You are on page 1of 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkiektasis adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi abnormal yang
permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan
perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema mukosa
(bronkiektasis silindris), ulserasi (bronkiektasis kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul
obstruksi berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta
fungsinya.
Keadaan yang sering menginduksi terjadinya bronkiektasis adalah infeksi, kegagalan
drainase sekret, obstruksi saluran napas dan atau gangguan mekanisme pertahanan individu.
Di seluruh dunia angka kejadian bronkiektasis tinggi, biasanya terjadi pada negara
terbelakang atau berkembang. Bronkiektasis kebanyakan terjadi pada penduduk usia pertengahan
sampai lanjut, sedangkan akibat penyakit kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial
ekonomi yang rendah, nutrisi buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan
fasilitas kesehatan karena alasan finansial atau jangkauan fasilitas kesehatan mempermudah
timbulnya infeksi tersebut.
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronis bronki dan bronkiolus yang disebabkan oleh
inflamasi dan destruksi diding bronkiolar. Sputum terakumulasi dan menyumbat bronkiolus;
bersihan jalan napas buruk mengakibatkan batuk hebat, yang secara permanen melebarkan
bronki. Gangguan ini biasanya melibatkan lobus paru bawah, dan dapat berlanjut menjadi
atelektasis, fibrosis, dan insufisiensi pernapasan. Bronkiektasis umunya disebabkan infeksi paru;
obstruksi bronkial; aspirasi benda asing, muntah atau benda dari saluran pernapasan atas; dan
gangguan imunologis.
Komplikasi meliputi supurasi progresif, hemoragi paru mayor, emfisema dan insufisiensi
pernapasan kronis.
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. (
Soeparman & Sarwono, 1990)
1.2 Tujuan Penyusunan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa itu bronkiektasis,
pencegahan dan pengobatannya. Serta dapat mengetahui apa-apa saja yang menjadi dasar dari
penyebab bronkiektasis.

1.3 Manfaat Penyusunan


Adapun manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita akan apa itu
bronkiektasis dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bronkiektasis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengertian
Bronkiektasis adalah penyakit paru supuratif yang ditandai oleh dilatasi bronkus, pertama
digambarkan Laennec pada tahun 1819. Ia menyebutkan perubahan patologi dalam dinding
bronkus dan parenkim paru serta melihat bahwa kelainan ini jarang timbul dalam lobus superior.
Penatalaksanaan bedah untuk bronkiektasis dimulai dengan drainase abses paru dan tindakan lain
mencakup pembuangan suatu lobus, baik sebagian atau lengkap, dengan scalpel atau dengan
kauter sebenarnya. Ini diikuti dengan lobektomi sebagian dan total standar untuk lobus
bronkiektatik. Pemeriksaan nantinya menunjukkan bahwa reseksi segmental sering merupakan
tindakan bedah terpilih.
Bronkiektasis umunya disebabkan infeksi paru; obstruksi bronkial; aspirasi benda asing,
muntah atau benda dari saluran pernapasan atas; dan gangguan imunologis. Individu mungkin
mempunyai predisposisi terhadap bronkietaksis sebagai akibat infeksi pernafasan pada masa
kanak-kanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan immunodefisiensi. Setelah
pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif,
dengan akibat lender menyumbat bronchial dan mengarah pada atelektasis.

2.1.2 Etiologi
Bronkiektatis bisa merupakan kelainan kongenital atau akuisita. Jenis kongenital mencakup
bronkiektasis dengan situs inversus dan sinusitis paranalis (sindrom Kartagener), yang ditandai
oleh cacatsilia atau gerakan silia di dalam mukosa bronkus. Hipogammaglobulinemia bisa
disertai dengan bronkiektasis dan dianggap sebagai faktor predisposisi dalam perkembangan
pneumonia pada pasien ini dengan merendahkan respon kekebalan. Sekresi bronkus kental
abnormal ditemukan dalam pasien fibrosis kistik yang menyebabkan timbulnya sumbat mukus
dan dan sekrresi brochus purulenta, yang akhirnya menimbulkan bronkiektasis.
Walaupun infeksi yang dulu menunjukkan sebab primer bronkiektasis akuisitas (pertusis,
morbili, influenza, dan pneumonia bronchial), namun penyakit ini sebagian besar telah
dikendalikan denagan antibiotika dan imunisasi.
Saat ini obstruksi instriksi bronkus oleh sekresi purulenta, sumbat mukus, aspirasi, benda
asing, tuberculosis, neoplasma,dan abses paru kronis merupakan penyebab yang lebih lazim.
Dasar ekstrinsik dari kelenjar limfe membesar, yang menyebabkan sindrom lobus medius dan
pembuluh darah anomali yang menyebabkan obstruksi bronkus telah menjadi lebih penting.
2.1.3 Patofisiologi
Reid mengklasifikasikan bronkiektasis kedalam tiga kelompok : (1) silindris, dimana
bronkus yang berdilatasi mempunyai bagian regular tanpa peningkatan diameter dan berakhir
mendadak; (2) varikosa dengan dilatasi lebih besar dan ketidakteraturan; tak adanya pengisian
perifer dan akhir bulbosa; serta (3) sakular (kistik), yang memperlihatkan dilatasi bronkus dan
ballooning, yang meningkat kearah tepi paru.
Bronkiektasis biasanya terletak dalam segmen basal lobus inferior disertai keterlibatan lobus
medius yang berhubungan atau lingula juga. Segmen superior lobus inferior biasanya bebas
penyakit, karena drainase gravitasi yang adekuat. Bila segmen basal kiri sakit, lingual terlibat
dalam 60 sampai 80 persen kasus; bila segmen basal kanan terlibat, maka lobus medius kana
sakit dalam 45 sampai 60 persen. Bronkiektasis timbul bilateral dalam sekitar 40 persen pasien.
Manifestasi anatomi makroskopik bronkiektasis mencakup penebalan dan dilatasi dinding
bronkus (kadang – kadang abses).

2.1.4 Way Of Caution (WOC)

2.1.5 Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)


1. Batuk kronik
Batuk kronik karena pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
Spesimen sputum akan secara khas “membentuk lapisan” menjadi tiga lapisan dari atas: lapisan
atas berbusa, lapisan tengah yang bening, dan lapisan bawah berpartikel tebal. Bronkiektaksis
tidak mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat tertukar dengan bronchitis kronik.
2. Hemoptisis
3. Jari tabuh
Jari tabuh karena insufiensi pernafasan. Pasien hampir pasti mengalami infeksi paru
berulang.
Gambaran Klinis Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita
berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita
gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi
ada atau tidaknya komplikasi.
Tanda dan Gejala
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan
berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama
sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai
demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah
badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan
batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
(Sylvia S. Prince & Loranine M. Wilson, 2003)

2.1.6 Diagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
 Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung
lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari
nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela,
aerobakter, proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau
busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.

 Pemeriksaan Darah Tepi.


Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis
menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang
menahun.
 Pemeriksaan Urina.
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang
disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang
bisa meningkat atau menurun.

 Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi
korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal
tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1
menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat
mengakibatkan :
- Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
- Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
- Hipoksemia
- Hiperkapnia

 Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :


 Pemeriksaan imunologi
 Pemeriksaan spermatozoa
 Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

2. Pemeriksaan Radiologi.
 Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi
kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan
batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai
diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas
kiri dan lobus medius paru kanan.

 Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi
penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat
dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan
konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural
drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainase sekret dan mengobati infeksi. Objektif dari
pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk meningkatkan drainase
bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atau paru-paru dari sekresi yang
berlebihan.
1. Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil
pemeriksaan sensitivitas pada organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin
dimasukkan ke dalam regimen antibiotic yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa
dokter meresepkan antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran
pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia pneumokokus.
2. Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase
area bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi.
(kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada yang
sakit mungkin diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu melepaskan sekresi. Drainase
postural pada awalnya dilakukan untuk periode singkat dan kemudian ditingkatkan dengan pasti.
3. Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan
nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis.
Simpatomimetik, terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk meningkatkan transfort
sekresi mukosiliaris.
4. Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan
tindakan aerosolized nebulizier dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face tent
baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok, karena
merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan sekresi
bronchial, dan menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar
mukosa.
5. Intervensi bedah, meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara
kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit
pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan.
Namun demikian, penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang dapat diangkat
tanpa menyebabkan insufiensi pernafasan. Tujuan tindakan pembedahan dalah untuk menjaga
jaringan paru normal dan menghindari komplikasi infeksius. Semua jaringan yang sakit diangkat,
sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada baiknya untuk mengangkat suatu
segmen lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau keseluruhan paru (pneumonnektomi).
Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari lobus paru. Keuntungan utama dari
tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan yang sakit saja yang diangkat dan jaringan paru yang
sehat terpelihara. Bronkografi membantu dalam menggambarkan segmen paru. Pembedahan
didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya adalah untuk
memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk mencegah
komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini dicapai
dengan cara drainase postural atau tergantung pada letak abses, dengan suksion langsung melalui
bronkoskop. Serangkaian terapi abtibakterial mungkin diresepkan.

2.1.8 Diagnosa Banding


1. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis menunjukan gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan
bronkografi.
2. Tuberkulosis paru
Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan gambaran
bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberkulosis dalam sputum. Akan tetapi perlu
diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan penyulit dari tuberkulosis paru.
3. Abses Paru
Pada radiologis tampak abses yang dapat dibedakan dari gambaran bronkiektatais.
4. Tumor Paru
Tampak gambaran masa padat pada paru, bila proses keganasan memberi gambaran
infiltrat, maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia.

2.1.9 Komplikasi
 Malnutrisi kronis
 Amiloidosis
 Gagal jantung sebelah kanan
 Kor pulmonale
 Gagal napas

2.2 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan bronkiektasis ini antara lain mencakup:
2.2.1.1 Biodata
Nama : Menunjukkan identitas dari pasien
Umur : Berguna dalam menentukan tindakan keperawatan dan menentukan dosis obat.
Alamat : menunjukkan alamat dari pasien.
BB dan TB : sebagai penunjang dalam menganalisa tentang keadaan dari klien.
2.2.1.2 Riwayat Kesehatan
2.2.1.2.1 Keluhan Utama
 Batuk
 Dahak purulen
 Panas
 Lemah
 Berat badan menurun
2.2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
 Penyakit pneumonia yang sering.
 Batuk darah atau sputum bercak darah.
 Batuk kronis yang menghasilkan sekresi banyak, bau, dan mukopurulen.
 Dispnea.
 Berat badan menurun.
 Malaise.
2.2.1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Mungkin ada penyakit paru yang mendasari di masa kanak – kanak, seperti pneumonia,
batuk rejan, atau TB. Ada pula gangguan turunan yang jarang ditemukan, yaitu memiliki silia
imotil (Kartegener = bronkiektasis dan desktrokardia, silia defektif) atau definisi α1-antiripsin,
dan pada pasien dengan imunodefisiensi bisa terjadi bronkiektasis.

2.2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Adakah keluarga yang mengalami hal yang serupa.

2.2.1.2.5 Riwayat Psiko-sosial-spiritual


 Stress emosional.
 Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.
 Aktivitas fisik yang berlebihan
2.2.1.2.6 Riwayat Pola Hidup Sehat
o Merokok produk tembakau sebagai faktor penyebab utama
o Tinggal atau bekerja di daerah dengan polusi udara berat

2.2.1.2.7 Riwayat Alergi


 Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
2.2.1.3 Pengkajian Persistem
a. Kaji frekuensi dan irama pernafasan: RR meningkat/ menurun/ normal.
b. Inspeksi warna kulit dan warna menbran mukosa: pucat/ sianosis/ ikterik.
c. Auskultasi bunyi nafas: vesikuler/ wheezing/ ronchi
d. Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
1) Mengangkat bahu pada saat bernafas.
2) Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas.
3) Pernafasan cuping hidung.
e. Kaji ekspansi dada : simetris/ asimetris.
f. Kaji batuk : produktif/ nonproduktif. Bila produktif tentukan warna sputum.
g. Kaji tingkat kesadaran.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi
kental.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi
sputum, dispneu.
(Marylin E doengoes, 2000)

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Melatih batuk efektif dan pengeluaran secret.
2. Mengembalikan atau memulihkan kebutuhan oksigen dan fungsi alveoli.
3. Mengembalikan atau memulihkan status nutrisi dan berat badan.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


1. Bantu pasien mempertahakan jalan nafasnya dengan bunyi nafas bersih/jelas.
2. Bantu pasien memperbaiki ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
3. Bantu pasien meningkatan status nutrisi dan berat badan pasien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Menilai tercapai atau tidaknya tujuan, dilihat dari perilaku pasien dan keluarga serta keadaan
fisik, sebagai berikut :
a. Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien menunjukkan perubahan dari kriteria dan standart yang
ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak menunjukkan perubahan kemajuan sama dan bahkan
timbul masalah baru, kolaborasi dengan dokter yang merawat.

2.2.5.1 Catatan Perkembangan


 GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 24x/mt, bunyi nafas bersih,
tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
 Pasien menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
 Pasien menunjukkan peningkatan pada berat badan dan mampu mempertahankannya.

2.2.5.2 Evaluasi Akhir Keperawatan


Masalah yang dihadapi pasien sedikit demi sedikit teratasi mulai dari melakukan batuk
efektif dan mengeluarkan secret secara mandiri, serta GDA dalam batas normal, hingga
peningkatan berat badan.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pasien dengan bronkiektasis mengalami batuk dengan dahak purulen disertai adanya bercak
darah hal ini disertai pula oleh berat badan yang menurun dan adanya malaise. Pasien yang
tinggal di daerah dengan polusi berat dan pasien yang sebelumnya mempunyai riwayat penyakit
pernafasan akan lebih berisiko untuk mengalami penyakit bronkiektasis ini.
Aktivitas yang berlebihan, adanya stress emosional, kebiasaan merokok, juga turut memicu
pasien untuk mengalami penyakit ini menjadi lebih berat.

3.2 Diagnosa Keperawatan


 Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi
kental.
R/ dengan adanya peningkatan produksi sekret ini pasien yang mengalami penyakit bronkiektasis
akan lebih berat dalam bernafas (sulit untuk bernafas).
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.
R/ dengan adanya gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli ini pasien yang mengalami
penyakit bronkiektasis akan mengalami batuk dan frekuensi nadi menjadi cepat.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi
sputum, dispneu.
R/ pasien yang mengalami penyakit bronkiektasis akan mengalami penurunan nafsu karena mual
muntah dan produksi sputum yang berlebih.

3.3 Intervensi Keperawatan


Dx 1 : Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau
sekresi kental.
Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
 Kriteria Waktu : saat MRS dan setiap waktu.
 Kriteria Hasil : Frekuensi pernafasan pasien kembali normal.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : tidak ada bunyi tambahan pada pernafasan pasien.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada
sandaran tempat tidur.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : pasien dapat bernafas dengan nyaman.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : pasien dapat melakukan latihan nafas dengan mandiri dan tidak terjadi
dispneu.
5. Observasi karakteriktik batuk dan bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk.
 Kriteria Waktu : Setiap saat
 Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami batuk yang tidak efektif lagi.
6. Tingkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan
masukan cairan antara sebagai penganti makan.
 Kriteria Waktu : setiap hari sesuai kebutuhan
 Kriteria Hasil : kekentalan secret pasien menurun.

7. Pertahankan polusi lingkungan minimum.


 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : pasien mendapatkan kenyaman dalam bernafas.
8. Berikan obat sesuai indikasi.
 Kriteria Waktu : sesuai anjuran dokter
 Kriteria Hasil : mempercepat proses penyembuhan pasien.

Dx 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan
alveoli.
Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori.
 Kriteria Waktu : Setiap saat
 Kriteria Hasil : terdeteksinya seberapa kronisnya penyakit pasien.
2. Tingikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
 Kriteria Waktu : Saat akan melakukan tindakan ke pasien
 Kriteria Hasil : terpenuhinya kenyamanan pasien dalam bernafas.
3. Dorong untuk pengeluaran sputum/penghisapan bila ada indikasi.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : Pasien terdorong untuk mengeluarkan sputum jika dirasa adanya indikasi.
4. Awasi tingkat kesadaran / status mental.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : pasien berada dalam kondisi yang aman dan normal.

5. Awasi tanda vital dan status jantung.


 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : pasien berada dalam kondisi aman dan normal.
6. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan bantu intubasi.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : kebutuhan pasien akan oksigen terpenuhi.

Dx 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,
produksi sputum, dispneu.
Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta
badan tiap minggu.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : status nutrisi pasien terpenuhi.
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : rasa nyaman pasien saat makan terpenuhi.
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi.
 Kriteria Waktu : kapan saja
 Kriteria Hasil : terpenuhinya kebituhan nutrisi pasien.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
 Kriteria Waktu : setiap saat
 Kriteria Hasil : terpenuhinya kebutuhan cairan pasien.

3.4 Implementasi Keperawatan


1. Lakukan pendidikan prabedah dan pascabedah pada pasien.
2. Berikan pasien obat yang di programkan.
3. Berikan pasien perawatan suportif.
4. Lakukan fisioterapi dada pada pasien.
5. Sediakan lingkungan yang hangat, tenang, dan nyaman.
6. Atur waktu istirahat dan aktivitas pasien.
7. Berikan makanan dengan gizi yang seimbang dan tinggi kalori.
8. Berikan pasien diet sedikit tapi sering.
9. Berikan hidrasi yang adekuat pada pasien.
10. Berikan perawatan mulut yang rutin pada pasien.
11. Anjurkan penggunaan spirometer insentif, batuk dan bernafas dalam.
12. Berikan asuhan pascabedah.
13. Pertahankan elevasi kepala tempat tidur minimal 30 derajat.
Pendidikan pasien dan pemeliharaan kesehatan
1. Instruksikan pasien untuk menghidari uap berbahaya, debu, asap, serbuk, dan iritan paru lain.
2. Ajarkan pasien untuk memperhatikan dan melaporkan perubahan kuantitas atau karakter sputum.
3. Anjurkan perawatan gigi regular karena produksi sputum yang berlebihan dapat memengaruhi
gigi geligi.
4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk mengimplementasikan latihan drainase dan terapi fisik
dada. Anjurkan pasien untuk menggunakan drainase postural sebelum bangun pagi, untuk
mengeluarkann akumulasi sputum malam hari.
5. Anjurkan pasien melakukan aktifitas fisik sepanjang hari untuk membantu memobilisasi sekresi.
6. Tekankan pentingnya imunisasi influenza dan pneumonia serta tindakan segerah terhadap semua
infeksi pernapasan.
7. Pantau respon terhadap terapi. Waspada terhadap eksaserbasi yang dutandai oleh perubahan
pada produksi sputum.
3.5 Evaluasi Keperawatan
1. Pasien tidak lagi cemas.
2. Pasien terhindar dari komplikasi.
3. Apa yang menjadi keluhan pasien perlahan mulai teratasi.
4. Tanda-tanda vital pasien normal.
5. Asupan nutrisi dan cairan pasien terpenuhi.
6. Kondisi pernafasan normal, tidak adanya suara tambahan.
7. Kondisi jantung normal.
8. Tidak adanya komplikasi
BAB 4
SIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat
pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pneumonitis berulang dan memanjang,
aspirasi benda asing, atau massa yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak &
Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang
bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. (
Soeparman & Sarwono, 1990)

4.2 Saran
Dari pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis, penyebab, tanda dan gejala,
bagaimana cara penatalaksanaan serta tindakan keperawatan yang bisa dilakukan, oleh karena itu
individu yang mengalami bronkiektasis atau mengalami tanda dan gejala dari bronkiektasis
segera melakukan tindakan lanjut, yaitu dengan datang kedokter maupun rumah sakit untuk
memeriksakan keadaannya, dan juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan tentang
bronkiektasis.
Dalam makalah kami ini mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dari semua
dosen pengajar dan teman-teman yang membangun kami untuk lebih baik kedepannya.
Amin.
REFERENSI

 Geadle, Jonathan. 2007. At A Galance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga


 http://dokterbujang.wordpress.com/2012/09/08/bronkiektasis/(diakses pada 7 oktober 2014)
 Kowalak, Jennifer P. 2011. Potofisiologi. Jakarta : EGC
 Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarata : EGC
 Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC
 Williams, Lippincont & Wilkens. 2011. Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi Keperawatan.
Jakarta : EGC

You might also like