Professional Documents
Culture Documents
2. Anatomi Fisiologi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung
dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat
(Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang.
Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang
banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam
kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan
tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson,
2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra
lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia,
dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang
panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis
pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di
dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris,
disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang
disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk
persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat
letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa
kondilus. c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
c. Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar.
OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada
OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar
lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.
3. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainya.
4. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur.
Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap
pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling
efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai,
maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic
merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu
tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan
enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler.
Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif,
penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat
dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
7. WOC/Pathway
Fraktur
Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer
9. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan
selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna
dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan
untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan
dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan
isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki
kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan
dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005):
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang
yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang
mati dan reorganisai.
10. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah
ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-
masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya
secara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(Nasrul Effendy,1995).
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi ditandai
dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan
No Tanggal Diangosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
/Jam Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian
dengan selama ...x... jam nyeri secara
terputusnya diharapkan nyeri klien komprehensif
jaringan tulang, dapat teratasi dengan termasuk lokasi,
gerakan fragmen kriteria hasil: karakteristik, durasi,
tulang, edema Pain control frekuensi, kualitas,
dan cedera pada - Mampu mengontrol dan faktor presipitasi.
- Observasi reaksi
jaringan, alat nyeri (tahu
nonverbal dari
traksi/immobilisas penyebab nyeri,
ketidaknyamanan
i, stress, ansietas mampu
- Ajarkan teknik non
menggunakan
farmakologis
teknik
(relaksasi, distraksi
nonfarmakologi
dll) untuk mengetasi
untuk mengurangi
nyeri.
nyeri, mencari - Evaluasi tindakan
bantuan) pengurang
- Melaporkan bahwa
nyeri/kontrol nyeri.
nyeri berkurang - Kolaborasi dengan
dengan dokter bila ada
menggunakan komplain tentang
manajemen nyeri. pemberian analgetik
- Mampu mengenali
tidak berhasil.
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang.
4. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervensi yang dilakukan
5. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan
berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
3) Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh,
respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannnya.
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA