjatan teratasi7.
Transfusi darah dilakukan pada7:
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala menunjukkan penurunan kadar Hb & Ht.
Pemberian kortikosteroid dilakukan telah terbukti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan yang
lama (prolonged shock), DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation) diperkirakan
merupakan penyebab utama pedarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adalnya
DIC, heparin perlu diberikan7.
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesa
Keluhan utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh demam sejak 2 hari sebelum masuk PKM. Demam terus menerus dari pagi
hingga malam. Demam membuat pasien tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari seperti
biasanya. Demam turun setelah pasien minum obat penurun panas namun naik kembali.
Pasien juga mengeluh sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), tidak enak makan (+), selain itu
nyeri di persendian (+), pasien juga merasakan mual tapi tidak sampai muntah. Disamping itu
pasien juga merasakan timbul bintik-bintik merah disekitar lengan kanan namun tidak terlalu
banyak yang timbul 1 hari setelah demam. Pasien tidak mengeluh batuk dan pilek (-),
menggigil (-), berkeringat (-), mencret (-), pahit lidah (+), nyeri belakang bola mata (-). BAB
masih dalam batas norma. BAK pasien cukup dengan frekwensi 3-4x dalam sehari.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat demam (-),
penurunan berat badan (-), batuk lama (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien.
16
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : E4V5M6
Tanda vital :
Tekanan darah: 100/70 mmHg
Nadi : 88x/ menit
Respirasi : 20x/ menit
Suhu aksila : 38,10 C
Pemeriksaan penunjang:
- Uji tourniquet (+)
3.4 Diagnosa
17
Susp. Demam Berdarah Dengue
3.7 Penatalaksanaan
Tirah Baring
Banyak minum air putih
Diet tinggi karbohidrat, lemak dan protein
Observasi Keadaan Umum/Vital Sign
Medikamentosa :
IVFD RL 20 tpm
Parasetamol 500 mg
Vitamin B comp 1x1 tab
Konseling :
Edukasi pada pasien bahwa penyakit dapat sembuh pada kondisi tubuh yang optimal,
pemantauan perkembangan penyakit akan dilakukan melalui pemeriksaan labolatorium darah
lengkap. Edukasi untuk pasien untuk tetap banyak minum dan makan, cukup istirahat.
3.8. Intervensi
1. Promotif
Health Education
Pasien, keluarga, dan tetangga pasien diberi edukasi mengenai penyakit demam
berdarah dengue, bahayanya, cara pencegahan penyakit, cara penularan, komplikasi, serta
perawatan pasien saat sakit.
Gizi
18
Meningkatkan pemberian makanan yang bergizi dan bervariasi sesuai dengan
kemampuan ekonomi pasien. Sebagai contoh nasi, tahu, tempe, ayam, telur, sayur hijau,
buah, dan susu.
2. Preventif
Hygiene dan Sanitasi
- Menyarankan keluarga pasien untuk melakukan tindakan 4M plus di lingkungan rumah.
- Menyarankan keluarga pasien untuk menjaga agar tidak banyak baju yang digantung
yang dapat menjadi tempat bertengger nyamuk.
- Menyarankan keluarga pasien untuk tidak menyimpan barang-barang bekas di
lingkungan sekitar rumah
Environmental Protection
- Pemeriksa melaporkan kejadian demam berdarah di lingkungan rumah pasien ke
puskesmas.
- Menyarankan lingkungan tempat tinggal pasien untuk melakukan tindakan 4M plus
- Tindakan Puskesmas : melaporkan kejadian ini ke Dinkes untuk dilakukan fogging
massal.
BAB IV
PEMBAHASAN
20
Untuk MCK, keluarga pasien menggunakan kamar mandi sendiri. Kebiasaan pasien
yang lain berpotensi sebagai sumber sarang nyamuk yaitu bekas kandang ayam yang berada
di belakang rumah pasien, yang terlihat jarang di bersihkan. Selain itu lingkungan tetangga
pasien yang padat serta terdapat kali dengan jarak sekitar 50 m dari rumah pasien yang dapat
berpotensi menjadi sarang nyamuk.
21
Genogram Keluarga Pasien
68 th
41 th 47 th
20 th 11 th
Keterangan
Pria
Wanita
Pasien
Meninggal
22
Denah Rumah 15 m
Halaman
Teras
KM
Kamar
25 m
Kamar
R. Keluarga
KM Dapur
Gudang
Teras
Ber
uga Halaman
k Kandang
Ayam
Keterangan
Ventilasi
KM Kamar Mandi
Foto Rumah
23
Kamar Mandi Halaman belakang rumah
Kamar pasien
24
Gudang dan garasi Kandang Ayam
25
Konsep H.L Bloom
BIOLOGIS:
Usia dan jenis kelamin
tidak
mempengaruhi
faktor biologis
LINGKUNGAN :
Lingkungan rumah
Terdapat taman yang
PERILAKU : dapat menjadi
Pengetahuan tempat genangan
perilaku dan pola air
hidup masyarakat Kondisi rumah
di sekitar rumah tetangga yang
pasien mengenai DBD tidak terbebas dari
lingkungan bersih jentik nyamuk
Terdapatnya kandang
ayam yang jika
jarang di
bersihkan bisa
menjadi tempat
berkembang biak
nyamuk
Lingkungan sekitar
YANKES : rumah padat
Kurangnya penyuluhan
mengenai
pemberantasan dan
penanganan DD/DBD
di kalangan
masyarakat usia muda
Belum lengkapnya sarana
dan prasarana untuk
diagnosa DBD
(contoh : HCT, IgG-IgM
anti dengue)
26
4.3 Diagnostik Holistik
Aspek Personal :
Pasien datang dengan keluhan utama demam. Kekhawatiran pasien adalah keluhan
demam merupakan tanda dari DBD yang dapat menyebabkan akibat yang berbahaya jika
tidak ditangani segera. Harapan pasien adalah dapat sembuh dan kembali beraktivitas.
Aspek Klinik :
Susp. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue
Aspek Psikososial Keluarga :
- Kurangnya pengetahuan mengenai PSN.
Penatalaksanaan pasien ini selain dengan medikamentosa, ditekankan pula pada konseling
perilaku. Beberapa hal yang di edukasi kepada pasien :
- Mengenai pemberantasan sarang nyamuk dengan 4M Plus
- Pentingnya abatesasi
- Pentingnya penunjukan kader jumantik di lingkungan sekitar rumah
27
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1.1 Simpulan
1. Penyakit Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue masih menjadi masalah yang
perlu diatasi.
2. Pada kasus ini, aspek aspek lingkungan dan prilaku bisa menjadi faktor resiko
terjadinya DBD pada pasien.
1.2 Saran
1. Pada Pelayanan Kesehatan
Perlu lebih mengoptimalkan lagi upaya promotif dan preventif untuk dalam hal kesehatan
lingkungan.
2. Pada Masyarakat
Mengutamakan dan meningkatkan kesadaran terhadap perilaku hidup sehat, dengan
memperhatikan kebersihan lingkungan, menerapkan 4M plus,
28
DAFTAR PUSTAKA
29