Latar belakang terjadinya perjanjian Linggarjati adalah
karena banyaknya konflik dan insiden pertempuran antara pejuang Indonesia dan pasukan Sekutu-Belanda. Sehingga kedua belah pihak menginginkan berakhirnya konflik dan selesainya persengketaan wilayah kekuasaan serta kedaulatan Republik Indonesia.
Perundingan linggarjati menghasilkan keputusan yang
kemudian disebut perjanjian linggarjati yang memiliki 17 Pasal, dari 17 pasal tersebut terdapat 3 pasal pokok, diantaranya adalah:
Belanda mengakui Republik Indonesia secara de
facto dengan wilayah kekuasan meliputi Sumatera, Jawa, Madura dan Belanda akan meninggalkan Indonesia selambat-lambatnya 1 Januari 1949 Menyepakati pembentukan negara serikat dengan nama Negara Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur besar sebelum 1 Januari 1949. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai ketua. Dampak Positif Perjanjian Linggarjati
Citra Indonesia di mata dunia Internasional semakin kuat,
dengan pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia, mendorong negara-negara lain untuk mengakui kemerdekaan Republik Indonesia secara sah. Belanda mengakui negara Republik Indonesia yang memiliki kuasa atas Jawa, Madura dan juga Sumatera. Dengan demikian secara de facto Indonesia berkuasa atas wilayah tersebut. Selesainya konflik antara Belanda dan Indonesia (walaupun setelahnya Belanda melanggar perjanjian). pada saat itu dikhawatirkan apabila konfrontasi rakyat Indonesia dan kekuatan Belanda terus berlanjut. Maka akan semakin banyak korban jiwa dari kalangan rakyat. Hal ini tentu saja dikarenakan kekuatan militer Belanda yang canggih dan kekuatan rakyat Indonesia yang apa adanya. Dampak Negatif Perjanjian Linggarjati
Indonesia hanya memiliki wilayah kekuasaan yang sangat
kecil, yakni pulau Jawa, Sumatera dan Madura saja. Selain itu Indonesia harus mengikuti juga persemakmuran Indo- Belanda. Memberikan waktu Belanda membangun kekuatan atau “menghela nafas” untuk kemudian selanjutnya melakukan agresi militernya. Perjanjian ini juga ditentang dari dalam negara Indonesia. Masyarakat dan kalangan tertentu yang dimulai dari Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia dan Partai Rakyat Jelata. Dalam perundingan tersebut diketahui bahwa pemimpin yang ditunjuk yaitu Sutan Syahrir telah dianggap memberikan dukungan pada Belanda. Sehingga membuat anggota dari Partai Sosialis yang berada dalam Kabinet tersebut dan KNIP mengambil langkah penarikan dukungan kepada pemimpin perundingan tersebut. Penarikan dukungan tersebut terjadi kepada Syahrir pada tanggal 26 Juni 1947.
B. Agresi Belanda 1
Belanda menafsirkan isi dari perjanjian Linggar Jati
berasarkan pidato Ratu Wihelmina pada 7 Desember 1942, yang pada intinya menginginkan bangsa Indonesia menjadi anggota Commonwealth dan akan dibentuk menjadi negara federasi, lantas Belanda yang akan mengatur hubungan luar negeri bangsa Indonesia. 15 Juli 1947, van Mook sebagai Gubernur Jendral Belanda di Indonesia mengultimatum bangsa Indonesia agar menarik pasukannya untuk mundur dari garis batas demarkasi sejauh 10 km, yang tentu saja ditolak dengan tegas oleh para pemimpin bangsa Indonesia waktu itu.
Berikut ini tujuan utama Pihak Belanda melancarkan Agresi
Militernya terhadap bangsa Indonesia :
1. Militer : Belanda menggunakan agresi militer demi
memusnahkan TNI sebagai ujung tombak pertahanan bangsa dengan begitu Indonesia akan lemah dan mudah dikendalikan. 2. Politis : dengan agresi militer yang dilancarkan pihak Belanda terutama mengepung titik-titik strategis seperti ibu kota negara secara tidak langsung akan menghapuskan kedaulatan bangsa Indonesia. 3. Ekonomis : wilayah Indonesia yang terkenal akan hasil rempahnya yang berkualitas dan memiliki nilai jual yang tinggi membuat Belanda enggan melepaskan dan melihat bangsa Indonesia merdeka.
Untuk pertama kalinya pada 3 Juli 1947, masalah mengenai
agresi militer Belanda terhadap Indonesia dimasukkan ke dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB. Hal tersebut karena dorongan dari pemerintah India dan Australia yang termasuk anggota PBB, dan dalam sidang tersebut dikeluarkanlah sebuah Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang didalamnya berisi seruan kepada kedua belah pihak agar menghentikan konflik bersenjata tersebut. Secara de facto pemerintahan Republik Indonesia diakui oleh Dewan Keamanan PBB, ini terbuukti dari semua resoluusi yang dikeluarkan oleh PBB yang secara resmi memakai nama Indonesia bukannya Netherlands indies.
Karena desakan dari Dewan Keamanan PBB, pada akhirnya
pihak Belanda menyatakan akan menghentikan pertempuran dengan bangsa Indonesia demi resolusi dari Dewan Keamanan PBB. Dengan diterimanya resolusi dari Dewan Keamanan PBB pada 17 Agustus 1947 oleh pihak Belanda dan pemerintah Republik Indonesia pun melakukan gencatan senjata. Setelah gencata senjata dilakukan, Dewan Keamanan PBB pada 25 Agustus 1947 pun membentuk sebuah komite yang nantinya memiliki fungsi sebagai penghubung dan penengah konflik idantara Indonesia dan Belanda.
C. Perjanjian Renville
Perundingan ini di latar belakangi adanya peristiwa penyerangan
Belanda terhadap Indonesia yang disebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947.
Agresi militer pertama disebabkan adanya perselisihan pendapat
yang diakibatkan bedanya penafsiran yang ada dalam persetujuan linggajati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsirannya pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut sangat merugikan Indonesia.
Perundingan pihak Belanda dan pihak Indonesia dimulai pada
tanggal 8 Desember1947 diatas kapal Renville yang tengah berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran- saran KTN dengan pokok-pokonya yaitu pemberhentian tembak- menembak di sepanjang Garis van Mook serta perjanjian peletakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer.
Berikut adalah pokok-pokok isi perjanjian Renville, yaitu:
1. Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau
Republik Indonesia Serikat. 2. RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda. 3. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS terbentuk. 4. Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. 5. Enam bulan sampai satu tahun, akan diadakan pemilihan umum (pemilu) dalam pembentukan Konstituante RIS. 6. Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi
pemerintahan Indonesia, yaitu:
1. Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena
sebagian wilayah Republik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda. 2. Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda. 3. Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda 4. Republik Indonesia harus memakasa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk untuk ke wilayah Republik Indonesia. 5. Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut. D. Agresi Belanda 2
Serangan bermula pada 19 Desember 1948, Belanda
melancarkan serangan menggunakan taktik perang kilat (blitkrieg) disegala sisi wilayah Republik Indonesia. Dimulai dari merebut pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama Adi Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia saat itu. Dan menangkap pemimpin Republik Indonesia yakni Soekarno dan Mohammad Hatta.
Dengan Agresi Militer kedua yang dilancarkan pihak
Belanda, hal tersebut dianggap sebagai sebuah kemenangan besar yang diperoleh Belanda. Sebab dapat menawan pucuk pimpinan bangsa Indonesia, namun hal tersebut menuai kecaman luar biasa yang tak diduga sebelumnya oleh pihak Belanda. Terutama dari pihak Amerika Serikat yang menunjukan rasa simptinya terhadap bangsa Indonesia dengan memberi pernyataan, sebagaimana berikut.
1. Jika Belanda masih saja melakukan tindakan militer terhadap
bangsa Indonnsia, Amerika Serikat akan menghentikan segala bantuan yang diberikan pada pemerintah Belanda 2. Mendorong Belanda untuk menarik pasukannya berada dibelakang garis status quo renville 3. Mendorong dibebaskannya pemimpin Bangsa Indonesia oleh Belanda 4. Mendesak agar Belanda dibuka kembali sebuah perundingan yang jujur berdasarkan perjanjian Renville
Menurut Kahin (2013) Belanda memiliki dua kelompok
kepentingan yang menginginkan bangsa Indonesia tetap dalam kekuasaan Belanda, diantaranya sebagai berikut.
1. Elemen pertama, merupakan mayoritas orang Belanda yang
memiliki investasi yang ditanamkan di bidang pengelolaan di Indonesia termasuk kalangan pengusaha yang tentunya memiliki kepentingan ekonomis didalamnya. 2. Elemen kedua, berasal dari tentara militer dari KNIL dan pegawai negeri Belanda. Ini merupakan kelompok yang memiliki kepentingan utama didalam kedudukan militer Belanda dan aparat pemerintah. Dan apabila ditilik dari tujuan utama dalam setiap gerakan militer Belanda terhadap Indonesia, ada beberapa segi yang melatar belakangi hal tersebut. Diantaranya sebagai berikut.
1. Dari segi ekonomi, bersamaan kembalinya Indonesia
dibawah kekuasaan masa penjajahan Belanda di Indonesia segala kepentingan ekonomi investasi yang ditanam oleh Belanda akan semakin luas dan mendapat keuntungan laba yang besar. 2. Dari segi sosial, ini memiliki keterkaitan dengan masalah kependudukan orang Belanda yang masih tetap tinggal di Indonesia. 3. Dari segi eksistensi, kedudukan Belanda di mata dunia melalui upaya perundingan yang gagal semakin memperburuk citra Belanda di mata dunia Internasional. Dan melalui Agresi Militer Belanda berusaha melancarkan tujuannya melalui dukungan Militer dan sekutu.
E. PDRI
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki
ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatera/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh.
Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatera
Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Sekitar satu bulan setelah agresi militer Belanda, dapat
terjalin komunikasi antara pimpinan PDRI dengan keempat Menteri yang berada di Jawa. Mereka saling bertukar usulan untuk menghilangkan dualisme kepemimpinan di Sumatera dan Jawa.
Setelah Persetujuan Roem-Royen ditandatangani, pada 13
Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Pada sidang tersebut, Pemerintah Hatta mempertanggungjawabkan peristiwa 19 Desember 1948. Wakil Presiden Hatta menjelaskan 3 soal, yakni hal tidak menggabungkan diri kepada kaum gerilya, hal hubungan Bangka dengan luar negeri dan terjadinya Persetujuan Roem-Royen.
Sebab utama Sukarno-Hatta tidak ke luar kota pada tanggal
19 Desember sesuai dengan rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer, karena tidak terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui dewasa itu, seluruh kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula pada saat yang genting itu tidak jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-arah yang diikuti oleh musuh. Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948 antara lain KSAU Suaryadarma mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa pasukan payung biasanya membunuh semua orang yang dijumpai di jalan-jalan, sehingga jika mereka ke luar maka haruslah dengan pengawalan senjata yang kuat.
Pada sidang tersebut, secara formal Syafruddin
Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya, sehingga dengan demikian, M. Hatta, selain sebagai Wakil Presiden, kembali menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi pengembalian Mandat dari PDRI, tanggal 14 Juli, Pemerintah RI menyetujui hasil Persetujuan Roem-Royen, sedangkan KNIP baru mengesahkan persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949.
F. Koferensi Meja Bundar
Hal yang melatarbelakangi terjadinya KMB adalah
kegagalan Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan karena adanya kecaman dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk melakukan penyelsaian secara diplomasi. Sebelumnya terlah terjadi beberapa perundingan antara pihak Belanda dan Indonesia lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Ada beberapa tujuan diadakannya Konferensi Meja Bundar ini
antara lain adalah :
1. Mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda
dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS). 2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
Ada beberapa poin kesepakatan Konferensi Meja Bundar. Berikut
merupakan isi dan hasil Konferensi Meja Bundar selengkapnya.
1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat
(RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka. 2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949. 3. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan. 4. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan Belanda yang dikepalai Raja Belanda. 5. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. 6. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942. 7. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS. 8. Tentara Kerajaan Belanda akan ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI. Penyerahan kedaulatan menandai pengakuan Belanda atas berdirinya Republik Indonesia Serikat dan wilayahnya mencakup semua bekas wilayah jajahan Hindia-Belanda secara formal kecuali wilayah Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.
G. Pengakuan Kedaulatan
Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh
Belanda atau Pengakuan Kedaulatan Indonesia adalah peristiwa di mana Belanda akhirnya mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan tanggal 27 Desember 1949 saat soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pengakuan ini baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Gedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke- 60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta. Langkah Bot ini mendobrak tabu dan merupakan yang pertama kali dalam sejarah. Pada 4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Balkenende menghadiri resepsi diplomatik HUT Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den Haag. Kehadirannya didampingi oleh para menteri utama Kabinet Balkenende IV, antara lain Menteri Luar Negeri Maxime Jacques Marcel Verhagen, Menteri Hukum Ernst Hirsch Ballin, Menteri Pertahanan Eimert van Middelkoop, dan para pejabat tinggi kementerian luar negeri, parlemen, serta para mantan Duta Besar Belanda untuk Indonesia.[1] Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945- 1949 adalah ilegal. Sebelumnya, pada tahun 1995, Ratu Beatrix sempat ingin menghadiri Peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-50. Tapi keinginan ini ditentang PM Wim Kok. Akhirnya Beatrix terpaksa mampir di Singapura dan baru memasuki Indonesia beberapa hari setelah peringatan proklamasi.