You are on page 1of 18

Para Menlu ASEAN desak Korut

hentikan konflik di Semenanjung


Korea
Minggu, 6 Agustus 2017 11:52Reporter : Marcheilla Ariesta Putri Hanggoro

Para Menlu ASEAN di AMM Manila. ©2017 Merdeka.com

Merdeka.com - Ketegangan di Semenanjung Korea semakin meningkat. Hal ini


membuat para menteri luar negeri negara-negara ASEAN prihatin, dan mendesak
Korea Utara untuk mematuhi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Hal ini disampaikan para menteri luar negeri ASEAN daalam pernyataan bersama
mereka, yang diterima merdeka.com dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, Minggu
(6/8).

"Kami, para Menteri Luar Negeri dari Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN)
mengulangi keprihatinan serius kami atas meningkatnya ketegangan di Semenanjung
Korea, termasuk pengujian terbaru oleh Republik Demokratik Rakyat Korea Utara
(DPRK) rudal balistik antarbenua (ICBM) pada tanggal 4 dan 28 Juli 2017, serta
peluncuran rudal balistik sebelumnya, dan juga dua uji coba nuklir pada tahun 2016,"
demikian dikutip dari keterangan bersama para Menlu ASEAN di Manila, Filipina.

Para Menlu merasa ketegangan di sana secara serius mengancam perdamaian,


keamanan dan stabilitas di kawasan dan dunia. Mereka juga mendesak Korut segera
mematuhi Resolusi DK PBB agar kawasan kembali stabil dan aman.

"Perkembangan ini secara serius mengancam perdamaian, keamanan dan stabilitas di


kawasan dan dunia. Dalam hal ini, kami sangat mendesak DPRK untuk segera
mematuhi sepenuhnya kewajibannya berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB
yang relevan," lanjut para Menlu ASEAN.

Dalam pernyataan tersebut, para Menlu ASEAN juga menyatakan dukungan mereka
atas denuklirisasi di Semenanjung Korea. Pengendalian diri juga diserukan wakil
negara-negara Asia Tenggara ini kepada semua pihak di sana.

ASEAN juga mendukung inisiatif dari Korea Selatan yang ingin memperbaiki hubungan
dengan Pyongyang lewat dialog interaktif. Menurut para Menlu ASEAN, pendekatan
inklusif sangat penting dalam menciptakan perdamaian dan mengurangi ketegangan.

Disebutkan pula kesiapan ASEAN memainkan peran konstruktif untuk perdamaian di


Semenanjung Korea.

"ASEAN siap memainkan peran konstruktif dalam memberikan kontribusi terhadap


perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea," imbuh para menlu ASEAN.

Korea Utara merupakan salah satu anggota Forum Regional ASEAN (ARF).
Karenanya, Pyongyang diharapkan dapat berkontribusi secara positif untuk
mewujudkan visi mempertahankan kedamaian di kawasan Asia dan Pasifik.

"Kami menyerukan kepada DPRK, sebagai peserta Forum Regional ASEAN untuk
berkontribusi secara positif untuk mewujudkan Visi ARF, yaitu untuk mempertahakan
kawasan Asia Pasifik sebagai wilayah damai, stabil, bersahabat dan memiliki
kemakmuran abadi baik di serikat maupun organisasi, di dalam maupun di luar
daerah," tutur mereka.

"Saling percaya dan menghargai, serta dapat mengatasi ancaman dan tantangan
keamanan dan mencegah eskalasi potensi konflik dengan maksud menciptakan
lingkungan kondusif bagi pembangunan berkelanjutan, kemajuan sosial dan
peningkatan kualitas hidup semua orang di wilayah," pungkas mereka.

Hadir dalam ARF wakil dari Korea Utara, yaitu Menteri Luar Negeri Koreaa Utara Ri Su
Yong. Hal ini dikonfirmasi Direktur Politik dan Keamanan ASEAN Kemlu RI Chandra
Widya Yuda dalam jumpa pers di kantor Kemlu pekan lalu.
"Menlu Korut akan hadir dan berpartisipasi di ARF. Ini kesempatan bagus untuk
menyampaikan pandangan-pandangan kita dan juga mendengarkan pandangan
mereka," kata Chandra kala itu.

"ARF sebagai forum keamanan Asia Pasifik dan adanya kehadiran Menlu Korut akan
bermanfaat untuk semua pihak dalam mendorong sikap untuk mereka," lanjut
dia. [che]
Jokowi minta ASEAN bersatu
perangi peredaran narkoba
Jumat, 11 Agustus 2017 13:07Reporter : Supriatin

Jokowi di peringatan 50 tahun ASEAN. ©2017 merdeka.com/titin supriatin

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo menyinggung soal ancaman terorisme dan


kejahatan lintas batas dalam peringatan 50 tahun ASEAN. Ancaman terorisme
merupakan ancaman nyata yang perlu direspon dengan segera.

"Serangan terorisme di Marawi menjadi wake up call bagi kita," kata Jokowi dalam
sambutannya di ASEAN Hall, Sekretariat ASEAN, Jakarta Selatan, Jumat (11/8).

Indonesia telah menggagas pertemuan trilateral bersama Filipina dan Malaysia untuk
membahas perkuatan pemberantasan terorisme di Manila, 22 Juni 2017. Selain
terobosan itu, Indonesia juga kembali menggagas pertemuan regional bersama
Australia, Selandia Baru, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina di Manado, 29 Juni
2017. Jokowi menekankan, ASEAN harus bersatu menggalang kerja sama,
memperkuat sinergi untuk memerangi terorisme.

"Saya yakin dengan kerja sama yang lebih erat, lebih kuat, kita bersama-sama akan
mampu melawan ancaman terorisme di kawasan ini," ujanya.

Kejahatan lintas batas tidak kalah penting untuk direspon cepat. Misalnya perdagangan
obat-obatan terlarang lintas negara. Jokowi menegaskan, ASEAN
harus menyatakan perang kepada narkoba dan obat-obat terlarang.

"Kita tidak ingin pemuda ASEAN kehilangan masa depannya karena dirusak obat-obat
terlarang ini. Tidak ada jalan lain kecuali bersatu menyelamatkan ASEAN dari narkoba
dan obat-obat terlarang," ucap dia.

Sebelumnya, Jokowi melihat ada banyak tantangan sulit yang dihadapi ASEAN. Baik
tantangan ekonomi maupun politik. Dari sisi politik, ASEAN akan menghadapi rivalitas
negara-negara besar yang saling berebut pengaruh di kawasan Asia Tenggara
maupun di level Global.

"Di tengah rivalitas kepentingan negara-negara besar itu, ASEAN harus mampu
menjaga kesatuan dan sentralitasnya. Hanya dengan bersatu ASEAN akan bisa
menjaga sentralitasnya, mewujudkan cita-cita bersama. Hanya dengan bersatu ASEAN
akan bisa menentukan masa depannya sendiri tanpa harus didikte oleh kepentingan
negara-negara besar," ujarnya. [bal]
Keamanan Laut Sulu dan Abu
Sayyaf belum jadi perhatian di
ASEAN
Kamis, 21 Juli 2016 15:26Reporter : Muhammad Radityo

TNI Jemput 4 WNI ABK di Perairan Sulu, Filipina. ©puspen TNI

Merdeka.com - Keamanan di Laut Sulu pascainsiden penyanderaan kelompok militan


Abu Sayyaf menjadi perhatian internasional. Terkait hal tersebut, agenda pertemuan
Tingkat Menteri ASEAN (AMM) yang dihelat di Laos 23 sampai 26 Juli 2016 rupanya
belum akan membahas khusus persoalan keamanan tersebut.
"Hal itu dikarenakan sejauh ini belum pernah ada intensi dari negara anggota ASEAN
atau pun salah satu negara ASEAN yang terkait langsung dan membawa keamanan
Laut Sulu di forum ASEAN," kata Direktur Mitra Wicara dan Antar Kawasan ASEAN,
Derry Aman, Jakarta, Kamis (21/7).
Meski tidak memiliki agenda khusus, topik terkait pengamanan Laut Sulu tidak
menutup kemungkinan akan dibahas di AMM Laos.
"Namun di saat AMM re-treat, tentunya dimana para menlu diberi kebebasan
mengangkat berbagai isu (termasuk keamanan Laut Sulu)," terangnya.

Namun Derry belum bisa memastikan, ada atau tidaknya kemungkinan itu.

Di lain pihak, hari ini seharusnya tiga menteri pertahanan dari Malaysia, Indonesia, dan
Filipina bertemu di Kuala Lumpur membahas upaya pengamanan perairan Sulu dari
penculikan. "Tapi, karena Menteri Pertahanan Filipina ada hal penting akhirnya
dibatalkan," kata Arrmanatha Nasir, jubir Kemlu.

Tiga negara ini dipusingkan dengan aksi penculikan nelayan serta pelaut oleh
gerombolan militan Abu Sayyaf. Pekan lalu, giliran lima nelayan asal Malaysia yang
menjadi korban.

Dalam enam bulan terakhir, Abu Sayyaf tercatat melakukan lima kali penyergapan
kapal. Semua korban yang disandera berasal dari Indonesia dan Malaysia.

Saat ini 10 WNI masih berada dalam cengekraman militan. tujuh WNI terpantau di
Panamao, sedangkan tiga lainnya terpisah di Pulau Lapac.

[ard]
Indonesia ajak ASEAN serius
melawan pencurian ikan di AMM
Laos
Kamis, 21 Juli 2016 14:00Reporter : Muhammad Radityo

Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN di Kuala Lumpur 2015. ©2016 Merdeka.com/asean.org

Merdeka.com - Menteri Luar Negeri Indoensia Retno L.P Marsudi segera bertolak ke
Ibu Kota Vientiane, Laos, menghadiri pertemuan Menlu Tingkat ASEAN (AMM) pada
23-26 Juli mendatang. Dalam pertemuan ini, Menlu akan mengajak koleganya
membicarakan perlawanan terhadap aktivitas pencurian ikan di kawasan.
Derry Aman, Direktur Mitra Wicara dan Antar Kawasan Kemenlu, menjelaskan
pertemuan tahun ini bersifat signifikan dan reguler. Kelasnya paling besar dan panjang
dibanding agenda ASEAN lainnya selama satu tahun.

"Dalam AMM tidak hanya tingkat Menlu tetapi jua ada dialog partner. Ada 18
pertemuan selama tiga hari," ujarny di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta,
Kamis (21/7).
AMM secara garis besar terbagi atas beberapa pertemuan paralel. Merujuk jadwal,
akan digelar forum Asean plus three (APT), East Asean Summit (EAS) asean regional
forum (ARF)

Pada ARF itulah, delegasi Indonesia siap mengedepankan suatu prakarsa terkait
pencurian ikan yang nantinya diadopsi menjadi ARF Statement. Prakarsa tersebut
diharapkan bisa disahkan pada agenda AMM.

"Prakarsanya yaitu statement Cooperation to Prevent Deter and Eliminate Ilegal


Unreported and Unregulated Fishing. Walau ini masih dalam proses, Indonsia sebagai
pemrakarsa berharap bisa disahkan untuk menjadi satu mekaniseme mencegah ilegal
fishing," kata Derry.

[ard]
Di Asean, RI bukan pilihan utama
generasi milenial merintis karir
Rabu, 11 Mei 2016 08:03Reporter : Moch Wahyudi

Ilustrasi generasi muda Indonesia. ©2014 merdeka.com/istimewa

Merdeka.com - Di Asia Tenggara, Indonesia bukan pilihan utama buat generasi


milenial memulai karir. Berdasarkan survei terkait itu, Indonesia hanya menduduki
peringkat ke-27.
Di bawah Singapura yang bertengger di peringkat 13, dan Malaysia 25. Namun, di atas
Thailand yang berada di peringkat 33. Negara Asia Tenggara lainnya tak berada dalam
daftar peringkat.

Adapun China menduduki posisi puncak dalam daftar peringkat negara terbaik untuk
generasi milenial memulai karir. Di bawahnya ada Jerman, Amerika Serikat, United
Kingdom, dan Kanada.

Survei ini merupakan bagian dari studi terkait negara terbaik dunia tahun ini versi
generasi milenial. Studi tersebut merupakan proyek keroyokan antara U.S. News &
World Report, BAV Consulting, dan Wharton School of Business.
"Generasi milenial akan memainkan peran penting dalam membentuk ekonomi suatu
negara di seluruh dunia dalam satu dekade mendatang," kata Brian Kelly, editor dan
Chief Content Officer US News, kemarin.

"Menangkap persepsi sangat bermanfaat untuk membantu membentuk kesuksesan


negara di masa mendatang."

Survei ini melibatkan hampir 6 ribu generasi milenial di seluruh dunia. Yaitu, mereka
yang berusia antara 18 hingga 35 tahun pada 2015. [yud]
Dubes Jepang ajak ASEAN kerja
sama tangani terorisme
Kamis, 31 Maret 2016 18:15Reporter : Muhammad Radityo


Dubes Jepang untuk ASEAN Kazuo Sunaga. ©2016 Merdeka.com/Muhammad Radityo

Merdeka.com - Sekretariat Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta, menerima kunjungan


Duta Besar Jepang untuk ASEAN yang baru, Kazuo Sunaga.
Dalam pemaparan misinya untuk ASEAN, Dubes Kazuo menekankan pada beberapa
poin seperti keamanan, kedaulatan maritim dan ekonomi.

"Langkah Jepang untuk ASEAN berfokus pada perlawanan terorisme, kontribusi


perdamaian maritim dan ekonomi," papar Dubes Sunaga di Kantor SekretariaT ASEAN
di Jakarta, Kamis (31/3).

Selain itu, bidang edukasi juga menjadi perhatian Jepang untuk ASEAN. "40 ribu
pelajar ASEAN mengenyam pendidikan di Jepang, keberadaan Jepang di ASEAN
menjadi penguat hubungan kerjasama di bidang ini (edukasi)," imbuh Sunaga.

Mengacu pada profilnya, Dubes Kazuo sempat menjadi Duta Besar Jepang untuk
Amerika Serikat (2003), Duta besar Jepang di Uni Emirat Arab (2007), dan Konsulat
Jenderal Jepang di Atlanta (2013). [ard]
Indonesia dan Malaysia harus bisa
tekan Myanmar
Jumat, 22 Mei 2015 11:14Reporter : Sri Wiyanti

Shamsi Ali.
©facebook.com/ImamShamsiAliOfficial

Merdeka.com - Pemerintah Indonesia bersedia menampung para pengungsi Etnis


Rohingya dengan jangka waktu tertentu, maksimal 1 tahun.
Menurut Imam Besar New York, Shamsi Ali, langkah tersebut harus diiringi dengan
upaya penyelesaian masalah diskriminasi Etnis Rohingya di Myanmar.

"Saya kira menampung mereka setahun tapi kemudian harus ada langkah-langkah
nyata penyelesaiannya," tutur Ali kepada merdeka.com, Jumat (22/5).

Menurut pria kelahiran Bulukumba Sulawesi Selatan ini, perlu ada tekanan dari segala
penjuru dunia agar Myanmar tidak lagi semena-mena terhadap etnis mayoritas muslim
tersebut. Pelopornya, lanjut Ali, harus datang dari dua negara berpenduduk muslim
terbesar di Asia Tenggara, yakni Indonesia dan Malaysia.

"Harus ada tekanan kolektif dunia kepada Myanmar agar menghentikan tindakan
semena-mena mereka. Pemerintah Indonesia dan Malaysia, dua negara Muslim dan
berpengaruh di ASEAN harus segera memberikan tekanan nyata kepada Myanmar
agar tidak saja menghentikan perlakuan tidak manusiawi mereka. Tapi juga harus ada
langkah-langkah nyata untuk memberikan hak warga negara kepada mereka," papar
Ali.

Tekanan kepada Myanmar harus datang dari ASEAN untuk kemudian dibawa ke PBB.
"Pada tingkatan ASEAN perlu konsensus ASEAN untuk menyelesaikan penderitaan
saudara-saudara kita di Myanmar. Harus ada tekanan kolektif dunia kepada Myanmar
agar menghentikan tindakan semena-mena mereka," imbuh Ali.
Penyelesaiannya, lanjut Ali, harus melalui institusi internasional yakni PBB. Namun,
Indonesia yang kini menampung pengungsi Rohingya di Aceh, harus menjadi inisiator
kasus diskriminasi Etnis Rohingya dibawa ke ranah internasional.

"Saya kira memang harus dilakukan penyelesaian lewat institusi internasional (PBB).
Isu ini harus diinisiasi oleh Indonesia untuk dijadikan isu internasional, baik dari segi
humanitaran, hak asasi dan politik," tutur Ali. [siw]
Tak adil Rohingya dibebankan ke RI,
Asean harus ikut tanggung jawab
Rabu, 20 Mei 2015 14:52Reporter : Sri Wiyanti

Imigran Rohingya di Aceh. ©AFP PHOTO/Januar

Merdeka.com - Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik, Dewi Fortuna Anwar
mengatakan, pemerintah Indonesia memiliki perhatian yang besar terhadap para
pengungsi Rohingya. Tidak hanya dari sisi kemanusiaan, melainkan juga lantaran satu
agama dengan para pengungsi.

"Kalau komitmen pemerintah kita di satu pihak wapres yang juga ketua PMI memiliki
perhatian yang besar terhadap para pengungsi, terutama pengungsi Rohingya yang
satu agama. Jadi ada keinginan besar untuk membantu hal itu," tutur Dewi di Kantor
Wapres, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (20/5).

Namun, Dewi menilai, persoalan pengungsi Rohingya ini pada dasarnya bukan hanya
masalah pemerintah Indonesia, tetapi juga menyangkut tanggung jawab pemerintah
Myanmar.

"Pemerintah Myanmar sendiri yang seharusnya bisa memberi perlindungan kepada


seluruh warganya, jadi tidak memaksa masyarakatnya sendiri untuk melarikan diri,"
ujar Dewi.

Para pengungsi Etnis Rohingya, sudah berupaya berlabuh ke beberapa negara di


kawasan Asean namun ditolak, salah satunya Malaysia. Dewi menilai, negara-negara
di kawasan Asean juga harus urun rembuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Pasalnya, Indonesia sendiri adalah negara dengan kepadatan penduduk yang tinggi.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga masih berupaya meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya dengan menciptakan lapangan pekerjaan.

Oleh sebab itu, dari sisi kependudukan, Indonesia sendiri sudah memiliki agenda untuk
diselesaikan. Bantuan dari negara-negara di kawasan Asean sangat dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah pengungsi tersebut.

"Ada tanggung jawab dari negara-negara kawasan, Indonesia, Malaysia, Thailand. Tapi
juga Indonesia adalah negara besar yang penduduknya sangat banyak dan masih
banyak juga yang miskin juga membutuhkan lapangan kerja. Banyak tenaga kerja di
luar negeri yang kena moratorium lalu tidak bisa lagi di luar negeri dan akan pulang, itu
juga menjadi tanggung jawab pemerintah," papar Dewi.

Jadi, lanjut Dewi, apabila Indonesia secara terbuka menerima pengungsi sementara
tidak ada bantuan internasional dan tidak ada negara lain yang memiliki komitmen
dalam waktu tepat untuk menyediakan pemukiman akhir, justru akan menjadi beban
sosial politik Indonesia.

"Saya kira itu tidak adil jika dibebankan kepada Indonesia," imbuh Dewi. [dan]

You might also like