You are on page 1of 25

Asuhan Keperawatan Pielonefritis

BAB I
KONSEP DASAR
1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui
darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup
uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik (refluks) ke dalam ureter.
Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor
kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab
yang lain.
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling
sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal.
Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 200)

2. Etiologi
 Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan
penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di
rumah sakit.
 Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih
yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke
kandung kemih.
 Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran
prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
 Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:


 kehamilan
 kencing manis
 keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk
melawan infeksi.

3. Patofisiologi
Bakteri Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi.Inflamasi ini menyebabkan
pembekakan daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi
terjadi setelah terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena infeksi steptococcus yang
berasal dari darah (descending).

4. Klasifikasi
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
 Pyelonefritis akut.
 Pyelonefritis kronik.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak
sempurna atau infeksi baru.20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah
terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat
di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan
tubulus serta glomerulus terjadi.
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain
seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal
secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan
parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis
dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

5. Manifestasi Klinik
 Pyelonefritis akut
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung
bagian bawah, mual dan muntah. Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih
bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih. Bisa terjadi pembesaran salah
satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat, bisa terjadi kolik renalis, dimana
penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena
adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal
seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali pada pemeriksaan urin didapat urin
berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel
darah putih.

 Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.Sehingga kedua ginjal perlahan-
lahan mejadi rusak.
a) Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala
yang sfesifik.
b) Adanya keletihan.
c) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
d) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan
kepekatan urin menurun.
e) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
f) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.

6. Komplikasi
Pielonefritis kronik adalah penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas
nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal
(akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya
batu).

7. Pemeriksaan Penunjang
 Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila
terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih.
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus
ataupun urolitiasis.
 Bakteriologis
Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL
urin plus piuria
Biakan bakteri
Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
 Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
 Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran
tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
 Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat).
 Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
 Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin
normal menjadi nitrit.
 Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes- tes tambahan :
 Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan
apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses,
hodronerosis atau hiperplasie prostate.
 Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

8. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut : pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan
memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam
sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi
yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama
daripada sistitis.
Masalah yangmungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan
yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial
awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya
infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal
stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen
melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan
digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik.

Pengobatan
Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin,
cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
· Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-
Banthine)
· Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat
menyeluruh yaitu :
1. Data biologis meliputi :
· Identitas Klien
- Nama :
- Usia / Tanggal Lahir :
- Jenis Kelamin :
- Suku Bangsa :
- Status Pernikahan :
- Agama :
- Pekerjaan :
- Diagnosa Medik :
- Tanggal Masuk :
- Tanggal Pengkajian :
- No. RM :
· Identitas penanggung
- Nama :
- Usia :
- Jenis kelamin :
- Alamat :
- Pekerjaan :
- Hubungan dengan Klien :

2. Riwayat kesehatan :
· Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat dikaji.
· Riwayat kesehatan sekang
Penjelasan dari keluhan utama, diuraikan dalam konsep PQRST
· Riwayat kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau memperberat
keadaan penyakit yang sedang diderita saat ini.
· Riwayat kesehatan keluarga
Mengidentifikasi apakah di keluarga ada riwayat penyakit menular atau turunan atau keduanya.
- Bila ditemukan riwayat penyakit menular, dibuat struktur keluarga
dimana diidentifikasi individu-individu yang tinggal serumah.
Tidak dalam bentuk genogram.
- Bila ditemukan riwayat penyakit turunan, dibuat genogram dalam
minimal tiga generasi.
3. Pengkajian fisik :
· Umum
· Tanda-tanda vital
· Sistem Perkemihan,khusus pada sistem perkemihan seperti di lakukan tindakan seperti
berikut: -Palpasi kandung kemih
-Infeksi darah meatus -Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine - Pengkajian pada
costovertebralis
· Sistem Penglihatan
· Sistem Pendengaran
· Sistem Pernafasan
· Sistem Kardiovaskuler
· Sistem Endokrin
· Sistem Genetalia
· Sistem Muskuluskeletal
· Sistem Integumen
· Sistem Syaraf

4. Pola Aktifitas Sehari-hari:


· Nutrisi
1. Kaji jumlah,cara ,jenis cairan yang biasa diminum pasien dan perbedaan frekuensi minum klien
sebelum masuk rumah sakit dan saat di rawar di rumah sakit.
2. Kaji jumlah,cara ,jenis makanan yang biasa dimakan pasien dan perbedaan frekuensi makan
klien sebelum masuk rumah sakit dan saat di rawar di rumah sakit.
· Eliminasi
1. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
2. Kaji perubahan warna urin.
3. Kaji adanya darah dalam urin.
4. Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal
urinasi, atau akhir urinasi.
5. Hesitancy; mengedan nyeri selama atau sesudah urinasi.
6. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan
tidak adekuatnya pengosongan kandung kemih.
· Istirahat
· Personal Higiene

5. Data Psikologis, Sosial dan Spiritual :


· Data Psikologis
Dalam data psikologis terdiri dari status emosi, kecemasan, pola koping, gaya komunikasi dan
konsep diri (gambaran diri, harga diri, dll)
· Data Sosial
dalam data sosial Berisi hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga dan masyarakat.
· Data Spiritual
Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan penyakit, gangguan
dalam melaksanakan ibadah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran
mukosa, kurang nafsu makan
2. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi
3. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

C . Perencanaan
Dp. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran
mukosa, kurang nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan
bertambah.
Batasan karateristik :
Subjektif : kram abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, merasa kenyang setelah
mengingesti makanan, merasakan ketidakmampuan mengingesti makanan.
Objektif : adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, konjungtiva dan membran
mukosa pucat, tonus otot buruk.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.

Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
1 Pantau / catat permasukan diet Membantu dan mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet.
Kondisi fisik umum, gajala uremik
(contoh : mual, anoreksia, gangguan
2 Tawarkan perawatan mulut rasa) dan pembatasan diet multiple
sering/cuci dengan larutan (25%) mempengaruhi pemasukan
cairan asam asetat. Berikan permen makanan.
karet, permen keras, penyegar mulut Membran mukosa menjadi kering
diantara makan dan pecah. Perawatan mulut
menyejukkan, meminyaki dan
3
membantu menyegarkan rasa mulut
yang sering tidak nyaman pada
Berikan makanan sedikit tapi sering uremia dan membatasi pemasukan
4
oral. Pencucian dengan asam asetat
Kolaborasi : membantu menetralkan amonea
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung yang dibentuk oleh perubahan urea.
nutrisi
5
Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status
uremik/menurunnya paristaltik
Batasi kalium, natrium dan pemasukan
6 fosat sesuai indikasi Menentukan kalori individu dan
kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan,dan mengidentifikasi
rute paling efektif dan produknya,
Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh tambahan oral, makanan
contoh; BUN, albumin serum, selang hiperalimentasi
transferin, natrium dan kalium.
Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan
untuk mencegah kerusakan ginjal
lebih lanjut, khususnya bila dialisis
tidak menjadi bagian pengobatan,
dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi,


pembatasan, dan kebutuhan /
efektivitas terapi.
Dp. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan
nyerinya berkurang.
Batasan karakteristik: kegelisahan, perilaku melindungi, perilaku menjaga, kandung kemih tegang
Subjektif : keletihan
Objektif : perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas sebelumnya, perubahan pola
tidur, penurunan interaksi dengan orang lain, perubahan berat badan.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang,
tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh,
tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau intensitas, lokasi, dan factor Rasa sakit yang hebat menandakan
yang memperberat atau meringankan adanya infeksi
nyeri
2 Klien dapat istirahat dengan tenang
Berikan waktu istirahat yang cukup dan dapat merilekskan otot – otot
dan tingkat aktivitas yang dapat di
3 toleran. Untuk membantu klien dalam
berkemih
Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika
4 tidak ada kontra indikasi
Pantau haluaran urine terhadap Untuk mengidentifikasi indikasi
perubahan warna, bau dan pola kemajuan atau penyimpangan dari
5 berkemih, masukan dan haluaran hasil yang di harapkan
setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis
6 ulang
Meningkatkan relaksasi,
Berikan tindakan nyaman, seperti menurunkan tegangan otot
7 pijatan punggung, lingkungan istirahat
Untuk mencegah kontaminasi uretra
Berikan perawatan parineal

Kolaborasi : Temuan – temuan ini dapat


Konsul dokter bila : sebelumnya memberi tanda kerusakan jaringan
8 lanjut dan perlu pemeriksaan luas
kuning gading urine kuning, jingga
gelap, berkabut atau keruh. Pla
9
berkemih berubah, sering berkemih
dengan jumlah sedikit, perasaan ingin
kencing, menetes setelah berkemih. Analgesic memblok lintasan nyeri
Nyeri menetap atau bertambah sakit sehingga mengurangi nyeri

Berikan analgesic sesuia kebutuhan Akibat dari haluran urin


dan evaluasi keberhasilannya memudahkan berkemih sering dan
membantu membilas saluran
Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi berkemih
sediaan minum, termasuk air segar.
Pemberian air sampai 2400 ml/hari

Dp. 3 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Batasan Karakteristik : klien gelisah, tidak tenang, tanda vital abnormal, gelisah, ketakutan,
gangguan tidur.
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas
12-24/menit
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Beri kesempatan klien untuk Agar klien mempunyai semangat
mengungkapkan perasaannya dan mau empati terhadap
perawatan dan pengobatan

2
Pantau tingkat kecemasan Untuk mengetahui berat ringannya
kecemasan klien
3
Beri dorongan spiritual Agar klien kembali menyerahkan
sepenuhnya kepada tuhan YME
4
Beri penjelasan tentang penyakitnya Agar klien mengerti sepenuhnya
dengan penyakit yang di alaminya.

D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil dari asuhan keperawatan yang di berikan apakah sesuai dengan kriteria
hasil ataukah masalah belum teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC


Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
http://acenkfik.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pielonefritis.html. Diakses pada
tanggal 22 Februari 2013
http://glizzer.wordpress.com/2009/05/07/asuhan-keperawatan-klien-dengan/. Diakses pada
tanggal 22 februari 2012
KONSEP DASAR PIELONEFRITIS

2.1 Pengertian Pielonefritis

Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena
adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai dari saluran kemih
bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis
(pyelum= piala ginjal).

2.2 Penyebab

 Bakteri E. Coli.
 Resisten terhadap antibiotik.
 Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.
 Infeksi aktif.
 Penurunan fungsi ginjal.
 Uretra refluk.
 Bakteri menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.

2.3 Patofisiologi

Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan pembekakan
daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah
terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena infeksi steptococcus yang berasal dari
darah (descending).

Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :

 Pyelonefritis akut.
 Pyelonefritis kronik.

1. Pyelonefritis akut

Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak sempurna
atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai.
Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi
ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul
ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.

Kronik pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain
seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal
secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif,
berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal
yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian
Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan
Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

2.4 Tanda dan Gejala

1. Pyelonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal.
2. Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada
pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
3. Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
4. Client biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
5. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam,
selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

1. Pyelonefritis kronik

Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga kedua ginjal perlahan-
lahan mejadi rusak.

2.4 Tanda dan Gejala

1. Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala
yang sfesifik.
2. Adanya keletihan.
3. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
4. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan
kepekatan urin menurun.
5. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
6. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
8. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi.

2.5 Evaluasi Diagnostik.

Evaluasi Diagnostik. Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk mengetahui
lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting untuk
menyelamatkan ginjal dari kehancuran. Kultus urine dan tes sensitivitas dilakukan untuk
menentukan organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat diresepkana.

1. Diagnosa pyelonefritis kronik

Dulu hampir selalu dipakai bila ditemukan kelainan tubulointerstisial ini, pengertian tentang
derajat VUR yang berat dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada ginjal, atrofi, dan
dilatasi kaliks (nefropati refluks0, yang lazim didiagnosis sebagai pyelonefritis kronik, sekarang
ini sudah diterima dengan baik. Mekanisme penyebab jaringan parut diyakini merupakan
gabungan dari efek : (1) VUR, (2) refluks intrarenal, dan (3) infeksi (kunin, 1997; tolkoff-Rubin,
2000; Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan satu-satunya faktor penentu terpenting
dari kerusakan ginjal. Banyak bukti yang menyongkong pendapat bahwa keterlibatan ginjal pada
nefropati refluks terjadi pada awal masa kanak-kanak sebelum usia 5 sampai 6 tahun, karena
pembentukan jaringan parut yang baru jarang terjadi setelah usia ini. Penjelasan dari pengamatan
ini adalah bahwa refluks intrarenal terhenti sewaktu anak menjadi lebih besar (kemungkinan besar
karena perkembangan ginjal), walaupun demikian VUR dapat terus berlanjut.

Pada orang dewasa. VUR dan nefropati refluks dapat berkaitan dengan gangguan obstruktif dan
neoruligik yang menyebabkan sumbatan pada drainase urine (seperti batu ginjal atau vesika
urinaria neurologik akibat diabetes atau cidera batang otak). Namun, sebagian besar orang dewasa
yang memiliki jaringan parut pada ginjal akibat pyelonefritis kronik mendapat lesi-lesi ini pada
awal masa kana-kanaknya. Bkti-bukti yang menyokong mekanisme refluks infeksi ini berasal dari
percobaan pada hewan dan pengamatan pada manusia dengan hasil sebagai berikut : 85% sampai
100% anak-anak dan 50% orang dewasa dengan jaringan parut ginjal menderita VUR (Tolkoff-
Rubin,2000) .

Mekanisme penyataannya nefropati refluks yang mulai terjadi pada awal masa kanak-kanak dapat
njelskan bagmenjelaskan pembentukan jaringan parut dan kerusakan ginjal pada banyak pasien,
masih sulit untuk menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan ginjal progresif karena pada
sejumlah orang orang dewasa dengan pyelonifritis tahap akhir tidak dapat refluks maupun UTI.
Beberapa pasien bahkan tidak dapat mengingat sama sekali pernah mengalami UTI berulang. Teori
paling populer untuk menjelaskan gagal ginjal progisif yang terjadi pada pasien dengan refluks
yang sudah dikoreksi dengan urine steril adalah teori hemodinamik intrarenal atau hipotesis
hiperfitrasi (Rose, Rennke, 1994). Menurut teori ini, infeksi awal penyebab kerusakan nefron
mengakibatkan kompensasi peningkatan tekanan kapiler glomelurus (Pgc) dan hiperperfusi pada
sisa nefron yang masih relatif normal. Tampaknya hipertensi intraglomerulus ini menimbulkan
cidera pada glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis. Konsep cedera glomerulus yang
diperantaikeadaan hemodinamik ini didukung oleh semakin banyaknya bukti dari percobaan
menunjukan bahwa pengendalian hipertensi sistemik terutama dengan pemberian obat-obat
penghambat enzim konversi angiotensi (ACE) seperti koptopril atau enalapril maleat
memperlambat penurunan GFR pada banyak pasien gagal ginjal. Obat-obatan ini menurunkan Pgc
dengan melawan kerja angiotensin II dan dilatasi arteriol eferen. Penurunan P gc juga terjadi jika
makanan berprotein dibatasi hanya 20 sampai 30g/hari, dilengkapi dengan asam amino dan analog
ketonya.

2.6 Penatalaksanaan

Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi antimikrobisl ysng
intensif. Terapi parental diberikan se;lama 24 samapi 28 jam sampai pasien afrebil. Pada waktu
tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila
ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncega perkemban biakannyabakteri yang tersisa,
maka pengobatan pyelonefritis akut biasanya lebi lama dari pada sistesis.

Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang
muncul sampai beberapa bulan atau tahun tampa gejala. Setelah program antimikrobial awal,
pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya bukti
adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi
ginjal stabil. Kadar keratininserum dan hitung darah pasien dipantau durasinya pada terapi jangka
panjang.

Penatalaksanaan agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui kultur
urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan
trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal ketat, terutama
jika medikasi potensial toksin bagi ginjal.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PIELONEFRITIS

3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identifikasi Pasien

Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria.

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan utama : nyeri punggung dibawah dan disuria.

b. Riwayat penyakit sekarang: masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga menyebabkan


infeksi.

c. Riwayat penyakit dahulu: mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelunnya.

d. Riwayat penyakit keluarga: ISK bukanlah penyakit keturunan.

3. Pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: kurangnya pengetahuan pasien tentang


pencegahan.
2. Pola istirahat dan tidur: istirahat dan tidur pasien mengalami gangguan karena gelisah dan
nyeri.

c. Pola eliminasi: pasien cenderung mengalami disuria dan sering kencing.

d. Pola aktivitas: aktivitas pasien mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang.

4. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda vital

TD: normal / meningkat


Nadi: normal/ meningkat

Respirasi: normal/ meningkat

Temperatur: normal/ meningkat

b. Data fokus

Inpeksi: rekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh

Palpasi: suhu tubuh meningkat atau tidak

Perkusi: resona

Auskultasi:

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih
dan struktur urinasius lain.

b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstuksi pada kandung kemih atau pun stuktur
traktus urinarius lain.

c. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya sumber informasi.

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan: nyeri dan ketidakseimbangannya berhubungan dengan inflamasi dan


infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.

Kriteria evaluasi : tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul.

No. Intervensi Rasional


1. Pantau haluaran urine terhadap perubahan Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan
warna, bau dan pola berkemih, masukan atau penyimpangan dari hasil yang
dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil diharapkan.
urinalisis ulang.
2. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1- Membantu mengevaluasi tempat obstroksi
10) penyebaran nyeri. dan penyebab nyeri.
3. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan Meningkatkan relaksasi, menurunkan
punggung, lingkungan istirahat. tegangan otot.
4. Bantu atau dorong penggunaan nafas Membantu mengarahkan kembali perhatian
berfokus relaksasi. dan untuk relaksasi otot.
5. Berikan perawatan perineal. Untuk mencegah kontaminasi uretra
6. Jika dipasang kateter indwelling, berikan Kateter memberikan jalan bakteri untuk
perawatan kateter 2 n kali per hari. memasuki kandung kemih dan naik ke
saluran perkemihan.
7. Kolaborasi Temuan-temuan ini dapat memberi tanda
kerusakan jaringan lanjut dan perlu
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning pemeriksaan luas.
gading-urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keruh. Pla berkemih
berubah, sering berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, meneter
setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit.
8. Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
evaluasi keberhasilannya. mengurangi nyeri.
9. Memberikan antibiotik. Buat berbagai Akibat dari haluaran urin memudahkan
variasi sediaan minum, termasuk air segar. berkemih sering dan membantu membilas
Pemberian air sampai 2400 ml/hari. saluran berkemih.

2. Diagnosa Keperawatan: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih atau pun struktur traktus urianarius lain.

Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,
oliguri, disuria).

No. Intervensi Rasional


1. Awasi pemasukan dan pengeluaran Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
karakteristik urin. dan adanya komplikasi.
2. Tentukan pola berkemih pasien.
3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. Peningkatan hidrasi membilas bakteri
4. Kaji keluhan kandung kemih penuh. Retensi urin dapat terjadi menyebabkan
distensi jaringan (kandungan kemih/ginjal).
5. Observasi perubahan status mental: Akumulasi sisa uremik dan
perilaku atau tingkat kesadaran. ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf pusat.
6. Kecuali dikontaminasikan: ubah posisi Untuk mencegah status urin.
pasien setiap 2 jam.
7. Kolaborasi Pengawasan terhadap disfungsi ginjal.

Awasi pemeriksaan laboratorium;


elektrolit, BUN, kreatinin.
8. Lakukan tindakan untuk memelihara asam Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman
urin.
9. Tingkatkan masukan sari buah berri dan Peningkatan masukan sari buah dapat
berikan obat-obatan untuk berpengaruh dalam pengobatan infeksi
meningkatakanasam urine. saluran kemih.

3. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya pengetahuan tantang kondisi, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

Kriteria evaluasi: Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana


pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.

No. Intervensi Rasional


1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan Memberikan pengetahuan dasar dimana
yang akan datang. pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
2. Berikan informasi tentang: sumber Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
infeksi, tindakan untuk mencegah mengurangi ansietas dan membantu
penyebaran, jelaskan pemberian mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
antibiotik, pemeriksaan diagnostik: rencana terapeutik.
tujuan, gambaran singkat, persiapan yang
dibutuhkan sebelum pemeriksaan,
perawatan sebelum pemeriksaan,
perawatan sesudah pemeriksaan.
3. Pastikan pasien atau orang terdekat telah Instruksi verbal dapat dengan mudah untuk
menulis perjanjian untuk perawatan dilupakan.
lanjut dan instruksi tertulis untuk
perawatan sesudah pemeriksaan.
4. Instruksikan pasien untuk menggunakan pasien sering menghentikan obat mereka,
obat yang diberikan, minum sebanyak jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan
kurang lebih delapan gelas per hari menolong membilas ginjal. Asam piruvat
khususnya sari buah berri. dari sari buah berri membantu
mempertahankan keadaan asam urin dan
mencegah pertumbuhan bakteri.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk Untuk mendeteksi isyarat indikatif
mengekspresikan perasaan dan masalah kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu
tentang rencana pengobatan. mengembangkan penerimaan rencana
terapeutik.

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan
dengan kondisi pasien
3.5 Evaluasi Keperawatan

– Pasien tidak merasa nyeri waktu berkemih.

– Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil, masukkan


dan keluaran urine seimbang.

– Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

– Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC:
Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8 Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/28/askep-infeksi-saluran-kemih/

http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=89

http://penyakit-gangguan%20pada%20ginjal/

http://www.indonesia.com/f/10918-pielonefritis/
BAB II
KONSEP DASAR PIELONEFRITIS
2.1 Pengertian Pielonefritis Akut
Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena
adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai dari saluran kemih
bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis
(pyelum= piala ginjal).
Pielonefritis Akut adalah suatu reaksi inflamasi yang terjadi karena infeksi pada pielum dan
parenkim ginjal. Biasanya kuman berasal dari saluran kemih bagian bawah naik ke ginjal melalui
ureter. Kuman - kuman itu antara lain adalah E Colli, Proteus, Klebsiella, Strep faecalis dan
enterokokus. Kuman Stafilokokus aureus dapat menyebabkan pielonefritis melalui penularan
secara hematogen, meskipun sekarang jarang dijumpai.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari
salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau
retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

2.2 Penyebab

 Bakteri E. Coli.
 Resisten terhadap antibiotik.
 Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.
 Infeksi aktif.
 Penurunan fungsi ginjal.
 Uretra refluk.
 Bakteri menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.

2.3 Tanda dan Gejala

1. Pyelonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran ginjal.


2. Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada
pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
3. Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
4. Client biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
5. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam,
selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

Tanda dan Gejala lainnya

1. Adanya keletihan.
2. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
3. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan
kepekatan urin menurun.
4. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
5. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
6. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
7. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi.

2.4 Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal
fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus
aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan
sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan
medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi
dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode
berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta
atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

2.5 Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum &
Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan
terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau
pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik.
2.6 Penatalaksanaan
Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi antimikrobakterium
yang intensif. Terapi parental diberikan selama 24 sampai 28 jam sampai pasien afrebil. Pada
waktu tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif
apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncega perkemban biakannyabakteri yang
tersisa, maka pengobatan pyelonefritis akut biasanya lebi lama dari pada sistesis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang
muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal,
pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan antimikrobial sampai adanya bukti infeksi
tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil.
Kadar keratininserum dan hitung darah pasien dipantau durasinya pada terapi jangka panjang.
Penatalaksanaan agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui kultur
urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan
trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
PemeriksaanPenunjang:
1.Wholeblood
2.Urinalisis
3.USG&Radiologi
4.BUN
5.creatinin
6. serum electrolytes

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PIELONEFRITIS AKUT
3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identifikasi Pasien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama : nyeri punggung dibawah dan disuria.
b. Riwayat penyakit sekarang: masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga menyebabkan
infeksi.
c. Riwayat penyakit dahulu: mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelunnya.
d. Riwayat penyakit keluarga: ISK bukanlah penyakit keturunan.
3. Pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: kurangnya pengetahuan pasien tentang


pencegahan.
2. Pola istirahat dan tidur: istirahat dan tidur pasien mengalami gangguan karena gelisah dan
nyeri.

c. Pola eliminasi: pasien cenderung mengalami disuria dan sering kencing.


d. Pola aktivitas: aktivitas pasien mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang.
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
TD: normal / meningkat
Nadi: normal/ meningkat
Respirasi: normal/ meningkat
Temperatur: normal/ meningkat

b. Data fokus
Inpeksi: rekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
Palpasi: suhu tubuh meningkat atau tidak
Perkusi: resona
Auskultasi: -
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih
dan struktur urinasius lain.
b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstuksi pada kandung kemih atau pun stuktur
traktus urinarius lain.
c. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya sumber informasi.
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan: nyeri dan ketidakseimbangannya berhubungan dengan inflamasi dan
infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi : tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul.
No. Intervensi Rasional
1. Pantau haluaran urine terhadap perubahan Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan
warna, bau dan pola berkemih, masukan atau penyimpangan dari hasil yang
dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil diharapkan.
urinalisis ulang.
2. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1- Membantu mengevaluasi tempat obstroksi
10) penyebaran nyeri. dan penyebab nyeri.
3. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan Meningkatkan relaksasi, menurunkan
punggung, lingkungan istirahat. tegangan otot.
4. Bantu atau dorong penggunaan nafas Membantu mengarahkan kembali perhatian
berfokus relaksasi. dan untuk relaksasi otot.
5. Berikan perawatan perineal. Untuk mencegah kontaminasi uretra
6. Jika dipasang kateter indwelling, berikan Kateter memberikan jalan bakteri untuk
perawatan kateter 2 n kali per hari. memasuki kandung kemih dan naik ke
saluran perkemihan.
7. Kolaborasi Temuan-temuan ini dapat memberi tanda
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning kerusakan jaringan lanjut dan perlu
gading-urine kuning, jingga gelap, pemeriksaan luas.
berkabut atau keruh. Pla berkemih
berubah, sering berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, meneter
setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit.
8. Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
evaluasi keberhasilannya. mengurangi nyeri.
9. Memberikan antibiotik. Buat berbagai Akibat dari haluaran urin memudahkan
variasi sediaan minum, termasuk air segar. berkemih sering dan membantu membilas
Pemberian air sampai 2400 ml/hari. saluran berkemih.
2. Diagnosa Keperawatan: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih atau pun struktur traktus urianarius lain.
Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,
oliguri, disuria).
No. Intervensi Rasional
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
karakteristik urin. dan adanya komplikasi.
2. Tentukan pola berkemih pasien.
3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. Peningkatan hidrasi membilas bakteri
4. Kaji keluhan kandung kemih penuh. Retensi urin dapat terjadi menyebabkan
distensi jaringan (kandungan kemih/ginjal).
5. Observasi perubahan status mental: Akumulasi sisa uremik dan
perilaku atau tingkat kesadaran. ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf pusat.
6. Kecuali dikontaminasikan: ubah posisi Untuk mencegah status urin.
pasien setiap 2 jam.
7. Kolaborasi Pengawasan terhadap disfungsi ginjal.
Awasi pemeriksaan laboratorium;
elektrolit, BUN, kreatinin.
8. Lakukan tindakan untuk memelihara asam Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman
urin.
9. Tingkatkan masukan sari buah berri dan Peningkatan masukan sari buah dapat
berikan obat-obatan untuk berpengaruh dalam pengobatan infeksi
meningkatakanasam urine. saluran kemih.
.
3. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya pengetahuan tantang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria evaluasi: Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana
pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
No. Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan Memberikan pengetahuan dasar dimana
yang akan datang. pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
2. Berikan informasi tentang: sumber Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
infeksi, tindakan untuk mencegah mengurangi ansietas dan membantu
penyebaran, jelaskan pemberian mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
antibiotik, pemeriksaan diagnostik: rencana terapeutik.
tujuan, gambaran singkat, persiapan yang
dibutuhkan sebelum pemeriksaan,
perawatan sebelum pemeriksaan,
perawatan sesudah pemeriksaan.
3. Pastikan pasien atau orang terdekat telah Instruksi verbal dapat dengan mudah untuk
menulis perjanjian untuk perawatan dilupakan.
lanjut dan instruksi tertulis untuk
perawatan sesudah pemeriksaan.
4. Instruksikan pasien untuk menggunakan pasien sering menghentikan obat mereka,
obat yang diberikan, minum sebanyak jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan
kurang lebih delapan gelas per hari menolong membilas ginjal. Asam piruvat
khususnya sari buah berri. dari sari buah berri membantu
mempertahankan keadaan asam urin dan
mencegah pertumbuhan bakteri.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk Untuk mendeteksi isyarat indikatif
mengekspresikan perasaan dan masalah kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu
tentang rencana pengobatan. mengembangkan penerimaan rencana
terapeutik.
.
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan
dengan kondisi pasien

3.5 Evaluasi Keperawatan


- Pasien tidak merasa nyeri waktu berkemih.
- Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil, masukkan
dan keluaran urine seimbang.
- Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
- Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN

 Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu
atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun
ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui
aliran darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
 Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang tidak
kompeten menyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius
( yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur,
hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis
dapat akut dan kronis.
B. S A R A N
Kami dari kelompok 13 menyarankan bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Oleh
sebab itu jagalah kesehatan kita sejak dini, terutama pada system urinaria kita. Makan makanan
yang bergizi dan rajin berolah raga merupakan kunci dari tujuan kita menuju sehat.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC:
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8 Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta

You might also like