Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten
ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90
mmHg.4
2.2 Epidemiologi
Hampir 1 milyar orang diseluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi.
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama kematian dini diseluruh dunia.
Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang setiap tahun di dunia dan hampir
1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga
dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan menderita hipertensi.1,2
Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia
setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena
penyakit jantung dan 51% kematian karena penyakit stroke. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner dan
stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030.1,2
2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai
hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks
antara genetik dan interaksi lingkungan.5
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal, penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik,
endokrin, dan obat-obatan.4
2.4 Klasifikasi
Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau
lebih pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih
kunjungan pasien rawat jalan.6 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.
1
Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Hipertensi tingkat 1 140 –159 atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor
yang dapat dan tidak dapat dikendalikan.
I. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
a. Usia
Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada
umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 tahun sebesar 65%.
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring dengan bertambahnya
usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar,
sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah
menjadi lebih kaku.7,8
b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita, dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan
tekanan darah sistolik. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
hipertensi dari pada wanita, seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status
pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan
pengangguran.7
c. Riwayat Keluarga
2
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan
risiko kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi
2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah
satu dari orang tuanya yang menderita hipertensi maka kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.8
d. Genetik
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul manifestasi klinis.8
II. Faktor yang dapat dikendalikan
a. Kebiasaan Merokok
Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang
dihisap maka kejadian hipertensi akan semakin meningkat. Zat-zat kimia
beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui
rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
hipertensi. Selain itu merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot jantung. Merokok pada
penderta hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada
pembuluh darah arteri.9
b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari akan mengurangi risiko kejadian hipertensi, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Konsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium
atau 2400 mg/hari.9
3
c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme peningkatan
tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga,
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.9,10
d. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri.10
e. Psikososial dan stress
Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal
melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat
dan kuat, sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini
berlangsung terus menerus maka tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.10
f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan
kolesterol HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi
perifer sehingga meningkatkan tekanan darah.10
Tabel 2. Batasan kadar lipid dalam darah10
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol total <200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
>240 Tinggi
Kolesterol LDL <100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Batas tinggi
160-189 Tinggi
>190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL <40 Rendah
>60 Tinggi
Trigliserida <150 Normal
150-199 Batas tinggi
200-499 Tinggi
>500 Sangat tinggi
4
g. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat
sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan
berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air.10
2.6 Patofisiologi
\
2.7 Diagnosis
5
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.13
6
duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Penurunan lengan dari posisi hampir
mendatar (setinggi jantung) ke posisi hampir vertikal dapat menghasilkan
kenaikan pembacaan dari kedua tekanan darah sistolik dan diastolik.
b) Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan
darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat
selama 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan
selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset
dapat mempengaruhi hasil.
c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya
harus dapat melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di
atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop.
d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-
lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik
dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan
tekanan diastolik dicatat pada bunyi yang kelima (Korotkoff V).
2.8 Tatalaksana
2.8.1 Tatalaksana Farmakologis
Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani
hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:
7
Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90
mmHg.
Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik
mulai diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
terapi adalah tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-
59 tahun).
Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg.
Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90
mmHg.
Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90
mmHg.
Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita
diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide,
penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB).
Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau
penghambat kanal kalsium.
Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk
memperbaiki outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien
gagal ginjal kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun
penderita diabetes melitus atau bukan.)
8
Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila
target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis
obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari
golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB).
Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan
2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh
menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target
tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari
rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat
untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari
golongan yang lain dapat digunakan.3
9
Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa 3
10
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta
dosisnya yang dapat digunakan.
11
seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang
terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan
dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup
merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan
penanganan hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi
beberapa hal:
I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar
10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan
darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.15
12
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan
jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.11
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.11
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium
bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-
sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti
seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan
(banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.11
IV. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres.13
2.9 Komplikasi
I. Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan
kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan
hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran
jantung kiri, disfungsi diastolik, dan gagal jantung.6
II. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan
hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
13
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke
hemorgik.6
III. Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering
terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati,
tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika
ada proteinuria.6
2.10 Pencegahan
Pencegahan dan kontrol dari hipertensi membutuhkan dukungan politik
sebagai peran dari pemerintah dan para pembuat kebijakan. Petugas kesehatan,
komunitas peneliti akademis, lembaga masyarakat, sektor privat, serta keluarga
dan penderita hipertensi sendiri semuanya ikut berperan.
DAFTAR PUSTAKA
14
8. Hasurungan, JA.Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada
lansia di Kota Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia; 2002.
9. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine
Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical
Education and Research: 2008.
10. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.
11. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia,
USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006.
12. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of
Hypertension. N Engl J Med 2007; 356: 1966-78.
13. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.
14. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C,
Schlichte A, Woolley T. Institute for Clinical Systems Improvement.
Hypertension Diagnosis and Treatment. Updated November 2014.
15. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past
antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med
J Indon. 2001; 10(1): 29-33.
15