You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh dunia,
di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
berkembang. Kelaianan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai
dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Secara
fungsional anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer. Secara praktis anemia di tunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit atau hitungan eritrosit. Anemia merupakan istila yang menunjukan
rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah
normal. Anemia bukan merupakan penyakit melainkan merupakan pencerminanan
keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan
(Smeltzer, 2002).

Anemia, merupakan masalah yang sering dialami oleh penduduk Indonesia.Anemia


memang dianggap sepele oleh penduduk Indonesia, oleh sebab itu Anemia menjadi
masalah terbanyak yang ditangani mulai dari puskesmas hingga rumah sakit.Ada
banyak masalah gizi pada anak-anak di Indonesia, namun yang dianggap memiliki
dampak paling luas dan jangka panjang yakni anemia. Anemia gizi besi adalah keadaan
dimana kadar zat merah darah atau hemoglobin (Hb) lebih rendah dari nilai normal
karena kekurangan zat besi. Menurut WHO (2000), indikator anemia pada anak usia 12-
14 tahun adalah < 12,0 g/dl. Anemia gizi besi ditandai dengan lesu, lemah, letih, lelah
dan lalai (5L), sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, kelopak mata,
bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat (Supariasa, dkk, 2001).

Remaja putri lebih rentan anemia dibandingkan dengan remaja laki-laki. Itu
disebabkan kebutuhan zat besi pada remaja putri adalah 3 kali lebih besar dari pada
laki-laki. Remaja putri setiap bulan mengalami menstruasi yang secara otomatis
mengeluarkan darah. Itulah sebabnya remaja putri memerlukan zat besi untuk

1
mengembalikan kondisi tubuhnya kekeadaan semula. Yang sangat disayangkan adalah
kebanyakan dari remaja putri tidak menyadarinya.

Anemia kekurangan zat besi dapat menimbulkan berbagai dampak pada remaja
putri antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit,
menurunnya aktivitas dan prestasi belajar. Remaja putri yang menderita anemia
kebugarannya juga akan menurun, sehingga menghambat prestasi olahraga dan
produktivitasnya. Masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang sangat cepat,
kekurangan zat besi pada masa ini akan mengakibatkan tidak tercapainya tinggi badan
optimal (Arisman, 2004).

Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%, dengan
proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-laki dan 23,9%
perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar
26,4% dan sebesar 18,4% pada kelompok umur 15-24 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan anemia pada remaja putri dengan tingkat pengetahuan
masyarakat ?
2. Bagaimana hubungan anemia pada remaja putri dengan dengan tingkat ekonomi ?
3. Bagaimana cara mengatasi anemia ditinjau dari aspek pendidikan, ekonomi, dan
kesehatan ?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan hubungan anemia pada remaja putri dengan dengan tingkat
pengetahuan masyarakat
2. Mendeskripsikan hubungan anemia pada remaja putri dengan dengan tingkat ekonomi
3. Memaparkan cara mengatasi anemia
4. Memberikan kiat dan saran untuk mengurangi prevalensi anemia pada remaja putri

2
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis
Berikut adalah data prevalensi anemia remaja putri berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kabupaten Melati :
Puskesmas Prevalensi (%)
Kamboja 25,3
Anggrek 25,6
Mawar 28,3
Flamboyan 26,1
Kenanga 25,8
Semangka 26,4
Manggis 25,7
Apel 26,2

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Menurut Herman (2006) dalam
Dyah (2011) prevalensi anemia di Indonesia sebesar 57,1 % diderita oleh remaja putri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dr. Wahyu di kabupaten Melati tahun 2014
khusunya di puskesmas Mawar, prevalensi remaja putri yang mengalami gejala anemia
jumlahnya paling besar dibandingkan puskesmas lain yaitu sebesar 28,3 %.
Adapun gejala anemia yang ada dapat disebbkan oleh beberapa faktor, antara lain
adalah :
a. Faktor Internal (Manusia)
1. Asupan makanan yang kurang
Permasalahan gizi di Indonesia masih sangatlah tinggi keberadaannya. Kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai zat gizi menjadikan dasar dari permasalahan
ini, salah satunya adalah penyebab anemia, masyarakat masih kurang
mendapatkan asupan zat-zat gizi penting yaitu besi, asam folat, dan vitamin B12
dimana ketiganya adalah bahan penting pembentuk darah sehingga dampak
karena kurangnya asupan itu adalah timbulnya anemia. Khusunya remaja putri

3
yang masih sangat memerlukan ketiga zat gizi tersebut untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, maka dari itu prevalensi anemia banyak terjadi pada remaja
putri.
2. Adanya perdarahan
Perdarahan adalah salah satu faktor penyebab anemia, karena dengan adanya
perdarahan maka akan menimbulkan penurunan kadar hemoglobin, hematokrit,
dan eritrosit sekaligus. Menstruasi yang dialami oleh remaja putri bila terjadi
berlebihan maka akan mendapatkan anemia karena pada saat menstruasi tubuh
juga mengeluarkan zat besi yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah sehingga dapat menyebabkan anemia.
3. Adanya penyakit keturunan
Penyakit keturunan yang diwariskan secara genetik seperti thalassemia dan
anemia sel sabit sangat berpengaruh pada kejadian anemia karena terdapat
gangguan pada eritrosit khususnya hemoglobin pada thalassemia sehingga
kemampuannya mengikat oksigen berkurang sementara mobilitas eritrosit sangat
rendah untuk anemia sel sabit karena bentuk morfologi eritrosit yang tidak normal
sehingga distribusi oksigen ke jaringan akan sangat terganggu.
b. Faktor Eksternal
A. Keuangan
1. Kondisi sosial ekonomi yang rendah
Kondisi sosial ekonomi yang rendah berkaitan erat dengan daya beli
masyarakat. Pada daerah puskesmas Mawar mayoritas penduduk
bermatapencaharian sebagai petani dan buruh sehingga pendapatannya
mungkin masih dalam kategori rendah yang menyebabkan masyarakat di
puskesmas Mawar kurang mampu untuk membeli kebutuhan pangan yang
memiliki kadar gizi tinggi.
2. Sedikitnya lapangan pekerjaan
Mayoritas penduduk puskesmas Mawar adalah petani dan buruh tani karena
lapangan pekerjaan yang masih rendah, sehingga pendapatan maksimal yang
didapatkan masyarakat kemungkinan adalah pada saat musim panen tiba,
sementara bila tidak sedang musim panen pendapatannya minim.
B. Metode
1. Cara pengolahan makanan yang salah

4
Kurangnya pengetahuan mengenai cara mengolah makanan yang benar dapat
mengurangi atau menghilangkan zat gizi dari suatu bahan makanan, misalnya
proses perebusan dengan suhu tinggi dalam waktu yang lama, sehingga meski
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi, kandungan gizinya tidak
didapatkan dan dampakanya menimbulkan anemia gizi.
2. Kurangnya sosialisasi tentang anemia dan zat gizi
Pemahaman masyarakat mengenai anemia dan zat gizi sangatlah penting
karena jika masyarakat masih awam mengenai hal ini maka prevalensi anemia
akan sangat susah diturunkan.
C. Material
1. Ketersediaan bahan pangan rendah
Mata pencaharian utama masyarakat di daerah puskesmas Mawar adalah di
bidang pertanian, maka dari itu masyarakat lebih dominan mengkonsumsi
bahan pangan nabati daripada hewani. Padahal untuk permasalahan anemia
ini, zat gizi dari hewani yang paling banyak dan mudah diserap oleh tubuh.
2. Suplemen besi kurang dikonsumsi
Konsumsi suplemen besi yang kurang dikaitkan dengan pengetahuan dan
ekonomi masyarakat puskesmas Mawar, padahal seharusnya masyarakat
mengkonsumsi suplemen besi secara teratur untuk melancarkan pembentukan
sel darah merah sehingga dapat terhindar dari resiko anemia.
D. Environment
1. Lingkungan tidak mendukung untuk berternak
Mata pencaharian masyarakat puskesmas Mawar yang dominan di sektor
pertanian kemungkinan karena tidak memungkinkan beternak, bisa jadi karena
permasalahan cuaca yang dapat membuat hewan ternak rentan terkena
penyakit, sehingga dampaknya masyarakat kurang mengkonsumsi bahan
pangan hewani.
2. Daerah endemis parasit cacing
Kebersihan masyarakat yang kurang misalnya pada hal sanitasi dapat
meningkatkan angka kemungkinan endemisitas parasit cacing, karena saat
masyarakat terkena penyakit cacing salah satu dampaknya adalah timbul
anemia.

5
B. Pembahasan
1. Masalah gizi di Indonesia
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya produktifitas kerja dan daya
tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin masih didalam
kandungan, bayi, anak– anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut (Depkes
RI, 2001).
Status gizi baik merupakan perwujudan dan terpenuhinya konsumsi pangan
sesuai dengan anjuran kecukupan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak)
maupun zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Akhir-akhir ini masalah gizi makro
mulai bergeser pada masalah gizi mikro, yaitu karena kekurangan konsumsi
pangan sumber vitamin dan mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi VI 1998 disebutkan bahwa masalah gizi mikro terjadi disebabkan karena
distribusi sayuran terhadap konsumsi zat gizi, khususnya vitamin dan mineral
ternyata sangat rendah (WKNPG, 1998).
Di Indonesia masalah gizi kurang atau malnutrisi masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama (Riskesdas, 2010). Malnutrisi
memberikan kontribusi ter- hadap tingginya rata-rata angka kematian di negara
sedang berkembang. Anak-anak yang malnutrisi tidak mempunyai cadangan
lemak dan sangat sedikit otot. Perkembangan otak menjadi lambat oleh karena
anak-anak mengala- mi insiden penyakit yang tinggi karena tubuh tidak mampu
melawan infeksi. Fakta menun- jukkan bahwa angka kematian akibat penyakit
infeksi pada anak yang malnutrisi 3 hingga 27 kali lebih besar daripada anak-anak
yang gizinya baik, sehingga malnutrisi merupakan faktor risiko yang signifikan
penyebab kematian pada anak (UNS/SCN, 2005).
Seringkali anak yang malnutrisi juga mengalami anemia. Malnutrisi maupun
anemia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, penurunan fungsi kognitif,
psikomotor dan daya tahan tubuh anak, karena pada umumnya anak yang
malnutrisi selain kekurangan energi dan protein juga mengalami kekurangan ber-
bagai mikronutrien. Sementara itu, prevalen- si anemia pada anak-anak di dunia
mencapai angka 47,4% atau sekitar 300 juta anak men- derita anemia. Bila
prevalensi ini didasarkan pada wilayah, maka separuh (47,7%) atau seki- tar 170

6
juta dari anak-anak yang anemia ini be- rada di wilayah Asia, sehingga Asia
merupakan wilayah dengan peringkat tertinggi, yang masih sangat jauh
dibandingkan dengan angka anemia di Eropa yang mencapai 16,7% dan Amerika
Utara yang hanya mencapai 3,4% (Khan, et al, 2008; Geogieff, 2007). Dari
sejumlah anak- anak yang anemia tersebut, sekitar 200 juta anak mengalami
“kegagalan” untuk mencapai perkembangan kognitif dan sosio-emosional
(Darnton-Hill, et al., 2007). Selain itu, anemia pada anak-anak menyebabkan
pertumbuhan yang lebih lambat (Sharieff, et al., 2006).
2. Masalah anemia gizi
Di Indonesia, kasus anemia gizi sangat umum dan mudah dijumpai pada
semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan. Ditinjau dari segi
kesehatan masyarakat anemia gizi terjadi karena kekurangan zat besi. Anemia zat
besi ini banyak diderita oleh wanita hamil, laki –laki dewasa, pekerja penghasilan
rendah, balita dan anak sekolah. Pada remaja putri, anemia gizi besi dapat
mengurangi kemampuan belajar, sehinggga dapat menurunkan prestasi di sekolah.
Dalam kondisi anemia, tubuh mudah terkena infeksi. Keadaan ini tentunya dapat
menghambat perkembangan kualitas sumber daya manusia (Depkes ,1995).
Kasus anemia di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh rendahnya asupan
zat besi atau Fe dalam tubuh. Hal ini karena masyarakat Indonesia khususnya
wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber
zat besi yang mudah diserap (heme iron). Sedangkan bahan makanan nabati (non-
heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap, sehingga
dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam
seharinya. Anemia gizi karena kekurangan zat besi masih merupakan masalah
gizi utama yang banyak menimpa kelompok rawan yaitu ibu hamil, anak balita,
wanita usia subur (WUS) dan pekerja berpenghasilan rendah. Di tingkat nasional,
prevalensi anemia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 2005, menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu
hamil 50,9%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun 57,1% dan pada
wanita usia subur (WUS) usia 17-45 tahun sebesar 39,5%. Sedangkan di Jawa
Timur berdasarkan kajian data anemia tahun 2002, ditemukan 16% wanita usia
subur menderita anemia, sedangkan untuk remaja putri dan calon pengantin
ditemukan masing- masing 80,2% dan 91,5% menderita anemia (Dinkes Prop.
Jatim, 2002).

7
3. Tanda – tanda anemia gizi
Gejala anemia biasanya Lesu, Lemah, Letih, Lemah, Lalai (5L), sering
mengeluh pusing, mata berkunang – kunang. Gejala lebih lanjut adalah kelopak
mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat (Pedoman
Penanggulangan Anemia Gizi Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur dalam
situs http://www.gizi.net). Penderita anemia selain disertai dengan Lemah, Letih,
Lesu, nafas pendek, muka pucat juga ditandai dengan susah berkonsentrasi serta
fatique atau rasa lelah yang berlebihan (Sutomo, 2008).
4. Penyebab dari anemia gizi
Menurut DepKes (2000), penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi
atau Fe dalam tubuh. Karena pada pola konsumsi masyarakat indonesia, terutama
wanita kurang mengonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber
heme iron yang daya serapnya > 15%. Ada beberapa bahan makanan nabati yang
memiliki kandungan Fe tinggi (non heme iron), tapi hanya bisa di serap tubuh <
3% sehingga diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan
Fe dalam tubuh, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi. Anemia juga
disebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja,
ibu hamil, dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lain karena pendarahan
yang disebabkan oleh investasi cacing turutama cacing tambang, malaria, haid
yang berlebihan dan pendarahan saat melahirkan (Wijiastuti, 2006).
Anemia gizi sering diderita oleh wanita dan remaja putri dan diketahui 1 dari 3
wanita menderita anemia. Penyebab anemia gizi besi yang sering diderita wanita
dan remaja putri yaitu dikarenakan oleh:
 Wanita dan remaja putri jarang makan makanan protein hewani seperti
daging, hati dan ikan.
 Wanita dan remaja putri selalu mengalami menstruasi setiap bulan
sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak dari pria, oleh
karena itu wanita cenderung menderita anemia dibandingkan pria.
 Adanya kecenderungan remaja yang ingin berdiet dengan alasan
mempertahankan bentuk tubuh yang ideal sehingga terjadi pola makan
yang salah, serta adanya pantangan dan tabu (DepKes, 1998). Dengan
kata lain bahwa pola makan akan berpengaruh terhadap status anemia.

8
Disamping itu, tingkat pengetahun gizi seseorang perpengaruh terhadap
keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut penelitian Saraswati (1997)
secara umum pengetahuan remaja putri tentang anemia masih rendah, menurut
Wijiastuti (2006), sarapan pagi termasuk salah satu faktor anemia pada remaja
putri sedangkan menurut Rodiah (2003), remaja yang suka jajan lebih banyak
(18,5%) yang menderita anemia dibandingkan dengan responden yang tidak jajan
(9,1%).
Menurut Sunarko (2002) pada Wijiastuti (2006), anemia disebabkan oleh
faktor dominan sebab langsung, sebab tidak langsung, dan sebab mendasar, yaitu:
1. Sebab langsung yaitu disebabkan oleh tidak cukupnya asupan zat gizi (Zat
besi dengan daya serap rendah, adanya zat penghambat, diet) dan penyakit
infeksi (kecacingan, malaria, TBC).
2. Sebab tidak langsung yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,
aktifitas wanita yang tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga
dimana ibu dan anak wanita tidak menjadi prioritas.
3. Sebab mendasar yaitu masalah sosial ekonomi yaitu rendahnya
pendidikan, rendahnya pendapatan, status sosial yang rendah dan lokasi
geografis yang sulit.

5. Dampak anemia gizi pada remaja


Anemia yang diderita oleh remaja putri dapat menyebabkan menurunnya
prestassi belajar, menurunnya daya tahan sehingga mudah terkena penyakit infeksi.
Selain pada remaja putri yang terkena anemia tingkat kebugarannya pun akan turun
yang berdampak pada rendahnya produktifitas dan prestasi olahraganya dan tidak
tercapai tinggi badan maksimal karena pada masa ini terjadi puncak pertumbuhan
tinggi badan (peak high velocity) (DepKes, 2003 pada Wijiastuti, 2006).
Menurut Soekirman (2000) pada Hardiansyah dkk, (2007), anemia pada remaja
dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunnya konsentrasi belajar
dan menurunnya stamina dan produktivitas kerja. Tingginya anemia pada remaja
ini akan berdampak pada prestasi belajar siswa karena anemia pada remaja putri
akan menyebabkan daya konsentrasi menurun sehingga akan mengakibatkan
menurunnya prestasi belajar (Kusumawati, 2005).

9
BAB III
RENCANA PROGRAM
3.1 Rencana Pelaksanaan (POA)
Upaya Kesehatan : Penanggulangan Anemia Remaja Putri di Puskesmas Mawar

NO KEGIATAN SASARAN TENAGA PELAKSANA JADWAL TUJUAN


1 Manusia
 Memberikan penyuluhan Seluruh Tenaga kesehatan 1 Meningkatkan wawasan
mengenai anemia dan zat masyarakat yaitu dokter, bidan, bulan mengenai anemia dan
gizi Kabupaten perawat serta tenaga sekali gizi
Melati kesehatan puskesmas

 Melakukan genetic Diprioritas Dokter yang berperan 6 Mengetahui


testing untuk keluarga kan di dalam bidang bulan kemungkinan
yang memiliki daerah genetika sekali masyarakat yang terkena
kemungkinan penyakit puskesmas penyakit genetik
thalassemia dan anemia Mawar
sel sabit

2 Metode
 Memberikan penyuluhan Seluruh Tenaga kesehatan 1 Meningkatkan wawasan
mengenai cara mengolah masyarakat yaitu dokter, bidan, bulan mengenai anemia dan
makanan yang benar Kabupaten perawat serta tenaga sekali gizi
Melati kesehatan puskesmas
 Mengawasi peredaran Seluruh Petugas Dinas 1 Mencegah tersebarnya
makanan sehat di pasar daerah Kab Kesehatan bulan makanan yang tidak
Melati Kabupaten Melati sekali sehat di masyarakat
3 Money
 Memberikan pelatihan Seluruh Petugas Dinas 2 Meningkatkan
untuk meningkatkan masyarakat Pemberdayaan bulan keterampilan kerja
kemampuan kerja Kabupaten Masyarakat sekali masyarakat
Melati Kabupaten Melati
masyarakat
4 Material
 Memberikan pelatihan Seluruh Petugas Dinas 3 Meningkatkan
kepada petani untuk petani Pertanian Kabupaten bulan pengetahuan petani
Kabupaten Melati sekali tentang biodiversitas
menanam bahan pangan
Melati tanaman
yang bervariasi

Environment
Petugas kesehatan 2 Memantau kebersihan
 Mengadakan Seluruh
masing-masing lingkungan dan
pemantauan mengenai wilayah bulan
mencegah persebaran
Kabupaten puskesmas sekali
sanitasi Melati Kabupaten Melati parasit cacing

10
3.2 Program Pencegahan Anemia di Kabupaten Melati
A. PENDEKATAN MELALUI KONSEP KESEHATAN MASYARAKAT

1. Pengertian Kesehatan Masyarakat


Kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu dan seni yang bertujuan :
1. Mencegah timbulnya penyakit,
2. Memperpanjang masa hidup,
3. Mempertinggi nilai kesehatan,

Dengan jalan menimbulkan, menyatukan, menyalurkan dan mengkoordinir


usaha-usaha di dalam masyarakat ke arah terlaksananya usaha-usaha :
1.Memperbaiki kesehatan lingkungan,
2.Mencegah dan memberantas penyakit-penyakit infeksi yang menyebar dalam
masyarakat,
3.Mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan,
4.Mengkoordinir tenaga-tenaga kesehatan agar mereka dapat melakukan
pengobatan dan perawatan dengan sebaik-baiknya,
5.Mengembangkan usaha-usaha masyarakat agar mereka dapat mencapai tingkatan
hidup yang setinggi-tingginya sehingga dapat memperbaiki dan memelihara
kesehatannya.

B. PENDEKATAN MELALUI PENGEMBANGAN ORGANISASI


1. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Pendekatan dengan mengembangkan peran PKK di wilayah kerja dr. Ayu yaitu
dengan menggiatkan program-program yang terintegrasi dalam kelompok kerja IV
bidang kesehatan diantaranya dengan melatih keterampilan wanita usia subur
dalam pengelolaan menu makanan sehat dan bekerja sama dengan puskesmas
untuk melakukan deteksi anemia setiap bulannnya.
2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Pendekatan melalui LSM yaitu dengan melakukan pembinaan edukasi rutin
terstruktur serta monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaannya.
3. Dinas Kesehatan Kota
Dinas kesehatan kota dapat menetapkan kebijakan terkait pembinaan dan
pemantauan upaya promosi kesehatan dengan pendekatan kelompok-kelompok

11
sebaya yang sudah ada di masyarakat dan menjadikannya sebagai bagian dari
pengembangan program kerja Puskesmas dalam upaya pencegahan anemia gizi
besi pada wanita usia subur dan remaja putri. Demikian juga dengan instansi
pemberdayaanperempuan diharapkan dapat mengintegrasikan upaya pencegahan
anemia gizi besi pada wanita usia subur dan remaja putri pada setiap programnya.

C. PENDEKATAN MELALUI PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT

KIE : penyuluhan kesehatan dan gizi termasuk penyuluhan tentang suplementasi


Tablet Tambah Darah untuk Remaja Putri/Wanita Usia Subur dilaksanakan secara
berkala dengan mengikut sertakan :

a. Lintas Sektor Terkait : Depkes, Depnaker, Depdikbud, Depag, Depdagri,


Depsos, BKKBN, Menpora, Menperta dan lain-lain.
b. Organisasi Sosial dan Keagamaan : seperti Karang Taruna, MUI, PGI, KWI,
PT dan Walubi sampat ke tingkat wilayah.
c. Organisasi Kepemudaan dan Wanita : misalnya Pramuka, Saka, Bhakti
Husada, PMR, Kowani, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, PKK sampai ke
tingkat ranting.
d. LSM terkait : misalnya PP Nahdlatul Ulama, PP Muhammadiyah, Fatayat NU,
PP Aisyiyah, Wanita Katolik dan lain-lain.
e. Donor agency bidang kesehatan : Unicef, WHO, USAID, PATH, HKI, Mother
Care dan lain-lain.
f. Organisasi Profesi : IDI, POGI, IBI, PDGMI, ISFI, Persagi, IAKMI dan lain-
lain.
g. Media Komunikasi : seperti Televisi, PRSSNI, Biro Iklan, YPS, koran dan
majalah.
h. Pekerja formal : perusahaan, pabrik melalui Gerakan Pekerja Wanita Sehat
dan Produktif (GPWSP).
i. Pekerja non formal : industri rumah tangga, buruh tani, buruh perkebunan dan
lain-lain.

12
D. PENDEKATAN MELALUI KONSEP PENCEGAHAN

Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin terjadi


apabila intervensi dilakukan terhadap sebab langsung, maupun tidak langsung.
Strategi itu adalah sebagai berikut :

A.Terhadap penyebab langsung

Penanggulangan anemia gizi perlu diarahkan agar :

1. Keluarga dan anggota keluarga yang resiko menderita anemia mendapat


makanan yang cukup bergizi dengan biovailabilita yang cukup.
2. Pengobatan penyakit infeksi yang membesar resiko anemia.
3. Penyediaan pelayanan yang mudah dijangkau oleh keluarga yang
memerlukan, dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang sesuai.

B.Terhadap penyabab tidak langsung

Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayang


didalam keluarga terhadap wanita, terutama terhadap Remaja Putri/Wanita Usia Subur
yang perhatian itu misalnya dapat tercermin dalam :

1. Penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya


2. Mendahulukan ibu hamil pada waktu makan
3. Perhatian agar pekerjaan fisik disesuaikan dengan kondisi Remaja
Putri/Wanita Usia Subur

13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Tingginya prevalensi Anemia remaja putri di puskesmas Mawar disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain adalah :
 Asupan makanan yang kurang
 Adanya perdarahan
 Adanya penyakit keturunan
 Keadaan sosial ekonomi rendah
 Sedikitnya ketersediaan lapangan pekerjaan
 Cara mengolah makanan yang salah
 Kurangnya sosialisasi tentang anemia dan zat gizi
 Ketersediaan bahan pangan yang rendah
 Sedikitnya konsumsi suplemen besi
 Lingkungan yang tidak mendukung untuk beternak
 Daerah endemis parasit cacing

Dari beberapa faktor yang tersebut diatas, kondisi masyarakat yang dominan berada
di tingkat sosial ekonomi rendah adalah yang paling berpengaruh. Sehingga usaha
mengatasi tingginya prevalensi anemia remaja putri di Kabupaten Melati adalah
dengan memperbaiki sektor ekonomi sehingga pendapaatan perkapita meningkat
dan dapat mengangkat kondisi sosial ekonomi masyarakat. Selain itu, pengetahuan
masyarakat mengenai anemia dan status gizi dapat ditingkatkan dengan cara
pemberian penyuluhan rutin kepada masyarakat sekaligus dengan mengadaka
pemberian suplemen besi dan melakukan fortifikasi makanan.

B. Saran
 Meningkatkan kondisi sosial ekonomi dengan meningkatkan pendapatan
penduduk sehingga akan berpengaruh pada daya beli makanan bergizi oleh
masyarakat
 Memberikan penyuluhan secara berkala untuk meningkatkan wawasan
masyarakat mengenai anemia dan zat gizi
 Melakukan suplementasi dan fortifikasi makanan

14
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Aditian, Nari. 2009. Faktor – faktor yang mempengaruhi anemia gizi. Universitas

Indonesia.

Ferri, Fred F., M.D., F.A.C.P. 2015. Ferri's Clinical Advisor. Elsevier

Supriyono. Faktor – faktor yang mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja

wanita di PT HM SAMPOERNA.

Zulaekah, Siti. Purwanto, Setiyo. Hidayati, Listyani. 2014. Anemia Terhadap

Pertumbuhan Dan perkembangan anak Malnutrisi. Jurnal Kesehatan

Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

Kartamihardja, Emmy. 2014. ANEMIA DEFISIENSI BESI. Surabaya : FK UWKS

Guyton,A,Hall, J. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Masrizal (2011) Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September


2011,II(1)

15

You might also like