Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
1
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Karena atas karuniaNya makalah
seminar keperawatan kritis dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
TERHADAP NY.C DENGAN OEDEM PULMO DIRUANG ICU RSUD
KRMT WONGSONEGORO KOTA SEMARANG” ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas keperawatan
kritis. Penulis mengalami banyak kesulitan dalam penyusunan makalah
ini, akan tetapi dapat dilaksanakan atas bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
ucapan terimakasih meskipun tak sebanding dengan apa yang diterima
oleh peneliti kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
2
A.........................................................................Latar Belakang 4
B.....................................................................Rumusan Masalah 5
C......................................................................Tujuan Penelitian 5
D....................................................................Manfaat Penelitian 5
2.1 Definisi.................................................................................... 6
2.2 Patofisiologi............................................................................ 6
2.3 Klasifikasi............................................................................... 8
2.6 Pathways................................................................................ 18
2.7 Penatalaksanaan..................................................................... 20
4.1 Simpulan................................................................................ 48
4.2 Saran...................................................................................... 49
3
DAFTAR PUSTAKA 50
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan organ yang elastis dan berbentuk kerucut. Letak
paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-
paru yang disebut hilus. Pada mediastinum depan terdapat jantung. Paru-
paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Paru terdiri dari alveolus-
alveolus yang merupakan tempat terjadinya pertukaran udara dan ruang
intersisial, apabila terjadi penimbunan cairan serosa yang berlebih pada
alveolus dan ruang intersisial maka akan menyebabkan edema pulmo
(Wilson, 2012).
Edema paru terjadi karena adanya ekstravasasi cairan yang berasal
dari vaskular paru masuk ke dalam interstitium dan alveolus paru. Penyebab
ekstravasasi cairan dapat disebabkan karena gangguan pada jantung (edema
paru kardiak), maupun gangguan diluar jantung (edema paru non-kardiak).
Edema paru kardiak biasanya terjadi karena gagal jantung kiri, yang
menyebabkan tekanan hidrostatik vena pulmonalis dan kapiler paru juga
akan meningkat dan terjadi ekstravasasi cairan ke jaringan. Edema paru non
kardiak bukan merupakan akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis.
Penyebabnya ialah peningkatan permiabilitas kaliper, penurunan tekanan
onkotik maupun penyebab neurogenik. Edema paru adalah suatu
kegawatdaruratan medis yang membutuhkan penanganan segera, selain dari
anamnesis yang terarah dan pemeriksaan fisik sangat disarankan untuk
melakukan pemeriksaan rontgen thoraks pada pasien dengan kecurigaan
edema paru, selain itu pemeriksaan rontgen thoraks diperlukan untuk
evaluasi pengobatan (Liwang dan Mansjoer, 2014).
4
Dari uraian diatas, maka dapat di ambil beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi dari oedem pulmo ?
2. Bagaimana patofisiologi dari oedem pulmo ?
3. Apa saja klasifikasi oedem pulmo ?
4. Apa saja manifestasi klinik edema paru kardiogenik ?
5. Apa saja diagnosis dan etiologi dari edema paru kardiogenik ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari oedem pulmo.
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari oedem pulmo.
3. Untuk mengetahui klasifikasi oedem pulmo.
4. Untuk mengetahui manifestasi edema paru kardiogenik.
5. Untuk mengetahui diagnosis dan etiologi dari edema paru
kardiogenik.
1.4 MANFAAT
1. Dapat mengetahui definisi dari oedem pulmo.
2. Dapat mengetahui patofisiologi dari oedem pulmo.
3. Dapat mengetahui klasifikasi oedem pulmo.
4. Dapat mengetahui manifestasi edema paru kardiogenik.
5. Dapat mengetahui diagnosis dan etiologi dari edema paru
kardiogenik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Oedem pulmo atau Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya
cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru
disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan
5
intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua
aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa
adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian
penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme
tersebut sebagai pedoman pengobatan.(Sjaharudin, Harun & Sally, A, 2006)
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke
paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah
serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi.
Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan
cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik.
2.2 Patofisiologi
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.
Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat
dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan
6
karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan
dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema
paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar
dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien (Guyton, 2007).
Kf = koefisien filtrasi;
7
plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, atau
penyakit nutrisi.
2.3 Klasifikasi
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema
(edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak).
Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin meningkat Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : meningkat ringan Intrapulmonary shunting : sangat
Cairan edema/protein serum < 0,5
meningkat
Cairan edema/serum protein > 0,7
8
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi menjadi 3
kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang berlebihan
terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan stenosis aorta;
Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.
Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-
to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada
infark miokard akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati
kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara umum.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi : Peningkatan
permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia, dan trauma berat;
Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava superior, pemberian cairan
berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan
malnutrisi.
9
a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary
edema).
Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi.Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru,
diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan
yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.
Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
a) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory
volume (asma).
Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas
antara kapiler dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis maupun surgical
tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas
ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force.
Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik:
Post Lung Transplant.
10
Lymphangitic Carcinomatosis.
Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
High Altitude Pulmonary Edema.
Neurogenic Pulmonary Edema.
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism
Eclampsia
Post cardioversion
Post Anesthesia
Post Cardiopulmonary Bypass
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
11
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas
sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak
sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut
biasanya akibat hipertensi kapiler paru.Namun percobaan pada anjing yang
dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler
paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
phosphodiesterase akan mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru,
tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya
pembersihan cairan edema secara radiografimeskipun tekanan kapiler paru sudah
turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup
yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung (Sjaharudin Harun & Sally
Aman Nasution,2006). Manifestasi klinis dapat diketahui dari :
Anamnesis
Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal
dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang
menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan
seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi duduk
agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai
sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna
kemerahan (frothy sputum).
Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan
terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang
menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat
inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah
lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat
12
ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan
tekanan darah dapat meningkat.
Radiologis
Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas
meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau
alveolar.
Foto thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat
yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-
bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada
setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.X-
ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan
lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya. Kasus-kasusyang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai
akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin
mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan:
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)
13
Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru
14
dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab
dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan
yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan
akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan
metabolik atau katekolamin.
Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner),
dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri. Alat-alat
diagnostiklain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide
(BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon)
yangakan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-
kamar jantung.Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter
lebih besar dari beberaparatus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi
menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai
yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung
sebagai penyebabnya. Metode-metode yang lebih invasive
adakalanya diperlukan untuk membedakan antara cardiac dan
noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih
rumitdan kritis. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar
dari dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan
dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-
pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut
pulmonary artery wedge pressure.Wedge pressure dari 18 mmHg atau
lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong
non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz
dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU) setting.
15
Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak
(EPNK)
EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow meter)
Nadi kuat
S3 gallop/kardiomegali (+) (-)
JVP Meningkat Tak meningkat
Ronki Basah Kering
Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner > 18 mmHg Hebat
Protein cairan edema Sedikit > 0.7
< 0.5
16
2.5 Diagnosis Dan Etiologi
Ketidakseimbangan
Staling Force
2.7 Penatalaksanaan
Intoleransi aktivitas
19
Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bila TD
>100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edema paru namun
dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan kapasitas
vena, mengurangi aliran darah balik ke vena sentral dan paru, mengurangi
tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator
ringan sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan
aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan (Santoso Karo et al, 2008).
Pengkajian
a) Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
b) Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
c) Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
d) Pemeriksaan fisik
Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif: pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif: sakit dada
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
Sistem Neurosensori
Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
20
Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
e) Studi Laboratorik :
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
Diagnosa yang mungkin muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan
nafas buatan
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan disfungsi kardiopulmonal
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual
sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal
21
RENCANA TINDAKAN
1 Bersihan jalan nafas Bersihan jalan nafas kembali 1.Lakukan suctioning 1.Melancarkan saluran
tidak efektif efektif setelah dilakukan tindakan pernafasan dan mengurangi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 × 24 jam, 2.Atur posisi semi fowler lendir
adanya jalan nafas dengan kriteria hasil:
2.Mencegah terjadinya aspirasi
- Menunjukkan jalan nafas yang
buatan
dan mengefektifkan saluran
paten 3.Observasi tanda dan
- Saturasi oksigen dalam batas pernafasan
gejala sianosis
normal
- Foto thorax dalam batas normal
- Mampu mengidentifikasi dan
4.Observasi tanda-tanda 3.Sianosis merupakan salah satu
mencegah faktor penyebab
vital tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2
pada jaringan tubuh perifer .
4.Dyspneu, sianosis merupakan
tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja
5.Observasi timbulnya
jantung yang menurun timbul
gagal nafas.
takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
22
5.Ketidakmampuan tubuh dalam
proses respirasi diperlukan
6.Kolaborasi dengan tim
intervensi yang kritis dengan
medis dalam memberikan
menggunakan alat bantu
pengobatan
pernafasan (mekanical
ventilation).
6.Pengobatan yang diberikan
berdasar indikasi sangat
membantu dalam proses terapi
keperawatan
2 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan asuhan 1.Perawatan selang ET 1. Meningkatkan kenyamanan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
dan terhindar bakteri.
area invasi diharapkan tidak terjadi risiko 2.Perawatan selang NGT 2. Meningkatkan kenyamanan
mikroorganisme
infeksi dengan kriteria hasil :
sekunder terhadap
dan terhindar dari bakteri
1. Leukosit dalam batas 3. Meningkatkan
pemasangan selang
normal 3.Perawatan selang
endotrakeal kenyamanan
2. Tanda-tanda vital
perkemihan 4. meningkatkan kebersihan
dalam batas normal
4. Mandikan pasien
3. Klien bebas dari tanda mulut
5. Lakukan oral hygiene 5. memantau tanda tanda
dan gejala infeksi
4. Selang ET, NGT, dam 5.Monitor tanda-tanda
23
DC bersih vital adanya infeksi dilihat dari
6.Kolaborasi antibiotik
peningkatan suhu
6. mencegah peningkatan
bakteri
3 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan terapi 1. Melatih kekuatan otot agar
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam latihan dengan tidak terjadi kekauan otot
disfungsi diharapkan tidak terjadi melakukan ROM pasif
kardiopulmonal ataupun melatih 2. Klien dapat memenuhi ADL
intoleransi aktifitas dengan
kekuatan otot
kriteria hasil : 2. Bantu klien dalam
3. Memberikan ketenangan
1. Tidak terdapat melakukan perawatan
pasien secara spiritual
kekakuan otot diri ADL 4. Meningkatkan rasa
3. Beri dukungan
Terpenuhinya ADL pasien keterlibatannya, memberikan
spiritual
informasi pada keluarga untuk
4. Tingkatkan memahami kebutuhan pasien
5. Meningkatkan istirahat
keterlibatan keluarga
untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh
5. Lakukan
6. Memenuhi kebutuhan nutrisi
manajemen lingkungan
sesuai pasien
dengan memperhatikan
24
kenyamanan klien
6. Lakukan
kolaborasi dengan ahli
gizi mengenai
manajemen nutrisi
25
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. C
DENGAN DIAGNOSA MEDIS OEDEM PULMO
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. C
Umur : 74 tahun
Alamat : Pedurungan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen
Tanggal masuk/jam : 5 Januari 2019/14.00 WIB
Diagnosa medis : Oedem pulmo, STEMI, Diabetes Mellitus
No. register : 459573
Cara masuk : Ny.C merupakan pasien rujukan dari Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Pada tanggal 5 Januari 2019 pukul 14.00 WIB,
dengan diagnosa medis oedem pulmo dan gagal nafas, Ny. C terpasang ET
nomor 7,5 dan kedalaman 20 cm.
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 74 tahun
Agama : Kristen
26
Alamat : Pedurungan
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Beberapa hari sebelum masuk rumah sakit,Ny. C sakit batuk, setelah
itu Ny.C mengkonsumsi obat batuk, namun setelah mengkonsumsi obat
batuk, dada Ny.C terasa sangat sesak, lalu oleh suaminya dilarikan ke
IGD Rumah sakit panti wilasa citarum, yang kemudian dirujuk di
Rumah Sakit KRMT Wongsonegoro Kota Semarang, lalu pada tanggal 5
Januari 2019 pukul 14.00 WIB, Ny. C masuk ruang ICU dengan
diagnosa oedem pulmo dan gagal nafas. Ny. C terpasang ET nomor 7,5
dan kedalaman 21 cm, terpasang ventilator mode SIMV dengan FiO 2
80%. Hasil dari pengkajian didapatkan hasil GCS = E3 M4 VET,
dengan kesadaran somnolen, TD : 156/71 mmHg, HR : 97 x/menit,
RR : 17 x/menit, SpO2 : 99 %, S : 36,50
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pasien mempunyai riwayat STEMI sejak 10 tahun yang lalu. Pasien
pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya masuk di Rumah Sakit Panti
Wilasa Citarum, pasien juga memiliki riwayat penyakit Diabetes
Mellitus sejak 7 tahun yang lalu.
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Dalam keluarga klien, tidak ada yang memiliki penyakit jantung
seperti klien, maupun penyakit degeneratif lainnya seperti Diabetes
Mellitus.
27
Genogram
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Pasien
28
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Jalan napas terdapat penumpukan cairan, suara gurgling karena
klien menggunakan ET dengan bantuan ventilator.
2) Breathing
RR : 23 x/menit, terpasang ET, pasien bernafas dibantu dengan
ventilator mode SIMV, volume tidal (6-8 x BB) 60x8 = 480, RR :
15, FiO2 (Konsentrasi oksigen) 100%, trigger : Pressure
sensitivity : -2, inspirasi : ekspirasi (1:1), pressure limit :
32cmH2O, peak flow : 40 L/menit, PEEP : 5cmH2.
3) Circulation
Tekanan darah klien TD : 133/51 mmHg, HR : 97 x/menit,
SpO2 : 95 %, S : 36,50, Capillary Refill Time : <2 detik, Pasien
terpasang urine kateter dan dalam 7 jam volume urine 400 cc.
4) Disability
Tidak terjadi paralisis, ekstremitas klien di raistrain. tingkat
kesadaran : apatis, GCS : E4 M4 VET.
5) Eksposure
Tidak terdapat jejas pada tubuh pasien
b. Pengkajian Sekunder (HEAD TO TOE)
1) Kepala
a) Mata
Inspeksi : refleks terhadap cahaya baik +/+, besar pupil kiri
kanan isokor atau sama besar 2/2
b) Telinga
Inspeksi : simetris, bersih, tidak terdapat lesi pada daun telinga,
dan fungsi pendengaran masih baik.
29
c) Hidung
Inspeksi : bersih, tidak terdapat polip
d) Mulut
Inspeksi : Tidak memiliki gigi, gusi bersih, tidak terdapat
bengkak dan berdarah dan terdengar gurgling
e) Pemeriksaan wajah
Inspeksi : warna kulit putih, tidak terdapat lesi di bagian wajah
f) Leher
Inspeksi : tidak terdapat lesi
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
Lain-lain : Terdapat penumpukan cairan pada tenggorokan
pasien dengan suara gurgling
2) Thorax
a) Paru – paru
Inspeksi : simetris, tidak terdapat jejas, pergerakan dada
asimetris, terdapat tarikan dinding dada
Palpasi : Taktil fremitus meningkat karena berisi cairan
Perkusi : seluruh lapang paru sonor kecuali segmen kanan
bawah meredup yang menandakan adanya penumpukan cairan
mulai dari IC 8 – IC 10
Auskultasi : terdengar suara ronkhi basah pada segmen paru
kanan bawah saat ekspirasi dan pada tenggorokan
b) Jantung
Inspeksi : tidak terdapat jejas, ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada IC V bergeser kearah
kaudolateral
Perkusi : kanan atas SIC II Linea Para sternalis Dextra
Kanan bawah SIC IV Linea Para sternais Dextra
Kiri atas SIC II Linea Para sternalis sinistra
30
Kiri bawah SIC VI Linea medio Clavikuralis sinistra
Auskultasi : terdengar bunyi murmur jantung yang menandakan
bahwa terjadi aliran yang tidak normal
c) Abdomen
Inspeksi : simetris kanan – kiri, warna perut dengan warna kulit
yang lain sama
Auskultasi : terdapat suara bising usus 8x/menit
Perkusi : terdapat shifting dullness, yaitu bunyi perkusi pekak
atau tympani yang dapat dihilangkan karena perubahan posisi
Palpasi : tidak terdapat benjolan, tidak terdapat ketegangan otot
perut
d) Ekstremitas atas dan bawah
(1) Ektremitas atas : tidak terdapat kelemahan pada kedua
anggota gerak atas, tidak terdapat bekas trauma, tidak
terdapat ekimosis (bintik merah), sebelah kanan terpasang
infus RL 24cc/jam melalui infus pump. Dan terpasang
cedocard dengan syringe pump dengan dosis 3 mg/jam,
dan nicardipine dengan dosis 0.5 mcg. Pasien terpasang
raistrain pada ekstremitas atas kanan dan kiri.
(2) Ekstremitas bawah : tidak terdapat kelemahan pada
kedua anggota gerak bawah, tidak terdapat bekas trauma,
tidak terdapat ekimosis, terdapat oedem pada kaki kanan
dan kiri dengan pitting oedem +- 2 mm. Pasien terpasang
raistrain pada ekstremitas bawah kanan dan kiri.
Pergerakan :
Kekuatan otot :
5 5
31
5 5
e) Kuku
Inspeksi : tidak terdapat sianosis
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan EKG 12 Lead
Tanggal : 7 Januari 2019
Hasil
Sinus Takikardi, STElevasi
Possible Anteroseptal Infraction
Poor R Progression
ST – T Abnormallity
Left Atrial Enlargement
b. Pemeriksaan darah
Tanggal : 09 Januari 2019
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap :
Hemoglobin 13.3 g/dL 11.7 – 15.5
Lekosit 20 10^3/uL 3.6 – 11
Trombosit 298 10^3/dL 150 – 440
Hematokrit 44.20 % 35 – 47
KIMIA KLINIK
Ureum 61.0 mg/dL < 42
32
Creatinin 1.3 mg/dL 0.45 – 0.75
Asam Urat 7.1 mg/dL 2–7
SGOT 60 u/L 0 – 35
SGPT 30 u/L 0 – 35
CKMB 62 u/L 0-24
Natrium 139.0 mmol/L 135.0-147.0
Kalium 5.00 mmol/L 3.50-5.0
Kalsium 1.23 mmol/L 1.12-1.32
Program Terapi :
- Infus RL 500 cc
(Fungsi : Sumber elektrolit dan air untuk hidrasi)
- Cedocard syringe pump 3 mg/jam
(Fungsi : Mengobati nyeri dada dan relaksasi pembuluh darah ke jantung
sehingga supplay darah dan oksigen ke jantung meningkat)
- Nicardipine syringe pump 0.5 mcg
(Fungsi : Menurunkan tekanan darah)
- Pasien terpasang DC
(Fungsi : Untuk melancarkan pengeluaran urine pada pasien)
- Pasien terpasang ventilator dengan mode SIMV,
volume tidal (6-8 x BB) 60x8 = 480, RR : 15, FiO 2 (Konsentrasi oksigen)
80%, trigger : Pressure sensitivity : -2, inspirasi : ekspirasi (1:1), pressure
limit : 32cmH2O, peak flow : 40 L/menit, PEEP : 5cmH2O
- Pasien terpasang NGT residu kurang dari 20 cc.
- Cek GDS/8 Jam
Selasa, 8 Januari 2019
Nomor Pukul Nilai GDS
1. 07.00 WIB 314 mg/dL
33
2. 15.00 WIB 242 mg/dL
3. 23.00 WIB 240 mg/dL
Rabu, 9 Januari 2019
Nomor Pukul Nilai GDS
1. 07.00 WIB 212 mg/dL
2. 15.00 WIB 210 mg/dL
3. 23.00 WIB 197 mg/dL
Kamis, 10 Januari 2019
Nomor Pukul Nilai GDS
1. 07.00 WIB 231 mg/dL
2. 15.00 WIB 210 mg/dL
3. 23.00 WIB 195 mg/dL
Pemberian insulin sub cutan
- Obat PO
1. Atorvastatin 1x40 mg
P.O
(Fungsi : Obat untuk menurunkan kolesterol dan lemak jahat )
2. Ramipril 1x2,5mg
P.O
(Fungsi : Obat ACE inhibitor untuk mengatasi tekanan darah tinggi)
3. Miniaspi 1x80 mg
P.O
(Fungsi : Pencegahan primer dari penyakit thromboembolic dan
kardiovaskuler)
4. Clopidogrel 1x75 mg
P.O
(Fungsi : Mencegah trombosit saling menempel yang dapat berisiko
terjadinya penggumpalan darah)
- Injeksi IV
1. Ranitidine 50 mg/12jam
IV
34
(Fungsi : Mengobati dan mencegah penyakit perut dan kerongkongan
yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung)
2. Furosemide 20 mg/12 jam
IV
(Fungsi : Mengurangi cairan berlebih dalam tubuh)
3. Arixtra 2,5 mg/24 jam
IV
(Fungsi : Obat yang digunakan untuk mengobatin terjadinya pembekuan
darah pada kaki maupunpada paru-paru, serta dapat digunakan sebagai
pencegah terjadinya tromboemboli vena)
4. Ceftriaxon 2 g/12 jam
IV
(Fungsi : Antibiotik yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri)
- Obat Inhalasi
1. Pulmicort 0,5 mg/8 jam
Inhalasi
(Fungsi : Mengencerkan dahak)
2. Ventolin 2,5 mg/8 jam
Inhalasi
(Fungsi : Mengatasi sesak nafas akibat bronkospasme)
35
II. DAFTAR MASALAH
Tanggal,
No Data Fokus Etiologi Masalah Ttd
Jam
1. Selasa 1.DS : - Adanya jalan Bersihan
08/01/19 2.DO : nafas buatan jalan nafas
Jam 14.00
a. Pasien terpasang Endotrakheal, tidak
WIB
GCS : E4 M4 VET efektif
b. Pasien tidak bisa batuk, hanya
terdengar suara ronkhi basah
c. Pasien terpasang ventilator
dengan mode SIMV, volume
tidal (6-8 x BB) 60x8 = 480,
RR : 15, FiO2 (Konsentrasi
oksigen) 80%, trigger : Pressure
sensitivity : -2, inspirasi :
ekspirasi (1:1), pressure limit :
32cmH2O, peak flow : 40
L/menit, PEEP : 5cmH2O
d. Pasien gelisah
e. Terdengar suara gurgling,
terdapat banyak slime pada
ventilator
f. SpO2 : 95 %,
2. Selasa, 1. DS:- Prosedur Risiko
08/01/201 2. DO : invasif infeksi
9 a. Jumlah
leukosit : 23.9 10^3/Ul (normal :
3.6 – 11)
b. Pasien
terpasang Endotrakeal Tube atau
36
intubasi
c. Terpasang
selang NGT
d. Hasil
kultur darah positif
III. PERENCANAAN
Hari / Kode Tujuan dan Hasil
No Diagnosa Intervensi TTD
Tgl, Jam Dx.Kep yang diharapkan
37
dengan kriteria hasil : perkemihan
1. Leukosit dalam 3.Mandikan pasien
batas normal 4.Lakukan oral
2. Hasil kultur darah hygiene
negatif 5.Monitor tanda-
3. Tanda-tanda vital tanda vital
dalam batas normal 6.Kolaborasi
4. Klien bebas dari antibiotik
tanda dan gejala
infeksi
5. Selang ET,
NGT, dam DC
bersih
IV. IMPLEMENTASI
KODE JAM
NO HARI TGL IMPLEMENTASI RESPON TTD
DX.KEP
38
19.00 kepala 30° VET
4. Memonitor
TTV :
respirasi dan
20.00 RR : 23 x/menit
status saturasi
Saturasi oksigen : 95%
oksigen
2. Produksi lendir
5. Melakukan
sangat banyak
kolaborasi
20.15 berwarna putih bening
Cedocard
bercampur sedikit
syringe pump
darah dan kental,
3 mg/jam
namun setelah di
suction menjadi
berkurang
3. Terdengar suara
ronkhi basah pada
segmen paru kanan
bawah dan suara
gurgling berkurang
4. Pasien masih
gelisah, namun
setalah di posisikan
semi fowler,
gelisahnya
berkurang
2. Selasa, 2 14.00 1. Memandikan DS : -
DO :
08/01/19 pasien dengan cara
1. Pasien menjadi
menyibin seluruh
bersih dan terbebas
bagian tubuh
dari tanda-tanda infeksi
pasien dengan air 2.Selang ET bersih dan
hangat dan sabun tidak ada lendir yang
39
lalu mengganti baju menempel di sekitar
dan linen pada selang
3. Pasien kooperatif
15.00 pasien
saat akan diinjeksi
2. Melakukan
antibiotik
perawataan selang
ET, NGT, dan
kateter perkemihan
dengan cara
membersihkan
selang dengan
alkohol swab dan
20.00 mengganti plester
3. Kolaborasi
dengan dokter
pemberian
antibiotik
ceftriaxon 2 g
3 Rabu, 1 14.00 1. Memantau DS: Pasien
09/01/19 Keadaan Umum mengucapkan
Monitor terimakasih namun
respirasi dan tanpa mengeluarkan
status O2 suara, hanya dengan
2. Melakukan
15.00 bahasa isyarat dengan
suction pada
tangan
pasien dengan
DO :
tekanan 300
17.00 1. Tidak terdapat
mmHg, dan
sianosis
ukuran selang
Keadaan Umum :
suction nomor
Komposmentis, E4 M4
40
14 VET
3. Makukan
TTV :
nebulizer
19.00 RR : 20 x/menit
dengan obat
Saturasi oksigen : 98%
pulmicort 0,25
2. Produksi lendir
mg dan ventolin
sudah lebih berkurang
0,5 mg
dari pada sebelumnya,
4. Melakukan
lendir berwarna putih
pencegahan
bening dan kental.
aspirasi dengan
3. Ronkhi basah
meninggikan
berkurang dan suara
kepala pasien
gurgling berkurang
30°
4. Pasien sudah tidak
gelisah setelah
dilakukan nebulizer
41
19.00 2. Melakukan 4. Leukosit menurun
kolaborasi menjadi 20 10^3/uL
pemberian (Normal 3.6-11
antibiotik 10^3/uL)
ceftriaxon 2 g
42
dan sudah tidak ada
suara gurgling
4. Pasien sudah
nyaman saat sedang
istirahat, sudah
tidak gelisah
6. Kamis, 2 22.00 1. Memonitor DS : -
DO :
10/01/2019 tanda-tanda vital
klien dari bed side 1. TTV :
monitor TD : 130/70 mmHg
03.00 2. Memandikan RR : 20 x/menit
pasien dengan cara HR : 97 x/menit
menyibin seluruh S : 36,5 °C
bagian tubuh 2. Pasien menjadi
pasien dengan air bersih dan terbebas
hangat dan sabun dari tanda-tanda infeksi
lalu mengganti baju 3. Selang ET bersih
43
V. EVALUASI
Tanggal / Diagnosa
NO CATATAN PERKEMBANGAN TTD
jam Keperawatan
44
2. Jumat, 11 Risiko infeksi S:-
Januari 2019 berhubungan O:
07.00 WIB
dengan prosedur 1. . TTV :
invasif S : 36,5 °C
2. Pasien menjadi bersih dan terbebas
dari tanda-tanda infeksi
3. Selang ET bersih dan tidak ada lendir
yang menempel di sekitar selang
4. Selang NGT bersih dan tidak ada sisa
makanan pada selang
5. Selang kateter bersih tidak ada
pertumbuhan jamur
6. Leukosit sudah menurun yaitu 20
10^3 u/L namun belum pada batas
normal
7. Hasil kultur darah negatif
45
BAB IV
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskular dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu
Peningkatan tekanan hidrostatis dan Peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru – paru, baik
dalam spasium interstisial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding
kapilar, merembes ke jalan napas dan menimbulkan dispnea hebat. Penyakit ini
merupakan kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian segera.
Edema paru non kordiak telah menjadi yang luas: menghirup toksik, takar lajak
obat, dan edema paru neurogenik. Penyebab umum edema pulmonal adalah
penyakit jantung, hipertensif arterosklerotik, valvular, miopatik. Jika tindakan
46
yang tepat segera di lakukan, serangan dapat dihentikan dan pasien dapat
bertahan terhadap komplikasi ini.
Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum, 1.
Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic
plasma. 2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein
plasma yang keluar dari kapiler ke cairan intertisium disekitarnya lebih banyak.
3. Peningkatan tekanan vena, misalnya darah terbendung di vena, akan disertai
peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya kedalam
vena. 4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema, karena kelebihan
cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat
dikembalikan kedarah melalui sistem limfe.
4.2 SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah asuhan keperawatan ini
terdapat banyak kekuranganya dan jauh dari kesempurnaan ,oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki dimana letak
kesalahan dan kekurangan dalam menyusun makalah ini, demi tercapainya
kesempurnaan penyusunan makalah.
47
DAFTAR PUSTAKA
Hall, Guyton. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harun S dan Sally N. (2009). Edema Paru Akut. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiatis, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. p. 1651-3.
Liwang, F., Mansjoer, A., (2014). Edema Pulmo, dalam : Kapita Selekta Kedokteran,
Jilid II, Edisi IV, Media Aesculapius, Jakarta.
48
Soemantri. (2011). Cardiogenic Pulmonary Edema. NaskahLengkap PKB
XXVI Ilmu Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo,
p.113-9.
49