You are on page 1of 28

Pembiayaan Kesehatan

• Definisi Pembiayaan kesehatan atau biaya kesehatan


Besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelanggarakan dan atau memamfaatkan
berbagai upaya kesehatan yang di perlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
• Sumber Biaya kesehatan
Sumber biaya kesehatan tidak sama antara satu Negara dengan Negara lainnya. Secara
Umum sumber biaya kesehatan di bedakan atas dua macam:
1. Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah
Tergantung dari bentuk pemerintahan yang di anut, ada Negara yang bersumber biaya
kesehatannya sepenuhnya di tanggung oleh pemerintah. Maka Negara seperti ini tidak
temukan pelayanan kesehatan swasta, sehingga seluruh pelayanan kesehatan di selenggarakan
oleh pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut di laksanakan secara Cuma-Cuma.
2. Sebagian ditanggung oleh masyarakat
Suatu Negara yang melibatkan masyarakat sebagai sumber dari pembiayaan kesehatan
dimana masyarakat di ajak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
ataupun pada waktu memamfaatkan jasa pelayanan kesehatan, maka akan di temukan
pelayanan kesehatan swasta dan tentunya pelayanan kesehatan tersebut tidaklah Cuma Cuma,
karena masyarakat di haruskan membayar pelayanan kesehatan yang memamfaatkannya.
• Macam Biaya kesehatan
Biaya kesehatan banyak macamnya, karena semuanya tergantung dari jenis dan kompleksitas
pelayanan kesehatan yang di selenggarakan dan atau yang dimamfaatkan. Biaya kesehatan
secara umum dapat dibedakan atas dua macam:

1. Biaya pelayanan kedokteran


Biaya yang di maksud adalah biaya yang di butuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memamfaatkan pelayan kedokteran., yang tujuan utamanya untuk mengobati dan
memulihkan kesehatan penderita.
2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang di butuhkan untuk menyelenggarakan atau memamfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat, yang tujuan utama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk
mencegah penyakit.

Tiga Fungsi Pembiayaan Kesehatan


Sumber daya diperlukan negara untuk memberikan pelayanan kesehatan esensial bagi
warganya, mengurangi kesenjangan atas kemampuan membayar layanan tersebut, dan
memberikan perlindungan finansial dari kemiskinan akibat biaya layanan kesehatan
katastrofik. Dalam hal ini diperlukan kebijakan eksplisit yang dapat mempengaruhi 3 (tiga)
fungsi pembiayaan: collecting revenue, pooling risk, dan purchasing services. Dalam hal ini
terllihat bahwa adanya lembaga baru BPJS akan merubah pola sistem pembiayaan kesehatan.
Dengan menggunakan tiga fungsi pembiayaan di atas maka peranan BPJS dan impactnya
akan dibahas di bawah ini.
Sebelum membahas dampak adanya UU SJSN dan UU BPJS perlu untuk kembali melihat
berbagai model model sistem pembiayaan kesehatan. Secara garis besar ada beberapa jenis
pembiayaan kesehatan di berbagai negara. Kelompok 1: Tidak menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan/jaminan
1a. Semua mendapat pelayanan gratis.
Layanan kesehatan nasional seperti di Inggris yang membiayai pelayanan kesehatan secara
gratis melalui sistem pelayanan gratis untuk semua orang (miskin sampai kaya). Anggaran
kesehatan berasal dari dana pemerintah yang disalurkan ke rumahsakit dan seluruh pelayanan
kesehatan tanpa melalui mekanisme asuransi kesehatan. DI Asia Tenggara model ini ada di
Malaysia
1b. Berbasis pembayaran masyarakat.
Model ini masih banyak di negara yang kurang mampu. Masyarakat membayar sendiri,
Asuransi dan jaminan kesehatan hanya untuk PNS dan karyawan-karyawan perusahaan besar.

Kelompok 2: Berbasis asuransi kesehatan


2a. Berbasis National Health Insurance (single payer)
Contoh adalah Canada.
Jerman : wajib yang universal (kelompok - sasaran kerja) cakupan di bawah jaminan sosial
(diamanatkan publik) yang sistem dibiayai oleh karyawan dan kontribusi pemberi kerja untuk
dana asuransi nirlaba, dengan publik dan kepemilikan pribadi input sektor ;
2b. Berbasis jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin.
Terjadi di Amerika Serikat.
a) Asuransi pribadi: berbasis majikan atau pembelian individu kesehatan swasta asuransi dan
kepemilikan pribadi atas input sektor kesehatan . Dikombinasi dengan jaminan untuk
masyarakat miskin seperti di Indonesia di jaman Jamkesmas dan di Amerika Serikat.

UU SJSN dan UU BPJS mengarah ke model single payer seperti model di Canada.
Sebelumnya Indonesia bertumpu pada pembayaran out-of-pocket, yang kemudian berubah
menjadi model Jamkesmas yang mirip dengan model Amerika Serikat.
Model Canada ini memang mensyaratkan berbagai hal seperti di bawah ini:
- Negara mampu membayar (kemampuan fiskal)
- Adanya choice untuk masyarakat. DI daerah yang sulit ini menjadi masalah karena tidak
banyak pilihan bahkan ada kemungkinan tidak dapat mendapat pelayanan apapun karena
tidak tersedia fasilitas dan SDM.

Dari berbagai model diatar terlihat bahwa peran pemerintah diperlukan untuk perlindungan
keuangan dengan fokus kebijakan dengan didasarkan pada kemampuan membayar,
perlindungan bencana keuangan akibat biaya medis, dan menjamin akses terhadap pelayanan
kesehatan. Pembuat kebijakan, penasihat dan peneliti kesehatan juga menyatakan untuk
meminimalkan kesenjangan dibutuhkan kebijakan kesehatan dengan fokus yaitu
memaksimalkan hubungan antara mobilisasi sumber daya, pooling dan alokasi.
Dengan demikian, upaya memberikan perlindungan keuangan dan mempromosikan
kesetaraan tergantung pada bagaimana sistem kesehatan mengatur tiga fungsi pembiayaan
kesehatan utama yaitu revenue collection, pooling risk, dan purchasing. Semua fungsi
pembiayaan kesehatan berperan penting dalam memastikan perlindungan keuangan dan
mengurangi kesenjangan
Revenue Collection dan Pembiayaan Pemerintah untuk Layanan Kesehatan

Revenue collection adalah cara sistem kesehatan mengumpulkan uang dari rumah tangga,
bisnis, dan sumber-sumber eksternal ( World Bank, 2005). Pengumpulan ini berkaitan dengan
akumulasi pendapatan dan manajemen sehingga peserta berbagi risiko kesehatan secara
kolektif, melindungi individu dalam besarnya kepesertaan, dan pengeluaran kesehatan yang
tidak terduga. Sistem prabayar memungkinkan peserta untuk membayar biaya rata-rata yang
diharapkan, membebaskan peserta dari ketidakpastian dan memastikan kompensasi kerugian
apabila terjadi. Revenue Collection juga didefinisikan sebagai kontribusi keuangan kepada
sistem kesehatan yang pengumpulannya dilakukan secara adil dan efisien (WHO, 2005).
Revenue collection merupakan prinsip yang universal dimana penekanannya pada kemudahan
pengumpulan iuran yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemberi kerja (Peta JKN, 2012).

Revenue dari pemerintah

Pemerintah menggunakan berbagai mekanisme finansial dan nonfinansial untuk


melaksanakan fungsi mereka. Fungsi sektor kesehatan mengharuskan pemerintah secara
langsung memberikan layanan, pembiayaan, mengatur, dan mewajibkan penyediaan layanan,
serta memberikan informasi (Musgrove 1996 cit.)

Dalam hal revenue kesehatan dari pemerintah maka isu fiskal bagi negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah perlu dipikirkan. Pemerintah di negara sedang
berkembang perlu untuk memobilisasi sumber daya yang cukup agar mampu membiayai
pelayanan kesehatan individu dan masyarakat tanpa menggunakan pinjaman sektor publik
yang berlebihan (termasuk penciptaan utang luar negeri yang berlebihan ). (Tanzi dan Zee
2000 cit)
Hampir semua negara di dunia menyebutkan bahwa Revenue Collection untuk
kesehatan tergantung dari keuangan negara. Dari perspektif keuangan publik, semua
pajak (pendapatan dan sumber pendapatan lain) merupakan komponent penting Revenue
Collection yang mempunyai ciri sebagai berikur: (kriteria IMF dan Word Bank 2005
cit.):
I. a)Kecukupan dan stabilitas pendapatan: pajak harus meningkatkan pendapatan, relatif
stabil, dan kemungkinan besar akan meningkat dari waktu ke waktu.
II. b)Efisiensi: pajak harus meminimalkan distorsi ekonomi.
III. c)Ekuitas: pajak harus memperlakukan kelompok pendapatan yang berbeda secara
adil.
IV. d)Kemudahan mengumpulkan: administrasi pajak harus sederhana
V. e)Akseptabilitas politik: harus ada transparansi, penyebaran yang luas, dan kejelasan
tentang penggunaan pajak untuk mempromosikan akseptabilitas.

Negara dengan berpenghasilan rendah dihadapkan pada permasalahan seperti


penerimaan yang kecil, keterbatasan sumberdaya, jumlah sektor informal lebih banyak,
dan keterbatasan pengembangan pada struktur administrasi. Beberapa negara
menunjukkan skema asuransi sosial bahwa kontribusi peserta atau premi relatif kecil,
sehingga hal ini menjawa mengapa skema asuransi sosial tersebut disubsidi dari
pendapatan umum. Pengembangan asuransi sosial melibatkan banyak faktor, termasuk
kontribusi peserta untuk menjamin keuangan jangka panjang dan keberlanjutannya.
Perbedaan penting lainnya antara negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah dan negara-negara berpenghasilan tinggi adalah ketergantungan yang relatif
lebih besar relatif pada pajak langsung (pajak atas penghasilan dan harta, seperti pajak
penghasilan pribadi dan perusahaan, capital gain, warisan, kematian, kekayaan).

Revenue Collection dari Premi Asuransi Kesehatan


Premi yang dikumpulkan merupakan dana masuk untuk sektor kesehatan. Premi
ini dapat berasal dari asuransi kesehatan swasta dan pemerintah. Dalam konteks Indonesia
saat ini ada premi yang berasal dari peserta Non-PBI dan masyarakat yang membeli
asuransi kesehatan swasta. Premi asuransi kesehatan ini dapat berasal dari perusahaan
yang membelikan.

Revenue Collection dari Jaminan perusahaan

Berbagai perusahaan mempunyai sistem jaminan sendiri sehingga ada dana masuk ke sektor
kesehatan. Sebagai gambaran PT Pertamina mempunyai sistem jaminan kesehatan sendiri.

Revenue Collection dari Out-of Pocket


Merupakan dana langsung dari masyarakat.

Dalam konteks sistem pembiayaan di Indonesia, Revenue Collection merupakan


pengumpulan dana untuk sektor kesehatan yang berasal dari APBN dan APBD dimana pajak
dan berbagai pendapatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
dianggarkan untuk sektor kesehatan. Di luar dana dari pemerintah, ada berbagai sumber dana
dari masyarakat. Pertama adalah premi yang dibayarkan oleh masyarakat dengan atau tidak
dihubungkan dengan risiko. Premi yang dihubungkan dengan risiko adalah berbagai asuransi
kesehatan swasta yang membutuhkan underwriting/pemeriksaan jasmani sebelum masuk ke
sistem asuransi. Sementara itu premi yang tidak membutuhkan pemeriksaan adalah premi
BPJS non-PBI dengan tiga pilihan. Disamping asuransi, masyarakat melalui perusahaan
memberikan dana masuk ke sector kesehatan melalui program jaminan perusahaan. Beberapa
perusahaan besar mempunyaoi sistem yang baik. Dana lain yang masuk ke sector kesehatan
dengan jumlah yang besar adalah pembayaran langsung untuk pelayanan kesehatan dari
masyarakat (out of pocket).
Pooling Risk, Perlindungan Keuangan, dan Kesetaraan

Pooling risk merupakan kontribusi yang dikumpulkan agar biaya perawatan kesehatan
dimiliki oleh semua (ditanggung bersama) dan tidak ditanggung oleh individu pada saat
mereka jatuh sakit. Hal ini memerlukan solidaritas di dalam masyarakat (World Bank, 2006).
Definisi lain bahwa pooling merupakan kontribusi yang digunakan untuk membeli atau
menyediakan intervensi kesehatan yang tepat dan efektif (WHO, 2005). Dalam Peta Jalan
Menuju JKN (2012), risk pooling (kegotong-royongan ) adalah upaya bersama agar semua
penduduk berkontribusi (membayar iuran/ pajak) agar terkumpul (pool ) dana untuk
membiayai pengobatan siapa saja yang sakit.

Definisi pooling Risk memang sering tidak jelas. Memastikan perlindungan finansial berarti
bahwa tidak ada rumah tangga yang harus memberikan kontribusi pada program kesehatan
sehingga yang bersangkutan akan jatuh ke dalam dan tidak bisa mengatasi kemiskinan ( ILO /
STEP 2002). Mencapai tingkat perlindungan yang memadai membutuhkan pooling yang:
mampu melakukan penyatuan terbesar dari risiko kesehatan dalam
suatu populasi , sehingga memfasilitasi redistribusi antara individu yang
beresiko tinggi dan individu yang berisiko rendah.

Prinsip equity juga mensyarakatkan agar dalam proses pooling tersebut ada masyarakat yang
berpenghasilan tinggiyang masuk namun mempunyai status kesehatan yang cukup.

Dalam sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia fungsi pooling risk dapat melibatkan
kementerian kesehatan atau pelayanan kesehatan nasional, organisasi jaminan sosial, asuransi
kesehatan swasta sukarela, dan asuransi kesehatan berbasis masyarakat (seperti Jamkesda
atau yang lainnya). Pooling risk dilakukan oleh Pemerintah pada APBD Daerah dan APBN
Pusat untuk pelayanan kesehatan. DI dalam proses penyusunan APBN dan APBD pooling
risk dapat ditetapkan untuk membantu masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan
mempunyai kemampuan membayar rendah melalui perencanaan yang rasional.

Sementara itu pooling di BPJS Kesehatan ada kemungkinan tidak memberikan komposisi
yang baik. Peserta non-PBI yang mandiri ada kemungkinan berasal dari kelompok
masyarakat yangsudah sakit atau cenderung sakit. Sementara yang sehat cenderung tidak
masuk atau mempunyai asuransi kesehatan sendiri di luar BPJS. Hal ini dapat disebut sebagai
contoh dari proses adverse selection. Sementara itu pooling the risk untuk pelayanan kesehan
di badan asuransi swasta cenderung hanya untuk mereka yang mampu dan sehat. Keadaan ini
yang perlu diperhatikan.

Purchasing

Purchasing didefinisikan sebagai kontribusi yang digunakan untuk membeli atau


menyediakan intervensi kesehatan yang tepat dan efektif (WHO, 2005). Pembelian di sini
terkadang disebut sisi suply pada pendanaan meliputi beberapa perjanjian yang digunakan
oleh pembeli layanan kesehatan untuk membayar kepada penyedia pelayanan kesehatan
(World Bank, 2006). Perjanjian ini bisa terdiri dari berbagai macam jenisnya.

Beberapa penyedia layanan kesehatan milik pemerintah dan organisasi sosial


memberikan pelayanan kesehatan kepada pegawai publik dengan model pembayarannya bisa
dilakukan secara langsung maupun kontrak perjanjian dari penyedia swasta ataupun milik
pemerintah.
Belanja layanan kesehatan (purchasing of services) harus dilakukan secermat dan
sehemat mungkin agar Dana Amanat mencukupi dan tidak terjadi pemborosan (optimal
resources) . Semakin luas (komprehensif ) manfaat jaminan kesehatan semakin banyak dana
yang dibutuhkan. Untuk efisiensi belanja layanan kesehatan, cara-cara
pembayaran/pembelian layanan kesehatan dari fasilitas kesehatan publik maupun swasta
harus diatur agar tidak terjadi pemborosan atau belanja layanan yang tidak perlu (moral
hazard atau fraud ).

Dalam konteks ini, UU SJSN telah merumuskan cara-cara pembayaran yang efisien
(prospektif seperti kapitasi, budget dan berbasis diagnosis) yang bervariasi di berbagai
wilayah untuk menggambarkan perbedaan biaya hidup atau harga barang-barang dan tenaga
kesehatan (Peta JKN, 2012). Peningkatan efisiensi (baik secara teknis dan alokatif) dari
pengaturan pembelian memberikan nilai yang lebih baik. Oleh karena itu penting
menyediakan cara untuk memperoleh tambahan "pembiayaan" dalam sistem kesehatan
(Hensher 2001).

Dalam konteks pembelian ini yang meliputi paket manfaat, daftar tarif, kontrak
provider, akreditasi, mekanisme pembayaran ke pengguna, mekanisme klaim, sistem
pencegahan fraud, dan lain sebagainya, terlihat ada potensi masalah. Ketidak merataan
pelayanan kesehatan dan adanya pembagian Regional 1 sampai Regional V dalam
pelaksanaan INA-CBG sudah menunjukkan bahwa walaupun ada dana dari pemerintah,
terdapat keterbatasan manfaat. Hal ini dapat mengancam tercapainya universal coverage.

 Indonesia berhasil melakukan perbaikan besar dalam hasil kesehatan

 Kapasitas penyampaian kesehatan Indonesia telah berkembang secara signifikan

 Pengeluaran kesehatan Indonesia relatif rendah dan negara ini mendapatkan „nilai ekonomi‟
yang cukup besar dalam hal sebagian hasil kesehatan dan juga perlindungan finansial yang
relatif baik

 Reformasi ini perlu membangun kekuatan sistem dan menanggapi kelemahannya

Kekuatan

o Kondisi demografis yang menguntungkan

o Tingkat pendidikan dan melek huruf yang tinggi

o Komitmen pemerintah untuk reformasi

o Rendahnya tingkat pengeluaran kesehatan

o Perlindungan finansial dan kepuasan pelanggan yang lumayan baik

o Berpengalaman dengan program asuransi kesehatan

o Sistem penyampaian perawatan kesehatan primer yang ekstensif

o Ketersediaan obat yang secara umum baik


Kelemahan

o Setengah dari warganegara tidak memiliki perlindungan asuransi kesehatan


o Subsidi kesehatan yang diberikan pemerintah secara tidak proporsional,
menguntungkan yang kaya

o Sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan sangat terfragmentasi

o Sebagian status kesehatan masih buruk

o Transisi demografis, epidemiologis, dan nutrisi akan menjadi tekanan signifikan


terhadap biaya pelayanan kesehatan di masa depan dan kebutuhan sistem
penyampaian

o Masih adanya disparitas geografis yang signifikan dalam status kesehatan,


ketersediaan, dan penggunaan layanan

o Infrastruktur fisik dan ketenagaan masih terbatas dan menghadapi masalah kualitas
dan efisiensi

o Dibutuhkan perbaikan signifikan dalam hal kualitas dan biaya obat, yang merupakan
sepertiga dari pengeluaran

o Desentralisasi telah mencampuradukkan peran dan tanggung jawab berbagai tingkatan


pemerintah dan sistem transfer antar pemerintah tidak sepenuhnya mengakui
perbedaan kebutuhan dan kapasitas fiskal

o Masih kurangnya data data penting untuk pengambilan keputusan

o Fitur-fitur rancangan program Jamsostek dan Askes menyebabkan masih tingginya


pengeluaran langsung dari rumah tangga para tertanggung dan menghalangi operasi
yang efektif

o Tidak ada studi komprehensi terhadap status kesehatan dan dampak finansial, biaya
aktual, dan keberlanjutan masa depan dari program-program Askeskin/Jamkesmas.

 Indonesia’s reform process needs to address both broad policy concerns such as the final
system design and transition options as well as numerous ‘devils in the details’ including the
design of the basic benefits package; groups eligible for public subsidies; identification and
collection of premiums from informal sector workers; how medical care providers will be paid;
how the reform will be financed; who will administer the program; and, how will better health
outcomes, financial protection, consumer responsiveness, quality, efficiency, equity, and
financial sustainability be assured.

Kebijakan Pembiayaan Kesehatan

Saat ini kebijakan pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak


konsisten dengan UU yang mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa sistim pembiayaan kesehatan berbasis
asuransi sosial, namun dalam implementasinya systempembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh
pembiayaan pemerintah dari sumber pajak.

Sistem asuransi sosial mewajibkan pesertanya membayarkan premi ke lembaga asuransi yang ditunjuk negara.
Saat ini kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 17 juta orang)yaitu hanya pegawai negeri peserta PT
Askes dan pegawai swasta peserta Jamsostek yang sudah masuk dalam sistem asuransi kesehatan sosial.

Sistem pembiayaan kesehatan yangberlaku sekarang didominasi sistem pajak yaitu negara membayar langsung
kepada pemberi pelayanan kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Masyarakat atau
JaminanKesehatan Daerah (Jamkesmas/Jamkesda) yang mencakup lebih dari 75 juta penduduk.

Program Jamkesmas adalah suatu program pengganti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin)
yang mulai dilaksanakan tahun 2008. Pemerintah mengatakan jika SJSNefektif nanti diterapkan sepenuhnya di
indonesia maka Program Jamkesmas akan disesuaikan dengan SJSN tersebut.

Sementara itu dualisme yang berlangsung yaitu antara UU yang berlaku dan implementasinya di lapangan,
membingungkan pengambilan kebijakan teknis dan berdampak padainefesiensi , kurang tepatnya sasaran dan
ketidakadilan akses dalam pelayanan kesehatan.

Padahal sekarang ini Indonesia memerlukan suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu untuk menjawab
tantangan yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan yangsemakin kompleks yang disebabkan antara oleh:
perubahan pola kependudukan Indonesia, jenis penyakit yang dihadapi dan juga perubahan nutrisi yang
disebabkan oleh perubahan polahidup.

Indonesia masih dianggap negara yang kurang memberikan prioritas kesehatan untuk penduduknya. Hal ini
dibuktikan dengan rendahnya alokasi dana pemerintah untuk sektor kesehatan yangjumlahnya hanya sekitar 2%
dari PDB, dan masih jauh dibawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang
merekomendasikan 5% dari PDB.

Saat ini kebijakan pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak konsisten dengan UU yang
mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa sistim pembiayaan kesehatan berbasis asuransi sosial, namun
dalam implementasinya sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan pemerintah dari
sumber pajak.

Sistem asuransi sosial mewajibkan pesertanya membayarkan premi ke lembaga asuransi yang ditunjuk negara.
Saat ini kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 17 juta orang) yaitu hanya pegawai negeri peserta PT
Askes dan pegawai swasta peserta Jamsostek yang sudah masuk dalam sistem asuransi kesehatan sosial. Sistem
pembiayaan kesehatan yang berlaku sekarang didominasi sistem pajak yaitu negara membayar langsung kepada
pemberi pelayanan kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesmas/Jamkesda) yang mencakup lebih dari 75 juta penduduk.Program Jamkesmas adalah suatu
program Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU no 40/2004) belum dapat diberlakukan efektif
Undang-undang ini telah ditandatangani Presiden Megawati tahun 2004, namun sampai saat ini belum ada
Peraturan Pemerintah (PP) yang mengimplementasikan UU tersebut.

UU SJSN juga telah mengalami uji judicial (Judicial Review) oleh Mahkamah Konstitusi dan salah satu
pasalnya dianulir (pasal 5 yaitu menyangkut penyebutan PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen dan ASABRI
sebagaiBadan Penyelenggara Jaminan Sosial).

Selain itu, UU yang memuat Sistem Jaminan Kesehatan, Pensiun dan Jaminan Kematian seperti UU no 40/2004
mendapatkan kritik yang tajam. Banyak negara maju yang memisahkan Jaminan Kesehatan dari Jaminan Sosial
lain. Contoh terbaru adalah UU reformasi system asuransi kesehatan di Amerika Serikat yang berhasil
diberlakukan oleh Pemerintah Obama.

UU SJSN ini dianggap oleh banyak daerah sebagai sistim yang "sentralistik" dan "tidak sesuai dengan semangat
desentralisasi" karena tidak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah lokal untuk memenuhi
pelayanan kesehatan masyarakat lokal. Dengan berbagai hambatan, kesulitan serta kompleksitas dari
pemberlakuan UU SJSN ini, justru yang diperlukan Indonesia sekarang ini adalah suatu system jaminan
kesehatan yang menyeluruh.

Tidak mengherankan kalau sekarang ini UU no 40/2004 belum efektif menjawab tantangan pembiayaan
kesehatan penduduk Indonesia. Askeskin/Jamkesmas Kurang Efektif Menjamin Kesetaraan Layanan Kesehatan
Berbagai studi yang dikompilasi Bank Dunia menyimpulkan bahwa Jamkesmas ternyata hanya membantu
masyarakat tidak mampu yang hidup di sekitar kota (urban poor), tetapi tidak masyarakat miskin di desa (rural
poor) karena kesulitan mencapai pusat layanan kesehatan dan tidak meratanya fasilitas layanan kesehatan.

Walaupun demikian, program ini cukup membantu mereka yang sakit sehingga terhindar dari pemiskinan akibat
sakit. Dibandingkantahun 2001, pada tahun 2006 terjadi penurunan beban biaya rumah tangga akibat sakit
sebesar kurang lebih separuhnya.

UU SJSN dan Jamkesmas adalah kebijakan yang didasarkan pada dua prinsip yang berbeda UU SJSN adalah
sistem pembiayaan berbasis Asuransi Sosial sedangkan Jamkesmas dan juga sebagian Jamkesda adalah sistem
berbasis pajak tanpa perhitungan asuransi.

Suatu negara biasanya hanya mempunyai satu sistem yang utama, yaitu sistim pajak atau asuransi. Inggris
misalnya memilih untuk menggunakan sistem pajak, sedangkan Jerman memilih sistem asuransi. Indonesia
dengan “dualisme” sistem ini menyebabkan permasalahan dalam implementasinya, misalnya antara lain tidak
tepatnya sasaran peserta Jamkesmas, rumitnya sistem klaim oleh rumah sakit, dan tingginya biaya administrasi.

Rekomendasi Kebijakan

Dianjurkan agar Indonesia segera memutuskan untuk memilih satu sistem pembiayaan utama dan konsisten
dengan pelaksanaannya.

Pilihan 1:
Apabila ingin memperluas kepesertaan Jamkesmas (melalui mekanisme pajak tanpa menggunakan prinsip
asuransi sosial) maka perlu ada revisi UU SJSN.Bila perlu memisahkan UU tentang Jaminan Kesehatan berdiri
sendiri, terpisah dari UU SJSN. Hal ini kemudian diikuti dengan peningkatan pendapatan sektor pajak untuk
menjaga agar tersedia anggarankesehatan yang memadai guna menjamin keberlangsungan Jamkesmas.

Pilihan 2
Namun apabila ingin konsisten dengan UU SJSN (yaitu melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial)
sebaiknya segera disusun Peraturan Pemerintah(PP), Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) atau aturan
perundangan teknis yang lain yang mendukung agar UU SJSN ini dapat diberlakukan.

Sistem pembiayaan kesehatan berfungsi untuk memberikan jaminan pembiayaan kesehatan agar masyarakat
dapat terhindar dari pengeluaran biaya yang besar ketika mereka sakit. Apapun sistemnya (alternatif 1 atau 2),
asal ada fungsi perlindungan finansil yang dapat diberlakukan maka system tersebut dapat dikatakan efektif.
Selain itu, system pembiayaan juga harus menjamin adanya equity atau kesetaraan akses layanan kesehatan pada
masyarakat.

Sistem pembiayaan jangan hanya menguntungkan mereka yang mudah memperoleh akses layanan kesehatan,
seperti misalnya mereka yang tinggal di kota besar atau dekat kota yang jumlah penyedia layanan kesehatannya
memadai. Akhirnya, sistim pembiayaan kesehatan ini hanya akan efektif bila disediakan juga suatu sistem
penyediaan pelayanan kesehatan yang merata.

(dr. Sigit Riyarto, M.Kes/Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D)

Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

(Health Care Financing)


Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan
seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti biasa. Dalam
kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai
investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa “siap pakai” dan tetap
terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang menyepelekan hal
ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.

Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang
sebagai rendahnya apresiasi akan pentingnya bidang kesehatan sebagai elemen penyangga,
yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap
keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul karena kesalahan
kita sendiri.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010, pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup
bertentangan dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom
untuk menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh dari
pusat.
Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1.Upaya Kesehatan
2.Pembiayaan Kesehatan
3.Sumber Daya Manusia Kesehatan
4.Sumber Daya Obat dan Perbekalan Kesehatan
5.Pemberdayaan Masyarakat
6.Manajemen Kesehatan
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan, terdapat beberapa
faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran
(kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun
sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan
(fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan.
Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran
pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector prioritas, juga karena
kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang
mengalami transisi demokrasi ini.
Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang efektif dan
efisien akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program kesehatan yang
hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi. Relatif ketatnya birokrasi di
lingkungan departemen kesehatan dan instansi turunannya, dapat disangka sebagai biang
sulitnya mengejar transparansi dan akuntabilitas anggaran di wilayah ini. Peran serta
masyarakat dalam pembahasan fungsionalisasi anggaran kesehatan menjadi sangat minim,
jika tak mau disebut tidak ada sama sekali.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang
amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanankesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara
seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk
menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency)
dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) sendiri memberi fokus strategi pembiayaan kesehatan
yang memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada
umumnya adalah dalam area sebagai berikut:
1.meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan
2.mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan kesehatan
masyarakat miskin
3.pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi kesehatan
sosial (SHI)
4.penggalian dukungan nasional dan internasional
5.penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional
6.pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan fakta
ilmiah
7.pemantauan dan evaluasi.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal
pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan
kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan
efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang
memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna,
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Strategi Pembiayaan Kesehatan
Mekanisme pembayaran (payment mechanism), yang dilakukan selama ini adalah provider
payment melalui sistem budget, kecuali untuk pelayanan persalinan yang oleh bidan di klaim
ke Puskesmas atau Kantor Pos terdekat. Alternatif lain adalah empowerment melalui sistem
kupon. Kekuatan dan kelemahan alternatif-alternatif tersebut perlu ditelaah dengan
melibatkan para pelaku di tingkat pelayanan.
Informasi tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing cara tersebut juga merupakan
masukan penting untuk melengkapi kebijakan perencanaan dan pembiayaan pelayanan
kesehatan penduduk miskin.Alternatif Sumber Pembiayaan: Prospek Asuransi Kesehatan
Dalam penyaluran dana JPS-BK tahun 2001, dicoba dikembangkan JPKM (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) sebagai wadah penyaluran dana JPS-BK. Upaya
tersebut umumnya tidak berhasil, karena dalam praktik yang dilakukan hanyalah pemberian
jasa administrasi keuangan yang dikenal sebagai TPA (Third Party Administration).
Berdasarkan pengalaman tersebut diketahui bahwa salah satu prinsip pokok asuransi tidak
bisa diterapkan, yaitu “pooling of risk”. Dalam prinsip ini risiko ditanggung peserta dari
berbagai tingkatan, tidak hanya oleh penduduk miskin. Selain itu, 4 pemberian ”premi”
sebesar Rp 10.000/Gakin (dan dipotong 8% oleh Badam Pelaksana JPKM) tidak didasarkan
pada perhitungan risiko finansial mengikuti prinsip-prinsip aktuarial yang profesional.
Curative vs Preventive Care
1.Sebagian besar dana (pemerintah & swasta) dialokasikan ke program kuratif.
2.Pengalaman empiris menunjang bahwa kegiatan preventif lebih efektif meningkatkan status
kesehatan ketimbang curative care
3.Persepsi preventive, bisa ditunda karena tidak immediate needs- sering salah
Kenapa Preventive tidak menjadi Prioritas?
1.Negara berkembang cenderung alokasi lebih besar ke kuratif dibanding preventif –
immediate needs
2.Tenaga kesehatan lebih terlatih untuk memberi pelayanan kuratif dari pada kuratif
3.Ukuran preventif tidak selalu berkaitan langsung dengan kesehatan, seperti diet, exercise,
dll.
4.Pendapatan perkapita negara yang tinggi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi , sadar untuk
alokasi preventif
Kesehatan sebagai barang Konsumsi dan Investasi
•Sebagai barang konsumsi yang langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(konsumsi), atau
•Kesehatan sebagai kendaraan untuk meningkatkan output dalam perekonomian? (investasi)
Makna investasi dalam budget berbeda yaitu biaya pembelian barang fisik, alat untuk RS atau
fasilitas kesehatan lainnya.
Pendidikan dan Pelatihan
1.Pendidikan untuk tenaga kesehatan : dokter, spesialis, dokter gigi, apoteker, public health,
ada di bawah diknas
2.Pendidikan untuk tenaga kesehatan: perawat, tenaga analis, bidan, ada di bawah depkes
3.Pendidikan dan kesehatan militer: Pendidikan untuk pengobatan alternatif
4.Lebih rasional masuk – ke sektor pendidikan

PEMBIAYAAN KESEHATAN DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL


Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya
pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan
termanfaatkan secara berhasilguna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan
a. Dana
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari
masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
b. Sumber daya
Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan
kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati
dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh
Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.
Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan
a.Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah,
masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan
dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah,
sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja
setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan
tanggung jawab pemerintah.
Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun
swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin
kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan,
akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas,
berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.
b.Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk
pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan
mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-
pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program
kesehatan yang mempunyai daya ungkittinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan
menjadi prioritas untuk dibiayai.
Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem
pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran
prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara
perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran
dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.
c.Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat
melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin
terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan
kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku.
d.Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk
kepentingan kesehatan.
e.Pada dasarnya penggalian, pengalikasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di
daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan
kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang
kurang mampu.
Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan terkendali,
agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan, bersumber dari
pemerintah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan
pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana
yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan,
mengalokasikannya secara rasional, menggunakannya secara efisien dan efektif.
Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber
dari iuran wajib, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber
dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan sumber lainnya.
a.Penggalian dana
Penggalian dana untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber dari pemerintah
dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang tidak mengikat,
serta berbagai sumber lainnya; dana yang bersumber dari swasta dihimpun dengan
menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian insentif;
penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat
sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai dana yang sudah
terkumpul di masyarakat.
Penggalian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara penggalian
dan pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan kesehatan.
b.Pengalokasian Dana
Pengalokasi dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan
mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkan jumlah
pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong-royong
sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan pengalokasian dana untuk pelayanan
kesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.
c.Pembelanjaan
Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis maupun alokatif
sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya pengelolaan pembiayaan
kesehatan yang transparan, akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good
Governance).
Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan, baik yang
bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk program bantuan sosial dari pemerintah
untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas)
Sumber :
Astiena, Dr. Adila Kasni, MARS. 2009. Materi Kuliah Pembiayaan Pelayanan Kesehatan.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional. 2009. Jakarta : Depkes RI.
“Pembiayaan Pelayanan Kesehatan” dikutip dari http://diankusuma.files.wordpress.com. 14
November 2009. 20:15 WIB.
“Pembiayaan Kesehatan” dikutip dari http://www.jpkmonline-.net/index.php?option=com_
content &task= view&id=84&Itemid=119. 14 November 2009. 21:00 WIB

Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

(Health Care Financing)

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan
seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti biasa. Dalam
kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai
investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa “siap pakai” dan tetap
terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang menyepelekan hal
ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.

Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang
sebagai rendahnya apresiasi akan pentingnya bidang kesehatan sebagai elemen penyangga,
yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap
keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul karena kesalahan
kita sendiri.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010, pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup
bertentangan dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom
untuk menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh dari
pusat.
Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1.Upaya Kesehatan
2.Pembiayaan Kesehatan
3.Sumber Daya Manusia Kesehatan
4.Sumber Daya Obat dan Perbekalan Kesehatan
5.Pemberdayaan Masyarakat
6.Manajemen Kesehatan
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan, terdapat beberapa
faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran
(kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun
sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan
(fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan.
Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran
pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector prioritas, juga karena
kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang
mengalami transisi demokrasi ini.
Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang efektif dan
efisien akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program kesehatan yang
hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi. Relatif ketatnya birokrasi di
lingkungan departemen kesehatan dan instansi turunannya, dapat disangka sebagai biang
sulitnya mengejar transparansi dan akuntabilitas anggaran di wilayah ini. Peran serta
masyarakat dalam pembahasan fungsionalisasi anggaran kesehatan menjadi sangat minim,
jika tak mau disebut tidak ada sama sekali.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang
amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanankesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara
seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk
menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency)
dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) sendiri memberi fokus strategi pembiayaan kesehatan
yang memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada
umumnya adalah dalam area sebagai berikut:
1.meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan
2.mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan kesehatan
masyarakat miskin
3.pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi kesehatan
sosial (SHI)
4.penggalian dukungan nasional dan internasional
5.penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional
6.pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan fakta
ilmiah
7.pemantauan dan evaluasi.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal
pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan
kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan
efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang
memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna,
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Strategi Pembiayaan Kesehatan
Mekanisme pembayaran (payment mechanism), yang dilakukan selama ini adalah provider
payment melalui sistem budget, kecuali untuk pelayanan persalinan yang oleh bidan di klaim
ke Puskesmas atau Kantor Pos terdekat. Alternatif lain adalah empowerment melalui sistem
kupon. Kekuatan dan kelemahan alternatif-alternatif tersebut perlu ditelaah dengan
melibatkan para pelaku di tingkat pelayanan.
Informasi tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing cara tersebut juga merupakan
masukan penting untuk melengkapi kebijakan perencanaan dan pembiayaan pelayanan
kesehatan penduduk miskin.Alternatif Sumber Pembiayaan: Prospek Asuransi Kesehatan
Dalam penyaluran dana JPS-BK tahun 2001, dicoba dikembangkan JPKM (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) sebagai wadah penyaluran dana JPS-BK. Upaya
tersebut umumnya tidak berhasil, karena dalam praktik yang dilakukan hanyalah pemberian
jasa administrasi keuangan yang dikenal sebagai TPA (Third Party Administration).
Berdasarkan pengalaman tersebut diketahui bahwa salah satu prinsip pokok asuransi tidak
bisa diterapkan, yaitu “pooling of risk”. Dalam prinsip ini risiko ditanggung peserta dari
berbagai tingkatan, tidak hanya oleh penduduk miskin. Selain itu, 4 pemberian ”premi”
sebesar Rp 10.000/Gakin (dan dipotong 8% oleh Badam Pelaksana JPKM) tidak didasarkan
pada perhitungan risiko finansial mengikuti prinsip-prinsip aktuarial yang profesional.
Curative vs Preventive Care
1.Sebagian besar dana (pemerintah & swasta) dialokasikan ke program kuratif.
2.Pengalaman empiris menunjang bahwa kegiatan preventif lebih efektif meningkatkan status
kesehatan ketimbang curative care
3.Persepsi preventive, bisa ditunda karena tidak immediate needs- sering salah
Kenapa Preventive tidak menjadi Prioritas?
1.Negara berkembang cenderung alokasi lebih besar ke kuratif dibanding preventif –
immediate needs
2.Tenaga kesehatan lebih terlatih untuk memberi pelayanan kuratif dari pada kuratif
3.Ukuran preventif tidak selalu berkaitan langsung dengan kesehatan, seperti diet, exercise,
dll.
4.Pendapatan perkapita negara yang tinggi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi , sadar untuk
alokasi preventif
Kesehatan sebagai barang Konsumsi dan Investasi
•Sebagai barang konsumsi yang langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(konsumsi), atau
•Kesehatan sebagai kendaraan untuk meningkatkan output dalam perekonomian? (investasi)
Makna investasi dalam budget berbeda yaitu biaya pembelian barang fisik, alat untuk RS atau
fasilitas kesehatan lainnya.
Pendidikan dan Pelatihan
1.Pendidikan untuk tenaga kesehatan : dokter, spesialis, dokter gigi, apoteker, public health,
ada di bawah diknas
2.Pendidikan untuk tenaga kesehatan: perawat, tenaga analis, bidan, ada di bawah depkes
3.Pendidikan dan kesehatan militer: Pendidikan untuk pengobatan alternatif
4.Lebih rasional masuk – ke sektor pendidikan

PEMBIAYAAN KESEHATAN DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL


Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya
pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan
termanfaatkan secara berhasilguna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan
a. Dana
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari
masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
b. Sumber daya
Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan
kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati
dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh
Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.
Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan
a.Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah,
masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan
dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah,
sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja
setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan
tanggung jawab pemerintah.
Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun
swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin
kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan,
akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas,
berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.
b.Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk
pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan
mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-
pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program
kesehatan yang mempunyai daya ungkittinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan
menjadi prioritas untuk dibiayai.
Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem
pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran
prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara
perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran
dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.
c.Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat
melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin
terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan
kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku.
d.Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk
kepentingan kesehatan.
e.Pada dasarnya penggalian, pengalikasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di
daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan
kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang
kurang mampu.
Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan terkendali,
agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan, bersumber dari
pemerintah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan
pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana
yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan,
mengalokasikannya secara rasional, menggunakannya secara efisien dan efektif.
Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber
dari iuran wajib, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber
dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan sumber lainnya.
a.Penggalian dana
Penggalian dana untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber dari pemerintah
dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang tidak mengikat,
serta berbagai sumber lainnya; dana yang bersumber dari swasta dihimpun dengan
menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian insentif;
penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat
sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai dana yang sudah
terkumpul di masyarakat.
Penggalian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara penggalian
dan pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan kesehatan.
b.Pengalokasian Dana
Pengalokasi dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan
mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkan jumlah
pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong-royong
sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan pengalokasian dana untuk pelayanan
kesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.
c.Pembelanjaan
Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis maupun alokatif
sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya pengelolaan pembiayaan
kesehatan yang transparan, akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good
Governance).
Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan, baik yang
bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk program bantuan sosial dari pemerintah
untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas)
Sumber :
Astiena, Dr. Adila Kasni, MARS. 2009. Materi Kuliah Pembiayaan Pelayanan Kesehatan.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional. 2009. Jakarta : Depkes RI.
“Pembiayaan Pelayanan Kesehatan” dikutip dari http://diankusuma.files.wordpress.com. 14
November 2009. 20:15 WIB.
“Pembiayaan Kesehatan” dikutip dari http://www.jpkmonline-.net/index.php?option=com_
content &task= view&id=84&Itemid=119. 14 November 2009. 21:00 WIB

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia masih mengalami keterlambatan dalam proses realisasi

pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (TMP)/ Millenium Development Goals

(MDG's). Terlihat pada masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, masih

rendahnya kualitas sanitasi & air bersih, laju penularan HIV/AIDS yang kian sulit

dikendalikan, serta meningkatnya beban utang luar negeri yang kian menumpuk.

Permasalahan tersebut jelas memberikan pengaruh pada kualitas hidup manusia

Indonesia yang termanifestasi pada posisi peringkat Indonesia yang kian menurun

pada Human Development Growth Index. Pada tahun 2006 Indonesia menyentuh

peringkat 107 dunia, 2008 di 109, hingga tahun 2009 sampai dengan 2010 masih di

posisi 111. Posisi Indonesia ternyata selisih 9 peringkat dengan Palestina yang

berada di posisi 101. Sulit dipungkiri, dan sungguh ironis (Progres Report in Asia &

The Pacific yang diterbitkan UNESCAP).


Khusus masalah pembiayaan kesehatan per kapita. Indonesia juga dikenal

paling rendah di negara-negara ASEAN. Pada tahun 2000, pembiayaan kesehatan

di Indonesia sebesar Rp. 171.511, sementara Malaysia mencapai $ 374. Dari segi

capital expenditure (modal yang dikeluarkan untuk penyediaan jasa kesehatan)

untuk sektor kesehatan, pemerintah hanya mampu mencapai 2,2 persen dari GNP

sementara Malaysia sebesar 3,8 persen dari GNP. Kondisi ini masih jauh dibanding

Amerika Serikat yang mampu mencapai 15,2 persen dari GNP pada 2003

(Adisasmito, 2008:78).
Untuk mencapai Millenium Development Goals (MDG's) tahun 2015, perlu

upaya kerja keras dalam pembangunan kesehatan, termasuk mengatur system

pembiayaan kesehatan yang baik.


1.2. Rumusan Masalah
1. Definisi Biaya Kesehatan
2. Sumber Biaya Kesehatan
3. Macam-macam Biaya Kesehatan
4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan
5. Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak

macamnya, yang umumnya berkisar pada:


6. Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara
7. Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia
1.3. Tujuan Pembahasan
 Umum
Mengetahui masalah sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Indonesia dan

penyebab serta penyelesaian masalah tersebut.


 Khusus
 Definisi Biaya Kesehatan
 Sumber Biaya Kesehatan
 Macam-macam Biaya Kesehatan
 Syarat pokok pembiayaan kesehatan
 Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak

macamnya, yang umumnya berkisar pada:


 Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara
 Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia
1.4. Manfaat
1. Dapat dipergunakan untuk melihat equity distribusi pembagian keuangan

pemerintah.
2. Menjadikan mahasiswa agar lebih memahami masalah system pembiayaan di

Indonesia.
3. Dapat dijadikan sebagai data dasar pengambilan keputusan untuk menyusun suatu

rumusan alokasi anggaran di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Biaya Kesehatan


Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu

proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya

menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans).


Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari pengertian

diatas maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni:
1. Penyedia pelayanan kesehatan
Biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan kesehatan adalah besarnya dana

yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.


2. Pemakai jasa pelayanan kesehatan
Biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan adalah besarnya dana yang

harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.


2.2. Sumber Biaya Kesehatan

Secara umum sumber biaya kesehatan ini dapat dibedakan atas dua macam:

1. Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah


Tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut, ditemukan di negara yang

bersumber biaya kesehatannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.


2. Sebagian di tanggung oleh masyarakat
Pada beberapa negara sumber biaya kesehatan juga berasal dari masyarakat.

Pada negara seperti ini masyarakat diajak berperan serta, baik dalam

menyelenggarakan upaya kesehatan maupun dalam pemanfaatan jasa pelayanan

kesehatan.
2.3. Macam-macam Biaya Kesehatan
Biaya kesehatan banyak ragamnya, tergantung pada kompleksitas pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Secara umum

biaya kesehatan dibedakan atas dua macam:


1. Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan atau

memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati

penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.


2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan

atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yakn dengan tujuan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.


2.4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni:
 Jumlah
Tersedianya dana dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat membiayai

penyelenggaraan seluruh upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan

masyarakat yang memanfaatkannya.


 Penyebaran
Mobilisasi dana kesehatan yang ada sesuai dengan kebutuhan.
 Pemanfaatan
Alokasi dana pelayanan disesuaikan dengan tingkat pemanfaatan pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan.


2.5. Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak

macamnya, yang umumnya berkisar pada:


 Peningkatan efektivitas
Peningkatan efektivitas dilakukan dengan mengubah penyebaran atau alokasi

penggunaari sumber dana. Berdasarkan pengalarnan yang dimiliki, maka alokasi

tersebut lebih diutamakan pada upaya kesehatan yang menghasilkan dampak vang

lebih besar, misalnya mengutamakan upaya pencegahan, bukan pengobatan

penvakit.
 Peningkatan efisiensi
Peningkatan efisiensi dikaitkan dengan memperkenalkan berbagai mekanisme

pengawasan dan pengendalian. Mekanisme yang dimaksud antara lain:


a. Standar minimal pelayanan
Dengan disusunnya standar minimal pelayanan (minimum stein clard) akan

dapat dihindari pemborosan. Pada dasarnya ada dua macam standar minimal yang

sering dipergunakan yakni:


 Standar minimal sarana
Contoh standar minimal sarana ialah standar minimal rumah sakit dan standar

minimal laboratorium.
 Standar minimal tindakan
Contoh standar minimal tindakan ialah tata cara pengobatan dan perawatan

penderita, dan daftar obat-obat esensial.


Dengan adanya standard minimal pelayanan ini, bukan saja pemborosan

dapat dihindari dan dengan demikian akan dapat ditingkatkan efisiensinya, tetapi

juga sekaligus dapat pula dipakai sebagai pedoman dalam menilai mutu pelayanan.
b. Kerjasama
Bentuk lain yang diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi ialah memperkenalkan

konsep kerjasama antar berbagai sarana pelayanan kesehatan. Sebagaimana telah

disebutkan, ada dua benttjk kerjasama yang dapat dilakukan yakni:


 Kerjasama institusi: Misalnya sepakat secara bersama-sama membeli peralatan

kedokteran yang mahal (cost sharing) dan jarang dipergunakan. Dengan pembelian

dan pemakaian bersama ini dapat dihematkan dana yang tersedia serta dapat pula

dihindari penggunaan Peralatan yang rendah (under utilization). Dengan demikian.

Efisiensi juga akan meningkat.


 Kerjasama sistem: Bentuk kerjasama sistem Yang Paling Populer ialah sistem

rujukan, Yakni adanya hubungan kerja sama timbal balik antara satu sarana

kesehatan dengan sarana kesehatan lainnya.


2.6. Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara
Dari berbagai pengalaman diberbagai negara, ada tiga model sistem

pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya yang diberlakukan secara nasional yakni

model asuransi kesehatan sosial(Social Health Insurance), model asuransi

kesehatan komersial(Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS

(National Health Services). Model Social Health Insurance berkembang di beberapa

Negara Eropa sejak Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882 kemudian ke

Negara-negara Asia lainnya yakni Philipina, Korea, Taiwan. Kelebihan sistem ini

memungkinkan cakupan 100 persen penduduk dan relatif rendahnya peningkatan

biaya pelayanan kesehatan.


Sedangkan model Commercial/Private Health Insurance berkembang di AS.

Sistem ini gagal mencapai cakupan 100% penduduk sehingga Bank Dunia

merekomendasikan pengembangan model Regulated Health Insurance. Amerika

Serikat adalah negara dengan pengeluaran untuk kesehatannya paling tinggi (13,7%

GNP) pada tahun 1997 sementara Jepang hanya 7% GNP tetapi derajat kesehatan

lebih tinggi Jepang. Indikator umur harapan hidup didapatkan untuk laki-laki 73,8
tahun dan wanita 79,7 tahun di Amerika Serikat sedang di Jepang umur harapan

hidup laki-laki 77,6 tahun dan wanita 84,3 tahun. Terakhir model National Health

Services dirintis pemerintah Inggris sejak usai perang dunia kedua. Model ini juga

membuka peluang cakupan 100% penduduk, namun pembiayaan kesehatan yang

dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi beban yang berat.


2.7. Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia
Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku saat ini adalah Jaminan

Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014 yang secara bertahap menuju ke

Universal Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional secara umum yaitu

mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan

mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Perubahan pembiayaan menuju

ke Universal Coverage merupakan hal yang baik namun mempunyai dampak dan

risiko sampingan.

BAB III
PEMBAHASAN
Masalah-masalah yang terjadi pada JKN dan penyebabnya.
 Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi

geografis, menimbulkan masalah baru berupa ketidakadilan antara kelompok

masyarakat.
Penyebab:
Kurangnya fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan sulitnya menjangkau fasilitas

kesehatan karena kondisi geografis.


Sebagai gambaran di Indonesia timur: Di daerah kawasan timur yang jumlah

providernya terbatas dan aksesnya kurang menyebabkan

kurangnya supply (penyediaan layanan oleh pemerintah dan pihak lain), sehingga

akan muncul kesulitan terhadap akses ke fasilitas kesehatan. Hal ini berimbas pada

masyarakat di wilayah Indonesia bagian timur yang tidak memiliki banyak pilihan

untuk berobat di fasilitas kesehatan. Sementara di wilayah Indonesia bagian barat

dimana ketersediaan providernya banyak, diperkirakaan pemanfaatan provider akan


lebih banyak dan benefit package yang tidak terbatas. Hal yang mengkhawatirkan

adalah tanpa adanya peningkatan supply di Indonesia bagian timur, dana BPJS

Kesehatan akan banyak dimanfaatkan di daerah-daerah perkotaan dan di wilayah

Indonesia Barat. Situasi inilah yang membutuhkan kegiatan monitoring dengan

seksama.
 Buruknya pelayanan yang diberikan
Penyebab:
Salah satu hal utama yang menyebabkan buruknya pelayanan itu adalah

mekanisme pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan yaitu INA-CBGs.

Mekanisme kendali mutu dan biaya yang diatur lewat Permenkes Tarif JKN itu

mengelompokan tarif pelayanan kesehatan untuk suatu diagnosa penyakit tertentu

dengan paket. Sayangnya, mekanisme pembiayaan yang dikelola Kementerian

Kesehatan itu dinilai tidak mampu memberikan pelayanan terbaik bagi peserta BPJS

Kesehatan. Sehingga fasilitas kesehatan yang selama ini melayani peserta JPK

Jamsostek dan Askes enggan memberikan pelayanan. Serta adanya permenkes

tentang Tarif JKN yang intinya mengatur paket biaya dalam INA-CBGs. Lewat sistem

itu Kemenkes membatasi biaya pelayanan kesehatan peserta.

Mengatasi masalah system pembiayaan kesehatan diatas:

 Ketidakmerataan BPJS
Jaminan Kesehatan Nasional/JKN adalah amanah UUD 1945. Ketidakmerataan

BPJS ke pelosok negeri terutama daerah Indonesia timur dapat diatasi dengan cara:
Pertama, pemerintah harus segera merealisasikan anggaran minimal 10% dari

APBN 2014 untuk pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan

diprioritaskan untuk peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, SDK, dan

pemerataan tenaga kesehatan ke seluruh pelosok negeri. Sehingga dengan begitu

BPJS dapat berjalan dengan baik dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat

Indonesia secara adil dan merata tanpa menguntungkan salah satu kelompok

masyarakat.
Kedua, pemerintah bisa melibatkan organisasi profesi seperti IDI, PPNI, dan

organisasi sosial masyarakat jika JKN ingin sukses. Organisasi profesi mempunyai

sumber daya dan perangkat organisasi yang memadai serta keterlibatan organisasi

profesi juga bisa memberikan pemahaman tentang besarnya kapitasi dan jasa medis

yang layak bagi tenaga kesehatan.


 Mengatasi buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan
Mengganti mekanisme pembiayaan dari INA-CBGs menjadi Fee For Service seperti

yang digunakan sebelumnya oleh PT Jamsostek agar jaringan fasilitas kesehatan

yang selama ini bekerjasama mau melayani peserta BPJS Kesehatan. Serta

Menkes harus mengubah regulasi Permenkes tentang Tarif JKN tersebut karena

menghambat pelayanan peserta.

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat


2. Sumber Biaya Kesehatan
 Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah
 Sebagian di tanggung oleh masyarakat
3. Macam-macam Biaya Kesehatan
 Biaya pelayanan kedokteran
 Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan
 Jumlah
 Penyebaran
5. Upaya yang dilakukan untuk rnengatur penyebaran dan pemanfaatan dana banyak

macamnya, yang umumnya berkisar pada:


 Peningkatan efektivitas
 Peningkatan efisiensi
6. Model Sistem pembiayaan kesehatan di beberapa Negara yakni model asuransi

kesehatan sosial(Social Health Insurance), model asuransi kesehatan

komersial(Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS (National Health

Services).
7. Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku saat ini adalah Jaminan

Kesehatan Nasional.
8. Masalah-masalah yang terjadi pada JKN dan penyebabnya:
 Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi

geografis, menimbulkan masalah baru berupa ketidakadilan antara kelompok

masyarakat
 Masalah lain adalah besarnya re-imbustment dari BPJS untuk rumah sakit yang

menyangkut besaran jasa medik. Perubahan sistem pembiayaan yang kurang

menghargai tenaga kesehatan dan pengelola rumah sakit dapat menurunkan mutu

pelayanan.
 Buruknya pelayanan yang diberikan
4.2. Saran
Sebagai calon seorang tenaga kesehatan, kita sudah seharusnya memahami

tentang JKN dan masalah apa saja yang ada didalamnya, karena kita selalu terlibat

dengan pasien dan terlebih lagi jika dapat mengusulkan penyelesaian terhadap

masalah yang terjadi. Dengan memahami yang terjadi kita akan tetap dapat

memberikan pelayanan secara professional tanpa menguntungkan salah satu pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Sumijatun, et all. 2006. Konsep dasar keperawatan komunitas. Jakarta: EGC.

Kompasiana.2011.kesehatan.

(http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/10/16/kebijakan-pembiayaan-

kesehatan-403770.html). diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.30 WIB.

Pdgri.2014.Penyelenggaraan SJSN Kesehatan.

(http://www.pdgi.or.id/news/detail/penyelenggaraan-sjsn-kesehatan-2014). diakses

tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.45 WIB.


jamsosindonesia. Tanpa tahun. Program Jaminan Kesehatan.

(http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_kesehatan)diakse

s tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.50 WIB.

Hukum online.2014.Bpjs kesehatan harus mengantisipasi potensi masalah.

(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt529da399cb129/bpjs-kesehatan-harus-

mengantisipasi-potensi-masalah). akses tanggal 27 Maret 2014 pukul 09.05 WIB.

Academia. 2013. Jaminan kesehatan dalam sistem jaminan social di Indonesia.

(http://www.academia.edu/4377519/JAMINAN_KESEHATAN_DALAM_SISTEM_JA

MINAN_SOSIAL_NASIONAL_DI_INDONESIA). akses tanggal 27 Maret 2014 pukul

08.00 WIB.

nuansabuletin.2013.Perhatian terhadap Kesehatan.

(http://nuansabuletin.blogspot.com/2013/01/perhatian-terhadap-kesehatan-di.html).

Diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 18.55 WIB.

Hukumonline.Januari 2014.Cabut Regulasi .

(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52e4051a62d3c/cabut-regulasi-

penghambat-bpjs). Diakses tanggal 27 Maret 2014 pukul 10.40 WIB.

You might also like