Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Bronkiektatis bisa merupakan kelainan kongenital atau akuisita. Jenis kongenital mencakup
bronkiektasis dengan situs inversus dan sinusitis paranalis (sindrom Kartagener), yang ditandai
oleh cacatsilia atau gerakan silia di dalam mukosa bronkus. Hipogammaglobulinemia bisa
disertai dengan bronkiektasis dan dianggap sebagai faktor predisposisi dalam perkembangan
pneumonia pada pasien ini dengan merendahkan respon kekebalan. Sekresi bronkus kental
abnormal ditemukan dalam pasien fibrosis kistik yang menyebabkan timbulnya sumbat mukus
dan dan sekrresi brochus purulenta, yang akhirnya menimbulkan bronkiektasis.
Walaupun infeksi yang dulu menunjukkan sebab primer bronkiektasis akuisitas (pertusis,
morbili, influenza, dan pneumonia bronchial), namun penyakit ini sebagian besar telah
dikendalikan denagan antibiotika dan imunisasi.
Saat ini obstruksi instriksi bronkus oleh sekresi purulenta, sumbat mukus, aspirasi, benda
asing, tuberculosis, neoplasma,dan abses paru kronis merupakan penyebab yang lebih lazim.
Dasar ekstrinsik dari kelenjar limfe membesar, yang menyebabkan sindrom lobus medius dan
pembuluh darah anomali yang menyebabkan obstruksi bronkus telah menjadi lebih penting.
2.1.3 Patofisiologi
Reid mengklasifikasikan bronkiektasis kedalam tiga kelompok : (1) silindris, dimana
bronkus yang berdilatasi mempunyai bagian regular tanpa peningkatan diameter dan berakhir
mendadak; (2) varikosa dengan dilatasi lebih besar dan ketidakteraturan; tak adanya pengisian
perifer dan akhir bulbosa; serta (3) sakular (kistik), yang memperlihatkan dilatasi bronkus dan
ballooning, yang meningkat kearah tepi paru.
Bronkiektasis biasanya terletak dalam segmen basal lobus inferior disertai keterlibatan lobus
medius yang berhubungan atau lingula juga. Segmen superior lobus inferior biasanya bebas
penyakit, karena drainase gravitasi yang adekuat. Bila segmen basal kiri sakit, lingual terlibat
dalam 60 sampai 80 persen kasus; bila segmen basal kanan terlibat, maka lobus medius kana
sakit dalam 45 sampai 60 persen. Bronkiektasis timbul bilateral dalam sekitar 40 persen pasien.
Manifestasi anatomi makroskopik bronkiektasis mencakup penebalan dan dilatasi dinding
bronkus (kadang – kadang abses).
2.1.6 Diagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung
lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari
nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela,
aerobakter, proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau
busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi
korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal
tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1
menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat
mengakibatkan :
- Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
- Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
- Hipoksemia
- Hiperkapnia
2. Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi
kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan
batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai
diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas
kiri dan lobus medius paru kanan.
Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi
penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat
dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan
konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural
drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainase sekret dan mengobati infeksi. Objektif dari
pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk meningkatkan drainase
bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atau paru-paru dari sekresi yang
berlebihan.
1. Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil
pemeriksaan sensitivitas pada organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin
dimasukkan ke dalam regimen antibiotic yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa
dokter meresepkan antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran
pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia pneumokokus.
2. Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase
area bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi.
(kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada yang
sakit mungkin diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu melepaskan sekresi. Drainase
postural pada awalnya dilakukan untuk periode singkat dan kemudian ditingkatkan dengan pasti.
3. Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan
nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis.
Simpatomimetik, terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk meningkatkan transfort
sekresi mukosiliaris.
4. Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan
tindakan aerosolized nebulizier dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face tent
baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok, karena
merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan sekresi
bronchial, dan menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar
mukosa.
5. Intervensi bedah, meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara
kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit
pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan.
Namun demikian, penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang dapat diangkat
tanpa menyebabkan insufiensi pernafasan. Tujuan tindakan pembedahan dalah untuk menjaga
jaringan paru normal dan menghindari komplikasi infeksius. Semua jaringan yang sakit diangkat,
sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada baiknya untuk mengangkat suatu
segmen lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau keseluruhan paru (pneumonnektomi).
Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari lobus paru. Keuntungan utama dari
tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan yang sakit saja yang diangkat dan jaringan paru yang
sehat terpelihara. Bronkografi membantu dalam menggambarkan segmen paru. Pembedahan
didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya adalah untuk
memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk mencegah
komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini dicapai
dengan cara drainase postural atau tergantung pada letak abses, dengan suksion langsung melalui
bronkoskop. Serangkaian terapi abtibakterial mungkin diresepkan.
2.1.9 Komplikasi
Malnutrisi kronis
Amiloidosis
Gagal jantung sebelah kanan
Kor pulmonale
Gagal napas
Dx 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan
alveoli.
Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori.
Kriteria Waktu : Setiap saat
Kriteria Hasil : terdeteksinya seberapa kronisnya penyakit pasien.
2. Tingikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Kriteria Waktu : Saat akan melakukan tindakan ke pasien
Kriteria Hasil : terpenuhinya kenyamanan pasien dalam bernafas.
3. Dorong untuk pengeluaran sputum/penghisapan bila ada indikasi.
Kriteria Waktu : setiap saat
Kriteria Hasil : Pasien terdorong untuk mengeluarkan sputum jika dirasa adanya indikasi.
4. Awasi tingkat kesadaran / status mental.
Kriteria Waktu : setiap saat
Kriteria Hasil : pasien berada dalam kondisi yang aman dan normal.
Dx 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,
produksi sputum, dispneu.
Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta
badan tiap minggu.
Kriteria Waktu : setiap saat
Kriteria Hasil : status nutrisi pasien terpenuhi.
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan.
Kriteria Waktu : setiap saat
Kriteria Hasil : rasa nyaman pasien saat makan terpenuhi.
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi.
Kriteria Waktu : kapan saja
Kriteria Hasil : terpenuhinya kebituhan nutrisi pasien.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
Kriteria Waktu : setiap saat
Kriteria Hasil : terpenuhinya kebutuhan cairan pasien.
4.1 Kesimpulan
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat
pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pneumonitis berulang dan memanjang,
aspirasi benda asing, atau massa yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak &
Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang
bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. (
Soeparman & Sarwono, 1990)
4.2 Saran
Dari pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis, penyebab, tanda dan gejala,
bagaimana cara penatalaksanaan serta tindakan keperawatan yang bisa dilakukan, oleh karena itu
individu yang mengalami bronkiektasis atau mengalami tanda dan gejala dari bronkiektasis
segera melakukan tindakan lanjut, yaitu dengan datang kedokter maupun rumah sakit untuk
memeriksakan keadaannya, dan juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan tentang
bronkiektasis.
Dalam makalah kami ini mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dari semua
dosen pengajar dan teman-teman yang membangun kami untuk lebih baik kedepannya.
Amin.
REFERENSI