You are on page 1of 79

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

No. Dokumen No. revisi Halaman


A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
PENGERTIAN
2500 gram tanpa mengandung usia gestasi
1. Umur ibu
2. Hari pertama haid terakhir
3. Riwayat persalinan sebelumnya
ANAMNESIS 4. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
5. Kenaikan berat badan selama hamil
6. Aktivitas, penyakit yang diderita,dan obat-obatan yang diminum
selama hamil
o Berat badan <2500 gram

PEMERIKSAAN o Tanda prematuritas


FISIK
o Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
KRITERIA
Memenuhi kriteria anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
KERJA
DIAGNOSIS
-
BANDING
o Pemeriksaan skor Ballard
o Tes kocok (shake tes) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
o Darah rutin, glukosa darah
o Bila perlu (tergantung klinis) dan fasilitas tersedia, periksa

PEMERIKSAAN kadar elektrolit dan analisa gas darah

PENUNJANG o Foto rongten dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom
gangguan napas
o USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
<35 minggu, dimulai pada umur 3 hari dan dilanjutkan
sesuai hasil yang didapat
TATA LAKSANA :  Pemberian vitamin K
- Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
- Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan
umur 4-6 minggu).
 Mempertahankan suhu tubuh normal
- Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangoroo mother
care, pemancar panas, imkubator atau rungan hangat yang
tersedia difasilas kesehatan setempat sesuai petunjuk (Table 1)
- Jangan mandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
- Ukur suhu tubuh sesuai jadwal (Tabel 2)
 Pemberian minum
- ASI merupakan pilhan utama
- Apabila bayi mendapatkan ASI,pastikan bayi menerima jumlah
yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI
dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari
sekali
- Apabila bayi sudah sudah tidak mendapatkan cairan IV dan
beratnya naik 20 gram/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang
bayi 2 kali seminggu
- Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih
menginginkan dapat doberikan lagi (ad libithum)
- Indikasi nutrisi parenteral yaitu kardiovaskular dan respirasi
yang tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi/erdapat anomaly
mayor saluran cerna, NEC,IUGR berat dan berat lahir <1000 g
- Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera
ditingkatkan selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar
natrium serta glukosa normal.
Panduan pemberian minum berdasarkan BB :
 Berat lahir <1000 gram
- Minum melalui pipa lambung
- Pemberian minum awal : ≤ 10 mL/kg/hari
- ASI PERAH/ term formula/half-strenght pretem formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi
yang baik : tambahan 0,5-1 mL, interval 1 jam, setiap ≥24 jam
- Setelah 2 minggu : Asi perah + HMF (Human Milk Fortifier)
sampai berat badan mencapai 2000 gram.
 Berat lahir 1000-1500 gram
- Minum melalui pipa lambung
- Pemberian minum awal : ≤ 10 mL/kg/hari
- ASI PERAH/ term formula/half-strenght pretem formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi
yang baik : tambahan 1-2 mL, interval 2 jam, setiap ≥24 jam
- Setelah 2 minggu : Asi perah + HMF (Human Milk Fortifier)
sampai berat badan mencapai 2000 gram.
 Berat lahir 1500-2000 gram
- Minum melalui pipa lambung
- Pemberian minum awal : ≤ 10 mL/kg/hari
- ASI PERAH/ term formula/half-strenght pretem formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi
yang baik : tambahan 2-4 mL, interval 3 jam, setiap ≥24 jam
- Setelah 2 minggu : Asi perah + HMF (Human Milk Fortifier)
sampai berat badan mencapai 2000 gram.
 Beral lahir 2000-2500 gram
- Apabila mampu sebaikanya diberikan minum peroral
- ASI PERAH
 Bayi sakit
- Pemberian minum awal ≤10 mL/kg/hari
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi
yang baik : tambahan 3-5 mL, interval 3 jam, setiap ≥ 8 jam

A. Suportif
 Jaga dan pantau kehangatan
 Jaga dan pantau patensi jalan napas
 Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
 Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang
timbul (misalnya hipotermi, kejang, gangguan napas,
hiperbilirubinemia,dll)
 Berikan dukungan emosional kepada Ibu dan anggota keluarga
lainnya.
 Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak
memungkinkan, biarkan dia berkunjung setiap saat dan siapkan
kamar untuk menyusui
Ijinkan dan ajurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat
apabila dimungkinkan
Ad vitam : ad bonam

PROGNOSIS Ad sanam : ad bonam

Ad fucntionam : ad bonam
KEPUSTAKAAN - Stewart JE. Martin CR, Joselaw MR. Follow-up Care of Very Low Birth
Weight Infant. Dalam : Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual
of Neonatal Care, edisi keenam. Philadelphia : Lippincott Williams and
Wilkins; 2008.h.159-63.

- Rao R. Nutritional management, Dalam : Glomella TL, Cunningham


MD, Eyal FG, Tuttle D, penyunting. Neonatology, management,
procedures, on-call problems, disease, and drugs. Edisi keenam. New
York : McGraw-Hill; 2004.h.77-108

- Rohsiswatmo R. Parenteral and eternal nutrition of pretem infant.


Dipresentasikanpada Pelatihan Berat Lahir Rendah; 2009

- Angert R, Adam HM. Care of the very low-birthweight infant. Pediatr.


Rev. 2009;30;32-5

- UNICEF and WHO. Low birthweight. Country,Regional and Global


Estimates. 2000.

LAMPIRAN
Table 1.cara menghangatkan bayi
Cara Penggunaan
kontak kulit Untuk semua bayi
Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat,
atau menghangatkan bayi hiportermi (32-36°C)
apabila cara lain tidak mungkin dilakukan
KMC Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan
<2500 g, terutama direkomendasikan untuk
perawat berkelanjutan bayi dengan berat badan
<1800 g dan usia gestasi <34 minggu
Pemancar Panas Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat bdan
<1500g atau lebih
Untuk pmeriksaan awal bayi, selama dilakukan
tindakan, atau mengahngatkan kembali bayi
hipotermi
Inkubator Penghangat berkelanjutan bayi dengan dengan
berat<1500g yang tidak dapat dilakukan KMC
Untuk bayi sakit berat (sepsis,gangguan napas
berat)
Ruangan hangat Untuk merawat bayi dengan berat badan <2500g
yang tidak memerlukan tindakan diagnostic atau
prosedur pengobatan
Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan
napas berat)

Table 2. Pengukuran Suhu Tubuh


Bayi keadaan
Keadaan bayi Bayi sakit Bayi kecil Bayi sangat kecil
membaik
Frekuensi Tiap jam Tiap 12 jam Tiap 6 jam Sekali/hari
pengukuran
Suhu incubator (°C) menurut umur *
Berat bayi
35 34 33 32
<1500g Hari 11hr-3 minggu 3-5 minggu >5 minggu
1500-2000g 1-10 hari 11hr-4 minggu >4 minggu
2100-2500g 1-2 hari 3 hr-3 minggu >3 minggu
>2500g 1-2 hr >2 minggu
*Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikan suhu incubator 1°C setiap perbedaan 7°C antara suhu
ruangan dan incubator.

BRONKIOLITIS
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A


Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif saluran nafas akibat inflamasi yang
terjadi pada saluran nafas kecil (bronkiolus) Etiologi terbanyak (50%) adalah
PENGERTIAN
Respiratory Synctitial Virus (RSV) Etiologi lain adalah influenza, adenovirus,
rhinovirus dan mycoplasma.
Biasanya menyerang anak usia 2 bulan-2 tahun terutama 2-6 bulan Seringkali
didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas dengan gejala batuk
pilek, dapat disertai demam atau hanya subfebris. Keluhan sesak nafas yang
ditandai dengan nafas dangkal dan cepat akan timbul setelahnya. Pada keadaan
ANAMNESIS
yang berat bisa didapatkan cyanosis. Biasanya tidak didapatkan riwayat atopi
pada keluarga maupun penderita. Faktor resiko lainnya: anak laki-laki. Tidak
mendapatkan ASI, tinggal di pemukiman yang padat, waktu hamil ibu
merokok/terpapar asap rokok
Takipnea dengan laju respirasi untuk anak <2 bulan ≥60x/menit, 2-12
bulan≥50x/menit, 1-5 tahun≥40x/menit. Ekspiratory effort yang ditandai
dengan ekspirium yang memanjang dan disertai retraksi dinding dada, dan
nafas cuping hidung. Suara perkusi paru hipersonor. Pada auskultasi paru
PEMERIKSAAN
dapat terdengar suara nafas tambahan terutama berupa wheezing, sedang ronki
FISIK basah halus dapat terdengar pada akhir atau awal inspirasi. Pada obstruksi yang
berat suara nafas nyaris tidak terdengar, wheezing bahkan dapat menghilang.
Tanda lainnya adalah demam, sianosis pada keadaan sesak yang berat, dan
biasanya anak tampak gelisah.
1. Gejala Fisik sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas.
Untuk menentukan berat ringannya sesak pada bronkiolitis dapat
dilakukan skoring dengan RDAI (Respiratory Distress Assessment
Instrument)

2. Pada foto polos dada dapat terlihat gambaran hiperinflasi baru dengan

KRITERIA diameter anteroposterior yang melebar pada foto lateral. Dapat pula

DIAGNOSIS disertai bercak konsolidasi yang tersebar.

3. Analisa Gas Darah dapat menunjukkan keadaan hiperkarbia (PaCO 2


yang tinggi), asidosis respiratorik, dan pada keadaan lanjut dapat terjadi
asidosis metabolic dan gagal nafas.

4. Bila tersedia pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV sebagai penyebab


utama bronkiolitis dapat dilakukan
DIAGNOSIS Bronkiolitis
KERJA
1. Asma bronkiale dalam serangan
2. Pneumonia
DIAGNOSIS 3. Aspirasi benda asing
BANDING 4. Gagal jantung
5. Penyakit lain yang menyebabkan inflamasi pada saluran nafas misalnya
cystic fibrosis
PEMERIKSAAN 1. Foto polos dada AP dan lateral
2. Analisa Gas Darah
PENUNJANG
3. Pemeriksaan untuk mendeteksi Antigen RSV
1. Indikasi rawat inap pada penderita bronkiolitis adalah:
 Hipoksia yang berat dan takipnea yang berat
 Keadaan umum yang lemah dan tidak dapat diberikan intake
peroral
 Usia < 12 minggu atau riwayat kelahiran premature
 Disertai kelainan kardiovaskular, imunologi atau paru lainnya.
2. Oksigenasi, bila ada tanda gagal nafas dapat diberikan ventilasi
mekanik
3. Pembersihan jalan nafas
4. Pemberian cairan dan kalori yang cukup
5. Koreksi kelainan asam basa dan elektrolit.
TATA LAKSANA :
6. Obat-obatan:
 Antibiotik tidak rutin diberikan kecuali didapatkan kecurigaan
infeksi bakteri atau disertai pneumonia
 Kortikosteroid sistemik: dexametason 0,5 mg/kg (loading)
dilanjutkan dengan 0,5 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
 Nebulasi dapat dilakukan dengan β2-agonis (misalnya
salbutamol 0,1 ml/kgBB/dosis), sehari 4-6 kali) yang diencerkan
dengan normal saline untuk membantu bersihan mukosilier.
Penggunaan epinefrine maupun hypertonic saline belum
dianjurkan secara rutin
 Pemberian antivirus masih belum dilakukan secara rutin
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Kendig EL, Chernick V,
penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children.
Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders,1990 : 360-70.

2. Goodman D. Bronchiolitis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM,


Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
KEPUSTAKAAN Philadelphia : WB Saunders,2003 : 1415-7

3. Kleigman RM, Jenson HB, Stanton MF. Nelson Textbook of Pediatrics.


Edisi ke-19. Philadelphia : WB Saunders; 2009; 1456-59

4. Wright RB, Pomerantz WJ, Luria JW. New approaches to Respiratory


Infection in Children. Ped Emerg Med Clin of North Am 12002; 20: 93-
110

CAMPAK
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

PENGERTIAN Campak, measles, atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan
oleh virus campak. Penyakit ini sangat menular sejak awal masa prodromal
sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penularan secara droplet
(airborne)
- Campak mempunyai gejala klinis yang khas, terdiri dari 3 stadium,
yaitu :
1. (Stadium masa tunas 10-12 hari)
2. Stadium prodromal 2-4 hari
3. Stadium erupsi 5-7 hari
4. Stadium konvalesen
- Stadium prodromal diawali dengan demam yang makin tinggi disertai
batuk, pilek, nyeri telan, konjungtivitis dan silau bila kena cahaya
(fotofobia), seringkali diikuti muntah dan diare. Pada masa ini dapat
ditemukan tanda patognomonis adanya bercak Koplik’s, yaitu enantema
di mukosa pipi di depan dari molar 3, yang biasanya muncul 2 hari
ANAMNESIS sebelum timbulnya ruam.
- Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam makulopapular pada kulit, yang
dimulai dari belakang telinga, batas antara rambut dan kulit, kemudian
menyebar ke wajah, dada, perut, lengan dan kaki secara bersamaan.
Suhu akan mulai turun pada hari ke 2-3 ruam, dan ruam kemudian
mengalami hiperpigmentasi dan deskuamasi.
- Pada stadium konvalesen ruam akan berangsur menghilang sesuai
dengan urutan timbulnya.
- Pada anak dengan gizi buruk gejala muntah dan diare bisa sangat berat.
- Bisa timbul komplikasi berupa otitits media, bronkopneumoni,
mastoiditis, laryngitis akut, ensefalitis, gastroenteritis, adenitis
servikal, SSPE (subacute sclerosing panencephalitis), aktivasi
tuberculosis, dan gangguan gizi sampai kwashiorkor.
PEMERIKSAAN - Stadium prodromal didapatkan panas disertai 3C dan 1 K (cough,
coryza, conjunctivitis, dan koplik’s spot)
FISIK
- Stadium erupsi ditandai timbulnya ruam makulopapular yang bertahan
5-6 hari, yang dimulai dari batas telinga kemudian menyebar ke wajah
dan seluruh tubuh. Sekitar 2-3 hari setelah ruam muncul biasanya panas
akan menghilang.
- Stadium konvalesen setelah 3 hari ruam akan menjadi kehitaman dan
mengelupas, dan menghilang setelah 1-2 minggu sesuai urutan
timbulnya.
- Penentuan status gizi penderita penting karena gizi buruk mempunyai
komplikasi yang berat
- Gejala fisik lainnya ditemukan sesuai dengan timbulnya komplikasi
yang terjadi.
1. diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksan tambahan

1. Anamnesa :

Panas, batuk pilek dan konjuntivitis serta ditemukannya bercak


Koplik’s (patognomonik)

2. Pemeriksaan fisik :
KRITERIA
Adanya ruam makulopapular yang timbul pertama dari belakang
DIAGNOSIS
telinga kemudian menyebar ke wajah, dada dan seluruh tangan
dan kaki.

3. Pemeriksaan Ig M spesifik campak (+) dan pemeriksaan


virologi

4. kultur virus dari swab ginggiva atau urine

2. Untuk campak dengan komplikasi : Ensefalitis,Pneumonia

DIAGNOSIS - Campak
KERJA - Campak dengan komplikasi (ICD 10: B05.1,2,3,4)
1. Rubela
2. Infeksi Adenovirus
3. Infeksi Enterovirus
DIAGNOSIS 4. Scarlet fever
BANDING 5. Infeksius mononukleosus
6. Penyakit Kawasaki
7. Erupsi obat
8. Roseola infantum (eksantema subitum)
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan darah lengkap : jumlah leukosit normal atau meningkat
apabila ada komplikasi
PENUNJANG
2. Pemeriksaan serologi : Ig M spesifik campak
3. Feses lengkap jika diare
4. Pemeriksaan penunjang untuk komplikasi : pungsi lumbal, foto polos
dada, CT scan/MRI kepala.
5. Analisa gas darah, elektrolit serum, dan gula darah acak sesuai indikasi

TATA LAKSANA :  Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :


1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan
tingkat kesadaran dan adanya komplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
- Indikasi rawat inap :
Hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit,
atau adanya komplikasi.
- Campak tanpa komplikasi :
1. Hindari penularan
2. Tirah baring di tempat tidur
3. Vitamin A pada usia <6 bulan 50.000 IU, usia 6 bulan – 1 tahun
100.000 IU, pada usia > 1 tahun 200.000 IU, apabila disertai
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis
makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada
tidaknya komplikasi.
- Campak dengan komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis
 Mengatasi kejang dengan diazepam
 Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PPK
ensefalitis
 Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PPK ensefalitis
 Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi
terhadap gangguan elektrolit
 Pengobatan suportif dan simtomatis lain
2. Bronkopneumonia :
 Antibiotika sesuai dengan PPK pneumonia
 Oksigen nasal atau dengan masker
 Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa/gas darah dan elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi
Ad vitam : dubia ad bonam/malam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam


KEPUSTAKAAN 1. Parwati SB. Campak dalam perspektif perkembangan imunisasi
dan diagnosis. Pediatri pencegahan mutakhir I, CE IKA Unair,
2000 : 73-92.

2. Katz SL. Measles in Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ (eds).


Krugman’s Infectious Diseases of Children, 8th ed, St. Louis,
Mosby, 1998 : 247-264.

3. Kristensen I, Aaby P, Jensen H, Routine vaccination and child


survival : Follow up study in Guinea-Bissou, West Africa. Br Med J.
2000; 321 : 1-8.

4. Joklik WK. Paramyxovirus in Joklik WK, Virology, 3rd ed. London,


Prentice-Hall International Inc., 1988; hal. 204-219.

5. Redd SC, Markowitz LE, Katz SL, Measles vaccine in Plotkin and
Orenstein (eds), Vaccines, 3rd ed, Philadelphia, WB Saunders,
1999 : 222-266.

6. Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella
misdiagnosed as exanthema subitum (roseola infantum) Br Med J,
1996; 312 : 101-2.

7. WHO. Manual for the laboratory diagnosis of measles virus


infection. Geneva, 2000. WHO/V&B/00. 16.

8. Heifand RF, Health JL, Anderson LJ, Gonus D, Bellini WJ.


Diagnosis of measles with an IgM-captured EIA : the optimal
timing of specimen collection after rash onset. J Infect Dis, 1997;
175 : 195-7.

9. Shann F. Meta analysis of trials of prophylactic antibiotics for


children with measles : inadequate evidence Br Med J, 1997; 314 :
334.

DEMAM TIFOID
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan
PENGERTIAN
S.paratyphi
ANAMNESIS - Pada bayi tidak khas, bisa berupa diare yang ringan sampai berat. Bisa
disertai panas tinggi. Bisa disertai ikterus.
- Pada anak juga tidak khas, spektrum keluhannya luas, tetapi didapatkan
3 komponen keluhan, yaitu demam, gangguan saluaran cerna dan dapat
disertai gangguan syaraf
- Demam bersifat stepladder, pada hari ≥ ke 5 sakit biasanya demam
terus menerus tinggi, diberi antipiretik turun sebentar kemudian naik
lagi. Malam hari demam dirasakan lebih tinggi daripada siang hari.
- Gangguan saluran cerna berupa nyeri perut, muntah, diare, obstipasi
dan kembung
- Gangguan syaraf kalau ada dapat berupa delirium atau penurunan
kesadaran
- Pada demam typhoid yang disertai komplikasi infeksi saluran kemih
atau otitis media akut, yang biasanya terjadi pada minggu ke-2 sakit
ditandai dengan panas yang tidak mau turun walau sudah mendapat
antibiotika
- Pada demam typhoid yang disertai komplikasi pneumonia, yang
biasanya terjadi pada minggu ke-2 sakit didapati panas yang tidak turun
walau diberi antibiotika dan juga disertai sesak nafas.
• Pada demam typhoid yang disertai komplikasi ensefalopati yang
biasanya terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke-2 sakit,
dijumpai kesadaran delirium/obtundasi, dan penderita bisa gaduh gelisah.
• Pada demam typhoid yang disertai perforasi usus, yang biasanya terjadi
pada akhir minggu ke-2 sakit atau awal minggu ke-3,, didapati nyeri abdomen
yang disusul dengan tanda perforasi usus dan peritonitis
 Pada bayi tidak khas, dapat dijumpai febris tinggi, hepatomegali,
splenomegali, ikterus
PEMERIKSAAN  Pada anak dapat dijumpai febris ≥ 5 hari, dengan kesadaran mulai
FISIK komposmentis hingga delirium atau penurunan kesadaran, bibir pecah-
pecah, lidah kotor, meteorismus, hepatomegali dan splenomegali
 Gejala klinik lain sesuai dengan komplikasi yang terjadi
Sesuai dengan :

- Gejala klinik
KRITERIA
- Pemeriksaan darah tepi
DIAGNOSIS
- Pemeriksaan serologi

- Pemeriksaan kultur salmonella typhosa dari spesimen darah


DIAGNOSIS
Demam Tifoid (ICD10: A01.00)
KERJA
1. Awal sakit adalah influenza, bronchitis, bronchopneumonia,
gastroenteritis, infeksi virus dengue, sepsis, UTI
DIAGNOSIS
2. Phase lanjut ( ≥ minggu ke 2) tuberculosis, malaria, sepsis, infeksi
BANDING
saluran kemih, otitits media akuta, keganasan, UTI, hepatitis,
shigellosis
1. Pemeriksaan darah tepi, demam typhoid klasik akan mendapat
leukopenia dan relative lymphositosis

2. Pemeriksaan serologi widal O dilakukan hari ke ≥ 5 sakit dengan titer


1/200. Widal terbaik dapat dilakukan 2 kali dengan jarak 5-7 hari dan
didapatkan peningkatan titer >4x.

3. Pemeriksaan serologi Ig M dengan metode Tubex (antibodi anti-


Salmonella 09) dilakukan hari ke ≥ 5 sakit dengan hasil ≥ + 4

4. Pemeriksaan kultur salmonella typhi dari specimen darah, dilakukan


PEMERIKSAAN pada sebelum hari ke- 5 sakit dengan hasil positif. Biakan sumsum
PENUNJANG tulang dapat positif hingga minggu ke-4.

5. Atas indikasi tertentu dilakukan :

- Pemeriksaan serum elektrolit, glukosa darah, SGOT, SGPT,


BUN dan serum kreatinin

- Pemeriksaan urine, atau kultur urine

- Pemeriksaan thorax photo

- Pemeriksaan USG abdomen

- Pemeriksaan CT scan / MRI otak


TATA LAKSANA : 1. Kalau diperlukan diberi infus cairan sesuai dengan umur dan kebutuhan
2. Antibiotika
Penderita terapi ambulatoir dapat dipakai :
Chloramphenikol oral dengan dosis 50-100 mg/kgBB terbagi dalam 4
dosis sampai 2 minggu. Monitor efek samping terutama dengan
pemeriksaan retikulosit.
Amoxicillin oral dengan dosis 100 mg per kgBB sampai 2 minggu
Cefixime oral dengan dosis 10 – 15 mg per kgBB terbagi dalam 2 dosis
selama 2 minggu
Pada penderita yang indikasi rawat inap, diberikan ceftriaxone 80 mg
per kgBB per hari dibagi 2 kali, dengan lama pemberian selama 5 – 10
hari
Pada penderita yang disertai komplikasi pneumonia, otitis media akuta
maupun infeksi saluran kemih, ceftriaxone dengan dosis dan lama
pemberian sama dengan diatas Pada penderita yang resisten terhadap
ceftriaxone, maka pemberian ciprofloxacine dengan
dosis 15 mg per kgBB dalam dosis terbagi selama 7 – 10 hari
3. Pada karier S. typhi (tetap ada dalam urin/feses selama lebih dari 6-12
bulan): ampisilin 100/mg/kgBB/hari dibagi 4, selama 6-12 minggu ;
atau kotrimoksasol 4-20 mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6-12 minggu
4. Kortikosteroid dosis tinggi (metode Hoffman) diberikan pada penderita
demam tifoid yang disertai komplikasi ensefalopati
5. Pada anak besar, diet menghindari serat serta mobilisasi bertahap
sebaiknya diberlakukan
6. Antipiretika sesuai kebutuhan
7. Tindakan bedah mungkin diperlukan juka ada perforasi/peritonitis
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


KEPUSTAKAAN 1. American Academy of Pediatrics. Salmonella infections. Dalam:
Pickering LK, Baker CJ, Long SS,McMillan JA, penyunting. Red Book:
2006 report of the committee in infectious diseases. Edisi ke-27.Elk
Grove Village, IL. American Academy of Pediatrics; 2006, h.579- 84.

2. Cleary TG. Salmonella species. Dalam: Dalam : Long SS, Pickering


LK, Prober CG, penyunting. Principles and Practice of Pediatric
Infectious Diseases. Edisi ke- 2. Philadelphia, PA: Elsevier Science;
2003. h. 830-5.

3. Cleary TG. Salmonella. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson


HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: Saunders; 2004, h. 912-9.

4. Pickering LK dan Cleary TG. Infections of the gastrointestinal tract.


Dalam: Anne AG, Peter JH, Samuel LK, penyunting. Krugman’s
infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia; 2004, h. 212-
3

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT


No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Diare adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam.

Diare akut: Diare yang berlangsung paling lama 14 hari. Diare berdarah adalah
episode diare akut dengan darah dalam tinja
PENGERTIAN
Dehidrasi berat: dehidrasi >10% untuk bayi dan >9% untuk anak dan
menunjukkan tanda gangguan alat vital tubuh (somnolen, koma, Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi) dan memerlukan pemberian cairan-elektrolit
parenteral.
ANAMNESIS Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair, adanya lendir dan atau
darah) dan muntah (adanya darah, bilious).
• Panas
• Kembung
Adanya dehidrasi : mata cowong, air mata kering, buang air kecil berkurang,
sesak, kejang, dan gangguan kesadaran
• Adanya penyakit penyerta lain
• Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
• Intake
Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair, kembung, iritasi
pada pantat
• Pengukuran berat badan
• Kesadaran
• Tanda vital
• Mata cowong
• Adanya air mata
• Turgor kulit
• Bising usus
• Extremitias (perfusi, capillary refill time)
PEMERIKSAAN
FISIK
Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria WHO :
Dehidrasi berat : Minimal dua gejala: Letargi/ penurunan kesadaran, mata
cowong, malas minum
ataupun turgor kulit sangat menurun (≥2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang : Minimal dua gejala, atau satu gejala dehidrasi berat
dan satu gejala: Anak gelisah / iritabel, Mata cowong, Anak tampak haus /
ingin minum banyak ataupun Turgor kulit menurun
Tidak dehidrasi apabila tidak cukup gejala untuk klasifikasi dehidrasi berat atau
ringan-sedang
KRITERIA
Gejala Klinis Derajat dehidrasi Komplikasi (apabila terjadi)
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Diare Akut Dehidrasi Berat
KERJA
Apendisitis akut
DIAGNOSIS
Intussusepsi
BANDING
Infeksi saluran kemih
Analisa feses, urine
PEMERIKSAAN
Darah lengkap, serum elektrolit, fungsi ginjal, analisa gas darah
PENUNJANG
Kultur feses,
TATA LAKSANA : - Rehidrasi : beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat / Ringer Asetat (atau
bila tidak tersedia, dapat diberikan NaCl
0.9%) yang dibagi sebagai berikut
A. Usia <12 bulan : 30 ml/kg dalam 1 jam dilanjutkan 70 ml/kg dalam 5
jam berikutnya
B. Usia ≥12 bulan : 30 ml/kg dalam 30 menit dilanjutkan 70 ml/kg dalam
2 ½ jam berikutnya
Dapat diulang jika denyut nadi masih sangat lemah / tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum
membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (5
ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum ; biasanya setelah 3-4jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak).
Makanan tetap diberikan, ASI maupun formula diteruskan.Zinc selama
10-14 hari dengan dosis 10mg/hari (untuk anak di bawah 6 bulan) dan
20mg/hari (untuk anak di atas 6 bulan).
Antibiotika diberikan pada kasus tertentu
Vitamin A 100.000 IU IM (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU
(untuk anak di bawah 1 Tahun). Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per
hari. Pengobatan problem penyerta (gangguan elektrolit, keseimbangan
asam basa) Obat-obat antidiare tidak dianjurkan.
Ad vitam : dubia ad bonam/malam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam


1. WHO. Pocket book of Hospital care for children. 2005

2. UKK Gastrohepatologi IDAI. Modul Diare. 2010

3. UKK Gastrohepatologi. Buku Ajar Gastrohepatologi 2010


KEPUSTAKAAN 4. Suparto, P. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan Dehidrasi
Pada Anak Melalui Pendekatan Epidemiologi Klinik Desertasi, 1987.

5. Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In: Nelson.


Texbook of Pediatrics. Saunders, Philadelphia, Edisi 17 2004;p.1272
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Infeksi saluran kemih adalah ditemukan mikroba bermakna pada saluran air
kemih dari sampel urin suprapubik berapapun jumlah kuman
PENGERTIAN
- kateterisasi uretra ≥5x1 0 4

- porsi tengah ≥1 05
- Gejala klinis tidak spesifik
- Infeksi saluran kemih atas gejala panas tinggi, disertai gejala sistemik
- Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah
sebagai berikut :
0-1bulan :
Panas/hipotermi, gejala sistemik,ikterus (sepsis).
ANAMNESIS 1 bln-2 thn :
panas/hipotermia, gejala sistemik, nyeri perut/ pinggang.
2-6 thn :
Panas, gejala sistemik, tidak dapat menahan kencing, polakisuria,
disuria, ngompol.
6-18 thn :
Nyeri perut/pinggang, panas,tak dapat menahan kencing
PEMERIKSAAN Tidak spesifik tergantung usia dan lokasi infeksi saluran kemih :
FISIK
- Panas/hipotermia
- Nyeri ketok pinggang
1. Gejala Klinis sesuai usia penderita

2. Biakan air kemih merupakan baku emas

3. Pemeriksaan air kemih ada kuman (gram), piuri,torak, lekosit, , lekosit


KRITERIA
esterase,nitrit
DIAGNOSIS
4. Kimia darah: ureum,kreatinin

5. Pencitraan :USG ginjal-buli buli, skintigrafi ginjal, CT scan, MRI bila


diperlukan
DIAGNOSIS
Infeksi Saluran Kemih
KERJA
DIAGNOSIS
Penyakit dengan panas yang tidak diketahui sebabnya - ICD
BANDING
- Pemeriksaan air kemih:

Urinalisis, Leukosit esterase, nitrit,

PEMERIKSAAN - Biakan air kemih


PENUNJANG
- Pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin

- Ultrasonografi ginjal-buli buli (USG) bila diperlukan, skintigrafi ginjal,


CT scan, MRI pada kasus ISK atas, komplek, dan atipik
TATA LAKSANA : Supportif
Pemberian nutrisi adekwat, kebersihan urogenital, mencegah konstipasi

Medikamentosa
Antibiotik peroral
Amoksisilin klavulanat 20 – 40 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
Trimethoprim-sulfamethoxasol 6-12 mg/kg trimethoprim & 30-60 mg/kg
sulfamethoxasole dibagi 2 dosis
Antibiotik parentral
1. neonatus : gentamisin 7,5 mg/kg sekali sehari dan ampisilin 100
mg/kg/hari diberikan 3 kali sehari.

1. Seftriakson 75 mg/kg/hari sekali sehari


2 Sefotaksim 150 mg/kg/hari dibagi tiap 6 -8 jam
3 Seftasidim 100 – 150 mg/kg/hari dibagi tiap 8 jam
4 Gentamisin 7,5 mg/kg/hari dibagi tiap 8 jam
5 Amikasin 15 mg/kg/hari sekali sehari
Infeksi saluran kemih atas

Ad vitam : dubia ad bonam/malam

Ad sanationam : dubia ad bonam/malam


PROGNOSIS Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam Infeksi saluran kemih kompleks

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad


bonam/malam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam


KEPUSTAKAAN 1. Barbara J, Kher K. Urinary tract infection. In Kher K, Schnaper HW,
Makker SP Eds. Clinical Pediatric Nephrology 2nd.Chennai.Replika
Press.2007. 553-74.

2. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinaru tract infection. In


Avner ED, Harmon WE,Niaudet P, Yoshikawa N Eds. Pediatric
Nephrology 6th ed. Berlin Heidelberg.Springer Verlag.2009:1229-310

3. Hoberman A, Charron M, Hickey RW et al, 2003. Imaging studies after


febrile urinary tract infection in young children. N Engl J Med ; 348 :
195-202.

4. Nan wong S. Urinary tract infection. In Chiu MC, Yap


HK Eds. Practical Pediatric Nephrology.Hongkong.Medcom
Limited.2005:160-70

5. Newman TB. The new American Academy of Pediatrics Urinary tract


infection Guideline. Pediatrics 2011;128:595-610

6. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan


T, Trihono PP, Pardede SO Eds. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd ed.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009: 142-163.

7. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP. Konsensus infeksi


saluran kemih pada anak.Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011:1-34

8. Pecile P, Miorin E, Romanello C, Vidal E, Contrado M, Valent F dkk.


Age related renal parenchymal lesions in children with first febrile
urinary tract infections. Pediatric 2009;124:23-9.

9. Yap HK, Resontoc LPR. Management of childhood urinary tract


infection. In Yap HK, Liu ID, Tay W Eds. Pediatric nephrology.
Singapore. 391-402.

10. Yilmaz A, Sevketoglu E, Gedikbasi A, Karyagar S, Kiyak A,


Mulazimoglu M dkk. Prediction urinary tract infection with urinary
neuthrophil gelatinase associated lipocalsin. Pediatr Nephrol
2009;124:2387-92.

INFEKSI VIRUS DENGUE


No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Tanggal Terbit Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN
PRAKTEK
KLINIS
dr. M. Iqbal, Sp. A

Infeksi virus dengue yang saat memasuki periode kritis disertai/disusul dengan
kebocoran plasma/ plasma leakage dan gangguan hemostatik berupa
PENGERTIAN
munculnya perdarahan yang lebih prominen serta trombositopenia ≤
100.000
1. Panas tinggi yang timbul mendadak selama 2-7 hari dan disertai tidak
mau bermain
2. Nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, nyeri
retroorbital, pada bayi timul rewel yg tak jelas peyebabnya
3. Perdarahan pada kulit, mimisan, perdarahan gusi, muntah darah, dan
hypermenorrhea
4. Pada awal sakit dapat timbul kemerahan pada muka, kemerahan pada
kulit “flushing”, ruam seperti morbili. Pada periode recovery dapat
ANAMNESIS
timbul “convalescence rash” berupa ruam seperti morbili dengan lokasi
pada kedua extremitas bawah ( shoe like appearance) atau pada
kedua ekstremitas atas (handglove like appearance)
5. Dapat dijumpai gejala saluran nafas atas berupa nyeri tenggorokan, atau
pilek, batuk ringan atau gejala saluran cerna berupa diare ringan.
6. Sering disertai keluhan anoreksia, nausea dan vomiting
7. Jika saat datang syok penderita akan mengeluh anyep dan loyo namun
panas tidak lagi dijumpai
PEMERIKSAAN - Penting menetapkan hari sakit keberapa saat penderita dating
FISIK - Penderita tampak sakit sedang sampai berat, kadang disertai penurunan
kesadaran
- Temperatur dapat sub febris normal atau sub normal
- Tanda perdarahan tidak selalu ada, dapat dilakukan tes RL yang positif
(>10 titik pada area berdiameter 1 inchi), atau dijumpai gejala
perdarahan spontsan, berupa petekiae, ekimosis, perdarahan gusi, dan
hypermenorhoea. Kadang dijumpai muntah darah dan berak darah Pada
penderita DHF grade 3 dan 4 apabila dilakukan tes RL umumnya
negative
- Adanya kebocoran plasma yang bisa ditunjukkan dengan efusi pleura
dan atau asites; ditunjang dengan hasil pemeriksaan tambahan
- Tanda vital
Nadi dapat normal pada DHF grade 1 dan grade 2, sedangkan untuk
DHF grade 3 nadi dapat cepat dan kecil, dan nadi tak teraba untuk DHF
grade 1 dan grade 2.
Pada DHF grade 3 terjadi penyempitan tekanan nadi ≤ 20 atau terjadi
penurunan systole dan diastole
- Pada DHF grade 4 tekanan darah tak terukur Frekuensi nafas dapat
normal, cepat dangkal maupun cepat dan dalam (pernapasan Kuzmaul)
- Hepatomegali
1. Gejala klinik

2. Gejala plasma leakage berupa peningkatan hematokrit ≥ 20 %, atau


ditemukan adanya ascites dan efusi pleura, sedangkan untuk DHF grade
3 dan DHF grade 4 berupa gangguan sirkulasi/syok
KRITERIA
3. Gangguan hemostatik berupa trombositopenia ≤ 100.000 dan adanya
DIAGNOSIS
tanda perdarahan mulai dari perdarahan ringan sampai perdarahan
masif yang mengancam nyawa.

4. Dapat ditunjang dengan hasil NS1 dan atau Ig M dan atau Ig G dengue
positif
DIAGNOSIS
Demam Berdarah Dengue (ICD 10: A91)
KERJA
1. Dengue fever
2. Trombositopenik purpura
3. Infeksi virus lain seprti morbili, rubella, chikungunya
DIAGNOSIS
4. Sepsis
BANDING
5. ITP, leukemia, anemia aplastik
6. Syok karena sebab lain
7. Malaria, demam tifoid.
PEMERIKSAAN a) Darah lengkap, dijumpai adanya trombositopenia (≤ 100.000, dan
PENUNJANG peningkatan hematokrit ≥ 20 % , leukopenia, hasil hitung jenis
menunjukkan limfopenia pada awal sakit dan netropenia pada akhir
perjalanan sakit
b) Photo / USG thorax didapatkan efusi pleura dextra USG abdomen
dijumpai adanya ascites

c) Pemeriksaan SGOT dan SGPT biasanya ada penignkatan walau tidak


sampai 10 x harga normal, dalam prosentasi kecil SGOT dan SGPT
dapat meningkat > 10 x harga normal

d) Pemeriksaan Ig M dan Ig G Dengue e. NS1

e) Elektrolit serum, gula darah acak, dan albumin

f) PPT dan APTT atas indikasi


TATA LAKSANA : 1. Pemberian cairan intravena untuk mengatasi plasma leakage, prinsipnya
“ diberikan seminimal mungkin untuk mempertahankan sirkulasi yang
efektif”; “ disertai observasi ketat dari waktu ke waktu sampai plasma
leakage berhenti “Pemberian infus cairan RLD5 pada DHF grade I dan
II yang LFT normal/ atau RAD5 pada penderita DHF grade I dan grade
II yang SGOT dan SGPT nya > 10 x harga normal, dengan formula
pemberian cairan7-5-3
Pada penderita DHF grade 3 dan grade 4 syok diatasi secepat mungkin,
kalau syok sudah teratasi pemberian cairan mengikuti formula 7-5-3
(lampiran algoritme pemberian cairan penderita DHF)
2. Melakukan observasi ketat dari waktu ke waktu, meliputi Keadaan
umum, nafsu makan dan capillary refill time (CRT) Tanda vital tekanan
darah, nadi, frekuensi napas, temperature Produksi urine Hematokrit
Laboratorium sesuai kebutuhan Observasi ketat dilakukan sampai
plasma leakage nya berhenti (peristiwa plasma leakage ≤ 2 x 24 jam)
Tanda klinis berhentinya plasma leakage adalah tanda vital yang stabil,
disertai munculnya gejala mau makan / minum serta mau bermain dari
penderita
3. Lakukan deteksi sedini mungkin syok pada penderita dengue, sebab
prolong syok memperburuk prognosis
4. Pada penderita DHF yang tidak memberi respon dengan pemberian
cairan seperti diatas, maka segera cari kemungkinan dibawah, dan
segera lakukan koreksi :
Plasma leakage
Perdarahan internal yang tersembunyi (“concealed internal bleeding”)
Hypoglycemia
Hyponatremia
Hypocalcemia
Asidosis
5. Pemberian transfusi darah diperlukan apabila terjadi perdarahan.
Transfusi trombosit jarang diberikan pada penderita DHF, kecuali
apabila didapat Trombositopenia ≤ 50.000 yang disertai tanda
perdarahan aktif. Pada perdarahan masif dapat diberikan transfusi
wholeblood. Tranfusi FFP atas indikasi.
6. Oksigen dan obat penurun panas atas indikasi
7. Steroid biasanya diperlukan pada komplikasi jantung dan mata
8. Inotropik, vasopressor, dan hemodialisis hanya pada kondisi tertentu
DHF grade 1 dan grade 2

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

DHF grade 3
PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam/malam

Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam DHF grade 4

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad


bonam/malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam


KEPUSTAKAAN 1. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.

2. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical


Guidance. Updated 2010 sept 1. Available from:
http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.

3. Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment prevention and


control. Edisi kedua. WHO, Geneva, 1997.

4. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control.


2009:1-146

5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in


parenteral fluid therapy. Pediatrics 1957;19:823

6. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih


Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata
laksana Kasus DBD. Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Balai
Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2005.

KEJANG DEMAM
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
PENGERTIAN tubuh (di atas 38°C), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dibagi
menjadi 2 yakni kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
ANAMNESIS - Didapatkan riwayat panas disertai kejang
- Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga
yang lain
PEMERIKSAAN - Tidak spesifik
FISIK - Pemeriksaan neurologi dalam batas normal
Kejang Demam Sederhana (KDS) :

- Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

- Kejang umum tonik dan atau klonik

- Tanpa gerakan fokal

KRITERIA - Tidak berulang dalam 24 jam


DIAGNOSIS
Kejang Demam kompleks (KDK) :

- Kejang lama > 15 menit

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam


DIAGNOSIS
Kejang Demam
KERJA
Diagnosis banding untuk kejang demam pertama kali:
DIAGNOSIS 1. Meningitis
BANDING 2. Ensefalitis
3. Abses otak
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk
PENUNJANG mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi,
elektrolit dan gula darah).

2. X-ray kepala, CT-Scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya
dikerjakan atas indikasi adanya kejang fokal atau hemiparese.

3. Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi
kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Bayi < 12 bulan : diharuskan

b. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda menigitis.

4. EEG tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak


khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun
atau kejang demam fokal).
1. Penanganan Pada Saat Kejang
 Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5
mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4- 0,6mg/KgBB/dosis
rektal suppositoria. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang
dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
 Turunkan demam :
 Antipiretik : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-
TATA LAKSANA : 10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan sehari 3-4 kali
 Kompres : suhu >39°C : air hangat; suhu > 38°C : air biasa
 Pengobatan penyebab : antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan
penyakit dasarnya.
2. Pencegahan Kejang
 Pencegahan berkala (intermiten) untuk KDS dengan Diazepam 0,1 m
g/KgBB/dosis PO dan antipiretik pada saat anak menderita penyakit
yang disertai demam.
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


KEPUSTAKAAN 1. American academy of pediatrics subcommittee on febrile seizures.
Febrile seizure: Guideline for the neurodiagnostic evaluation of the
child with a simple febrile seizure. Pediatrics 2011;127:389-94.
2. Kundu GK, Rabin F, Nandi ER, Sheikh N, Akhter S. Etiology and risk
factors of febrile seizure – an update. Bangladesh J Child Helath
2010;34:103-12.

3. American academy of pediatrics subcommittee on febrile seizures.


Febrile seizures: clinical practice guidelines for the long-term
management of the child with simple febrile seizures. Pediatrics
2008;121:1281-6.

4. Berg AT, Shinnar S, Hausser WA, Leventhal JM. Predictors of


recurrent febrile seizure: a metaanalytic review. J Pediatr
1990;116:329-37

5. Shloma Shinnar. Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero DM, Schor


NF ed. Pediatric neurology principles and practice. Edisi kelima.
Philadelphia: Elsevier; 2012. Hal 790-7.

MALARIA
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

PENGERTIAN Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh
satu atau lebih spesies Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat
intermiten, anemia, dan hepato-splenomegali.
a) Pasien berasal dari daerah endemis malaria, atau riwayat bepergian ke
daerah endemismalaria.
b) Lemah, nausea, muntah, tidak ada nafsu makan, nyeri punggung, nyeri
daerah perut, pucat, mialgia, dan atralgia.
c) Malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa
serangan demamdengan interval tertentu (paroksisme), diselingi periode
bebas demam. Sebelum demampasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak
ada nafsu makan, mual atau muntah.
d) Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis --
ANAMNESIS
Plasmodium atauinfeksi berulang dari satu jenis Plasmodium), demam
dapat berlangsung terus menerus (tanpa interval), e) Pada pejamu yang
imun gejala klinisnya minimal.
e) Periode paroksisme terdiri atas stadium dingin (cold stage), stadium
demam (hotstage), dan stadium berkeringat (sweating stage)
f) Paroksisme jarang dijumpai pada anak, stadium dingin seringkali
bermanifestasisebagai kejang
g) Pada sebagian kasus akan didapatkan kesadaran yang menurun, atau
urine berwarna coklat, atau ikterus.
a) Pada malaria ringan dijumpai anemia, muntah , diare, ikterus, dan
hepato-splenomegali.
b) Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P.falciparum,
disertai satu atau lebih kelainan sebagai berikut:
 Hiperparasitemia, bila >5% eritrosit dihinggapi parasite
 Malaria serebral dengan kesadaran menurun
 Anemia berat, kadar hemoglobin <7 g/dl
PEMERIKSAAN  Perdarahan atau koagulasi intravaskular diseminata
FISIK  Ikterus, kadar bilirubin serum >50 mg/dl
 Hipoglikemia, kadang-kadang akibat terapi kuinin
 Gagal ginjal, kadar kreatinin serum >3 g/dl dan diuresis <400 ml/24jam
 Hiperpireksia
 Edem paru
 Syok, hipotensi, gangguan asam basa
 Urine berwarna coklat (black water fever)
KRITERIA a) Sesuai dengan anamnesis

DIAGNOSIS b) Sesuai dengan pemeriksaan fisik


DIAGNOSIS
Malaria
KERJA
a) Demam tifoid
b) Meningitis
c) Apendisitis
DIAGNOSIS d) Gastroenteritis
BANDING e) Hepatitis
f) Influenza dan infeksi virus lainnya
g) Sepsis
h) Riketsiosis
PEMERIKSAAN a) Pemeriksaan apus darah tepi:
PENUNJANG
Tebal: ada tidaknya Plasmodium

Tipis: identifikasi spesies Plasmodium/tingkat parasitemia

b) RDT

c) Pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan komplikasi yang terjadi:

I. DPL, HJ, LED

II. Urinalisis

III. SGOT, SGPT, bilirubin T/D/I

IV. Alkali fosfatase, albumin

V. Ureum, kreatinin

VI. AGD dan elektrolit

VII. Gula darah sewaktu

VIII. EKG
IX. Foto toraks

X. Analisis cairan serbrospinalis xi) Hitung parasit


TATA LAKSANA : 1) Antipiretik apabila demam >39oC
2) Suportif
 Pemberian cairan, nutrisi, transfusi darah
 Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan
dengan pemberian oralatau parenteral
 Pelihara keadaan nutrisi
 Transfusi darah pack red cell 10 ml/kgbb atau whole blood 20
ml/kgbb apabila anemia dengan Hb <7,1g/dl
 Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah yang sesuai
 Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
 Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu pasang
CVP. Dialisis peritoneal dilakukan pada gagal ginjal
 Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan oksigen
 Apabila terjadi gagal napas perlu pemasangan ventilator
mekanik (bila mungkin)
 Pertahankan kadar gula darah normal
3) Medikamentosa
Pilihan utama: Artesunat intravena Pengobatan malaria di tingkat RS
dianjurkan untuk menggunakan artesunate intravena.
Kemasan dan cara pemberian artesunat
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk
kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml
natrium bikarbonat 5%. Larutan artesunat dibuat dengan mencampur
60 mg serbuk kering artesunik dan 0,6 ml natrium bikarbonat
5%,diencerkandengan Dextrose 5% sebanyak 3-5 cc dan diberikan
secara bolus perlahan-lahan.
Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb per-iv sebanyak 3
kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv setiap
24 jam sampai penderita mampu minum obat. Pengobatan dilanjutkan
dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin ( ACT lainnya)+
primakuin.

Kemasan dan cara pemberian artemeter


Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis
1,6mg/kgbb intramuskular dan diulang setelah 12 jam. Selanjutnya
artemeter diberikan
1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, pengobatan
dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin ( ACT
lainnya)+ primakuin.

Obat alternatif: Kina dihidroklorida parenteral, Quinine


Kemasan dan cara pemberian kina parenteral
Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat
pada daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral. Obat ini
dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul
berisi 500 mg/2 ml.
Dosis kina HCl 25 % (per-infus): dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2
bulan: 6 - 8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9
% sebanyak 5 - 10 ml/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8
jam sampai penderita dapat minum obat, selanjutnya diberikan kina
peroral sampai 7 hari.
Catatan
1) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
2) Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis rumatan kina diturunkan 1/3 -
1/2 nya.
3) Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis
0,75 mg/kgbb.
4) Dosis kina maksimum : 2.000 mg/hari.
5) Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral oleh karena
itu dianjurkan pemberiannya dalam Dextrose 5%
6) Klorokuin tidak lagi dapat digunakan untuk semua jenis malaria di
Indonesia
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. American Academy of Pediatrics. Malaria. Dalam: Pickering LK,
Baker CJ, Long SS, McMillan JA, penyunting. Red Book: 2006 Report
of the committee in infectious diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village,
IL. American Academy of Pediatrics; 2006, h. 435-41.

2. Daily JP. Malaria. Dalam: Anne AG, Peter JH, Samuel LK, penyunting.
Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia;
2004. h. 337-48.

3. Krause, Peter J. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman RE,


KEPUSTAKAAN
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia; 2004. h. 1139-43.

4. Wilson CM. Plasmodium species (Malaria). Dalam: Long SS, Pickering


LK, Prober CG, penyunting. Principles and practice of pediatric
infectious diseases. Edisi ke- 2. Philadelphia, PA: Elsevier Science;
2003, h.1295-1301.

5. World Health Organization. Severe falciparum malaria. Trans R Soc


Trop Med Hyg. 2000.
PNEUMONIA
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh


PENGERTIAN berbagai macam etiologi. Terbanyak adalah virus atau bakteri. Etiologi lain
parasit dan aspirasi zat tertentu
Gejala yang timbul biasanya mendadak.
Dapat didahului denganinfeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejala umum:
batuk, demam tinggi, nafas cepat dan sesak nafas. Pada keadaan yang berat
ANAMNESIS bisa didapatkan cyanosis
Pada anak yang besar bisa didapatkan nyeri dada.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala yang tidak khas seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang, sulit minum, dan perut kembung
PEMERIKSAAN Takipnea dengan laju respirasi untuk anak <2 bulan ≥60x/menit, 2-12
bulan≥50x/menit, 1-5 tahun≥40x/menit.
FISIK
Inspiratory effort ditandai dengan retraksi dinding dada, nafas cuping
hidung
Gerakan dinding toraks dapat tertinggal pada daerah yang terkena infeksi,
perkusi normal atau redup, auskultasi paru dapat terdengar terdengar suara
nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena. Tanda
lainnya adalah demam tinggi, sianosis, dan dapat ditemukan tanda dehidrasi.
Pada infeksi oleh kuman atipik (mycoplasma, chlamydia) gejalanya
tidak jelas maupun memberikan onset akut seperti diatas. Panas seringkali
tidak tinggi, batuk tidak produktif, tidak sesak, dan seringkali disertai sakit
kepala dan malaise.
1. Gejala Fisik sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas

2. Pada foto polos dada terlihat infiltrat alveolar maupun interstitial yang
dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Kelainan gambaran
radiologis biasa sebanding dengan derajat klinis penyakit, kecuali pada
infeksi oleh kuman atipikal yang gambaran radiologis lebih berat
daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai berupa
konsolidasi pada satu atau beberapa segmen atau lobus paru, penebalan
pleura pada pleuritis, atau adanya komplikasi pneumonia berupa
atelektasis, efusi pleura, abses paru, pneumothorak,
pneumomediastinum dan pneumatokel
KRITERIA
DIAGNOSIS 3. Analisa Gas Darah menunjukkan keadaan asidosis respiratorik,
hipoksemia, sedang PaCO 2 dapat rendah, normal atau meningkat
tergantung kompensasi yang terjadi. Dalam keadaan lanjut bisa terjadi
asidosis metabolik, dan gagal nafas.

4. Peningkatan hitung leukosit dengan hitung jenis bergeser ke kiri pada


infeksi bacterial

5. LED, CRP, dan procalcitonin meningkat pada infeksi bacterial

6. Pemeriksaan kultur darah dapat menunjang menentukan etiologi


terutama pada kasus nasokomial. Sedang kultur sputum dan swab
oropharyngeal sering terkontaminasi flora normal
DIAGNOSIS
Pneumonia
KERJA
DIAGNOSIS 1. Infeksi saluran pernafasan bawah lainnya (Bronkiolitis,
BANDING laringotrakeobronkitis)
2. Kelainan bawaan pada paru (cystic lung disease, bullae, hypoplasia, dan
lain sebagainya)
3. Payah jantung
4. Sepsis
5. Pada bayi karena gejalanya yang tidak khas dapat menyerupai sepsis,
meningitis dan ileus
1. Foto polos dada

2. Analisa Gas Darah

3. Hitung Leukosit dan differerential count


PEMERIKSAAN
4. Laju Endap Darah (LED)
PENUNJANG
5. C-Reactive Protein (CRP)

6. Procalcitonin

7. Kultur darah, sputum, swab oropharyngeal


TATA LAKSANA : 1. Untuk pneumonia ringan dapat diterapi secara rawat jalan dapat
diberikan antibiotik peroral dengan amoksisilin 50-80 mg/kg/hari dibagi
dalam 3 dosis atau amoksisilin-asam klavulanat 50 mg/kg/hari dibagi
dalam 3 dosis, serta diberikan edukasi kepada orang tua
2. Untuk pneumonia berat dan sangat berat dianjurkan rawat inap dan
diberikan terapi:
 Ampisilin 100 mg/kg/hari iv dibagi dalam 4 dosis atau ampisilin-
sulbaktam 100 mg/kg/hari iv dalam 4 dosis untuk
Community acquired pneumonia
 Ceftriaxone 100 mg/kg/hari iv dibagi dalam 2 dosis atau antibiotik
sesuai kultur untuk Hospital acquired pneumonia
 Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita,
hasil pemeriksaan laboratoris, foto thorak dan jenis kuman penyebab.
Sebagian besar membutuhkan waktu 10-14 hari
 Oksigenasi, dapat diberikan secara nasal atau masker sesuai keadaan
klinis. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
 Pemberian cairan dan kalori yang cukup
 Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
3. Untuk dugaan pneumonia atipik dapat diberikan eritromisin 50
mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis, atau spiramisin 50 mg/kg/hari dibagi 3-4
dosis, atau klaritromisin 15 mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10-14
hari.
4. Untuk dugaan Pneumonia Pneumocystic carinii dapat diberikan
kotrimoksasol 20 mg/kg/hari dibagi 4 dosis.
5. Untuk keadaan khusus lainnya dapat diberikan Anti viral (Acyclovir,
Gancyclovir) pada pneumonia karena Cyto Megalous Virus (CMV),
Anti jamur (Amphotericin B, Ketoconazole, Fluconazole) pada
pneumonia karena jamur, Imunoglobulin pada keadaan imunodefisiensi
terutama imunitas humoral
Pneumonia ringan

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


PROGNOSIS
Pneumonia berat dan sangat berat

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam


KEPUSTAKAAN 1. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg
Med Clin N Am 2003; 21 : 437-51.

2. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam : Behrman RE, Kleigman


RM, Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia : WB Saunders, 2003 : 1432-5.

3. Gaston B. Pneumonia. Pediatr Rev 2002 : 23 : 132-40

4. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg


Med Clin N Am 2003; 21: 437-51

5. Sandora TJ, Harper MB. Pneumonia in hospitalized children. Pediatr


Clin N Am 2005; 52: 1059-81
6. Mc Intosh K. Community-acquired pneumonia in children. N Eng J
Med 2002; 346: 429-36

7. Stein RT, Marostica PJC. Community-acquired bacterial


pneumonia. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A,
penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children,
Edisi ke-7. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006; 441-52.

8. Apisamthanarak A, Mundy LM. Etiology of community-acquired


pneumonia. Clin Chest Med 2005; 26: 47-55

9. Crawford SE, Dawn RS. Bacterial pneumonia, lung abscess and


empyema. Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric
respiratory medicine, Edisi ke-2. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008;
501-54

HEMOFILIA
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

PENGERTIAN Penyakit kongenital herediter yang disebabkan karena gangguan sintesis

faktor pembekuan darah.

Ada 3 jenis hemofilia:

Hemofilia A: defek faktor VIII Hemofilia B: defek faktor IX


(prevalensi Hemofilia A:B=5-8:1)

Hemofilia C: defek faktor XI (jarang)

Klasifikasi derajat hemofilia berdasarkan kadar FVIII/FIX: Ringan: 5-25% (5-


25 U/dL)

Sedang: 1-5% (1-5 U/dL) Berat: <1% (<1 U/dL)


 Riwayat perdarahan yang terjadi spontan atau paska
trauma/operasi,seperti: perdarahan lewat tali pusat saat lahir, perdarahan
sendi karena jatuh saat belajar berjalan, riwayat timbul “biru-biru” bila
ANAMNESIS terbentur
 Nyeri/bengkak pada sendi
 Riwayat keluarga dengan keluhan perdarahan yang sama
Ada perdarahan yang dapat berupa:
 Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
 Hemarthrosis (sendi bengkak, hangat pada perabaan, nyeri dan gerak
PEMERIKSAAN terbatas)

FISIK  Sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi


otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang
sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu
 Perdarahan intrakranial, dapat ditemukan pucat, syok, sesak napas
dan/atau penurunan kesadaran
• riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

• APTT memanjang

• PPT normal
KRITERIA
• Serum Prothrombin Time pendek
DIAGNOSIS
• kadar fibrinogen normal

• Retraksi bekuan baik

• kadar Faktor VIII/IX


DIAGNOSIS
Hemofilia
KERJA
DIAGNOSIS • Von Willebrand’s disease
BANDING • Defisiensi Vitamin K
• APTT

• PPT

PEMERIKSAAN • Serum Prothrombin Time

PENUNJANG • Kadar fibrinogen

• Retraksi bekuan

• kadar Faktor VIII/IX


TATA LAKSANA : Hemofilia A
1. Darah segar
Darah segar diberikan bila terjadi perdarahan yang mencapai 20-40%
kemudian diikuti pemberian FVIII hingga mencapai kadar hemostatik
2. Plasma segar beku
Pemberiannya harus disesuaikan dengan golongan darah dan faktor rhesus
untuk mencegah reaksi transfusi hemolitik. Dosis 10-15 ml/kgBB dengan
interval 8-12 jam.
3. Kriopresipitat
4. Konsentrat FVIII
Hemofilia B
1. Darah segar
Darah segar diberikan bila terjadi perdarahan yang mencapai 20-40%
kemudian diikuti pemberian FIX hingga mencapai kadar hemostatik
2. Plasma segar beku
Pemberiannya harus disesuaikan dengan golongan darah dan faktor rhesus
untuk mencegah reaksi transfusi hemolitik.
Dosis 10-15 ml/kgBB dengan interval 8-12 jam.
3. Kriopresipitat
4. Konsentrat FIX
Pedoman dosis Anti Hemophilic Factor
Indikasi FVIII (IU/kg) FIX (IU/kg) Durasi (hari) Epistaksis
10-15 20-30 1-2
Perdarahan oral 10-15 20-30 1-2 mukosa
Hemarthrosis 15-25 30-50 1-2
Hematoma 15-25 30-50 1-2
Hematuria persisten 15-25 30-50 1-2
Perdarahan GI 15-25 30-50 1-2 hari setelah perdarahan
stop
Perdarahan 15-25 30-50 min.3 hari
retroperitoneal
Trauma tanpa 20-25 40-50 2-3 perdarahan
Perdarahan lidah/ 20-25 40-50 3-4 retrofaring
Trauma dengan 50 100 10-14
perdarahan,bedah
Perdarahan 50 100 10-14 intrakranial
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam


1. Higartner MW, Corrigan JJ. Coagulation disorders. Dalam: Miller
DR, Baehner RL, Miller LP, penyunting Blood diseases of infancy
and childhood; edisi ke 7. St. Louis Mosby; 1995: 924-86.

2. Lanzkowsky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Edisi


ke 2. New York: Churchill Livingstone; 1995: 254-62.

3. Montgomery RR, Gill JC, Scott JP. Hereditary Clotting Factor


KEPUSTAKAAN
Deficiencies (Bleeding Disorders). Dalam: Nelson WE, Behrman RE,
Kliegman RM, Arvin AM, penyunting Nelson Text Book of Pediatric;
edisi ke 16. Philadelphia: WB Saunders Co.2000: 1508-11.

4. Rickard KA. Guidelines for therapy and optimal dosages of


coagulation factors for treatment of bleeding and surgery in
haemophilia. Haemophilia; 1995 (suppl 1): 8-13
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Adalah defek pada septum yang menghubungkan antara ventrikel kanan dan
PENGERTIAN
kiri jantung yang disertai adanya infeksi/peumonia
1. Sesak nafas waktu istirahat
2. Lekas lelah
3. Nafas cepat
ANAMNESIS 4. Batuk
5. Kenaikan berat badan lambat
6. kadang tanpa gejala
7. panas
PEMERIKSAAN 1. Dyspneu
FISIK 2. Bising akhir sistole tepat sebelum S2, pada sela iga 3-4 Ips kiri.
3. Bising pansistolik derajat 3 atau lebih skala 6, nada tinggi kasar pm sela
iga lps kiri
4. Bising pansistolik derajat 3-4 sekala 6, nada tinggi kasar pm sela iga 3-
4 Ips kiri disertai bising diastolik derajat 2/6 pendek nada rendah, pm
sela iga 4 Imk kiri.
5. Bising sistolik lemah tipe ejeksi, pm Ips kiri bawah dengan S1
mengeras, setelah S1 terdengar klik sistolik (pembuka katup pulmonal),
S2 mengeras/sangat keras dan tunggal panas
6. Adanya suara nafas tambahan: ronchi basah halus
a. Memenuhi minimal 2 kriteria anamnesis di atas
KRITERIA
b. Memenuhi minimal 3 kriteria pemeriksaan fisik di atas
DIAGNOSIS
c. Ekokardiografi : didapatkan defek septum ventrikel
DIAGNOSIS
Defek Septum Ventrikel
KERJA

DIAGNOSIS
1. ASD disertai infeksi/pnemonia
BANDING
2. PDA disertai infeksi/pnemonia
a. Foto thorax
PEMERIKSAAN
b. EKG
PENUNJANG
c. Ekokardiografi
Terapi konservatif
1. Tatalaksana gagal jantung kalau ada (lihat : Gagal jantung)
2. Tatalaksana kelainan lain (infeksi, kurang gisi).
3. Pencegahan endokarditis infeksiosa

Operatif :
- VSD kecil : biasanya tidak perlu, kadang-kadang menutup spontan.
- VSD sedang: kalau tidak ada gagal jantung dapat ditunggu sampai anak
TATA LAKSANA :
berusia 2-4 tahun dengan berat
badan minimal 10 kg, sekarang operasi dapat dipertimbangkan pada umur yang
lebih muda.
- VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum
menetap: dikerjakan operasi paliatif setelah gagal menangani gagal jantungnya
(operasi tidak langsung menutup defek, tetapi dengan operasi pengikatan
batang a. pulmonalis), setelah umur 4-6 tahun defek belum menutup,
dikerjakan koreksi total.
PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. William RV, Tani LY, Shaddy RE, 2001. Intermediate effects of
treatment with metoprolol or carvedilol in children with left ventricular
systolic dysfunction. The journal of heart and lung transplantation; 21:
906-9

2. Van der Linde D, Konings E, Slager MA, et al, 2011. Birth Prevalence
of Congenital Heart Disease Worldwide. JACC; 58: 2242-7

3. Vaidyanathan B, 2009. Is there a role for carvedilol in the management


of pediatric heart failure. A meta analysis and e-mail survey of expert
opinion. Annuals Pediatric Cardiol; 2: 74-8

KEPUSTAKAAN 4. Hawkins A, Tulloh R, 2009. Treatment of pediatric pumonary


hypertension. Vasc Health Risk Management; 5:509-24.

5. Humbert M, Morrel NW, Archer SL, Stenmark KR, MacLean MR, Lang
IM, et al, 2004. Cellular and molecular pathobiology of pulmonary
hypertension. J Am Coll Cardiol ; 43:13-24

6. Landzberg MJ, 2007. Congenital heart disease associated pulmonary


arterial hypertension. Clin Chest Med;28: 243-53

7. Limsuwan A, Pienvichit P, Khowsathit P, 2005. Beraprost therapy in


children with pulmonary hypertension secondary to congenital heart
disease. Pediatr Cardiol; 26: 787-91

TETRALOGI OF FALLOT
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Tanggal Terbit Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik yang digambarkan dengan 4


macam kelainan:

- Stenosis pulmonalis (valvular, infundibular)


PENGERTIAN
- Defek septum ventrikel

- Hipertrofi ventrikel kanan

- Overriding aorta pada septum ventrikel


1. Biru, bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan.
2. Sesak
3. Mudah lelah
4. Gangguan pertumbuhan
ANAMNESIS
5. Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
6. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi sesak
7. Nafas cepat (takipneu)
8. Jari tabuh
PEMERIKSAAN 1. Sianosis bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan.
FISIK 2. Dispneu
3. Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan)
4. Dapat terjadi apneu.
5. Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
6. Takipneu
7. Jari tabuh dengan kuku seperti gelas arloji.
8. Hipertrofi gingiva
9. Vena jugularis terlihat penuh/menonjol. Jantung:
10. Bising sistolik keras nada rendah pm sela iga 4 Ips kiri/VSD
11. Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitude maksimum
pada akhir sistole berakhir dekat S2 pm sela iga 2-3 Ips kiri (stenosis
pulmonalis)
12. Stenosis pulmonalis ringan: bising kedua lebih keras dengan amplitudo
maksimum pada akhir sistole, S2 kembar.
13. Stenosis pulmonalis berat: bising lemah, terdengar pada permulaan
sistole. S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising kontinyu pada
punggung (pembuluh darah kolateral).
14. Kadang dengan hepatomegali, dengan hepatojugular reflux.
1. Memenuhi 2 kriteria anamnesis di atas
KRITERIA
2. Memenuhi 3 kriteria pemeriksaan fisik di atas
DIAGNOSIS
3. Ekokardiografi
DIAGNOSIS
Tetralogy of Fallot
KERJA
1. Double Outlet Right Ventricle
2. Transpotitional of Great Artery
DIAGNOSIS
3. Total Anomaly Pulmonary Venous Drainage
BANDING
4. Atresia tricuspid
5. Total acardia
1. Foto thorax

PEMERIKSAAN 2. EKG

PENUNJANG 3. Ekokardiografi

4. Darah lengkap
TATA LAKSANA : 1. O2 nasal 2 lpm atau masker 6-8 lpm
2. Tindakan konservatif;
- Pada serangan hipoksia, dilakukan knee-chest position.
- Medikamentosa
- Morfin: 1/8 - 1/4 mg (0,1 mg/kb bb) (mengendurkan otot infundibulum).
- Propanolol (beta blocker), untuk mengurangi kontraktilitas miokard:
- oral: 0,5-1 mg/kg bb/6 jam;
- i.v.: 0,01-0,15 mg/kg bb/6-8 jam, selama 10 mnt.
3. Tindakan bedah (rujukan):
- Operasi paliatif: sebelum dilakukan koreksi total: dilakukan pada ahak BB<
10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III dan IV)
- Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg.
4. Tatalaksana gagat jantung kalau ada.
5. Tatalaksana radang paru kalau ada.
Ad vitam : dubia ad malam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fumgsionam : dubia ad malam


1. Anderson RH, Mc Carthey FJ, Shinebourne EA, Tunan M. 1997.
Tetralogy of Fallot. Pediatric Cardiology. Vol. 2 Churchill Livingstone.
London. Pp 774-775.

2. Kliegman RM,. Tetralogy of Fallot. In: Textbook of Pediatrics.Eds.


Nelson WE, Behrman RE. 4rd ed. WB Saunders Co. Philadelphia.
1992, p. 1149-1153.

3. Rutkowski. Common Complication in Infant wth Cyanotic Congenital


Heart Disease.p 166-167.2009
KEPUSTAKAAN 4. Teddy Ontoseno. Serangan Sianosis. Dalam: Continuing Education
Ilmu Kesehatan Anak ke XXIII. Ed: Soebijanto P, Erwin S, Bambang
P.dkk. FK Unair. Surabaya,1991; hal.91.

5. Cicha I, Suzuki Y, Tateishi N, Maeda N. 1999 Rheological changes in


human red blood cells under oxydative stress. Pathophysiology 6 : 103-
110.

6. Behrman RE. 2000. Tetralogy of Fallot.. In : Behrman RE,


Kliegman RM, eds. Nelson Textbooks of Pediatrics, 15th ed.
Philadelphia : WB Saunders co. 1149-53

SINDROMA NEFROTIK
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1

Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Suatu kumpulan gejala yang terdiri dari sembab, hipoalbuminemia, proteinuria


PENGERTIAN
masif dan hiperkolesterolemia.
• Sembab (palpebra, pretibia, asites, efusi pleura, skrotum)
• Oliguria
• Gejala infeksi (saluran nafas atas, eksantema virus)
• Nafsu makan menurun
ANAMNESIS
• Diare
• Nyeri perut
• Atopi
• Riwayat keluarga sindrom nefrotik
PEMERIKSAAN • Edema (palpebra, pretibia, asites, efusi pleura, skrotum)
FISIK • Gejala akut abdomen pada peritonitis
1. Sembab

KRITERIA 2. Albumin darah <2,5 g/dL

DIAGNOSIS 3. Proteinuria masif (>50 mg/kg/24 jam atau >40 mg/m2/jam)

4. Kolesterol darah >200 mg/dL


DIAGNOSIS
Sindroma Nefrotik
KERJA
DIAGNOSIS 1. Gagal jantung
BANDING 2. Kwashiorkor
- Pemeriksaan darah: darah lengkap, albumin serum, kolesterol total
serum, fungsi ginjal (BUN, kreatinin), elektrolit (kalium, natrium,
klorida, kalsium)
PEMERIKSAAN
PENUNJANG - Pemeriksaan urine: urinalisis dan sedimen urine, protein urine 24 jam

- Foto toraks AP dan lateral kanan

- Workup TB: uji tuberkulin, BTA lambung


TATA LAKSANA : - Predniso(lo)n:
o Diberikan setelah workup TB selesai supaya tidak mempengaruhi
hasil uji tuberkulin. Bila terinfeksi TB, maka obat anti-tuberkulosis
(OAT) diberikan bersamaan dengan predniso(lo)n
o Fase induksi: 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m2/hari (dosis maksimal 60
mg/hari) sebagai dosis tunggal pagi hari selama 4-6 minggu
o Fase rumatan: 1,5 mg/kg/hari atau 40 mg/m2/hari (dosis maksimal
40 mg/hari) sebagai dosis alternate (selang sehari) pada pagi hari
selama 4 minggu, kemudian dosis diturunkan perlahan selama 4-16
minggu (masa pengobatan total 3-6 bulan)
- Kontrol edema: transfusi albumin 20% 1 g/kg selama 4 jam dengan
Furosemide intravena 1-2 mg/kg saat transfusi berlangsung dan sesudah
transfusi selesai
- Anti-proteinuria:
- Captopril 0,1-2 mg/kg/hari (tiap 8 jam)
o Losartan 0,5-2 mg/kg/hari (maksimal 100 mg)
- Suportif:
o Pemberian nutrisi yang adekuat dengan kalori normal sesuai
usia, cukup protein, rendah lemak, rendah gula, rendah garam
(bila masih edema)
o Atasi infeksi atau inflamasi
o Jika terdapat komplikasi seperti gagal jantung atau renjatan,
maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang
terjadi.
Ad vitam : dubia ad bonam/malam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam


KEPUSTAKAAN 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management.
Dalam: Chiu MC, Yap HK,Eds. Practical Paediatric Nephrology-An
Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 109-15.

2. Lombel RM, Gipson DS, Hodson EM. Treatment of steroid-sensitive


nephrotic syndrome: new guidelines from KDIGO. Pediatr Nephrol
2013;28:415-26.

3. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children: clinical


aspects. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds.
Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:667-702.

4. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA,
Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, et al, editor.
Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2011:72-90.

5. Pais P, Avner ED. Idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman


RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III JW, Behrman RE, editor. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders,
2011:1804-6.

6. Srivastava RN, Bagga A. Nephrotic syndrome. Dalam: Srivastava RN,


Bagga A, Eds. Pediatric Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 161-200.

7. Wirya IGNW. S i nd r om ne fr otik . D a lam : Alatas H, Tambunan T,


Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku A jar N efrologi A nak. E d i s
i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2002:381-426.

8. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Yeo WS. Management of childhood
nephrotic syndrome. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric
Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University
Children’s Medical Institute, National University Hospital, 2012: 122-
35.

SYOK HIPOVOLEMIK
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Syok adalah sindroma klinis akut yang disebabkan kegagalan fungsi


PENGERTIAN kardiovaskuler dalam menyediakan kecukupan oksigen dan nutrien lain untuk
metabolisme jaringan, yang disebabkan karena kekurangan cairan
- Kehilangan cairan : muntah, diare, luka bakar, perdarahan, drainase
bedah

ANAMNESIS - Masukan cairan : jenis, jumlah


- Produksi urin
- Perubahan berat badan
PEMERIKSAAN KOMPENSASI
FISIK Tekanan darah N/↑ & mungkin tjd maldistribusi; fungsi organ vital masih baik
Takikardi; takipnea; CRT 2-3 detikl; iritabilitas ringan
DEKOMPENSASI
Perfusi mikrovaskuler ↓; pe↓ volume sirkulasi efektif
Kulit dingin; lembab; pucat; mottled; sianosis; kesadaran ↓; CRT>4 detik;
hipotensi; nadi lemah; oliguria
IRREVERSIBLE
tekanan darah tidak teratur, nadi tidak teraba, penurunan kesadaran semakin
dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan sistem organ lain

KRITERIA 1. Gejala Klinis

DIAGNOSIS 2. Pemeriksaan Fisik


DIAGNOSIS
Syok Hipovolemik
KERJA
DIAGNOSIS 1. Syok Septik
BANDING 2. Syok Kardiogenik
1. Darah rutin

PEMERIKSAAN 2. Analisa gas darah

PENUNJANG 3. Serum elektrolit

4. Gula darah sewaktu


1. Bebaskan jalan napas dan oksigenasi dengan O2 100%.
2. Pasang akses vaskuler (IV / IO) dan ambil sampel darah untuk
laboratorium (darah lengkap, gula darah acak, kalsium).
3. Bolus dengan cairan kristaloid / koloid isotonik 20 ml/kg secepatnya (<
10 menit), bisa diulang sampai perfusi baik ATAU 60 ml/kg ATAU
terdengar ronki ATAU hepatomegali (total waktu 10-15 menit).
TATA LAKSANA :
4. Evaluasi tanda klinis syok setiap selesai bolus.
5. Koreksi hipoglikemi dan hipokalsemi. Bila resusitasi cairan telah
diberikan (2-3 kali bolus) dimana + 40-60% dari volume darah telah
dimasukkan namun belum ada respon adekuat, lakukan intubasi bila
diperlukan. Evaluasi kemungkinan penyebab syok dan lakukan
tatalaksana lanjut sesuai penyebabnya.
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. APLS. The pediatric emergency medicine course. Edisi ke-2. 1993.

2. Bell LM. Shock. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S, penyunting. Textbook


of pediatric emergency medicine. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010. Hal: 46-57.

3. Smith L, Hernan L. Shock states. Dalam: Fuhrman BP, Zimmerman JJ,


penyunting. Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby
Elsevier; 2006. Hal: 294-410.
KEPUSTAKAAN
4. Zingarelli B. Shock and reperfusion injury. Dalam: Nichols DG, et al,
penyunting. Rogers’ textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. Hal: 252-65.

5. Nadel S, Kissoon NT, Ranjit S. Recognition and initial management of


shock. Dalam: Nichols DG, et al, penyunting. Rogers’ textbook of
pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2008. Hal: 372-83

DEFEK SEPTUM ATRIUM


No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A


PENGERTIAN Setiap defek pad atrium, selain paten foramen ovale

 Anamnesis :
- Sebagian besar asimptomatik
ANAMNESIS - Sesak naps bila pirau besar
- Infeksi paru berulang
- Berat badan sedikit kurang
1. Anak tampak kurus sesuai derajat DSA
PEMERIKSAAN
2. Auskultasi S2 melebar sat inspirasi maupun ekspirasi
FISIK
3. Bising ejeksi sistolik didaerah pulmonal
KRITERIA
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Defek Septum Atrium
KERJA
DIAGNOSIS
-
BANDING
o EKG
PEMERIKSAAN
o EKG (transtorakal)
PENUNJANG
o Foto toraks
Tatalaksana
a. Medikamentosa
- Digitalis atau inotropik dan diuretik pada DSA yang disertai
gagal jantung
- Profilaksis terhadap endocarditis
TATA LAKSANA : b. Penutupan tanpa pembedahan
Hanya fapat dilakukan pada DSA tipe sekundum dengan ukuran
tertentu
c. Penutupan dengan pembedahan
Dilakukan apabila bentuk anatomis DSA tidak memungkinkan untuk
dilakukan pemasangan alat.
PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. Park MK. Pediatric Cardiology for Practitioner. 5th ed. Philadelpia:
Mosby;2008.h.161-66

2. Porter JC, Edwards, WD, Atrial Septal Defects. Dalam Allen HD,
KEPUSTAKAAN
Driscol DJ,Shady RE, Feltes TF, penyunting. Moss and Adams’ Heart
Disease in infant, Children, and adolescent. Philadelpia : Lippimcott
Williams and Wilkins, 2008.h.632-45.

TETANUS
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh
PENGERTIAN
Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran.
ANAMNESIS - Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan tali pusat
yang tidak steril, riwayat keluar cairan dari telinga (otitis media
supurativa kronik), atau adanya gangren gigi sebagai port d’entrée
- Riwayat anak tidak diimunisasi/imunisasi tidak lengkap, dan
tidak ada imunisasi tetanus pada
BUMIL/WUS.
- Gejala awal, pada anak besar didapatkan trismus (tidak bisa membuka
mulut) atau sulit menelan (disfagia) karena kekakuan otot masseter
- Anak atau bayi sadar
- Selain kekakuan bisa didapatkan kejang, baik kejang rangsang maupun
kejang spontan
- Ditanyakan waktu antara terjadinya trauma sampai munculnya gejala,
atau ditanyakan waktu saat sulit membuka mulut sampai terjadinya
kejang
PEMERIKSAAN - Penderita sadar
FISIK - Gejala kinik didominasi dengan kekakuan otot bergaris lokal, gejala
awal biasanya bayi tidak dapat menetek, mulut mencucu atau sulit
menelan pada anak yang lebih besar.
- Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opistotonus (ada sela antara
punggung pasien dengan alas, sat pasien ditidurkan), perut seperti
papan disusul dengan timbulnya kejang karena adanya rangsangan atau
kejang spontan
- Kekakuan ekstremitas yang khas : flexi pada tangan dan ekstensi pada
kaki (anggota gerak spastik/boxing position)
- Adanya penyulit : gangguan saraf otonom (hipertensi, takikardi,
hiperpireksia, hiperhidrosis, gangguan irama jantung sampai gangguan
hemodinamika.
- Derajat/Severitas penyakit Tetanus (Kriteria Surabaya): Derajat I
(tetanus ringan)
 Trismus
 Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
 Tidak dijumpai disfagia atau kejang
 Tidak dijumpai gangguan respirasi
- Derajat II (tetanus sedang)
 Trismus sedang
 Kekakuan umum makin jelas
 Dijumpai kejang rangsang tanpa kejang spontan
- Derajat IIIa (tetanus berat)
 Trismus berat
 Otot sangat spastic, timbul kejang spontan
 Takipnea, takikardi
 Apneic spell
- Derajat IIIb (Tetanus dengan gangguan saraf otonom)
 Gangguan otonom berat
 Hipertensi berat dan takikardi
 Hipotensi dan bradikarddi
 Hipertensi berat atau hipotensi berat

KRITERIA 1. Sesuai dengan anamnesa

DIAGNOSIS 2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik


DIAGNOSIS
Tetanus
KERJA
1. Trismus karena abses gigi/abses retrofaring/parafaring/peritonsiler
2. Sepsis neonatorum
DIAGNOSIS
3. Meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies
BANDING
4. Keracunan striknin, epilepsy, efek simpang fenotiasin, tetani
5. Hipokalsemia
Anamnesis dan gejala cukup khas sehingga sering tidak diperlukan
pemeriksaan penunjang, kecuali
dalam keadaan meragukan untuk membuat diagnosis banding.

PEMERIKSAAN 1. Pungsi Lumbal


PENUNJANG 2. Pemeriksaan darah rutin, preparat hapusan darah tepi atau biakan dan
uji kepekaan
3. Foto thoraks
4. Elektrolit serum dan gula darah acak, atas indikasi
TATA LAKSANA : Terapi Dasar Tetanus
1. Pemberian antibiotic
 Penisilin prokain 50.000 IU/kgBB/kali i.m tiap 12 jam
 Metronidasol loading dose 15 mg/kgbb/dalam 1 jam selanjutnya 7,5
mg/kgbb/x tiap 6 jam Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan
antibiotika yang sesuai.
2. Imunisasi aktif-pasif
 Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular.
Untuk neonatus bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan
Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m.
 Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat
bersamaan.
3. Anti konvulsi
Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan
dengan respon klinik (titrasi) :
 Bila datang dengan kejang diberi diazepam :
- neonatus bolus 5 mg iv
- anak bolus 10 mg iv
 Apabila datang tidak dalam keadaan kejang hanya diberikan
diazepam rumatan dengan menggunakan syringe pump dengan
dosis:
- Tetanus ringan : 0,8 cc/jam
- Tetanus sedang : 1,2 cc/jam
- Tetanus berat : 1,6 cc/jam
 Dosis rumatan maximal :
- anak 240 mg/24 jam
- neonatus 120 mg/24 jam
 Bila dengan dosis 240 mg/24 jam masih kejang (tetanus sangat
berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik,
dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/24 jam,
dengan atau tanpa kurarisasi .
 Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan
dicampur dalam botol cairan infus.
 Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain,
seperti magnesium sulfat, bilamana ada gangguan saraf
otonom. Magnesium sulfat diberikan dengan dosis 100mg /kg
BB/hari dalam drip dan bial perlu dinaikkan secara titrasi
sampai kejang berhenti. Tanda intoksikasi yang penting adalah
hilangnya reflex patella dan penurunan tekanan darah pada anak
besar
4. Perawatan luka atau port d’entre Dilakukan setelah pemberian
antitoksin dan antikonvusan
5. Terapi suportif
 Bebaskan jalan nafas
 Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan
&memindah-mindahkan posisi pasien)
 Pemberian oksigen
 Perawatan dengan stimulasi minimal
 Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat
dipasang sonde nasogastrik, asal tidak memperkuat kejang
 Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
 Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Pada tetanus ringan dan sedang


 Diberikan teraoi dasar tetanus
 Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan
aspirasi)
 Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi parenteral
Pada tetanus berat
 Terapi dasar seperti diatas
 Perawatan dilakukan di ICU seperti intubasi dan ventilator
 Balans cairan dilakukan secara ketat
 Apabila spasme sangat hebat, berikan pankuronium bromide
0,02 mg/kg IV, diikuti 0,05 mg/kg/kali tiap 2-3 jam
 Apabila terjadi aktifitas simpatis berlebihan, berikan ẞ blocker
seperti propanolol/ἁẞ blocker labetalol
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. Arnon SS. Tetanus dalam Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds)
Nelson Textbook of pediatrics, 17 ed. Philadelphia, Saunders, 2004 :
951.

2. Brook I, tetanus dalam Long SS, Pickering LK, Preber CG. Churchill
livingstone, New York, 2nd ed, 2003 : 981.

3. Bizzini B, 1979. Tetanus toxin. Microbiol Rev. 43 (2) : 224-40.

4. Cristie AB, 1987. Tetanus dalam infectious disease : Epi demiology and
clinical practice. 4th ed. Churchill living stone, Edenburgh, hal. 759-
786.

5. Irwantono FJ, Ismoedijanto, M. Faried Kaspan, Dwi Atmadji Soejoso.


Parwati SB, 1978. evaluasi klinik tetanus neonatorum selama 7 tahun.
KONIKA IV, Yogyakarta.

6. Ismoedijanto, Koeswardoyo, Dwi AS, S. Soegianto, IGN Gde Ranuh,


KEPUSTAKAAN
1981. Diazepam dosis tinggi pada tetanus neonatorum. Naskah lebgkap
diskusi kelompok tetanus neonatorum, KONIKA V, Medan.

7. Khoo BH, Lee EL, Lam KL, 1978. Neonatal tetanus treated with
high dozage diazepam. Arch Dis Childhood, 53 : 737-79.

8. Laurence DR, Webster RA, 1986. Pathologic physiology, pharmacology


and therapeutic of tetanus. Clin pharm therap 4 : 36-61.

9. Lowburry Ejl, 1971. Tetanus : Bacteriology, prophylaxis and treatment.


Folia traumatologica, Geigy, hal. 1-16.

10. Rizal Altway 2006. Perbandingan kriteria derajat berat penyakit


tetanus antara kriteraia Surabaya dan kriteria Ablett. Karya Akhir.

11. Ismoedijanto, Nasiruddin, B Wahyu. 2004. High dose diazepan in


treatment of severe tetanus. South East Asia Journal of Tropical
medicine and hygine.
TALASEMIA
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara


PENGERTIAN autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptida yang
menyusun molekul globin dalam hemoglobin.
• pucat
• gangguan nafsu makan
ANAMNESIS
• gangguan tumbuh kembang
• perut membesar
• anemia
• bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
PEMERIKSAAN
• dapat ditemukan ikterus
FISIK
• gangguan pertumbuhan
• splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
KRITERIA • riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
DIAGNOSIS
• darah tepi

- Hb rendah dapat mencapai 2-3 g%

gambaran morfologi eritrosit mikrositik hipokromik, sel target,


anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis
dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

- Retikulosit meningkat

• pemeriksaan khusus

- HbF meningkat: 20-90% Hb total

- Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar HbF.

- pemeriksaan pedigree: kedua orang tua pasien thalassemia mayor


merupakan trait (carrier) dengan HbA 2 meningkat (>3,5% dari Hb
total).

• pemeriksaan lain

- foto Ro tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis, diploe


melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks

- foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas
DIAGNOSIS
Talasemia
KERJA
• anemia defisiensi besi
DIAGNOSIS • anemia karena infeksi menahun
BANDING • anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
• anemia sideroblastik
• hapusan darah tepi
• pemeriksaan khusus
- Elektroforesis Hb
PEMERIKSAAN
- pemeriksaan pedigree
PENUNJANG
• pemeriksaan lain
- foto Ro tulang kepala
- foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
TATA LAKSANA : 1. MEDIKAMENTOSA
Pemberian iron chelating agent: diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 μg/l atau saturasi
transferin lebih 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kgBB/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap
selesai transfusi darah.
Deferiprone, dosis 50-75 mg/kgBB/hari, 3x/hari peroral, setiap hari.
Deferasirox, dosis 20-30 mg/kgBB/hari, 1x/hari peroral, setiap hari.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelat besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
Folic acid 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah.
2. BEDAH
Splenektomi dengan indikasi: Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi
gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan
bahaya ruptur. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan
transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (Packed Red Cell/PRC)
melebihi 250 ml/kgBB dalam satu tahun.
3. SUPORTIF
Transfusi darah:
Diberikan pada Hb «8 g/dL sampai kadar Hb 10-11 g/dL. Dengan keadaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC 10 ml/kgBB/hari.
. Lain-lain (rujukan sub spesialis, rujukan spesialisasi lainnya)
tumbuh kembang, kardiologi, gizi, endokrinologi, radiologi, gigi
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


1. Brozovic M, Henthorn J. Investigation of abnormal hemoglobins and
thalassemia. In; Dacie JV, Lewis SM, eds. Practical Hematology. 8th
ed. Churchill Livingstone Edinburgh, 1995: 249.

2. Cappellini N, Cohen A, Eleftheriou A, Piga A, Porter J. Guidelines for


the Clinical Management of Thalassemia. Thalassemia International
Federation, April 2000.

3. Eleftheriou A. Clinical Management of Thalassemia. In: Compliance to


Iron Chelation Therapy with Desferrosamine. Thalassemia
International Federation 2000: 14-6.
KEPUSTAKAAN
4. Miller DR, Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of
Infancy and Childhood. 5th ed. St. Louis; Mosby Co, 1997: 619.

5. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood. 2nd ed.
Philadelphia: WB Saunders, 2000: 979.

6. Wahidiyat I, Thalassemia dan Permasalahannya di Indonesia. Naskah


lengkap Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) Jakarta,
1999: 293-6.

7. Talasemia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak


Indonesia. 2010: 299-302

SERANGAN ASMA AKUT


No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Tanggal Terbit Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN
PRAKTEK
KLINIS
dr. M. Iqbal, Sp. A

Mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut:


timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman,
PENGERTIAN
setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien
dan/atau keluarganya.
Untuk memperkuat dugaan asma, anamnesis harus dilakukan dengan cermat
agar didapatkan riwayat penyakit yang tepat mengenai gejala sulit bernapas,
ANAMNESIS
mengi, atau dada terasa berat yang bersifat episodik dan berkaitan dengan
musim, serta adanya riwayat asma atau penyakit atopi pada anggota keluarga
- Vital sign
- Suhu tubuh
- Sesak napas, apakah terdapat sesak napas
PEMERIKSAAN
- Tanda gagal napas
FISIK
- Tanda infeksi penyerta/komplikasi
- Penilaian derajat serangan asma:
ringan/sedang/berat/mengancam jiwa

KRITERIA .

DIAGNOSIS Sesuai Pemeriksaan Fisik Dan Anamnesis


DIAGNOSIS
Serangan Asma Akut
KERJA
DIAGNOSIS -
BANDING
- Pemeriksaan Fungsi Paru: Peak Flow Meter, spirometer
- Analisis gas darah: pada asma dapat terjadi asidosis respiratorik
dan metabolic
PEMERIKSAAN
- Darah lengkap dan serum elektrolit
PENUNJANG
- Foto Toraks: pada asma umumnya tampak hiperaerasi, bisa
dijumpai komplikasi berupa atelektasis, pneumotoraks, dan
pneumomediastinum.
TATA LAKSANA : Serangan Asma Ringan
- Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik
(complete response), berarti derajat serangannya ringan.
- Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan,
pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat beta-agonis (hirupan
atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam.
- Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan
steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
- Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu
24-48 jam untuk evaluasi ulang tata laksana.
- Jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat
tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik
rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali,
pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang.

Serangan Asma Sedang


- Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien hanya
menunjukkan responparsial (incomplete response), kemungkinan
derajat serangannya sedang. Untuk itu, derajat serangan harus dinilai
ulang sesuai pedoman.
- Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu
diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan
asma sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon
dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari. (Evidence A)
- Walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat,
pasien yang akan diobservasi di RRS langsung dipasang jalur parenteral
sejak di unit gawat darurat (UGD).

Serangan Asma Berat


- Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan
respon (poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada
(penilaian ulang sesuai pedoman), pasien harus dirawat di ruang rawat
inap.
- Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi.
Kemudian dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto
- toraks.
- Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien
harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien dengan
serangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung
dibuat untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau
pneumomediastinum.
- Jika ada dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan koreksi terhadap asidosis.
- Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam. Dosis steroid
intravena 0,5-1 mg/kg BB/hari.
- Nebulisasi -agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-
2 jam; jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis,
jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam. (Evidence B)
- Aminofilin diberikan secara intravena dengan ketentuan sebagai
berikut:
o Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan
aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan
dalam dekstrosa 5% atau garam fisiologis sebanyak 20 ml,
diberikan dalam 20-30 menit.
o Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari
4 jam), dosis yang diberikan adalah setengah dosis inisial.
o Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan
dipertahankan sebesar 10-20 mcg/ml;Selanjutnya, aminofilin
dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.
o Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6
jam, sampai dengan 24 jam.
o Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian per oral.
o Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali obatbeta-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan
tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu,steroid oral dilanjutkan
hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk
evaluasi ulang tata laksana.
Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar
PaO2<60 mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg). Pada ancaman henti napas diperlukan
ventilasi mekanik.
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

 Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma


management and prevention. National Institute of Health. National
Heart, Lung, and Blood Institute; NIH publ. No. 02-3659, 2002
(revisi).
 Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric consensus
statement on the management of childhood asthma. Ped Pulmonol.
1998; 25:1-17.
KEPUSTAKAAN  Bush A. Chronic cough and/or wheezing in infants and children less
than 5 years old: diagnostic approaches. Dalam: Naspitz CK,
Szefler SJ, Tinkelman, DG, Warner JO, penyunting. Textbook of
pediatric asthma.An international perspective. London: Martin
Dunitz Ltd; 2001: h.99-120.
 Cartier A. Anti allergic drugs. In: O’Byme PM,Thomson NC, Ed.
Manual of asthma management, edisi ke-2, London: Saunders,
2001.h.197-201.

TUBERKULOSIS
No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Tanggal Terbit Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat


PENGERTIAN sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas.
- Nafsu makan kurang.
- Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun
- Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik yang lain
perlu disingkirkan dahulu, seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus,
atau malaria).
- Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal, atau
tempat lain.
- Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri
dada.

Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan


ANAMNESIS
pengobatan baku atau perut membesar karena cairan atau teraba massa dalam
perut.

Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal,


seperti:
- Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau
pembengkakan sendi.
- Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP), dapat terjadi gejala iritabel,
leher kaku, muntah-muntah, dan kesadaran menurun.
- Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma.
- Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau inguinal.
Lesi flikten di mata.
PEMERIKSAAN - Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis
yang khas.
- Antropometri
- Suhu subfebris
- Kelainan pada pemeriksaan fisis baru dijumpai jika TB
mengenai organ tertentu.
- TB vertebra: gibbus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia.
FISIK
- TB koksae atau TB genu: jalan pincang, nyeri pada pangkal
paha atau lutut.
- Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) multiple
- Meningitis TB
- Skrofuloderma
- Konjungtivitis fliktenularis.
KRITERIA
Sesuai Pemeriksaan Fisik Dan Anamnesis
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Serangan Asma Akut
KERJA
DIAGNOSIS -

BANDING
- Uji tuberculin
- Foto thorax anterior-posterior
- Pemeriksaan mikrobiologik
PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan patologi
PENUNJANG
- Pemeriksaan serologi
- Funduskopi
- Foto tulang dan pungsi pleura
TATA LAKSANA : Terapi TB terdiri dari dua fase, yaitu:
- Fase intensif: 3-5 OAT selama 2 bulan awal:
- Fase lanjutan dengan paduan 2 OAT (INH-rifampisin) hingga 6-12
bulan.

o Pada anak, obat TB diberikan secara harian (daily) baik pada fase
intensif maupun fase lanjutan.
o TB paru: INH, rifampisin, dan pirazinamid selama 2 bulan fase intensif,
dilanjutkan INH dan rifampisin hingga genap 6 bulan terapi (2HRZ –
4HR).
o TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstra paru:4-5 OAT
selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan dengan INH dan rifampisin
hingga genap 9-12 bulan terapi.
o TB kelenjar superfisial: terapinya sama denganTB paru.
o TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednison 1-2 mg/kgBB/hari
selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan bertahap (tappering off)
selama 2 minggu, sehingga total waktu pemberian 1 bulan
o Kelompok risiko tinggi memerlukan medikamentosa profilaksis.
o Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi pada kelompok yang
mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa dengan uji BTA
positif.
o Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit TB pada
kelompok yang telah terinfeksi TB tapi belum sakit TB.
o Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun obat dan
dosis yang digunakan sama yaitu INH 5-10 mg/kgBB/hari. Profilaksis
primer diberikan selama kontak masih ada, minimal selama 3 bulan.
Pada akhir 3 bulan dilakukan uji tuberculin ulang. Jika hasilnya negatif,
dan kontak tidak ada, profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi
tuberkulin menjadi positif, dievaluasi apakah hanya terinfeksi atau
sudah sakit TB. Jika hanya infeksi profilaksis primer dilanjutkan
sebagai profilaksis sekunder. Profilaksis sekunder diberikan selama 6-
12 bulan yang merupakan waktu risiko tertinggi terjadinya sakit TB
pada pasien yang baru terinfeksi TB.

Bedah
- TB paru berat dengan destroyed lung untuk lobektomi atau
pneumektomi.
- TB tulang seperti spondilitis TB, koksitis TB, atau gonitis TB.
- Tindakan bedah dapat dilakukan setelah terapi OAT selama minimal 2
bulan, kecuali jika terjadi kompresi medula spinalis atau ada abses
paravertebra tindakan bedah perlu lebih awal.
Ad vitam : dubia ad bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

 Lincoln EM, Sewell EM.Tuberculosis in children. New York:


McGraw-Hill Book Company Inc, 1963.
 Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DS. Buku ajar respirologi
KEPUSTAKAAN
anak, edisi pertama, Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008.
 Rahajoe NN, Basir D, Makmun MS, Kartasasmita CB. Pedoman
nasional tuberculosis anak, edisi ke-2, Jakarta: UKK Respirologi PP
IDAI, 2008.

URTIKARIA DAN ANGIODERMA


No. Dokumen No. revisi Halaman
A 1
Ditetapkan oleh
Direktur
PANDUAN Tanggal Terbit
PRAKTEK
KLINIS

dr. M. Iqbal, Sp. A

Urtikaria adalah erupsi kulit menyeluruh, menonjol, berbatas tegas, umumnya


berbentuk bulat, gatal, eritematus, dan berwarna putih di bagian tengah bila
PENGERTIAN
ditekan. Angioedema adalah pembengkakan asimetris, non pitting, dan
umumnya tidak gatal.
ANAMNESIS - Adanya bentol kemerahan pada kulit yang umumnya mudah dikenali
bahkan oleh orangtua pasien.
- Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya
- Faktor pencetus
- Riwayat sakit sebelumnya: demam, keganasan, infestasi cacing
- Riwayat pengobatan untuk episode yang sedang berlangsung
- Riwayat atopi dan riwayat sakit lain pada keluarga: mastositosis

- Pada pemeriksaan fisis ditemukan lesi kulit berupa bentol


kemerahan yang memutih di bagian tengah bila ditekan.
- Distribusi lesi pada daerah yang kontak dengan pencetus, pada
badan saja, dan jauh dari ekstremitas, atau seluruh tubuh.
- Bentuk lesi yang mirip, bintik kecil-kecil di atas daerah
kemerahan yang luas pada urtikaria kolinergik.
- Hati-hati dengan angioedema, adanya distres napas, adanya
kolik abdomen, suhu tubuh meningkat bila lesi luas,dan tanda
PEMERIKSAAN
infeksi fokal yang mencetuskan urtikaria
FISIK - Pada urtikaria kronik
Hal terpenting pada urtikaria kronik adalah mencari bukti dan
pola yang menunjukkan penyakit lain yang mendasari,
misalnya, mastositosis yang terjadi pada kisaran usia 2 tahun
pertama dengan predileksi pada tubuh (bukan ekstremitas);lesi
yang menghilang apabila dilakukan eliminasi diet tertentu,
seperti pada penyakit seliak, yaitu urtikaria menghilang setelah
diberi diet bebas gluten.
KRITERIA
Sesuai Pemeriksaan Fisik Dan Anamnesis
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Urtikaria dan Angioderma
KERJA
DIAGNOSIS -
BANDING
PEMERIKSAAN - Yang mungkin perlu dilakukan adalah mendokumentasi lesi
PENUNJANG pada saat terjadi pembengkakan
- Pemeriksaan dilakukan sesuai indikasi untuk membantu
menentukan jenis/ mencari penyebab
- Pemeriksaan rutin: darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap
untuk mencari penyebab dasar, terutama pada urtikaria kronik.
Contohnya, pada pasien dengan eosinofilia, pemeriksaan ova
dan parasit tinja sebaiknya dilakukan karena infeksi cacing
berhubungan dengan terjadinya urtikaria.
- Biopsi kulit bila terdapat kecurigaan vaskulitis urtikaria, yaitu
lesi menetap lebih dari 24 jam, meninggalkan warna kecoklatan
(berpigmen) atau tampak seperti purpura, dan rasa panas yang
menonjol dibandingkan gatal.
- Pemeriksaan Ig E bila curiga atopi.
- Uji kulit terhadap alergen bila diduga pencetus adalah reaksi
terhadap makanan atau obat.
- Uji provokasi bila penyebab dicurigai makanan atau obat.
- Uji es tempel jika pasien dicurigai mengalami urtikaria dingin,
yaitu bila lesi timbul setelah terpapar stimulus dingin
- Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada
urtikaria adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:
- Antihistamin H1 generasi I, misal klorfeniramin maleat dengan dosis:
0,25 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau antihistamin HI generasi
II yang kurang sedative
- dibandingkan yang generasi I. Contoh: setirizin dengan dosis: 0,25
mg/kgBB/kali (usia<2 tahun: 2 kali per hari; >2 tahun: 1 kali perhari)
TATA LAKSANA : - Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5 mg/kgBB/kali, 3 kali
sehari dapat membantu efektifitas antihistamin I.
- Adrenalin 1:1000,0,01 ml/kg (maksimum 0,3 ml) intramuskular
diberikan bila urtikaria/ angiodedema luas atau meluas dengan cepat
atau terdapat distres pernapasan
- Kortikosteroid jangka pendek ditambahkan bila urtikaria disertai
angioedema, atau bila urtikaria diduga berlangsung akibat reaksi alergi
fase lambat.
- Leukotriene pathway modifiers
Ad vitam : bonam

PROGNOSIS Ad sanationam : bonam

Ad fungsionam : bonam
KEPUSTAKAAN
 Lincoln EM, Sewell EM.Tuberculosis in children. New York:
McGraw-Hill Book Company Inc, 1963.
 Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DS. Buku ajar respirologi
anak, edisi pertama, Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008.
 Rahajoe NN, Basir D, Makmun MS, Kartasasmita CB. Pedoman
nasional tuberculosis anak, edisi ke-2, Jakarta: UKK Respirologi PP
IDAI, 2008.

You might also like