You are on page 1of 30

Case Report Session

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Preseptor:

dr. C. Juliartrini Sugandhi


dr. Renny Yusmarita

Oleh :
Vando Fernando Sardi 1740312100
Fhathia Avisha 1740312073

FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION III


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS PADANG PASIR
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Selama masa kehamilan sekitar lebih dari 80% wanita hamil mengalami

mual dan muntah. The International Statistical Classification of Disease and

Related Health Problems, Revisi Kesepuluh, menjelaskan hiperemesis gravidarum

(HG) sebagai muntah yang terus-menerus sebelum usia kehamilan 22 minggu

yang terbagi dalam gejala ringan dan berat, gejala berat berhubungan dengan

kelainan metabolik seperti berkurangnya nutrisi, dehidrasi maupun gangguan

keseimbangan eletrolit. Hiperemesis gravidarum adalah penyebab utama ibu

hamil dirawat dirumah sakit pada trimester awal kehamilan.1

Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan

minggu ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan

berakhir pada minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala

berlanjut melewati minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi

hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditata laksana dengan rawat

inap.2

Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu pertama kehamilan, dan

hal tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis

gravidarum. Mual dan muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan

menolak semua makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat

menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis, kehilangan berat badan lebih

dari 5% bahkan sampai kematian.3

2
Hiperemesis gravidarum merupakan kasus yang memerlukan perawatan di

rumah sakit. Hiperemesis gravidarum ini penyebabnya masih belum diketahui,

namun beberapa penelitian menyebutkan beberapa teori tentang hal yang dapat

menyebabkan hiperemesis gravidarum seperti kadar hormon korionik

gonadotropin, hormon estrogen, infeksi H.pylori dan juga faktor psikologis.4

Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum. Hal

tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan

bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering

mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi juga merupakan faktor risiko

hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik

gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon

korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan

hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai

puncaknya pada trimester pertama, oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering

terjadi pada trimester pertama.5

Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan

kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan

mengalami stres yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan

dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum

mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan korionik gonadotropin, hal

tersebut menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami

hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit

hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi

3
yang juga mempengaruhi pola makan, aktifitas dan stres pada ibu, pada ibu

hamil.5

Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang

tepat dapat mencegah komplikasi hiperemesis gravidarum yang membahayakan

ibu dan janin. Ketepatan diagnosis sangat penting, karena terdapat sejumlah

kondisi lain yang dapat menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan. Tata

laksana komprehensif dimulai dari istirahat, modifikasi diet dan menjaga asupan

cairan. Jika terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penatalaksanaan utama

adalah pemberian cairan rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Terapi farmakologi

dapat diberikan jika dibutuhkan, seperti piridoksin, doxylamine, prometazin, dan

metoklopramin dengan memperhatikan kontraindikasi dan efek sampingnya.

Beberapa terapi alternatif sudah mulai diteliti untuk penatalaksanaan hiperemesis

gravidarum, seperti ekstrak jahe dan akupuntur, dengan hasil yang bervariasi.

1.2 Batasan Masalah


Case report session (CRS) ini akan membantu membahas mengenai definisi,
etiologi, klasifikasi, pathogenesis, diagnosis, dan tatalaksana dari hiperemesis
gravidarum.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan Case report session ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang hiperemesis gravidarum.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan Case report session ini menggunakan berbagai literatur sebagai
sumber kepustakaan.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan

hal tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis

gravidarum. Mual dan muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan

yang jarang terjadi, yaitu menolak semua makanan dan minuman yang masuk, hal

tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis bahkan sampai

kematian.3

Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil

memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya

sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria.6

Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah

muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat badan,

dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat

muntah dan hipokalemia.7

Tabel 2.1 Definisi-definisi mual dan muntah dalam kehamilan 2


Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum
Mual dan muntah dikeluhkan terus
Mual dan muntah mengganggu
melewati 20 minggu pertama
aktivitas sehari-hari
kehamilan
Mual dan muntah tidak menimbulkan
Tidak mengganggu aktivitas sehari-hari komplikasi (ketonuria, dehidrasi,
hipokalemia, penurunan berat badan
Tidak menimbulkan komplikasi
patologis

5
2.2 Etiologi

Penyebab pasti mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum

diketahui, tetapi terdapat beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-

faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah

perubahan kadar hormon selama kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan

kadar human Chorionic gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium untuk

memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual dan muntah. Perempuan

dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang diketahui memiliki kadar

hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan

muntah yang lebih berat. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah

dengan cara menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos

lambung. Penurunan kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH) pada awal

kehamilan juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum meskipun

mekanismenya belum jelas. Hiperemesis gravidarum merefleksikan perubahan

hormonal yang lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa. 2

2.3 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah

usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda,

kehamilan mola, kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu

merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan

kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia

kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis

gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko

6
hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik

gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon

korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan

hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai

puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu ke 14-16. Oleh karena

itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama.4 Peningkatan

kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan (dismotilitas) sistem

pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga sebagai pencetus

infeksi H.pilory selama kehamilan.8

Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan

kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan

mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan

dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu

beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan

ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.

Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum.

Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi

pola makan, aktifitas dan stres pada ibu hamil.4

2.4 Patofisiologi

Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari

meningkatnya kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena

keluhan ini mucul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari

pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh fisiologis

7
hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih belum jelas,

mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem pengosongan

lambung.

Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum

terjadi mual, muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk,

sehingga apabila terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak

seimbangnya kadar elektrolit dalam darah. Selain itu hiperemesis gravidarum

mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan

energi karena energi yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi

lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-

asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan

asidosis.

Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke

jaringan berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen

berkurang dan juga mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik

didalam darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan

kekurangan kalium akibat dari muntah dan ekskresi lewat ginjal, yang menambah

frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat lingkaran setan yang sulit

untuk dipatahkan. 5,9,10

2.5 Klasifikasi

Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi

hiperemesis gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I

ditandai oleh muntah yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan

8
dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama

isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan

dapat keluar darah jika keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat

sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan

jumlah urin.11

Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang

dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat.

Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik

kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus,

dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.11

Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini

merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai

dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien

menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,

nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.3,11

2.6 Diagnosis

Pada diagnosis harus ditentukan adanya kehamilan dan muntah yang terus

menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum (sering muntah lebih dari 10

kali per 24 jam). Pemeriksaan fisik pada pasien hiperemesis gravidarum biasanya

tidak memberikan tanda-tanda yang khusus. Lakukan pemeriksaan tanda vital,

keadaan membran mukosa, turgor kulit, nutrisi dan berat badan. Pada pemeriksaan

fisik dapat dijumpai dehidrasi, turgor kulit yang menurun, perubahan tekanan

9
darah dan nadi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain,

pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, keton urin, tes fungsi

hati, dan urinalisa untuk menyingkirkan penyebab lain. Pada pemeriksaan

laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan

relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton

dalam darah dan proteinuria. Bila hyperthyroidism dicurigai, dilakukan

pemeriksaan T3 dan T4. Lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk

menyingkirkan kehamilan mola.4

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Non Farmakologi

Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi

adalah istirahat dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan

pedas, makanan berlemak, atau suplemen besi. Perubahan pola diet yang

sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman dalam porsi yang kecil

namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual dan muntah derajat ringan.1

Jenis makanan yang direkomendasikan adalah makanan ringan, kacang-kacangan,

produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit dan

suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan

terjaganya keseimbangan elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu

makanan yang banyak mengandung protein juga memiliki efek positif karena

bersifat eupeptic dan efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat

berperan dalam menurunkan gejala mual.2

10
2.7.2 Farmakologi

2.7.2.1 Tata laksana awal

Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap dirumah sakit dan

dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian

pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika

dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau

tiamin perlu dipertimbangkan. Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan

lemak. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum

pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat

mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.

Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien

buruk. Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin),

antihistamin dan agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and

Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg

doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman

dan efektif. Dalam sebuah randomized trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine

terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan. Suplementasi

dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berat

hiperemesis, yaitu Wernicke’s encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi,

tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala

okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan ekstraokular.

Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah terbukti

efektif dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin,

11
klorpromazin menyembuhkan mual dan muntah dengan cara menghambat

postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan

penekanan reticular activating system. Obat-obatan tersebut dikontraindikasikan

terhadap pasien dengan hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit

kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat,

kejang yang tidak terkendali, dan glaucoma sudut tertutup. Namun, hanya

didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin.

Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan

antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal

dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial,

metoklopramid dan prometazin intravena memiliki efektivitas yang sama untuk

mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek samping mengantuk

dan pusing yang lebih ringan. Studi kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan

metoklopramid tidak berhubungan dengan malformasi kongenital, berat badan

lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian perinatal. Namun, metoklopramid

memiliki efek samping tardive dyskinesia, tergantung durasi pengobatan dan total

dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama lebih dari 12 minggu

harus dihindari.

Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine (5HT3) seperti ondansetron mulai

sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam kehamilan

masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang

sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil.

Ondansetron tidak meningkatkan risiko malformasi mayor pada penggunaannya

12
dalam trimester pertama kehamilan. Droperidol efektif untuk mual dan muntah

dalam kehamilan, tetapi sekarang jarang digunakan karena risiko pemanjangan

interval QT dan torsades de pointes. Pemeriksaan elektrokardiografi sebelum,

selama dan tiga jam setelah pemberian droperidol perlu dilakukan.

Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan.

Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual

dan muntah dalam kehamilan. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah

glukokortikoid juga patut diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat

studi, penggunaan glukokortikoid sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan

dengan risiko bibir sumbing dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh karena itu,

penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya pada usia gestasi lebih dari

10 minggu.2

13
Gambar 2.1 Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam
kehamilan 2

14
Gambar 2.2 Obat-obatan untuk tata laksana mual dan muntah dalam
kehamilan
2.7.2.2 Terapi alternatif

Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk

penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber

officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang

cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh

galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering

menyebabkan infeksi. Empat randomized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe

lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek

samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian,

15
tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan

Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari.

Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi

kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di

pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya

masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang

besar didapatkan tidak terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan

acupressure, namun The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan

stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini

dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek

volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan muntah serta

merangsang kenaikan berat badan.2

2.8 Komplikasi

Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang

berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat

mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh

kembang janin.11 Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari apakah

terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi nadi (>100

kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan

kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda

dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.

Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan

keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium,

16
sehingga terjadi keadaan alkalosis metabolik hipokloremik disertai hiponatremia

dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien

tidak dapat makan atau minum sama sekali, sehingga cadangan karbohidrat dalam

tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan.

Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat dioksidasi dengan

sempurna dan terjadi penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan

aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton

(buah-buahan) pada napas. Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan

hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan

hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan

proteinuria.

Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila

muntah terlalu sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan

perdarahan yang muncul dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau transfusi

darah biasanya tidak diperlukan. 3

Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat

badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa

kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari tujuh.

2.9 Prognosis

Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah

komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan

lebih dari 3 kg atau 5% berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan

17
secara klinis dan laboratoris. Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari

penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta

perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium yang perlu

dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.2

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat

memuaskan. Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum

umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan

ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.12

18
BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. TR

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Minang

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Ujung Padan no. 18 Padang

Tanggal Periksa : 9 Januari 2018

ANAMNESIS

Seorang pasien wanita umur 23 tahun datang ke Poli KIA Ibu pada tanggal

9 Januari 2018 dengan keluhan mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu. Muntah terjadi lebih 10x dalam

sehari. Muntah berisi makanan dan air, kadang ludah saja. Mual dan

muntah dirasakan setiap habis makan ataupun minum dan juga saat

mencium bau-bau yang menyengat. Muntah tidak dipengaruhi oleh posisi

tubuh dan tidak menyemprot. Pasien mengatakan mulutnya pahit dan

tidak ada nafsu makan sama sekali kecuali untuk makan makanan yang

19
asam-asam. Pasien makan 3x sehari dengan porsi kurang lebih 3 sendok

sekali makan, dan mengemil makanan dan minuman yang asam. Pasien

mengeluh sempat nyeri ulu hati dan badannya terasa lemas serta nyeri

kepala sehingga sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien dibawa

ke IGD RS Yos Sudarso, dan mendapat obat pulang. Pasien mendapatkan

obat anti muntah, dan vitamin. Pasien tidak tahu nama obatnya. Lalu

pasien kontrol ke Poli KIA Ibu Puskesmas Padang Pasir

 Tidak haid sejak ± 3 bulan yang lalu.

 Ini merupakan kehamilan yang ke 2

 Hari Pertama Haid Terakhir: 25 Oktober 2018. Taksiran Persalinan: 1

Agustus 2019

 Riwayat demam tidak ada.

 Riwayat trauma tidak ada.

 Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, siklus haid teratur 1x

sebulan, lamanya 5-7 hari, ganti duk 2-3x/hari, nyeri haid (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Belum pernah mengeluhkan keluhan yang sama seperti saat ini.

 Pasien Riwayat pernah keguguran sebelumnya.

 Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan

hipertensi.

Latar belakang Sosek-demografi-lingkungan keluarga :


a. Status perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : Belum ada

20
c. Status ekonomi keluarga: Cukup, penghasilan ± 3.000.000/bln
berasal dari suami sebagai swasta
d. KB : istri pasien tidak memakai KB
e. Kondisi rumah :
- Rumah permanen ukuran 12 x 17 m2, terdiri dari 5 kamar
tidur, dihuni oleh 13 orang anggota keluarga (pasien, istri, 2
orang anak, adik ipar dengan istri dan 4 orang anak, kedua
mertua, dan adik ipar), ventilasi rumah cukup, cahaya matahari
kurang masuk ke kamar, lantai keramik, WC di dalam rumah 2
buah, sumber air dari PDAM, sampah dibuang ke tempat
pembuangan sampah umum, pekarangan ada dan luas.
- Kesan hygiene dan sanitasi cukup baik.
f. Kondisi Lingkungan Keluarga: keadaan dan lingkungan sosial
keluarga baik
Aspek psikologis di keluarga:
- Hubungan dengan keluarga lainnya baik
- Faktor stress dalam keluarga disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular dan

kejiwaan.

Riwayat Perkawinan :

 1 x tahun 2017

RiwayatKehamilan, Persalinan, Nifas :

 Maret 2018, Abortus.

Riwayat Kontrasepsi :

 Riwayat KB (-)

Riwayat Imunisasi : (-)

21
Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Kebiasaan : Tidak ada riwayat merokok, minum alkohol dan

narkoba

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis cooperatif (CMC)

Vital sign : Tekanan Darah : 110/80mmHg.

Nadi : 86 x/menit.

Nafas : 20 x/menit.

Temperatur : 37,10C.

Kulit : dalam batas normal

Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Toraks :

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.

Perkusi : Batas jantung :

Kanan : RIC IV parasternal dextra.

Kiri : RIC II midclavicula sinistra.

Atas : RIC II parasternal kiri.

Auskultasi : Irama jantung reguler, bising (-).

Pulmo : Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris kiri = kanan.

Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan.

22
Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan.

Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen : Status Obstetrikus

Genitalia : Status Obstetrikus

Ekstremitas : Edema -/-

Status Obstetrikus :

Muka : kloasma gravidarum (+)

Mammae : membesar, areola dan papil hiperpigmentasi, kolustrum (-)

Abdomen :I : tidak tampak membuncit

Pa : TFU belum teraba, Nyeri tekan (-), Nyeri Lepas (-),

Defens muskuler (-)

Pe : timpani

Au : BU (+) Normal

Genitalia : Inspeksi : V/U tenang, PPV (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Hematologi

- Hb : 11,6 g/dL

- Leukosit : 13.400 /mm3

- Hematokrit : 32%

- Trombosit : 363.000/mm3

23
- HbsAg : negative

- HIV : negatif

2. Urin

- Plano (+)

- Protein (-)

- Glukosa (-)

- Benda Keton (-)

3. USG:

Kesan : Kantong Gestasi (+), Janin Hidup Tunggal Intra Uterin

DIAGNOSIS

G2P0A1H0 gravid 10-11 minggu + Hiperemesis Gravidarum

TERAPI

1. Istirahat Cukup

2. Vit B6 2 x 1 tab

3. SF 1x1 tab

Manajemen
a. Preventif
- Menu makanan sehat dan seimbang setiap hari, tinggi protein dan
karbohidrat
- Menunjuk PMO (pengawas minum obat) yaitu istri pasien yang harus
mengawasi pasien minum obat setiap hari
- Hindari kontak terlalu dekat dengan anak kecil terutama anak dan
ponakan pasien yang tinggal serumah dengan pasien.

24
- Disarankan kepada pasien jangan buang dahak sembarangan sebaiknya
ditampung di wadah yang tertutup yang sudah diberi larutan
desinfektan, kemudian dibuang ke kloset dan disiram.

b. Promotif
- Menjelaskan kepada pasien minum obat secara teratur 1x sehari
(tetapkan waktu minum obat) yaitu pagi hari
- Menjelaskan tentang penyakit TB adalah penyakit menular jadi harus
meminimal kontak dengan orang lain terutama anak dan ponakannya,
seperti memakai alat makan dan minum sendiri.
- Menjelaskan tentang pengobatan TB yang memerlukan waktu yang
lama dan tidak boleh putus obat serta tidak menghentikan pengobatan
sendiri walaupun gejala sudah berkurang.
- Menjelaskan komplikasi yang dapat disebabkan oleh penyakit TB
- Menjelaskan bahwa penyakit TB bukan penyakit keturunan dan dapat
sembuh
- Makan makanan bergizi
- Menutup mulut saat batuk
- Tidak membuang dahak dan ingus sembarangan
- Perbanyak minum air putih (6-8 gelas sehari)
- Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir
- Istirahat yang cukup (6-8 jam perhari)
- Menjaga kebersihan lingkungan
- Membuka jendela di pagi hari, supaya sinar matahari masuk ke dalam
rumah.
- Memeriksakan seluruh anggota keluarganya ke puskesmas
- Menjelaskan efek samping obat TB kepada pasien seperti BAK
berwarna kemerahan,mual dan rasa kesemutan di tangan.
c. Kuratif.
- Vitamin B6 2 x 1 tablet per hari
- SF 1 x1 tablet per hari

25
d. Rehabilitatif
- Kontrol teratur, baik untuk efek terapi, ataupun efek samping yang
ditimbulkan oleh obat yang di konsumsi

DINAS KESEHATAN KOTAPADANG


PUSKESMAS PADANG PASIR
Dokter : Vando dan Fathia
Tanggal : 11 Januarii 2019

R/ Vitamin B6 tab No.X


S 2 dd tab1
R/ SF No.X
S 1 dd tab1

Pro : Ny. TR
Umur : 23 th

26
BAB 4
DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan keluhan mual dan muntah sejak


3 hari yang lalu. Muntah terjadi lebih 10x dalam sehari. Muntah berisi makanan
dan air, kadang ludah saja. Mual dan muntah dirasakan setiap habis makan
ataupun minum dan juga saat mencium bau-bau yang menyengat. Dari anamnesis
pasien tidak haid sejak ± 3 bulan yang lalu, dan dari pemeriksaan USG didaptkan
kesan Kantong Gestasi (+), Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, Gravid 10-11
Minggu. Riwayat keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya. Pasien
mengeluhkan nyeri ulu hati dan badannya terasa lemas serta nyeri kepala sehingga
sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat disebut sebagai gejala
Hiperemesis Gravidarum dimana muntah terjadi pada awal kehamilan yaitu
kurang dari 20 minggu dan mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu
pekerjaan sehari-hari pasien.
Dari pemeriksaaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
86x/menit, nafas 240 x / menit. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda
dehidrasi yang dapat dinilai dari tanda-tanda vital yang masih baik, turgor kulit
baik dan buang air kecil masih dalam batas normal. Pada pasien ini dapat
dikategorikan sebagai Hiperemesis Gravidarum tingkat 1 dimana telah ditemukan
tanda-tanda seperti muntah terus menerus, timbulnya intoleransi terhadap
makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium.
Penyebab terjadinya Hiperemesis Gravidarum pada pasien ini
kemungkinan karena tingginya kadar hormon HCG yang sering terjadi pada
primigravida. Kemungkinan lain yang mempengaruhi terjadinya hiperemesis
adalah dari faktor psikologi dimana pada pasien mengalami kecemasan karena
suami pasien tidak dapat menemani nya dikarenakan sedang bertugas di luar kota.
Pada kasus ini sebaiknya untuk menegakan diagnosis harus dilakukan
beberapa pemeriksaan lanjutan yaitu berupa pemeriksaan kadar Hormon B-HCG,
pemeriksaan elektrolit darah dan juga pemeriksaan urinalisa untuk melihat apakah
terdapat Ketouri dan proteinuri. Pada pemeriksaan urinalisa pasien ini tidak

27
ditemukan adanya protein dan benda keton. Hal ini menunjukkan belum terjadi
proses ketosis pada pasien ini.
Berdasarkan keluhan pasien, pasien dapat di diagnosis banding dengan
Gastritis karena memiliki keluhan yang sama yaitu mual, muntah, nyeri
epigastrium dan juga menurut pasien, pasien memiliki riwayat maag sebelumnya.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini berupa perbaikan keadaan umum
dengan mengedukasi untuk istirahat yang cukup kemudian pemberian , Vit B6
tab, SF 1X1 tab, dan Asam Folat 1X1 tablet. untuk mengurangi gejala morning
sickness dan meningkatkan kekebalan tubuh. American College of Obstetricians
and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5
mg doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang
aman dan efektif. Dalam sebuah randomized trial, kombinasi piridoksin dan
doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan.
Pada pasien diberikan edukasi tentang nutrisi seperti asupan makanan dan
minuman dalam porsi kecil tapi sering (sepanjang hari). Makanan harus tinggi
karbohidrat dan rendah lemak dan asam. Merekomendasi sering memakan snack,
kacang dan biskuit. Ditambah dengan minuman pengganti elektrolit dan suplemen
nutrisi dianjurkan untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan kecukupan asupan
kalori. Jika bau pada makanan yang baru dimasak (panas) dapat memicu muntah,
maka dianjurkan untuk menyediakan selalu makanan dingin. Edukasi tentang
gaya hidup juga dapat membantu mencegah stres dan istirahat dapat mengurangi
muntah. Dukungan emosional juga penting untuk mencegah hyperemesis
gravidarum menjadi lebih parah.
Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah
komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan
lebih dari 3 kg atau 5% berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan
secara klinis dan laboratoris. Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari
penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta
perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium yang perlu
dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.2

28
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum
umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan
ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.12

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B, Soejoenoes A. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Wiknjosastro


H. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. hal 275-279
2. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Pertama. Edisi ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2001. hal 259-260
3. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004
4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC. 2004. hal 64-67
5. Achadiat CM. Prosedur tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC:
2004. hal 72-74
6. Manuaba IBD. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta: EGC. 2001. hal 397-401
7. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric
Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425
8. Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke-22. McGraw-Hill
Companies, Inc. 2007
9. Swenson KL, Chisholm C. Renal, Hepatic, and Gastrointestinal Disorders
and Systemic Lupus Erythematous in Pregnancy. Dalam: Brandon J, dkk.
The John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics Edisi ke 2. USA:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2002
10. Moeloek FA. Hiperemesis Gravidarum. Standar Pelayanan Medik:
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan /Ginekologi
Indonesia. 2006. hal 21-22

30

You might also like