You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Kelelahan

Konsep mengenai kelelahan sering ditemui pada pengalaman pribadi, kata

“kelelahan” digunakan untuk menunjukan kondisi yang berbeda yaitu semua

yang menyebabkan penurunan kapasitas kerja dan ketahanan. Kondisi kelelahan

seharusnya dimanfaatkan seseorang untuk menghentikan sejenak pekerjaannya

dan beristirahat. Namun kenyataannya jika seseorang mengabaikan perasaan ini

dan memaksakan diri untuk terus bekerja maka perasaan lelah meningkat dan

berdampak buruk bagi kesehatan (Encyclopedia of Occupational Health and

Safety, 1983).

Istilah kelelahan selalu mengarah kepada kondisi melemahnya tenaga

untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara

umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik

atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono, 2003).

Menurut Tarwaka (2004) Kelelahan merupakan suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi

pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral otak. Pada susunan

saraf terdapat sitem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat

parasimpatis).

Suma’mur (2009) dalam bukunya Hiegine Perusahaan dan Kesehatan

Kerja kelelahan menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi

semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan

Universitas Sumatera Utara


tubuh untuk bekerja. Demikian juga dengan hasil penelitian N.A Flick et.al (1985)

mengatakan bahwa kelelahan biasanya muncul akibat kelebihan beban tekanan

dari suatu pekerjaan.

2.2 Jenis-Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan

tubuh, Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Berdasarkan proses dalam otot.

Menurut A.M Sugeng Budiono (2003) Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu

kelelahan otot dan kelelahan umum.

a. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui

fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang

ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga semakin

rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan

sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan

tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam

melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya.

b. Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.

Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala

kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun

psikis, segala terasa berat dan merasa mengantuk.

Universitas Sumatera Utara


2. Berdasarkan waktu terjadinya.

Menurut Grandjean (2000) terdapat 2 jenis kelelahan berdasarkan waktu

terjadinya yaitu kelelahan aku, dan kelelahan kronis.

a. Kelelahan Akut.

Kelelahan akut terjadi terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau

seluruh tubuh secara berlebihan.

b. Kelelahan Kronis.

Biasanya terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan

dan bahkan kadang-kadang telah terjadi pada sebelum memeulai suatu pekerjaan.

2.3 Mekanisme Terjadi Kelelahan

Kelelahan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat

kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik

yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem

penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan

manusia beraksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.

Menurut Nurmianto (2003) proses terjadinya kelelahan karena adanya

pembebanan otot secara statis sehingga aliran darah ke otot berkurang yang

mengakibatkan asam laktat terakumulasi. Di samping itu juga dikarenakan

pembebanan otot yang tidak merata pada sejumlah jaringan tertentu.

Jika dalam jangka waktu yang panjang seseorang terus menerus harus

melakukan gerak yang sama maka sirkulasi darah menjadi terganggu, dan orang

tersebut menjadi cepat lelah. Hal ini juga dikemukan oleh Suma’mur (2009)

bahwa pekerja yang telah mulai mengalami perasaan lelah dan tetap ia paksakan

Universitas Sumatera Utara


untuk terus bekerja, maka kelelahan akan semakin bertambah dan kondisi lelah

demikian sangat menggangu kelancaran pekerjaan dan juga berefek buruk kepada

pekerja yang bersangkutan.

2.4 Penyebab Kelelahan

Penyebab kelelahan umumnya disebabkan oleh beban kerja baik berupa

beban kerja internal maupun eksternal. Beban kerja internal biasanya berasal dari

dalam tubuh itu sendiri berupa faktor somatis (umur, jenis kelamin, ukuran tubuh,

kondisi kesehatan, status gizi) dan faktor psikis (motivasi, kepuasan kerja,

keinginan, dll). Sedangkan beban kerja eksternal berupa (waktu kerja, istirahat,

kerja gilir, kerja malam). Dan lingkungan kerja (fisika, kimia, biologi, ergonomi,

dan psikologis).

Dalam buku yang berjudul Fitting the Task to the Human di analogikan

bahwa kondisi kelelahan di industri seperti air di dalam tangki. Dan faktor-faktor

penyebab seperti intensitas dan durasi kerja fisik dan mental, lingkungan, ritme

circadian, masalah fisik, penyakit dan nutrisi sebagai tambahan air yang mengisi

tangki. Sementara itu pemulihan adalah sebagai aliran air yang keluar dari tangki

yang dapat mengurasi rasa kelelahan.

Kroemer (2000) juga menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya

kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/mempertahankan

kesehatan dan efesiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan

(cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam,

tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan

penyegaran.

Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor penyebab kelelahan digambarkan seperti pada gambar 2.1

Intensitas dan kerja fisik Problem fisik

Lingkungan Kenyerian dan kondisi


tubuh

Circadian rhythm Nutrisi

Tingkat
Penyembuhan
kelelahan

Gambar 2.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran

(Kroemer & Grandjean 2000)

Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja

dinamis. pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan

maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan

tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga

otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika

pembebanan berlangsung sepanjang hari.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan pada pengemudi

Beberapa teori tentang kelelahan menjelaskan bahwa kelelahan terjadi

disebabkan oleh faktor individu, yaitu :

1. Umur

Subjek yang berusia lebih muda mempunyai kekuatan fisik dan cadangan

tenaga lebih besar daripada yang berusia tua. Akan tetapi pada subjek yang lebih

tua akan lebih mudah melalui hambatan. Menurut Smith et al (2005) bahwa

pengemudi yang berusia muda sering kali tetap memaksakan berkendara dalam

kondisi beresiko terjadi kecelakaan. Hal ini diprediksi pada masa ketika

pengemudi sudah merasa mengantuk dan pada saat sudah merasa lelah dengan

melihat ritme circadian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kota Parepare menyatakan

bahwa meningkatnya usia seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan

bertambah, khusunya gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja, pengemudi

yang usianya dalam kategori tua berpengaruh dengan psikomotornya dan beresiko

kelelahan pada saat bekerja (Muhammad, 2014).

2. Durasi Mengemudi

Peraturan mengenai waktu kerja pada mengemudi yang diterapkan di

negara-negara Eropa, bahwa pengemudi diperbolehkan bekerja hingga 60 jam

dalam satu minggu, akan tetapi selama periode 4 bulan diharuskan ada satu

minggu kerja dengan jumlah kerja 48 jam dalam satu minggu. Dalam satu hari

kerja, durasi maksimal mengemudi tidak boleh melebihi dari 9 jam dan jumlah

jam kerja. Selama dua minggu berturut-turut jumlah maksimum jam kerja

Universitas Sumatera Utara


pengemudi yakni 90 jam. Jumlah waktu istirahat setidaknya 11 jam dalam satu

hari. Jumlah tersebut dapat berkurang hingga 9 jam dalam satu hari dan dilakukan

3 kali dalam satu minggu dengan kompensasi, namun tidak boleh dilakukan dalam

satu minggu penuh (Beaulieu, 2005).

Selain itu Beaulieu, menyebutkan peraturan yang diterapkan di New

Zealand, pengemudi dianjurkan untuk tidak mengemudi lebih dari 5 ½ jam non-

stop dan harus melakukan istirahat selama 1 ½ jam setelah mengemudi.

Pengemudi tidak diperbolehkan mengemudi selama 11 jam dalam satu hari kerja.

Konvensi ILO No.153 tahun 1979 mengenai waktu kerja dan periode waktu

istirahat pada sektor transportasi, memiliki beberapa ketentuan dalam mengatur

waktu kerja didalam sektor transportasi, diantaranya:

a. Setiap pengemudi harus melakukan istirahat, setelah mengemudi selama 4

jam atau setelah 5 jam mengemudi secara berturut-turut.

b. Jumlah durasi maksimal mengemudi dalam satu hari kerja tidak boleh

melebihi dari 9 jam.

c. Total maksimum waktu mengemudi dalam satu minggu tidak boleh lebih

dari 48 jam.

d. Waktu untuk melakukan istirahat secara keseluruhan dalam satu hari harus

tidak boleh kurang dari 8 jam berturut-turut.

3. Kondisi Fisik (Kesehatan)

Faktor tenaga kerja seperti kondisi kesehatan mempengaruhi tingkat

kelelahan yang terjadi pada pekerja. Tingkat kelelahan terbagi menjadi 2, yaitu

Universitas Sumatera Utara


tingkat kesehatan fisik dan tingkat kesehatan psikologis atau mental. Kesehatan

mental ataupun psikologis juga mempengaruhi kelelahan kerja.

Kurangnya waktu istirahat bukanlah satu-satunya faktor dalam gangguan

tidur. Penggunaan alkohol mempunyai efek mengantuk, tetapi alkohol yang

dikonsumsi dalam waktu satu jam pada periode waktu tidur muncul untuk

menggangu pada paruh kedua periode tidur.

Faktor yang paling banyak menyebabkan kelelahan adalah kurang tidur,

kualitas tidur yang buruk termasuk jam internal tubuh. Disamping faktor-faktor

umum ini, perpanjangan waktu mengemudi (time-on-task), terutama jika

pengemudi tidak mengambil waktu istirahat yang cukup. Pada kelompok

pengemudi tertentu, seperti pengemudi professional, faktor ini sering memainkan

peranan yang penting sehubungan dengan jadwal kerja yang panjang atau tidak

beraturan (Russeng, 2009).

4. Waktu Istirahat

Lamanya seseorang bekerja sehari-hari secara baik, pada umumnya 6-8

jam dan sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan

masyarakat, istirahat, tidur dan lainnya. Jam kerja seseorang yang baik dalam

seminggu adalah 40 jam, memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan

tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi bahkan bisa terlihat adanya

penurunan produktivitas serta kecendrungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit,

dan kecelakaan.

Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan

(8 jam perhari atau 40 jam perminggu), maka perlu adanya pengaturan mengenai

Universitas Sumatera Utara


waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan jasmani tetap dapat

dipertahankan dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut

dimaksudkan untuk:

a. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan

kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja

b. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran

c. Memberi kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial

Secara fisiologis istirahat sangat diperlukan untuk mempertahankan

kapasitas kerja. Terdapat 4 jenis istirahat, yaitu:

1. Istirahat secara spontan, istirahat pendek setelah melakukan beban kerja

2. Istirahat curian, terjadi jika beban kerja tidak dapat diimbangi oleh

kemampuan kerja

3. Istirahat karena adanya kaitan dengan proses kerja, terjadi tergantung dari

bekerjanya mesin, peralatan, dan sumber-sumber kerja

4. Istirahat yang ditentukan adalah istirahat yang telah ditentukan berdasrkan

undang-undang, seperti istirahat paling sedikit 30 menit setelah 4 jam

bekerja berturut-turut.

Menurut Suma’mur (2009) produktivitas mulai menurun setelah empat

jam kerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh

menurunnya kadar gula dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan

minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja

memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang diperlukan

tubuh untuk bekerja.

Universitas Sumatera Utara


5. Status Gizi/IMT

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi

seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh,

perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk

bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya perkerjaan (Suma’mur,

2009).

Pengukuran status gizi secara langsung dengan metode antropometri

antara lain dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks ini dipakai untuk menilai

berat badan ideal atau normal. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang

dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting karena selain

mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi

produktivitas kerja.

Status gizi bisa dihitung salah satunya dengan menghitung Indeks Massa Tubuh

(IMT) dengan rumus:

IMT

Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18

tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan

olahragawan. Disamping itu pula, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus

(penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.

Di Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman

klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Dan pada akhirnya

diambil kesimpulan mengenai ambang batas untuk IMT di Indonesia seperti pada

Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT
Kekurangan berat badan <18,50
Normal 18,50 – 22,99
Berat badan berlebih ≥ 23,00
Praobes/beresiko 23,00 – 24,99
Obesitas 1 25,00 – 29,99
Obesitas 2 ≥ 30,00
(Sumber : Gibson, RS 2005)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang menurut

indeks massa tubuh, diantaranya faktor biologis (umur, jenis kelamin, genetik dan

hormon), faktor psikologis (emosi), faktor sosial budaya (ekonomi, pendidikan,

status perkawinan dan pengetahuan gizi), pola konsumsi makanan, faktor perilaku

(kebiasaan merokok dan aktivitas fisik) dan keadaan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian Russeng (2009) mengatakan bahwa

penggunaan indeks massa tubuh pada pengemudi yang memiliki kategori

praobes/beresiko akan mempengaruhi oksigenasi ke jaringan tubuh, termasuk

jaringan otak. Hal ini disebabkan karena banyaknya lemak yang berada

diperitonium akan mempengaruhi gerakan diafragma yang selanjutnya akan

mempengaruhi sistem pernafasan, khususnya kemampuan atau kapasitas paru

untuk memasukan udara kedalam paru secara maksimal yang selanjutnya akan

mempengaruhi kemampuan penggunaan oksigen oleh tubuh.

2.6 Gejala Kelelahan Pada Pengemudi

Suma’mur (2009) memaparkan bahwa tanda-tanda kelelahan yang utama

adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan-perubahan

Universitas Sumatera Utara


pada organ-organ di luar kesadaran serta proses pemulihan. Seseorang dikatakan

mengalami kelelahan ditandai dengan beberapa hal dibawah ini, yaitu:

1. Perhatian yang menurun

2. Persepsi melambat dan menghambat

3. Kemampuan berprestasi menurun

4. Kegiatan mental dan fisik menjadi kurang efisien

Demikian pula pada pengemudi, Menurut Beaulieu (2005) yang termasuk

gejala-gejala kelelahan yang dialami oleh pengemudi antara lain:

1. Kehilangan kewaspadaan

2. Kesulitan menjaga mata untuk tetap fokus

3. Sering menguap

4. Kehilangan konsentrasi

5. Penurunan kesadaran sekitar seperti pandangan terhadap kendaraan yang

ada didepannya

6. Penurunan ingatan

7. Kegagalan dalam melihat kaca spion untuk melihat kondisi belakang

kendaraan

8. Tanpa disadari kecepatan kendaraan berubah-ubah

9. Perubahan yang tidak menentu

10. Mengemudi terlalu cepat dan terlalu lambat

11. Mengemudi keluar jalur.

Universitas Sumatera Utara


2.7 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara

langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

hanya berupa indikator yang menunjukan terjadinya kelelahan akibat kerja.

Tarwaka (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa

kelompok sebagai berikut:

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan.

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja

(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit

waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti ;

target produksi, faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan

kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan

dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, terapi faktor tersebut bukanlah

merupakan causal factor.

2. Uji psiko-motor (psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada

suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat

digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusio test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan

akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan

Universitas Sumatera Utara


untuk jarak antara dua kelipan, disamping itu untuk mengukur kelelahan juga

menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)

Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat kelelahan subjektif dan dimana berisi sejumlah pertanyaan yang

berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan. .

Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan:

1. Perasaan berat di kepala

2. Lelah seluruh badan

3. Berat di kaki

4. Menguap

5. Pikiran kacau

6. Mengantuk

7. Ada beban pada mata

8. Gerakan canggung dan kaku

9. Berdiri tidak stabil

10. Ingin berbaring

10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi:

1. Susah berpikir

2. Lelah untuk berbicara

3. Gugup

Universitas Sumatera Utara


4. Tidak berkonsentrasi

5. Sulit memusatkan perhatian

6. Mudah lupa

7. Kepercayaan diri berkurang

8. Merasa cemas

9. Sulit mengontrol sikap

10. Tidak tekun dalam pekerjaan

10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik:

1. Sakit di kepala

2. Kaku dibahu

3. Nyeri di punggung

4. Sesak nafas

5. Haus

6. Suara serak

7. Merasa pening

8. Spasme di kelopak mata

9. Tremor pada anggota badan

10. Merasa kurang sehat.

Metode pengukuran kelelahan menggunakan skala yang dikeluarkan oleh

Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) atau dapat disebut Subjective

Symptoms Test (SST) yang dibuat sejak tahun 1967. Disosialisasikan dan dimuat

dalam prosiding Symposium on Methodeology of Fatigue Assesment. Simposioum

Universitas Sumatera Utara


ini diadakan di Kyoto Jepang pada tahun 1969. dimana berisi sejumlah pertanyaan

yang berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan.

Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori besar

yaitu sangat sering (SS) dengan diberi nilai 4, sering (S) dengan diberi nilai 3,

kadang-kadang (K) dengan diberi nilai 2, dan tidak pernah (TP) dengan diberi

nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban dari setiap pertanyaan di

jumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu.

Kategori yang diberikan antara lain:

Nilai 30 = Tidak lelah

Nilai 31-60 = Kelelahan ringan

Nilai 61-90 = Kelelahan menengah

Nilai 91-120 = Kelelahan berat

Pada pengukuran kelelahan secara subjektif ini dapat dilakukan dengan

mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala-gejala atau perasaan yang

secara subyektif dirasakan oleh responden terkait (Diah, 2009).

5. Uji mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat

digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.

Bourdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk

menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil tes akan menunjukan bahwa

semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan

semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma test lebih

Universitas Sumatera Utara


tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat

mental.

2.8 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori-teori kelelahan diatas maka penulis menyusun variabel

untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan

pada pengemudi bus sebagai variabel independen dan tingkat kelelahan

pengemudi bus sebagai variabel dependen dengan skala Industrian Fatigue

Research Committee. Faktor-faktor yang yang berhubungan dengan kelelahan

pengemudi bus diantaranya adalah faktor umur, durasi mengemudi, kondisi tubuh,

waktu istirahat, dan status gizi atau IMT.

Faktor-faktor yang
berhubungan pada
pengemudi

1. Umur
Kelelahan
2. Durasi Mengemudi
dengan skala
3. Kondisi Fisik
IFRC
4. Waktu Istirahat
5. Status Gizi/IMT

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

You might also like