You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai
pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan, seorang ibu adalah sosok
yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anaknya. Oleh karena itu,
seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik saat masih dalam kandungan
maupun setelah dilahirkan. Namun, sekarang ini berita-berita tentang
ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena dibunuh oleh
ibunya, seringkali dijumpai di media massa.1
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak
dahulu dan terjadi dimana saja. Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk
kejahatan terhadap nyawa dimana kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut
dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau
motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut
ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut
adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya adalah saat
dilakukannya tindakan menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian. Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum ada
tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat, atau diberikan pakaian.2
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental
emosional dari ibu, seperti rasa malu, takut, benci, serta rasa nyeri bercampur
aduk menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam
keadaan mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan yang matang.2
Untuk dapat menuntut seorang ibu telah melakukan tindak pidana
pembunuhan anak sendiri, haruslah terbukti bahwa bayi tersebut hidup pada saat
dilahirkan. Sebagai dokter forensik, tanda-tanda kehidupan sudah tidak ditemukan
lagi pada saat otopsi. Tanda yang masih dapat ditemukan adalah tanda pernah
bernapas di luar rahim. Hal tersebut menjadi sulit bila saat otopsi dilakukan,
jenazah bayi sudah berada dalam keadaan membusuk. Kesulitan juga dijumpai
pada saat menentukan sebab kematian bayi. Pada umumnya tidak terdapat
keterangan apapun mengenai jalannya persalinan dan keadaan bayi setelah

1
dilahirkan. Bila ditemukan tanda kematian akibat asfiksia, maka penyebabnya
harus ditentukan karena penyebab asfiksia tersebut adalah penyebab kematian
bayi.3
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batsan ialah kehamilan yang kurang dari
20 minggu atau berat janin yang kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung
tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan
sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini
dibagi dua kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus
kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu. .7
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahawa di seluruh
dunia, kira-kira 21,6 juta abortus terjadi pada tahun 2008, dan hampir semua
kasus abortus ini terjadi di negara – negara berkembang. Proporsi abortus di
negara – negara berkembang meningkat dari tahun 1995 hingga tahun 2008, yaitu
dari 78% menjadi 86%. Hal ini disebabkan karena proporsi kaum wanita yang
tinggal di negara berkembang pada periode tersebut meningkat (Guttmacher
Institute, 2013). Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan
2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 – 44 tahun. Di Asia
Timur, tingkat aborsi diperkirakan pada tahun 2003 adalah 28 per 1.000 wanita
usia subur. Di Selatan Asia Tengah, tingkat aborsinya adalah 27 per 1.000 wanita
usia subur. Asia Tenggara merupakan daerah dengan tingkat aborsi tertinggi pada
tahun 2003 yaitu 39 per 1.000 wanita usia subur. Tingkat aborsi paling rendah di
Asia Barat yaitu 24 per 1.000 wanita usia subur. .8
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan, maka rumusan masalah pada
penulisan ini adalah untuk mengetahui infanticide secara menyeluruh
1.3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
 Untuk mengetahui pemeriksaan pada infanticide secara menyeluruh
 Mampu membedakan kondisi ante natal dan pos mortem
 Pemeriksaan lengkap untuk menemukan pelaku
2. Tujuan Khusus

2
 Mampu melakukan pemeriksaan kasus dugaan infanticide dengan
segala aspek yang mempengaruhinya

1.4. Manfaat Penulisan


1. Untuk Hukum
Mengetahui dan mempu melakukan pemeriksaan pada kasus dugaan
infsanticide dengan segala aspek yang mempengaruhinya
2. Masyarakat
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai infanticide dan
mampu mengenali kasus dugaan infanticide
3. Instansi Kesehatan
Menambah wawasan mengenai infanticide, dan membantu penanganan
kasus dugaan infanticide dengan segala aspek yang mempengaruhinya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri


Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama
kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Dengan demikian
berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus
pembunuhan anak, adalah:
1. Pelaku adalah ibu kandung.
2. Korban adalah anak kandung.
3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan
anak.
4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat
setelah melahirkan.4
Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan
yang tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai
pembunuhan anak, melainkan suatu pembunuhan biasa.4
2.2 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan
terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya adalah:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.12
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 12
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau
pembunuhan berencana.5, 12
Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor
penting, yaitu:

4

Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan
pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau
belum. Sedangkan, bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh
anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana,
dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara (pasal 338
pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati
(pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).

Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang
tepat, tetapi hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian“. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih
sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul
maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.

Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan
akan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang
dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.5
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya
tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah
korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339,
340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308).5
2.3 Peran Dokter pada Kasus Pembunuhan Anak Sendiri
Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa
jenazah bayi. Dokter akan diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu
penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab
kematian?2,5
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti
barang bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam
hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain
ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR,
yaitu:

5
4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?2,5
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus
dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate
existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk
menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang,
maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus
lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.5,6
2.3.1 Lahir hidup atau lahir mati
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi
yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda
kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat
dipotong dan ari dilahirkan.6
Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum
ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian
ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan
lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.5
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan
(paru mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis,
adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan
hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.6
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan
sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen
pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak
diafragma dan sifat paru-paru.3,6
a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5
atau ke-6. Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-
4.3
b. Gambaran Makroskopik Paru

6
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak
homogen namun berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah
seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi
yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan
homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa.3

7
c. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat
manipulasi berlebihan.5
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal
sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole
disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,
esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang.
Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan
benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya
cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar
melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.5
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep
atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan.
Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung
dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil
meragukan.5
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali
ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap
lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap
lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau
tenggelam.5
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung
oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah
penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas

8
pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan
kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau
tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang
tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli
pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu
keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.5
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil
paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial
respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau
vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih
dalam uterus atau dalam vagina).5
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru
harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.5
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang
dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.5

d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke
dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah
membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.5
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum
bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia
gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah
adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like)
yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga
akan tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas
projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum

9
bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau
Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli
berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection
berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan
membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).5
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat
tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan
janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti
piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak
jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.5
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini,
atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.5
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan
otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia
intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus.5

10
Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:4,6

n
Paru belum bernapas Paru sudah bernapas
No.
1 Volume kecil, kolaps,
Volume 4-6x lebih besar, sebagian
1. menempel pada vertebra,
menutupi jantung, konsistensi
konsistensi padat, tidak ada
seperti karet busa (ada krepitasi)
krepitasi
2
Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
2.
3 Warna homogen, merah
Warna merah muda
3. kebiruan/ungu
5 Kalau diperas di bawah
4. permukaan air tidak keluar
gelembung gas atau bila Gelembung gas yang keluar halus
sudah ada pembusukan dan rata ukurannya.
gelembungnya besar dan
tidak rata.
6 Tidak tampak alveoli yang Tampak alveoli, kadang-kadang
5. berkembang pada terpisah sendiri
permukaan
6 Kalau diperas hanya keluar Bila diperas keluar banyak darah
6. darah sedikit dan tidak berbuih walaupun belum ada
berbuih (kecuali bila sudah pembusukan (volume darah dua kali
ada pembusukan) volume sebelum napas.
8 Berat paru kurang lebih 1/70 Berat paru kurang lebih 1/35 BB
7. BB
8 Seluruh bagian paru Bagian-bagian paru yang
8. tenggelam dalam air mengembang terapung dalam air.

2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi
tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir

11
hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina.
Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam
uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam
darah meningkat.4,6
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak
dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup
kemudian mati maupun yang lahir mati.4,6
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung
(harus ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb
serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus
venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior).4
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada
bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran
hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu
hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi
jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3
hari sampai beberapa minggu.4
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk
akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup).
Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar,
pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat
dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama
lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke
dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan
adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua
seluruhnya dari usus besar.4,6
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya
denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi
mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali
pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).4,6

12
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan
setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa
bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi
sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan
dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena
terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan,
sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.4,6

Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum


dilahirkan, atau setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam
kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
 Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
 Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
 Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
 Tidak ada gas, baunya khas.

Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.4

2.3.2 Tanda Perawatan


Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam
kasus pembunuhan anak. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan
petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi
baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum dirawat.
Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut
sebagai pembunuhan anak sendiri.3,5
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat
diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:

Tubuh masih berlumuran darah.

Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan
dengan pusat (umbilikus).

Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini
dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan
air.

13

Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan
bagian belakang bokong.3,5

Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung dengan


Ari-Ari.

2.3.3 Viabilitas
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar
kandungan ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate
existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat, yaitu:
a. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan ≥ 35 cm.
c. Berat badan ≥ 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital ≥ 32 cm.3,4
Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus
atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).2

2.3.4 Cukup Bulan dalam Kandungan


Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah
dikandung selama 37 minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh.
Pengukuran bayi cukup bulan dapat dinilai dari:
 Ciri-ciri eksternal

14
 Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan
pembentukan tulang rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba
tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan bila dilipat
cepat kembali ke keadaan semula.3
 Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola
menonjol diatas permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7
milimeter atau lebih.3
 Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung
distalnya tegas dan relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada
telapak tangan pelaku autopsi. Kuku jari kaki masih relatif pendek.
Pada bayi yang prematur kuku jari tangan belum melampaui ujung jari
dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.3
 Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak
kaki, dari depan hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif
lebar dan dalam. Dalam hal kulit telapak kaki itu basah maka dapat
juga tampak garis-garis yang halus dan superfisial.3
 Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna
yakni pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap.
Pada bayi perempuan yang matur, labia minor sudah tertutup dengan
baik oleh labia mayor.3
 Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu
sama lain dan tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada
bayi yang prematur rambut kepala halus seperti bulu wol atau kapas,
masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut
pada dahi tidak jelas.3
 Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga
pembuluh darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau

15
tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut
tampak jelas.3
 Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke
dorsal, sedangkan pada yang prematur membengkok ke ventral atau
satu bidang dengan korpus manubrium sterni.3
 Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian
lateralnya sudah terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu
belum terdapat.3
 Pusat penulangan
 Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur)
mempunyai arti yang cukup penting. Bagian distal femur dan
proksimal tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur
kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan cuneiform.
Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada
umur kehamilan 28 minggu.
 Penaksiran umur gestasi
 Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit
dalam sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5
bulan terakhir, panjang badan adalah sama dengan angka bulan
dikalikan dengan angka 5.3
 Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2
Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.3
 Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)3

2.3.5 Penyebab Kematian


Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan
penyebab kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka
ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal
death).3
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar

16
1. Kematian secara alami
 Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup
di luar kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.
 Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang
mengandung seperti sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki
cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ internal
seperti paru-paru, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak
lengkap seperti anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak
akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding
uterus akan dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat
diketahui jika sang ibu meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau
akibat pembesaran kelenjar timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung
anak dengan rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk
antibodi yang menyerang sel darah merah anak dan menyebabkan
lisisnya sel darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak
baik sebelum maupun setelah kelahiran.
b. Kematian akibat kecelakaan
1. Akibat persalinan yang lama

17
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari
darah ke selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat
kompresi kepala dengan pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur
tulang kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran.
Hal ini dapat menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena
sufokasi.
3. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan
senjata tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan
penyebab kematian bayi intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus
diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.
4. Kematian dari ibu
Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan,
maka anak tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga
harus dilahirkan sesegera mungkin. Jika kematian disebabkan oleh
penyakit kronis, seperti perdarahan kronis, maka kesempatan untuk
menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian
disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana ibu
sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa
bayi lebih besar.
c. Kematian karena tindakan pembunuhan
1. Pembekapan (sufokasi)
Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir
sangat mudah dibekap dengan menggunakan handuk, sapu tangan atau
dengan tangan. Dapat juga ditemukan benda asing yang menyumbat
jalan napas, seringkali karena ibu berusaha mencegah agar anak tidak
menangis dan ini justru menyebabkan kematian.
2. Penjeratan (strangulasi)

18
Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering
ditemui. Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat
berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda
bekas jeratan akan ditemukan di daerah leher disertai dengan memar
dan resapan darah. Kadang juga ditemukan penjeratan dengan
menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.
3. Penenggelaman (drowning)
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air,
sungai dan bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi
kekerasan terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi
hingga terjadi patah tulang.
5. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi
dengan senjata tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka
yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium
pada putting susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan
menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi
anatomi yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi.3
2.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri
Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi
bersangkutan bertujuan untuk menentukan apakah wanita tersebut baru
melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu dicatat keadaan jalan lahir untuk
menjawab pertanyaan “Apakah mungkin wanita tersebut mengalami partus
presipitatus?”.3
1. Tanda telah melahirkan anak
a. Robekan baru pada alat kelamin
b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari
c. keluar darah dari rahim

19
d. ukuran rahim  saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum
setinggi tulang kemaluan
e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih2
2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari2
3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
a. robekan pada alat kelamin
b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar,
lebih-lebih bila tali pusat pendek
c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada
tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan
pemeriksaan histopatologis
d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala,
perdarahan di dalam tengkorak2
4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari
rahim.2
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang
diperiksa adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan,
yaitu:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri,
lochia, kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat
dari usia pasca lahir ditambah lama kematian.
2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya
dapat ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu
individu sedang individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya
adalah bila golongan AB sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya.
Penggunaan banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan

20
mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya maka cara ini tidak
merupakan prosedur rutin.
3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang
besar.2,3

2.5 Definisi Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin


dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.7
Terdapat dua jenis abortus, iaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan didefinisikan sebagai abortus yang terjadi tanpa tindakan
mekanis atau medis.Dengan kata lain yang luas digunakan adalah keguguran
(miscarriage). Sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan
disebut sebagai abortus provokatus. 9

2.5.1 Klasifikasi Abortus

Klasifikasi abortus menurut Ida Ayu Chandranita dan kawan-kawan (2010)


adalah seperti berikut :
A. Abortus Spontan

Terjadi tanpa intervensi dari luar dan hanya disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah. Berdasarkan aspek klinis, abortus spontan dibagi menjadi :
1. Abortus iminens
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama
kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta
dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan,
sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus. 9
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20
minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,

21
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan
dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina.
Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma
serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi. 10
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri
karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi. 10
3. Abortus kompletus atau inkompletus
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan
ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan
berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi
lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang
setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10
hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan. 10
4. Abortus tertunda
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada
dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus

22
tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang
pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi,
malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah
sedikit. 11
5. Abortus habitualis
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan
kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis,
abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau
lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana
sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi
tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya
plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga
merupakan etiologi dari abortus habitualis. 11
6. Abortus sepsis
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang
kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara
bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli,
Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan
Staphylococci. 11

B. Abortus Provokatus
Tindakan abortus yang sengaja dilakukan. Dijumpai dua bentuk abortus
buatan :

Abortus Provokatus Medisinalis
Abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital. Tindakan itu harus disetujui
oleh tiga orang dokter yang merawat ibu hamil :
a. Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya

23
b. Dokter anestesi
c. Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi

Indikasi vital yang dimaksudkan adalah :


a. Penyakit ginjal
b. Penyakit jantung
c. Penyakit paru berat
d. Diabetes mellitus berat
e. Karsinoma
Indikasi social diantaranya :
a. Kegagalan pemakaian KB
b. Grandemultipara
c. Kehamilan IQ rendah
d. Kehamilan akibat perkosaan
e. Kehamilan dengan penyakit jiwa7


Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan. Dilakukan
oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga sering menimbulkan ‘trias’ komplikasi
yaitu perdarahan, trauma alat genitalia/jalan lahir, infeksi hingga syok sepsis. 7

2.5.2 Etiologi Abortus

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya terdapat


lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah seperti berikut :
a. Faktor genetik
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan kriotip normal. Untuk sebahagian besar
24
trisomi, gangguan miosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden
trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar
30 persen dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.Semua kromosom
trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Pengelolaan standar
menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil
dengan usia lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah
1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi
akan meningkat setelah usia 35 tahun.7
b. Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus yang berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus ( SLE ) dan
antiphospholipid Antibodies ( aPA ). aPA merupakan antibody spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien
SLE sekitar 10%, disbanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75%
pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar
kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang
berikatan dengan sisi negative dari fosfolipid.7
c. Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori
diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus,
diantaranya sebagai berikut :

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.

25

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitelia bawah
(misalnya Mikoplasma bominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses
implantasi.

Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19,
Sitomegalovirus, Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV). 7
d. Lingkungan.
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus.Rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin.Dengan terjadinya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat
terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. 7

2.5.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Aborsi


Secara kritis bisa ditarik generalisasai bahwa aborsi dilakukan tidak hanya

dikarenakan kehamilan di luar perkawinan (kehamilan pranikah, dilakukan gadis),

tetapi juga terjadi di dalam perkawinan, oleh perempuan yang berstatus istri. Baik

abortus dikarenakan kehamilan di luar perkawinan ataupun dalam perkawinan

keduanya memiliki beberapa alasan yang berbeda, dan keduanya merupakan

fenomena terselubung yang cenderung ditutupi oleh pelakunya.43 Abortus

provocatus berkembang sangat pesat dalam masyarakat Indonesia, hal ini

disebabkan banyaknya factor yang memaksa pelaku dalam masyarakat untuk

melakukan hal tersebut. Pelaku merasa tidak mempunyai pilihan lain yang lebih

baik selain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan moral yaitu

melakukan aborsi. Berikut ini disebutkan beberapa faktor yang mendorong pelaku

dalam melakukan tindakan abortus provocatus, yaitu:

26
a. Kehamilan sebagai akibat hubungan kelamin di luar perkawinan

b. Alasan-alasan sosio ekonomis.

c. Alasan anak sudah cukup banyak.

d. Alasan belum mampu punya anak.

e. Kehamilan akibat perkosaan.

2.5.4 Pengaturan Aborsi dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia


Pengaturan tentang abortus provocatus terdapat dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai hukum pidana umum (Lex

Generale), dan juga dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yang menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, dan berlaku sebagai

hukum pidana khusus (Lex Speciale). Berikut ini adalah pengaturan tentang

abortus provocatus yang terdapat dalam kedua peraturan perundangundangan

tersebut
1. Pengaturan Aborsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP)
Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran

kandungan yang disengaja (abortus provocatus) diatur dalam Buku kedua Bab

XIV tentang Kejahatan Kesusilaan khususnya Pasal 299, dan Bab XIX Pasal 346

sampai dengan Pasal 349, dan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa.

Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan abortus provocatus yang terdapat

dalam pasal-pasal tersebut:

Bab XIV KUHP:


Pasal 229:
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya

supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena

27
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun atau denda palig banyak tiga ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau

menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia

seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan

pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.


Berdasarkan rumusan Pasal 299 KUHP tersebut, dapat diuraikan unsur-

unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :


a. Setiap orang yang sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya

supaya diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat

digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda

paling banyak tiga ribu rupiah


b. Seseorang yang sengaja menjadikan perbuatan mengobati seorang wanita

atau menyuruhnya supaya diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut

kehamilannya dapat digugurkan dengan mencari keuntungan dari perbuatan

tersebut atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan,

maka pidananya dapat ditambah sepertiga.


c. Jika perbuatan mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya

diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat digugurkan

itu dilakukan oleh seorang dokter, bidan atau juru obat maka hak untuk berpraktek

dapat dicabut. 12

Bab XIV KUHP:


Pasal 346 KUHP : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun”. 12

28
Pasal 347 KUHP : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.


(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun. 12


Pasal 348 KUHP:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan

seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan.


(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun. 12


Pasal 349 KUHP :
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan

berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam

pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah

dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam

mana kejahatan dilakukan”. Berdasarkan rumusan pasal-pasal tersebut di atas

dapat diuraikan unsur- unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :


a. Hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain,

diancam hukuman empat tahun penjara . Seseorang yang sengaja melakukan

abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam

hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun

penjara.
b. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun

penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
c. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut

seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya

ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.

29
Dari ketentuan Pasal 346-349 KUHP dapat diketahui, bahwa aborsi menurut

konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terdapat

dalam KUHP adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan yang

dilakukan oleh seorang wanita atau orang yang disuruh melakukan itu. Wanita

dalam hal ini adalah wanita hamil yang atas kehendaknya ingin menggugurkan

kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh lakukan

untuk itu adalah dokter, bidan atau juru obat. 12

2.5.5 Pengaturan Aborsi dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan
Disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yang menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1992, maka permasalahan aborsi memperoleh legitimasi dan

penegasan. Secara eksplisit, dalam undang-undang ini terdapat pasal-pasal yang

mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam praktek medis mengandung berbagai

reaksi dan menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat. Meskipun,

undang-undang melarang praktik aborsi, tetapi dalam keadaan tertentu terdapat

kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 dituangkan dalam Pasal 75, 76 , 77, dan Pasal 194 . Berikut ini adalah uraian

lengkap mengenai pengaturan aborsi yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut:


Pasal 75:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:


a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat

30
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan

bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau


b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi

korban perkosaan
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah

melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan

konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan

berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi dihitung dari hari pertama haid

terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis kedaruratan medis dan perkosaan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pemerintah. 13
Pasal 76:
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang

memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;


c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

Menteri. 13
Pasal 77:
“Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu,

tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama

dan ketentuan peraturan perundang-undangan”. 13


Pasal 194
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana

31
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” 13


Penjelasan Pasal 75 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

menyatakan: Yang dimaksud dengan “konselor” dalam ketentuan ini adalah setiap

orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan

pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh

masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki

keterampilan untuk itu. 13


Selanjutnya penjelasan Pasal 77 memberikan penjelasan sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak

bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa

persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang

berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi

medis. 13
Pengguguran kandungan yang disengaja dengan melanggar berbagai

ketentuan hukum (abortus provocatus criminalis) yang terdapat dalam KUHP

menganut prinsip “illegal tanpa kecuali” dinilai sangat memberatkan paramedis

dalam melakukan tugasnya. Pasal tentang aborsi yang diatur dalam Kitab

UndangUndang Hukum Pidana juga bertentangan dengan Pasal 75 ayat (2) UU

No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana pada prinsipnya tindakan

pengguguran kandungan atau aborsi dilarang (Pasal 75 ayat (1)), namun Larangan

tersebut dapat dikecualikan berdasarkan:


a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik

yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik

32
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga

menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau


b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis

bagi korban perkosaan. 13


Disini berlaku asas lex posteriori derogate legi priori. Asas ini beranggapan

bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan lama

yang mengatur materi yang sama dan keduanya saling bertentangan satu sama

lain, maka peraturan yang baru ini mengalahkan atau melumpuhkan peraturan

yang lama. Dengan demikian, Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan yang mengatur tentang abortus provocatus medicinalis

tetap dapat berlaku di Indonesia meskipun sebenarnya aturan itu bertentangan

dengan rumusan abortus provocatus kriminalis menurut KUHP. 13

33
BAB III
KESIMPULAN

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang


dilakukan oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama
kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Berdasarkan undang-
undang, terdapat tiga faktor penting mengenai pembunuhan anak sendiri, yaitu
faktor ibu, waktu, dan psikis.
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang
diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan mengenai
anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati, adanya tanda-tanda perawatan,
luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian, anak tersebut
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan, dan adanya kelainan bawaan yang
dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Pemeriksaan terhadap kasus pembunuhan anak sendiri dilakukan terhadap
pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru melahirkan) dan korban (bayi yang baru
dilahirkan). Pada ibu, diperiksa tanda telah melahirkan anak, berapa lama telah
melahirkan, adanya tanda-tanda partus precipitates, pemeriksaan golongan darah,
dan pemeriksaan histopatologi terhadap sisa plasenta dalam darah yang berasal
dari rahim. Sedangkan, pada korban diperiksa viabilitas, penentuan umur, pernah
atau tidak pernah bernapas, umur ekstrauterin, dan sebab kematian. Sebab
kematian dapat berupa akibat penyakit, kecelakaan, dan tindakan kriminal.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa
tindakan disebut abortus spontan. Macam- macam abortus spontan adalah abortus
iminens, abortus insipiens, abortus kompletus, abortus inkompletus, missed
abortion, abortus habitualis, dan abortus infeksiosus atau abortus septic.
Sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
abortus provokantus.
Abortus provokantus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokantus
medisinalis dan abortus

34
Kriminalis.

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from: http://eprints.undip.ac.id
(accessed: 2011, Mei 28)
2. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa
Aksara.
3. Budijanto, dkk. 1988.Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Apuranto H, Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Edisi pertama, cetakan
kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal. 165 – 176.
6. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak
(Infanticide). Available from: http://www.fk.uwks.ac.id (accessed: 2011, Mei
28)
7. Bantuk Hadijanto, 2008. Pendarahan pada Kehamilan Muda In: Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta , PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : 459-473.
8. Guttmacher Institute, 2013. Facts on Abortion in Asia.
9. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Gilstrap III, L.,
and Wenstrom, K.D., 2005. Williams Obstetrics. 22nd ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies, Inc,134-145.
10. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., and Wirakusumah, F.F., 2005. Obstetri
Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
11. Mochtar, R., 1998. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. In Lutan, D.,
ed. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, 209-216.
12. Amir, A. 2016. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Medan: Penerbit
Buku RAMADAHAN, hal 159-177.
13. Kitab Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

36

You might also like