Professional Documents
Culture Documents
MUHAMMAD NATSIR
(Tokoh Pemikiran Pembaharuan Islam Di Indonesia)
A. Biografi
1
Luth, Thohir (1999). M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani, hal. 21-23
2
ibid.
3
Dzulfikriddin, M. (2010). Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia: Peran dan Jasa Mohammad Natsir
dalam Dua Orde Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Bandung: Mizan, hal. 19-20
4
Luth, Thohir (1999)…, hal. 23-24
Artikel Pemikiran Modern by Zulfitra AJ
Pada 20 Oktober 1934, Natsir menikah dengan Nurnahar di Bandung. Dari pernikahan
tersebut, Natsir dikaruniai enam anak. Natsir juga diketahui menguasai berbagai bahasa,
seperti Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Arab, dan Esperanto. Ia meninggal pada 6 Februari
1993 di Jakarta, dan dimakamkan sehari kemudian.5
Natsir banyak bergaul dengan pemikir-pemikir Islam, seperti Agus Salim; selama
pertengahan 1930-an, ia dan Salim terus bertukar pikiran tentang hubungan Islam dan negara demi
masa depan pemerintahan Indonesia yang dipimpin Soekarno. Pada tahun 1938, ia bergabung
dengan Partai Islam Indonesia, dan diangkat sebagai pimpinan untuk cabang Bandung dari tahun
1940 sampai 1942.6 Ia juga bekerja sebagai Kepala Biro Pendidikan Bandung sampai tahun 1945.
Selama pendudukan Jepang, ia bergabung dengan Majelis Islam A'la Indonesia (lalu berubah
menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi), dan diangkat sebagai salah satu ketua
dari tahun 1945 sampai ketika Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia dibubarkan oleh Presiden
Soekarno pada tahun 1960.7
5
Ibid. hal. 27
6
Luth, Thohir (1999)…, hal. 23-24
7
Noer, Deliar (2012). In Jaap Erkelens. Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hal. 155
8
Fadillah, Ramadhian (April 2013). "Mengenang M Natsir, ulama besar dan sebenar-benarnya jihad". Dalam
Merdeka.
9
Luth, Thohir (1999)…, hal. 24-25
10
Noer, Deliar (2012)…, hal. 124-128
Artikel Pemikiran Modern by Zulfitra AJ
Islam sebagai ideologi seraya memuji sekularisasi yang dilakukan Mustafa Kemal
Ataturk di Kesultanan Utsmaniyah, sedangkan Natsir menyayangkan hancurnya Kesultanan
Utsmaniyah dengan menunjukkan akibat-akibat negatif sekularisasi.11 Juga, Natsir
mengkritik Soekarno bahwa dia kurang memperhatikan kesejahteraan di luar Pulau
Jawa. Menurut Hatta, sebelum pengunduran diri Natsir, Soekarno selaku presiden sekaligus
ketua Partai Nasionalis Indonesia (PNI) terus mendesak Manai Sophiaan serta para menteri dan
anggota parlemen dari PNI untuk menjatuhkan Kabinet Natsir, dan tidak mendukung kebijakan-
kebijakan yang diusulkan oleh Natsir dan Hatta.
Setelah dibebaskan dari penjara, Natsir kembali terlibat dalam organisasi-organisasi Islam,
seperti Majelis Ta'sisi Rabitah Alam Islami dan Majelis Ala al-Alami lil Masjid yang berpusat
di Mekkah, Pusat Studi Islam Oxford (Oxford Centre for Islamic Studies) di Inggris, dan Liga
Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) di Karachi, Pakistan.
Di era Orde Baru, ia membentuk Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ia juga
mengkritikisi kebijakan pemerintah, seperti ketika ia menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980,
yang menyebabkan ia dilarang pergi ke luar negeri. 12 Soeharto menganggap orang yang
mengkritik dirinya sebagai penentang Pancasila. Ia ikut menandatangani Petisi tersebut bersama
dengan Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, dan lain-lain. Akibat dilarangnya ia pergi ke luar
negeri, banyak seminar yang tidak bisa diikutinya.13 Natsir menolak
kecurigaan Soeharto terhadap partai-partai, terutama partai Islam. Apalagi Opsus (Operasi
Khusus) yang berada di bawah pimpinan langsung Soeharto juga ikut dikritisi. Padahal, badan
11
Khouw, Ida Indawati (Agustus 2008). "In search of Mohammad Natsir's spirit in Islamic Revivalism". Dalam The
Jakarta Post
12
Luth, Thohir (1999)…, hal. 25-26
13
Fadillah, Ramadhian (April 2013)…
Artikel Pemikiran Modern by Zulfitra AJ
intel inilah yang meminta Natsir dalam memulai hubungan dengan Malaysia dan Timur
Tengah setelah naiknya Soeharto. 14
C. Pemikiran
Mohammad Natsir tokoh Islam kontemporer dunia Islam, mujahid yang menerjuni
pertarungan sengit di setiap jenjang, dan politikus piawai. Ketika memegang jabatan-jabatan
penting di negara, ia mencurahkan segenap kemampuan untuk menjadikan Islam sebagai system
pemerintahan Indonesia dan melawan orang-orang yang menghalangi tegaknya Islam dari
kalangan penyeri sekulerisme, komunisme, atau para kaki tangan barat maupun timur. Pidato
berjudul “Pilihlah Satu dari Dua Jalan : Islam atau Atheis” yang ia sampaikan di parlemen
Indonesia dan dipublikasikan majalah Al Muslimun mempunyai pengaruh besar pada anggota
parlemen dan masyarakat muslim Indonesia.15
Natsir mengkritik keras pandangan Soekarno tentang pemisahan agama dengan negara.
Natsir meyakini perlunya membangun negara yang diinspirasikan oleh nilai- nilai Islam. Orang
Islam, kata Natsir, mempunyai falsafah hidup dan idiologi sebagaimana agama atau paham yang
lain, dan falsafah serta idieologi itu dapat disimpulkan dalam satu kalimat al-Qur’an :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
(QS Addzaryiat : 56). Beliau mengatakan “Oleh karena itu segala aktivitas muslim untuk
berbangsa dan bernegara harus ditujukan untuk pengabdian kepada Allah. Yang tentunya
berbeda dengan tujuan mereka yang berpaham netral agama. Untuk itu, Tuhan memberi berbagai
macam aturan mengenai hubungan dengan Tuhan dan aturan menegenai hubungan di antara
sesama makhluk yang berupa kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak dan kewajiban. Itulah
sebenarnya yang oleh orang sekarang disebut urusan kenegaraan. Yang orang sering lupa ialah
bahwa pengertian agama menurut Islam bukanlah hanya urusan ibadatsaja, melainkan meliputi
semua kaidah dan hudud dalam muamalah dalam masyarakat. Dan semuanya sudah tercantum
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah”.16 Untuk menjaga agar segala peraturan itu dilaksanakan
14
, Deliar (2012)…, hal. 169-171
15
Hasanalbanna.com
16
Supardi (2006) Konsep Negara Menurut Mohammad Natsir Dan Upaya Mewujudkannya Di Indonesia (1928 –
1959). Skripsi
Artikel Pemikiran Modern by Zulfitra AJ
dengan baik, diperlukan suatu kekuatan dalam pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara,
karena sebagaimana buku undang-undang yang lain, Al-Qur’an pun tak dapat berbuat apapun
dengan sendirinya.
Sebagai contoh, Islam mewajibkan agar orang Islam membayar zakat sebagaimana
mestinya. Bagaimana undang-undang kemasyarakatan ini mungkin berlaku dengan beres, kalau
tidak ada pemerintah yang mengawasi berlakunya? Islam melarang zina, judi, minum arak yang
merupakan penyakit masyarakat yang menggerokoti sendi-sendi pergaulan hidup. Bagaimana
larangan itu dapat dilaksanakan kalau negara bersikap masa bodoh saja dengan alasan negara netral
agama?.Ringkasnya, kata Natsir, “Bagi kita kaum Muslimin, Negara bukanlah suatu badan yang
tersendiri yang menjadi tujuan. Dan dengan Persatuan Agama dan Negara kita maksudkan,
bukanlah bahwa Agamaitu cukup sekedar dimasuk-masukkan saja disana sini kepada Negara itu.
Bukan begitu! Negara, bagi kita, bukan tujuan, tetapi alat. Urusan kenegaraan pada pokoknya
dan pada dasarnya adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan, satu intergreered deel dari
Islam. Yang menjadi tujuan ialah kesempurnaan berlakunya undang-undang Ilahi, baik yang
berkenaan dengan perikehidupan manusia sendiri (sebagai individu), ataupun sebagai anggota dari
masyarakat. Baik yang berkenaan dengan kehidupan dunia yang fana ini, ataupun yang
berhubungan kehidupan akhiran kelak.17
Dalam dakwah dan perjuangannya membangun bangsa, Natsir selalu menitik beratkan
perjuangan melalui pendidikan. Ia mengatakan dunia pendidikan adalah bagian dari kekuatan
Umat Islam yang harus senantiasa dijaga, dipikirkan dan diberdayakan. Ada tiga kekuatan untuk
memberdayakan umat, yaitu masjid, kampus, dan pesantren. Ini adalah basis pendidikan untuk
membangun kekuatan Islam, maka perlu diperhatikan dan dikembangkan. 18
Kaitannya dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Islam, Natsir memiliki enam rumusan
penting. Pertama, pendidikan harus berperan sebagai sarana membimbing manusia agar dapat
mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna. Kedua,
pendidikan diarahkan untuk menjadikan anak didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan
17
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16149/5/Chapter%20I.pdf.Pemikiran Politik Natsir.
18
Nasar, M. Fuad (Desember 2009) “Profil Pahlawan Kemerdekaan Nasional”, dalam Jurnal Ikhlas Beramal, hal. 29
Artikel Pemikiran Modern by Zulfitra AJ
mencapai akhlak yang sempurna. Ketiga, pendidikan harus berperan sebagai sarana menghasilkan
menusia jujur dan benar ( bukan pribadi yang hipokrit ). Keempat, pendidikan agar berperan
membawa manusia mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba Allah Swt. Kelima,
pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam segala perilakunya selalu menjadi rahmat
bagi seluruh alam. Keenam, pendidikan harus benar-benar dapat meningkatkan sifat-sifat
kemanusiaan bukan sebaliknya meniadakan atau berperilaku menyesatkan yang dapat merugikan
orang lain dan lingkungan.19
Pada intinya, Pendidikan islam seharusnya tidak perlu memandang (dikotomi) antara
keilmuan agama dan umum. Semestinya pendidikan Islam harus bisa mengintegralakan dan
mensejajarkan keilmuan tersebut, karena bagi Natsir semua ilmu pengetahuan tidak ada yang
berdiri sendiri, namun semua dari Tuhan. Selain itu, dalam proses pendidikan, pendidikan tauhid
dan akhlak bagi anak merupakan sesuatu yang sangat pundamental untuk dikembangkan. Hidup
merupakan suatu perjalanan untuk mendekatkan diri dan tunduk patuh terhadap perintah Allah
SWT, maka itu lah yang harus menjadi tujuan dasar dari pendidikan islam.20
Sebagai seorang pemikir dan juga seorang politikus, Muhammad Natsir banyak mengarang
buku-buku sehingga dia juga dikenal sebagai seorang guru ataupun pendidik. Diantaranya buku-
buku karangannya banyak yang telah diterjemahkan dalam bahasa Arab, bukunya yang paling
terkenal adalah Fiqhud Da’wah dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih salah Satu dari Dua Jalan.
Berikut beberapa karya Muhammad Natsir21 :
Shaum (Puasa)
Al Maratul Muslimah wa Huququha (Hak-hak Wanita Muslimah)
Al Hadharah Al Islamiyah (Peradaban Islam)
Al Bina’ Wastahl Anqadh (Membangun di Tengah Reruntuhan)
At Tarkib At Thabaqi lil Mujtama’ (Struktur Sosial Masyarakat)
Ats Tsaurah Al Indonesia (Revolusi Indonesia)
Qadhiyatu Falisthin (Masalah Palestina)
Hal Yumkinu Fashlud Din ‘Anis Siyasah? (Mungkinkah Agama dipisahkan dari Politik?)
Ishlamul Islam Fil Silmi Al ‘Alami (Sumbangsih Islam pada Perdamaian Internasional)
19
Nata, Abuddin (1995) Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Gaya Media Pratama, hal. 81
20
http://NGOPI.COM%20%20Telaah%20Pemikiran%20Muhammad%20Natsir.htm
21
Hasanalbanna.com
Artikel Pemikiran Modern by Zulfitra AJ
Al Mal Was Sulthan Wal Amanatun (Harta dan Kekuasaan adalah Amanah)
Ibdzarul Budzur (Taburlah Benih)
Al Islam Wan Nashraniyah Fi Indonesia (Islam dan Kristen di Indonesia)
Thuba lil Ghuraba (Berbahagialah Orang-orang yang Terasing)
Al Yadul Lati Lam Yataqabbalaha Ahad (Tangan yang Belum Dicium oleh Seorang pun)
Al Iman Mashdarul Quwwah Azh Zhahirah Wal Bathinah (Iman Sumber Kekuatan Lahir
Batin)
Al Khaufu Wal Isti’mar (Ketakutan dan Penjajahan)
Hina La Yustajabud Du’a (Ketika Doa Tidak Dikabulkan)
Ad Dinu Wal Akhlak (Agama dan Moral)
Ad Da’watu Wal Inma (Dakwah dan Perkembangan)
Khuthbah Idul Fithri
Ma’al Ilam Nahwa Indunisia Al Mustaqbalah (Bersama Islam menuju Indonesia Masa
Depan)
Tahta Zhilalir Risalah (Di Bawah Naungan Risalah)
Zayyinud Dunya bi A’malikum Wa Adhiul ‘Ashra bi Imanikum (Hiasi Dunia dengan Amal
Kalian dan Sinari Masa dengan Iman Kalian)
Ahyu Ruhul Mitsaliyah Wat Tadhiyah Marratan Ukhra (Hidupkan Kembali Semangat
Keteladanan dan Pengorbanan)
Al Islam Wa Hurriyatul Fikr (Islam dan Kebebasan Berfikir)
Al Islam Ka Asasid Daulah (Islam Sebagai Dasar Negara)
Islam sebagai Idiologi
Al Qalaqur Ruhi Fi Dirayil Gharb (Kegelisahan Batin di Negeri-negeri Barat)
Al Masjid wal Qur’an Wal Indhibath (Masjid, Qur’an, dan Kedisiplinan)
Ats Tsaqafah Al Islamiah
E. Kesimpulan