You are on page 1of 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penglihatan merupakan salah satu kebutuhan paling esensial bagi setiap

manusia, gangguan atau bahkan kehilangan fungsi dari salah satu atau kedua mata tak

hanya akan mengakibatkan kehilangan produktifitas bagi para penderita yang

terpaksa harus melayani kebutuhan sehari- hari penderita (Dinkes RL,2013). Menurut

Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009, pasal 95 Penanggulangan gangguan

penglihatan merupakan semua kegiatan yang dilakukan meliputi pelayanan promotif,

preventif, kuratif,dan rehabilitatif yang ditujukan untuk meningkatkan derajat

kesehatan indera penglihatan masyarakat.

Kemajuan teknologi pada saat ini selain memiliki dampak positif juga

memiliki dampak negatif terhadap kesehatan tubuh kita yaitu dengan semakin

meningkatnya radikal bebas.Radikal bebas merupakan bentuk senyawa oksigen

reaktif dengan komponen utama oksigen radikal.Radikal bebas diketahui sebagai

senyawa dengan elektron tidak berpasangan yang menyebabkan radikal bebas tidak

stabil dan sangat reaktif sehingga selalu berusaha untuk mencari pasangan baru yaitu

menjadi mudah bereaksi dengan zat lain (protein, lemak maupun DNA) dalam tubuh

(Supartini, 2012).

Radikal bebas banyak terdapat disekitar kita yang berasal dari sinar

ultraviolet, polusi udara, asap rokok maupun asap mobil, dan bahan kimia dalam
2

makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu pestisida dan bahan tambahan lainnya).

Radikal bebas di dalam tubuh sangat berbahaya apalagi jika sudah berikatan dengan

sel jaringan dapat bereaksi dengan protein sehingga merusak membran sel, jika

protein rusak dan terjadi pada lensa mata maka dapat menyebabkan katarak

(Supartini, 2012).

Rokok merupakan benda yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Merokok

merupakan salah satu kebiasaan yang akan memberikan banyak dampak negatif

terhadap kesehatan. Merokok adalah salah satu faktor risiko utama dari beberapa

penyakit, diantaranya kanker, jantung koroner, diabetes millitus, hipertensi, katarak,

dan lain sebagainya.Asap rokok yang mengandung radikal bebas dapat menyebabkan

perubahan molekul protein (denaturasi protein) sehingga dapat menimbulkan

kerusakan jaringan, apabila protein lensa yang berubah maka terjadilah katarak.

Katarak merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan pada usia 55 tahun

atau lebih dan 60 persen dari kebutuhan diatas usia 60 tahun, diakibatkan katarak

(Lemone & Burke, 2000).

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan

dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karotenoid (Taylor,

2004). Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3-

hydroxikhynurinine dan chromophores yang menyebabkan terjadinya kambilasi dan

denaturasi protein (Khurana, 2007).Individu yang merokok 20 batang lebih jenis

sigaret dalam sehari, mempunyai resiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak

(Ausman & Russel, 2007).


3

Penelitian yang dilakukan oleh Pujianto (2004) Faktor kebiasaan merokok

berhubungan dengan penyakit katarak dengan nilai OR sebesar 2,9 dengan 95% IK

(1,4-5,7)p value =0,002 artinya kebiasaan merokok secara statistik berhubungan

bermakna dengan penyakit katarak, sedangkan kebiasaan merokok (>10 batang/hari)

tidak mempengaruhi kejadian katarak dengan OR sebesar 2,2 dengan IK (0,7-6,5)p

value sebesar 0,210 artinya faktor perilaku merokok (>10 batang/hari) secara statistik

tidak berhubungan bermakna dengan kejadian katarak.

Laki-laki perokok di dunia hampir 1 juta milyar orang, sekitar 35% dari

perokok berada di negara maju dan 50% berada di negara berkembang, sekitar 250

juta perempuan, 22% dari perempuan tersebut berada di negara maju dan 9% berada

di negara berkembang. Rendahnya tingkat konsumsi tembakau pada perempuan di

seluruh dunia tidak mencerminkan kesadaran akan kesehatan, namun lebih kepada

tradisi sosial dan rendahnya sumber ekonomi pada perempuan. Jumlah perokok di

dunia akan terus bertambah terutama karena terjadi pertambahan jumlah

populasi,pada tahun 2030 akan ada sekitar 2 milyar orang di dunia, meskipun angka

prevalensi ini salah, jumlah perokok akan tetap meningkat. Konsumsi tembakau telah

mencapai proporsi epidemik global (Shafey, Eriksen, Ros& Mackay, 2002).

Masalah rokok di Indonesia masih merupakan dilema, yakni satu pihak

mendatangkan cukai sekitar dua puluh tujuh triliun rupiah pertahun, dilain pihak

merugikan kesehatan masyarakat, untuk itu pemerintah berupaya melindungi

kesehatan masyarakat dari bahaya rokok antara lain pemerintah menerapkan kawasan

bebas asap rokok di tempat umum (Herlina, 2004).


4

Indonesia adalah salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

Konsumsi rokok secara nasional di Indonesia pada tahun 2002 berjumlah 182 milyar

batang yang merupakan urutan ke-5 diantara 10 negara di dunia dengan konsumsi

tertinggi pada tahun yang sama (Depkes RI, 2004).Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO, 2003) memperkirakan bahwa 59% atau 140.687.241 jiwa pada usia diatas 10

tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian dan konsumsi rokok di Indonesia

setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke 4 setelah RRC (1.679

miliar batang), Amerika Serikat (480 miliar batang), Jepang (230 miliar) (Dinata,

2007).

Faktor risiko terjadinya katarak salah satunya adalah disebabkan oleh

merokok. Di Indonesia sendiri prevalensi merokok sangat tingi, hal ini ditunjukan

dari tingginya angka hasil survey GATS (Global Adult Tobacco Survey) dimana

Indonesia menduduki posisi pertama yaitu 67,0% pada laki-laki dan 2,7% pada

wanita, dibandingkan dengan India (2009): laki-laki 47.9% dan wanita 20.3%,

Philippines (2009): laki-laki 47,7% dan wanita 9,0%, Thailand (2009): laki-laki

45,6% dan wanita 3,1%, Vietnam (2010): 47,4% laki-laki dan 1,4% wanita, Polandia

(2009): 33,5% laki-laki dan 21.0% wanita (Depkes RI, 2012).

Katarak mempengaruhi 20,5 juta (1 dalam 6) orang Amerika usia 40 dan lebih

tua, pada usia 80 tahun, lebih dari setengah orang Amerika memiliki katarak. Katarak

adalah penyebab utama kebutaan di dunia (47,8%) dibandingkan dengan gangguan

mata lainnya, pada tahun 2020, jumlah orang yang memiliki katarak diperkirakan

meningkat menjadi 30,1 juta pada tahun 2020 (The Eye Penyakit Prevalensi Research
5

Group, 2004). Tampaknya ada prevalensi yang lebih tinggi dari katarak pada wanita.

Menurut perkiraan Amerika usia 40 dan lebih tua, proporsi yang lebih tinggi dari

perempuan memiliki katarak (20%) dibandingkan dengan laki-laki (14%) (WSD,

2004). Menurut data dari Survei Kesehatan Nasional 53,4% dari orang yang berusia

75 dan lebih tua dilaporkan memiliki katarak dibandingkan dengan 31,0% berusia 65-

74, 9,3% berusia 55-64, 2,7% berusia 45 sampai 54, dan 0,5% berusia 18-44

(Ryskulova, et.al, 2008).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan prevalensi nasional

kebutaan di Indonesia sebesar 0,9% dengan penyebab utama katarak. Kemampuan

melakukan operasi katarak hanya kira-kira 80.000 orang per tahun mengakibatkan

timbul penumpukan penderita katarak yang memerlukan operasi. Ketidakmampuan

penderita katarak untuk melakukan operasi disebabkan daya jangkau pelayanan

operasi yang rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, sulitnya menjangkau

fasilitas kesehatan karena kondisi geografis serta ketersediaan tenaga dan fasilitas

kesehatan mata yang masih terbatas. Masalah ini diperbesar dengan kenyataan bahwa

jumlah tenaga profesional dibidang kesehatan mata masih terbatas dibandingkan

dengan besarnya masalah yang dihadapi sehingga kasus kebutaan akibat katarak di

Indonesia tergolong tinggi (Depkes RI, 2009).

Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan pada lensa dimana

keadaan lensa mengalami kekeruhan akibat terjadinya hidrasi (penambahan cairan)

lensa bahkan juga bisa disebabkan karena denaturasi protein atau keduanya.Lensa

berubah menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu serta berkurangnya tajam
6

penglihatan. Katarak dapat terjadi apabila protein-protein lensa normal transparan

terurai serta mengalami koagulasi, banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

penyakit katarak yaitu usia, trauma kimia dan fisik, genetik, kongenital dan dapat

juga diakibatkan karena adanya beberapa penyakit mata (Ilyas, 2006).

Menurut Ilyas (2006), katarak yang dipengaruhi oleh faktor usia dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu, katarak kongenital (katarak sejak lahir <1 tahun), katarak

juvenil (katarak yang terjadi pada usia muda >3 bulan dan <9 tahun), katarak senil

(merupakan katarak yang di alami pada usia >40 tahun). Katarak merupakan

penyebab utama terjadinya kebutaan di seluruh dunia yang dapat dicegah. Salah satu

faktor risiko penting terjadinya katarak yaitu merokok, Intervensi yang dapat

dilakukan untuk mengurangi faktor risiko terjadinya katarak hanya dengan berhenti

merokok (Brian & Taylor, 2001).

Menurut Lusianawaty (2007), Di samping faktor usia, faktor merokok

mempunyai hubungan positif dengan katarak. Katarak berhubungan positip dengan

merokok. Semakin berat derajat merokok maka semakin tinggi katarak. Pada

penelitian ini ditinjau dari hubungan bivariat antara faktor merokok dengan katarak

maka terlihat bahwa katarak pada responden perokok 2,17 kali lebih tinggi secara

bermakna dibandingkan dengan katarak responden bukan perokok. Apabila ditinjau

dari indek Brinkman (15) yang merupakan derajat berat ringan perokok, maka terlihat

katarak pada perokok sedang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan katarak pada

perokok ringan, dari OR terlihat 1,57 kali lebih tinggi dibandingkan perokok ringan.

Katarak pada perokok berat lebih tinggi secara bermakna (4,85 kali) dibandingkan
7

katarak pada perokok ringan, sedangkan katarak pada perokok sedang lebih tinggi

secara bermakna (1,6 kali) dibandingkan katarak pada perokok ringan. Penelitian ini

sesuai dengan kepustakaan yang melaporkan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya katarak adalah faktor merokok. Penelitian lain

menyebutkan bahwa jumlah rokok juga mempengaruhi peningkatan risiko terjadinya

katarak, dilaporkan perokok dengan jumlah lebih 20 batang sehari akan

meningkatkan risiko menjadi katarak hampir 2 kali lipat lebih tinggi.

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan

dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karotenoid (Taylor,

2004). Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3-

hydroxikhynurinine dan chromophores yang menyebabkan terjadinya kambilasi dan

denaturasi protein (Khurana, 2007). Individu yang merokok 20 batang lebih jenis

sigaret dalam sehari, mempunyai resiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak

(Ausman & Russel, 2007).

Data dari provinsi bengkulu, di muko-muko Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Mukomuko, Sabrin didampingi Kabid Bina Kesehatan Masyarakat

menyebutkan, sebanyak 572 orang pasien dari kabupaten muko-muko, Kabupaten

Seluma, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Bengkulu Tengah yang terdaftar mengikuti

operasi mata katarak gratis selama tiga hari, 20-23 September 2013, dari sebanyak itu

pasien hanya 473 orang yang menjalani screning dan menyusul kembali sebanyak 52

orang, namun yang menjalani operasi berdasarkan screning hanya 143 orang

ditambah 51 pasien. "Sebanyak 473 orang itu menjalani operasi mata katarak
8

bertahap mulai hari pertama sebanyak 53 orang pasien, lalu hari kedua 68 orang, dan

ketiga sebanyak 62 orang, setelah operasi dan masa perawatan dokter spesialis mata

menyarankan agar mata pasien yang telah dioperasi jangan terkena debu dan asap

guna menjaga agar penyakitnya tidak kambuh lagi (Dinkes Muko-muko, 2013).

Berdasarkan laporan data tahunan dari RSUD Curup pada tahun 2012 terdapat

118 orang yang menderita katarak diantaranya, (77,9%) 66 orang berjenis kelamin

laki-laki dan 52 orang berjenis kelamin perempuan sedangkan pada tahun 2013

penderita katarak meningkat terbukti dengan kunjungan pasien dipoliklinik mata yang

menderita katarak sebanyak 223 orang diantaranya, (53,8 %) 120 orang berjenis

kelamin laki-laki dan (46,2 %) 103 orang berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti diRSUD Curup

tanggal 16 November 2013, dari 223 orang penderita katarak, didapatkan 8 orang

yang merokok yang terkena katarak. Berdasarkan data diatas maka peneliti

berkeinginan untuk meneliti hubungan katarak dengan merokok di RSUD Curup

Kabupaten Rejang Lebong tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas bahwa katarak dan rokok masih menjadi

permasalahan bagi kesehatan masyarakat luas apalagi dengan angka kejadian yang

terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia, maka dari itu peneliti ingin lebih

mengetahui tentang “Hubungan katarak dengan merokok di RSUD Curup Kabupaten

Rejang Lebong tahun 2014?”.


9

C. Tujuan

Tujuan Umum:

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan katarak dengan

kebiasaan merokok di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong tahun 2014.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui karakteristik responden (pekerjaan) pada penderita katarak di

RSUD Curup tahun 2014.

2. Mengetahuijumlahpenderitakatarak yang mempunyaikebiasaanmerokok di

RSUD Curuptahun 2014.

3. Mengetahui jumlah perokok yang mempunyai penyakit mata lainnya.

4. Mengetahui hubungankatarak dengan kebiasaan merokok di RSUD

CurupKabupatenRejangLebongtahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi InstitusiKesehatandanRumahSakit

Memberikan informasi dan masukan sebagai perencanaan program di dalam

dunia kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit katarak khususnya di

Kabupaten Rejang Lebong.

2. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan khususnya bagi mahasiswa

Poltekkes Bengkulu Prodi Keperawatan Curup.


10

3. Bagi Responden

Memberikan informasi bagi masyarakat tentang hubungankatarak dengan

kebiasaan merokok.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengenai hubungankatarak dengan kebiasaan

merokok di RSUD CurupKabupatenRejangLebongtahun 2014.

F. Keaslian Penelitian

No Penelitian Judul Metode Sampel Hasil


1 Putri Nurjanah Gambaran Deskriptif 35 pasien Dari 35 pasien
(2008) Resiko yang hampir seluruh
Katarak di berkunjung responden
RSUD Curup di diabetes
tahun 2008 poliklinik melitus yaitu
Mata sebanyak 33
RSUD orang (94.0%),
Curup hampir pasien
Tahun berumur 44-65
2008 tahun sebanyak
17 orang
(49.3%) dan
berjenis
kelamin laki-
laki (51.0).
2 Ruri Yuliarnita Hubungan Corelation 87 orang Terdapat
(2010) Diabetes pasien hubungan yang
Melitus yang signifikan
Dengan datang ke antara diabetes
Kejadian poliklinik melitus dengan
Katarak di Mata kejadian
Poliklinik RSUD katarak.
Mata di Curup
RSUD Curup tahun 2009
tahun 2010
3 Supartini Hubungan Cross Ada
2012 polamakanbu sectional Hubunganberm
11

ahdansayuran aknaantarapola
sumber anti makanbuahdan
oksidandenga sayuransumber
nkejadiankata anti
rak di oksidandengan
pantiwredase kejadiankatarak
marangtahun di
2012. pantiwredasem
arangtahun
2012.
4 Lusianawati Merokok dan Cross Responden Di samping
(2007) usia sebagai sectional yang faktor usia,
faktor risiko memenuhi faktor merokok
katarak pada kriteria mempunyai
pekerja inklusi hubungan
berusia ≥ 30 dan positif dengan
tahun di eksklusi katarak.
bidang sebanyak Katarak
pertanian 1223 orang berhubungan
positip dengan
merokok.
Semakin berat
derajat
merokok maka
semakin tinggi
katarak.
Perbedaanpenelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah

jumlah populasidansampel,variabel penelitiandanjudul penelitian “Hubungan Katarak

Dengan Kebiasaan Merokok di RSUD Curup Kabupaten RejangLebong”.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Katarak

1. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan latin

cataracta yang berarti air terjun, dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana

penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap

keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)

lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya (Ilyas, 2006).

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya

terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak

kongenital), (Brunner & Suddarth, 2001). Katarak (pasca operasi) adalah terjadinya

opasitas progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan

yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marylin, 2000).

Definisi Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang

dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau

dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan

berjalan progesif (Mansjoer, 2000).

Katarak banyak diduga oleh orang adalah film atau selapis selaput kulit yang

terletak di depan mata, Hal ini adalah tidak benar karena yang keruh adalah lensa

mata. Mata manusia merupakan suatu sistem gabungan yang dapat memfokuskan
13

bayangan atau sinar seperti keadaan pada alat kamera, kelainan ini bukan suatu tumor

atau pertumbuhan jaringan di dalam mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa

menjadi berkabut. Katarak merupakan keadaan keruh lensa mata yang biasanya

bening dan transparan (Ilyas, 2006).

Katarak berkembang bila lensa menjadi berkabut seperti jendela berkabut

ditempat yang dingin, lensa yang terletak dibelakang manik mata bersifat

membiaskan dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada bintik

kuningnya, bila lensa menjadi keruh atau katarak cahaya tidak dapat di fokuskan pada

bintik kuning dengan baik sehingga penglihatan menjadi kabur (Ilyas, 2006).

Opasifikasi lensa mata (katarak) merupakan penyebab tersering kebutaan

yang dapat diobati diseluruh dunia, sebagian besar katarak timbul pada usia tua

sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya

seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah, sejumlah kecil

berhubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik dan memiliki

mekanisme fisikokimiawi yang jelas, beberapa di antaranya bersifat kongenital dan

dapat diturunkan (James, Chew, Bron, 2006).

2. Etiologi

Menurut Ilyas (2006) etiologi dari katarak sebagai berikut :

a. Ketuaan (Katarak Senilis) adalah Sebagian besar katarak terjadi karena proses

degeneratif atau bertambahnya usia seseorang, usia rata-rata terjadinya katarak

adalah pada usia 60 tahun keatas.


14

b. Trauma adalah Cedera mata yang dapat mengenai semua umur, dan cedera mata

bisa seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan

bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.

c. Penyakit mata lain (Uveitis)

d. Penyakit sistemik (Diabetes Mellitus)

e. Defek kongenital merupakan salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari

infeksi virus prenatal seperti German measles atau rubella, katarak kongenitalis

bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal domonan) atau

bisa disebabkan oleh: 1) Infeksi congenital, seperti campak jerman (german

measles); 2) Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia

(kadar gula yang meningkat).

Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah: Penyakit metabolik

yang diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga, infeksi virus pada ibu ketika bayi

masih dalam kandungan.Penyebab katarak lainnya meliputi: Faktor keturunan, cacat

bawaan sejak lahir, penggunaan obat tertentu, khususnya steroid, gangguan

metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus), mata tanpa pelindung terkena sinar

matahari dalam waktu yang cukup lama, rokok dan alkohol, operasi mata

sebelumnya, faktor-faktor lainnya yang belum diketahui.

3. Gejala

Menurut James, Chew, Bron (2006); Gejala katarak adalah suatu opasitas

pada lensa mata: Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri,

menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi, pada bayi katarak dapat
15

mengakibatkan ambliopia (kegagalan perkembangan penglihatan normal) karena

pembentukan bayangan pada retina buruk, bayi dengan dugaan katarak atau dengan

riwayat keluarga katarak kongenital harus dianggap sebagai masalah yang penting

oleh spesialis mata.

4. Tanda

Menurut James, Chew, Bron (2006) tanda dari katarak adalah tajam

penglihatan berkurang pada beberapa pasien, tajam penglihatan yang diukur di

ruangan gelap mungkin tampak memuaskan, sementara bila tes tersebut dilakukan

dalaam keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari

rasa silau dan hilangnya kontras.

5. Klasifikasi

Menurut Ilyas (2006) Katarak dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Katarak Kongenital

Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir,

dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin, biasanya kelainan ini

tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat

terjadinya gangguan metabolisme serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak

perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai berusia 1 tahun.

Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat

pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan

lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen.
16

Bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang

disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih), setiap bayi dengan leukokoria

sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorma, endoftalmitis,

fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi di samping

katarak sendiri.

Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau

serat lensa masih muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah dilakukan

dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya dilakukan pada

usia 2 bulan untuk mencegahambliopia eks-anopsia.

b. Katarak Juvenil

Katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir. Katarak ini termasuk ke

dalam developmentcataract, yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih

terjadi perkembangan serat–serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek

seperti bubur dan disebut soft cataract, biasanya katarak juvenil merupakan bagian

dari suatu kejadian penyakit keturunan lain.

c. Katarak Senil

Katarak Senil paling sering dijumpai biasanya umur lebih dari 50 tahun, tapi

kadang-kadang mulai umur 40 tahun, hampir selalu mengenai kedua mata dengan

stadium yang berbeda. Kekeruhan dapat dimulai dari perifer kortek atau sekitar

nucleus. Gejala utama adalah penglihatan makin lama makin kabur. Sejak mulainya

terjadi kekeruhan sampai matur dibutuhkan waktu beberapa tahun.


17

Reaksi pupil terhadap cahaya normal, katarak senil ada hubungannya dengan

pertambahan umur dan berkaitan dengan proses ketuaan yang terjadi di dalam lensa.

Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya nucleus dengan berkembangnya

lapisan kortek lensa, secara klinik/proses ketuaan lensa sudah tampak pada

pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat terjadinya skelerosa lensa yang timbul

pada decade 4 yang dimanifestasi dalam bentuk presbiopia.

d. Katarak Insipient

Katarak yang tidak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dengan

dasar perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks

anterior atau posterior. Kekeruhan ini pada permulaan hanya tampak bila pupil

dilebarkan, pada stadium ini terdapat keluhan polidiopia oleh karena indeks refraksi

yang tidak sama pada semua bagian lensa, bila dilakukan tes bayangan iris (shadow

test) akan negatif.

e. Katarak Imatur

Katarak Imatur pada stadium yang lebih lanjut maka akan terjadi kekeruhan

yang lebih tebal. Tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih

terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hydras korteks

yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini

akan memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi myopia.

Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik

mata depan dan sudut bilik mata depan akan lebih sempit, stadium ini akan mudah
18

terjadi glaucoma sebagai penyulit. Stadium imatur dimana terjadi kecembungan lensa

akibat menyerap air disebut stadium intumesen.Shadow test pada keadaan ini positif.

f. Katarak Matur

Proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-

sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Lensa kehilangan cairan sehingga mengkerut

lagi dan kamera okuli anterior menjadi normal kembali. Kekeruhan lensa sudah

menyeluruh warna putih keabu-abuan, pada pemeriksaan iris shadow negatif dan

fundus refleks negatif, stadium ini saat yang baik untuk operasi dengan tehnik intra

kapsuler (tehnik lama).

g. Katarak Hipermatur

Proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat

keluar melalui kapsul lensa, dapat terjadi 2 kemungkinan: Lensa menjadi kehilangan

cairannya terus sehingga mengkerut dan menipis disebut Shrunken katarakdankorteks

lensa melunak dan mencair, sedangkan nucleus tidak mengalami perubahan,

akibatnya nucleus jatuh disebut Morganian katarak.

6. Manifestasi Klinik Katarak

Gejala katarak berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif

(rabun jauh memburuk secara progresif).Penglihatan seakan-akan melihat asap dan

pupil mata seakan akan bertambah putih, pada akhirnya apabila katarak telah matang

pupil akan tampak benar-benar putih, sehingga refleks cahaya pada mata menjadi

negatif (-).
19

Gejala umum gangguan katarak meliputi: Penglihatan tidak jelas, seperti

terdapat kabut menghalangi objek; peka terhadap sinar atau cahaya; dapat melihat

dobel pada satu mata; memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca;

lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

7. Patofisiologi Katarak

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,

berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa

mengandung tiga komponen anatomis, pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer

ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.

Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat

kekuningan, di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior

nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan bentuk katarak yang paling

bermakna seperti kristal salju (Smeltzer, Suzanne, Bare & Brenda, 2001).

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,

perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier

ke sekitar daerah di luar lensa, perubahan kimia dalam protein lensa dapat

menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat

jalannya cahaya ke retina, salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa

normal disertai influks air ke dalam lensa, proses ini mematahkan serabut lensa yang

tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim

mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
20

menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang

menderita katarak (Smeltzer &Suzanne, 2001).

Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau

sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.

Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar

UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang

dalam jangka waktu yang lama(Ilyas, 2006).

8. FaktorRisiko

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,

baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh

antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor ekstrinsik

yang berpengaruh antara lain pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung

pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan,

hubungannya dengan paparan sinar ultraviolet (Ilyas, 2006).

a. Umur

Menurut Hutasoit (2009), umur adalah usia atau lamanya waktu hidup sejak

dilahirkan. Sirlan (2000) menyatakan bahwa umur adalah sebagai unsur biologis

dari seseorang yang menunjukkan tingkat kematangan organ-organ fisik pada

manusia, umur akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, semakin tinggi usia

seseorang, maka proses perkembangan seseorang akan semakin matang.

Seseorang akan mengalami perkembangan dan mencapai titik klimak pada

usia sekitar 40 tahun dan setelah usia tersebut perkembangannya semakin menurun,
21

oleh karena itu fase perkembangan kedewasaan seseorang berlangsung hingga

menjelang usia dewasa muda 20 tahun, sedangkan pada usia dewasa tua yaitu umur

41 tahun sampai 55 tahun perkembangan mulai mengalami penurunan. Katarak pada

lansia biasanya muncul dengan penglihatan ganda, katarak ini juga menyebabkan

penglihatan kabur, meski menggunakan kacamata atau lensa, sebagian besar katarak

terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang, usia rata-rata

terjadi katarak adalah umur 60 tahun keatas (Ilyas, 2006).

b. Pekerjaan

Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari, suatu

penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah

paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan resiko

terjadinya katarak (Ilyas, 2006).

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar

celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, dan tonometer selain

daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada

kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis

pascabedah dan fisik umum, pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam

penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan

sebanding dengan turunnya tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin

penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan

memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan (Ilyas, 2006).


22

Tes bayangan iris (shadow test) dilakukan untuk mengetahui derajat

kekeruhan lensa. Dasar dari pemeriksaan ini adalah makin sedikit lensa keruh pada

bagian posterior, maka makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut,

sedangkan makin tebal kekeruhan lensa, maka makin kecil bayangan iris pada lensa

yang keruh (Ilyas, 2006).

10. Penatalaksanaan

Berkembang berbagai teknologi bedah katarak, sampai sekarang belum

ditemukan pengobatan katarak dalam bentuk tablet, salep, tetes mata, dan gizi

tertentu untuk mencegah perkembangan katarak.Tidak satu pun obat yang dikenal

yang dapat menyembuhkan katarak. Katarak hanya dapat diangkat dengan cara

pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa

kontak, atau lensa tanam intraokular.Pembedahan dilakukan apabila tajam

penglihatan telah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-

hari dan bila katarak ini telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan

uveitis.Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan

sosial atau atas indikasi medis lainnya (Ilyas, 2003). Ekstraksi katarak adalah cara

pembedahan dengan mengangkat lensa katarak dapat dilakukan dengan intrakapsular

atau ekstrakapsular. Tindakan bedah ini pada saat ini dianggap lebih baik karena

mengurangi beberapa penyulit (Ilyas, 2006).

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian

rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan

penyulit seperti glaukoma dan uveitis.Bedah katarak, lensa diangkat dari mata
23

(ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi

intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa intoto,

yakni didalam kapsulnya melalui insisi limbus superior 140-1600, pada ekstraksi

ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong

dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi

dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior (Mansjoer,

2000).

Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau

keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran

ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil

(2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.Teknik ini

kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus

yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler, pada beberapa tahun

silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular

sebagai jenis bedah katarak yang paling sering.Alasan utamanya adalah bahwa

apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke

dalam kamera posterior.Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan

edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh, Jika digunakan teknik insisi

kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek (Vaughan& ashbury,

2000).
24

B. Merokok

1. Definisi

Menurut Sitepoe (2000), merokok adalah membakar tembakau yang

kemudian diisap isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900ºC untuk ujung

rokok yang dibakar dan 30ºC untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir

perokok.Definisi perokok sekarang menurut WHO dalam Depkes (2003) adalah

mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama

hidupnya masih merokok saat survey dilakukan.

Menurut Harrisons (1987) dalam Sitepoe (2000), asap rokok yang diisap atau

asap rokok yang dihirup melalui dua komponen: komponen yang lekas menguap

membentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen

partikulat, dengan demikian,asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85%

dan sisanya berupa partikel. Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut

mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang

dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke.

2. Kategori Perokok

a. Perokok ringan, yaitu menghabiskan rokok sekitar 10 batang perhari.

b. Perokok sedang, yaitu perokok yang menghabiskan rokok 11 batang sampai 21

batang perhari.

c. Perokok berat, yaitu perokok yang menghabiskan rokok lebih dari 21 batang

sampai 30 batang perhari.


25

Menurut Drastyawan.et al (2001) dalam Nasution (2007), besar pajanan asap

rokok bersifat kompuleks dan dipengaruhi oleh jumlah rokok yang diisap dan pola

pengisapan rokok tersebut. Menurut Kollapan dan Gopi (2002); Solak et al(2005)

dalam Nasution (2007), faktor lain yang turut mempengaruhi akibat asap rokok antara

lain usia mulai merokok, lama merokok, dalamnya isapan, dan lain-lain. Berdasarkan

lamanya, merokok dapat dikelompokkan sebagai berikut: merokok selama kurang

dari 10 tahun, antara 10-20 tahun, dan lebih dari 20 tahun. Jumlah rokok yang

dikonsumsi per hari dapat diklasifikasikan sebagai berikut: ringan (1-10 batang per

hari), sedang (11-20 batang per hari), dan berat (lebih dari 20 batang per hari).

3. Jenis Rokok

Menurut Sitepoe (2000), di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau,

dikenal dengan istilah rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok adalah

tembakau dan juga cengkeh atau disebut rokok kretek. Sebagai bahan baku, di

samping tembakau juga ditambahkan kemenyan dan kelembak, atau disebut rokok

kelembak atau rokok siong. Selain rokok yang khusus dijumpai di Indonesia, ada pula

tembakau yang digunakan sebagai rokok pipa dan rokok cerutu yang tersebar luas di

seluruh dunia, pada rokok pipa, tembakau dibakar kemudian diisap melalui

pipa.Khusus rokok cerutu, daun tembakau kering yang dirajang agak lebar disusun

sedemikian rupa.Rokok digulung dengan berbagai jenis pembalut atau pembungkus,

ada yang menggunakan kertas, misalnya rokok kretek dan rokok putih; daun nipah;

pelepah tongkol jagung atau disebut rokok kelobot; dan dengan tembakau sendiri atau
26

disebut rokok cerutu; ada juga yang tidak menggunakan pembalut, misalnya rokok

pipa (Sitepoe, 2000).

Baik rokok putih maupun rokok kretekdemikian pun dengan rokok pipa ada

yang menggunakan filter dan ada pula yang tanpa filter. Konsumsi rokok berfilter

banyak dijumpai di kota, sedangkan perokok di pedesaan banyak menggunakan rokok

tanpa filter. Rokok kretek merupakan rokok khusus Indonesia yang hanya diproduksi

di Indonesia.Jenis rokok ini diproduksi dengan mesin yang disebut rokok kretek

mesin dan dapat pula diproduksi secara manual menggunakan tenaga kerja berjumlah

banyak atau disebut rokok kretek tangan (Sitepoe, 2000).

4. Bahan Kimia yang Terkandung di dalam Rokok

Menurut Shafey, Eriksen, Ros, Mackay (2009), merokok tembakau terdiri dari

4.000 lebih bahan kimia, beberapa dari ini bersifat iritan dan 60 lainnya diketahui

atau diduga bersifat karsinogenik. Bahan kimia tersebut antara lain: aseton, amonia,

arsenik, butan, cadmium, karbonmonoksida(CO), DDT, hidrogen sianida, metanol,

naftalen, toluen, dan vinil klorida.

Menurut Sitepoe (2000), komposisi asap rokok yang diisap tergantung

berbagai faktor, yaitu jenis tembakau; pemprosesan menjadi tembakau: khususnya

kekeringan tembakau; berat bahan baku rokok: tembakau, termasuk cengkeh atau

bahan tambahan lainnya; bahan pembalut rokok; serta ada tidaknya filter: termasuk

panjang filter dan kerapatan filter pada rokok yang diisap. Filter yang terbuat dari

asetat selulosa berfungsi untuk menahan beberapa tar dan partikel rokok yang berasal

dari rokok yang diisap. Filter juga berfungsi untuk mendinginkan rokok sehingga
27

menjadi mudah diisap. Nikotin terdapat di dalam asap rokok dan juga di dalam

tembakau yang tidak dibakar. Satu-satunya sumbernikotin adalah tembakau.Nikotin

memegang peranan penting dalam ketagihan merokok. Berat rata-rata rokok kretek

adalah 1,14 gr/batang dengan komposisi 60% tembakau dan 40% cengkeh. Berat rata-

rata rokok putih adalah 1 gr/batang dengan komposisi seluruhnya tembakau.Berarti

ada kemungkinan berat tembakau didalam rokok kretek lebih rendah dari rokok putih.

Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar.

Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan bahan organik

lain yang dibakar. Gas CO bersifat toksik karena mengganggu ikatan antara oksigen

dengan hemoglobin. Kandungan kadar CO di dalam rokok kretek lebih rendah

daripada kandungan CO di dalam rokok putih. Timah hitam (Pb) merupakan partikel

asap rokok. Setiap satu batang rokok yang diisap diperhitungkan mengandung 0,5

mikrogram Pb. Batas bahaya kadar Pb dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari.

Eugenol hanya dijumpai di dalam rokok kretek dan tidak dijumpai dalam rokok putih.

Eugenol serupa halnya dengan nikotin, yakni dapat dijumpai dalam rokok yang

dirokok (asap rokok) dan juga di dalam rokok yang tidak dirokok (tembakau)

(Sitepoe,2000).

5. Merokok dan Kesehatan

Masalah kesehatan yang ada di Indonesia berhubungan dengan perubahan

gaya hidup, seperti perubahan kebiasaan makan, merokok, penyalahgunaan

zat,aktivitas yang kurang, dan lain-lain (WHO, 2003). Meskipun tembakau digunakan

dengan cara mengisap, mengunyah, menghirup, dan lain-lain, tidak ada cara yang
28

aman untuk menggunakan tembakau (Shafey, Eriksen, Ros, Mackay, 2009). Berbagai

jenis rokok yang diisap ataupun tembakau yang digunakan tanpa dibakar, dapat

mengganggu kesehatan apabila digunakan di atas ambang tertentu serta digunakan

secara berulang-ulang.Gangguan kesehatan akibat merokok disebabkan oleh bahan

kimia yang terdapat di dalam rokok atau di dalam tembakau yang digunakan (Sitepoe,

2000).

Menurut CDC (2000), merokok membahayakan setiap organ di dalam tubuh.

Merokok menyebabkan penyakit dan memperburuk kesehatan.Berhenti merokok

memberikan banyak keuntungan, hal ini dapat menurunkan risiko penyakit

dankematian yang disebabkan oleh rokok dan dapat memperbaiki

kesehatan.Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok yaitu kanker serviks,

pankreas, ginjal, lambung, aneurisma aorta, leukemia, katarak, pneumonia, dan

penyakit gusi.

6. Hubungan Katarak dengan Kebiasaan Merokok

Menurut Lusianawaty (2007), Di samping faktor usia, faktor merokok

mempunyai hubungan positif dengan katarak. Katarak berhubungan positip dengan

merokok. Semakin berat derajat merokok maka semakin tinggi katarak. Pada

penelitian ini ditinjau dari hubunganbivariat antara faktor merokok dengan

katarakmaka terlihat bahwa katarak pada respondenperokok 2,17 kali lebih tinggi

secara bermaknadibandingkan dengan katarak responden bukanperokok. Apabila

ditinjau dari indekBrinkman(15) yang merupakan derajat beratringan perokok, maka

terlihat katarak padaperokok sedang lebih tinggi secara bermaknadibandingkan


29

katarak pada perokok ringan, dariOR terlihat 1,57 kali lebih tinggi

dibandingkanperokok ringan. Katarak pada perokok beratlebih tinggi secara

bermakna (4,85 kali)dibandingkan katarak pada perokok ringan,sedangkan katarak

pada perokok sedang lebihtinggi secara bermakna (1,6 kali) dibandingkankatarak

pada perokok ringan. Penelitian inisesuai dengan kepustakaan yang melaporkan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah faktor

merokok.Penelitian lain menyebutkan bahwa jumlahrokok juga mempengaruhi

peningkatan risikoterjadinya katarak, dilaporkan perokok denganjumlah lebih 20

batang sehari akanmeningkatkan risiko menjadi katarak hampir 2kali lipat lebih

tinggi.

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan

dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karotenoid (Taylor,

2004). Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3-

hydroxikhynurinine dan chromophores yang menyebabkan terjadinya kambilasi dan

denaturasi protein (Khurana, 2007).Individu yang merokok 20 batang lebih jenis

sigaret dalam sehari, mempunyai resiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak

(Ausman & Russel, 2007).


30

C. Kerangka Teori

Ilyas, 2006

Faktor Resiko Katarak Katarak


a. Merokok
b. Pekerjaan

Faktor Resiko Katarak


a. Trauma
b. Diabetes melitus
c. Kongenital
d. Umur
Keterangan: : Faktor Resiko yang diteliti

Faktor Resiko yang tidak diteliti.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian

Ha : Ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian katarak di RSUD

Curup Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2014.


31

BAB III

METODEPENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah metode Deskriptif Analitik

dengandesain Case Control, yaitu penelitian yang dilakukan menggunakan

Retrospektif, dengan kata lain efek di identifikasikan saat kemudian faktor resiko di

identifikasikan ada atau terjadinya pada waktu yang lalu (Nursalam, 2013).

B. Kerangka Konsep

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel independen: merokok

dan variabel dependen: penyakit katarak yang digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen : Variabel Dependen :


Merokok Penyakit Katarak

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel Independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain

(Nursalam, 2013).Variabel independen dalam penelitian ini adalah Merokok.

2. Variabel Dependen

Varibel dependen adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain

(Nursalam, 2013).Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penyakit Katarak.


32

D. Definisi Operasional

N Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


o
1 Penyakit Katarak adalah setiap Checklist 0.Tidak Ordinal
katarak keadaan kekeruhan katarak
pada lensa yang dapat 1.Katarak
terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan)
lensa, dengan diagnosis
dokter.
2 Merokok Merokok adalah Checklist 0.Tidak Ordinal
membakar tembakau merokok
yang kemudian dihisap 1.Merokok
isinya.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2013). Populasidalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang

menderita katarak di RSUD Curup yaitu sebanyak 223 orang yang terdiri dari 120

orang laki-laki dan 103 orang perempuan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan di teliti atau

sebagian jumlah yang akan di teliti dari karakteristik yang dimiliki populasi

(Arikunto, 2007).

Peneliti mengambil jumah sampel minimal dengan 30 orang untuk kelompok

kasus dan 30 orang untuk kelompok control.Teknik pengambilan sampel yaitu secara

nonprobabilitas dimana teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan


33

sample yang ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti dengan pendekatan

purposive sampling yaitu penarikan sample yang dilakukan memilih subjek

berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti (Arikunto, 2007).

Perhitungan tertentu yang dibuat peneliti untuk pengambilan sampel dengan

kriteria inklusi yaitu sebagai berikut :

a. Pasien yang datang berobat ke poliklinik mata di RSUD Curup

b.Pasien yang pernah mengalami katarak

c. Pasien yang merokok.

d.Bersedia menjadi Responden.

e. Ada dalam rentang waktu penelitian.

F. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai November2013 sampai Juni 2014.

G. Etika Penelitian

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengajukan surat

permohononan izin kepada Kepala RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong dengan

membawa surat pengantar dari Poltekkes Bengkulu Prodi Keperawatan Curup untuk

mendapatkan persetujuan, kemudian kuisioner dikirim ke subjek yang di teliti serta


34

melakukan penilaian pertumbuhan dan perkembangan sampel penelitian dengan

menekankan pada masalah etika yang meliputi :

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitidengan calon

responden yang dilakukan dengan memberikan lembarpersetujuan.Peneliti

menjelaskan tujuan penelitian kepada calonresponden, jika calon responden bersedia

menjadi calon respondenmaka responden dipersilahkan menandatangani lembar

persetujuan, tetapi bila calon responden tidak bersedia maka tidak ada paksaanuntuk

menjadi responden, dalam penelitian ini, persetujuan dilakukanantara peneliti dengan

calon responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity merupakan etika penelitian dimana penelititidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur, tetapihanya menuliskan kode nomor responden

pada lembar pengumpulandata. Kode yang digunakan berupa nomor responden

berupa angka (misal: 1,2,3 dan seterusnya).

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality dilakukan saat pelaksanaan di lapangan peneliti tidak hanya terlibat

dalam proses pengambilan data penelitian tetapi kadang responden berbagi cerita

sekitar kehidupan pribadinya sehingga peneliti harus menjamin kerahasiaan hasil

penelitian baik informasi maupun masalah lain yang menyangkut privasi responden

dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian

(Hidayat, 2003).
35

H. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisa Data

1. Tehnik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer ini diperoleh langsung dari responden yang menderita katarak yang

telah di diagnosis oleh dokter. Penelitian ini dilakukan di rumah responden yang

menderita katarak yang berobat di Poliklinik Mata RSUD Curup Tahun 2014.

Peneliti akan mendatangi rumah masing-masing responden yang beralamat

rumahnya telah peneliti ketahui melalui rekam medik RSUD Curup, data akan

diambil langsung oleh peneliti. Sebelum peneliti memberikan kuisioner, peneliti

memberikan informed consent kepada responden tentang tujuan penelitian. Setelah

responden mengerti dan menyetujui untuk mengisi kuisioner, peneliti memberikan

kuisioner tersebut kepada responden untuk diisi.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan berdasarkan laporan tahunan jumlah

penderita katarak yang di RSUD Curup. Data sekunder diperoleh tidak langsung

dari penderita katarak tapi dari instansi bersangkutan yaitu dari Dinas Kesehatan

Rejang Lebong dan RSUD Curup.

2. Pengolahan Data

Setelah kuisioner disebarkan dan dikumpulkan kembali kemudian dilakukan

a. Editing, yaitu pengecakan isian formulir/kuisioner apakah jawaban yang ada di

kuisioner lengkap lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

b.Coding, yaitu merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
36

c. Recoding, melakukan kode ulang pada jawaban yang belum dikelompok menjadi

kategori tertentu untuk memeudahkan analisa lebih lanjut.

d.Processing, yaitu memasukkan data dari kuisioner ke paket program computer.

e. Cleaning, yaitu pengecakan kembali data yang sudah dimasukkan apakah ada

kesalahan atau tidak.

3. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat yaitu seluruh variabel yang akan digunakan dalam analisis

ditampilkan dalam distribusi frekuensi. Analisis univariat untuk melihat distribusi

frekuensi dari masing–masing variabel dengan menggunakan rumus:


𝐹
𝑃= 𝑋 100%
𝑁

Keterangan :
P : Jumlah persentase yang ingin dicari
F : Jumlah frekuensi dari masing-masing variabel
N : Jumlah Sampel
Rumus diatas, proporsi yang dapat dilihat dalam bentuk presentase yang

dapat diinterprestasikan dengan menggunakan skala :

0% : tidak ada satupun dari responden


1%-25% : sebagian kecil responden
26%-49% : hampir sebagian responden
50% : setengah dari responden
51%-75% : sebagian besar dari responden
76%-99% : hampir dari seluru responden
100% : seluruh responden. (Arikunto,2002)
37

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan

variabel dependen dengan independen secara bersamaan dengan menggunakan

analisis statistik Chi Square (X2). Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

kebiasaan merokok dengan kejadian katarak menguji uji Chi Square (X2) dengan

rumus sebagai berikut

Rumus :
𝑘

𝑥 = ∑(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2 / 𝐸𝑖
2

𝑖=1

Keterangan :
X2 : Harga Chi Square yang diperoleh.
Oi : frekuensi yang diamati
Ei : Frekuensi yang diharapkan.
NO Independen Dependen jumlah
Tidak katarakKatarak
1 Tidak merokok a b a+b
2 Perokok c d c +d
Jumlah a+b b+d N=a+b+c+d
Frekuensi harapan masing-masing sel:
E.1.1. =(a+b) (c+d) /N
E.1.1. =(b+d) (a+b) /N
E.2.1. =(a+b) (c+d) / N
E.2.2. =(a+b) (a+b) / N
Analisis bivariat akan diperoleh Ratio Prevalensi (RP) dengan estimasi Confidence

Internal (CI) yang ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%, dengan rumus Ratio

Prevalensi (RP):
𝑎/(𝑎+𝑏)
RP =
Rumus Ratio Pravelensi (RP) 𝑐/(𝑐+𝑑)
38

Jika RP <1 dengan tingkat kepercayaan 95% tidak melewati angka 1, maka variabel

yang diteliti merupakan faktor protektif atau justru dapat mengurangi

kejadian penyakit.

Jika RP =1 maka variabel yang digunakan menjadi faktor resiko ternyata tidak ada

pengaruhnya terhadap terjadinya efek, dengan kata lain bersifat netral dan

bukan merupakan faktor risiko terjadinya efek.

Jika RP >1 dengan tingkat kepercayaannya 95% melewati angka 1, maka variabel

yang digunakan menjadi faktor risiko ternyata tidak ada pengaruh terhadap

terjadinya efek, dengan kata lain bersifat netral dan bukan merupakan faktor

risiko terjadinya efek.

You might also like