Professional Documents
Culture Documents
TESIS
Oleh:
Pembimbing :
Prof. Paulus Pramono Rahardjo, Ph.D
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR GRAFIK XV
BAB I PENDAHULUAN 1
iii
2.3 Analisis Hazard Gempa 41
2.3.1. Pendahuluan 41
iv
3.4.5 Elemen Ujung Tiang 112
4.7 Perbandingan Hasil Analisis Model Midas Gts Dengan Etabs 177
LAMPIRAN
v
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5 Pergesekan antar 2 lempeng menimbulkan slip dan gempa setelah kuat
Gambar 8 Gempa yang bersumber pada daerah subduksi dan back arch thrust 20
Gambar 9 Back arch thrust pada pulau Bali akibat subduksi lempeng Indo-
Australia 21
Gambar 11 Plot Semua Sumber Gempa tahun 1900 -2007 (All Shocks) 24
vii
Gambar 20 : Strike‐slip fault (BF= Batee fault); 2: Spreading Center; 3:
McCann, 1987) 36
Gambar 22 Peta Batimetri Sekitar Selat Sunda dan Karakteristik Geologi dan
Gambar 25 Distribusi episenter kejadian gempa sebelum disortir (all shock) antara
viii
Gambar 38 Konsep Respons Spektrum (1) 81
Gambar 58 Model Bangunan 16 lantai 3 layer tanah tampak depan pada Midas
GTS 116
Gambar 59 Model Bangunan 16 lantai 3 layer tanah tampak 3D Midas GTS 117
Gambar 60 Model Bangunan 16 lantai 3 layer tanah tampak 3D pada Midas GTS
118
ix
Gambar 61 Model Bangunan 16 lantai tampak depan pada ETABS 119
Gambar 63 Model Bangunan 12 lantai 3 layer tanah tampak depan pada Midas
GTS 120
Gambar 64 Model Bangunan 12 lantai 3 layer tanah tampak 3D pada Midas GTS
121
Gambar 65 Model Bangunan 12 lantai 3 layer tanah tampak 3D pada Midas GTS
122
Gambar 68 Model Bangunan 8 lantai 3 layer tanah tampak depan pada Midas
GTS 124
Gambar 69 Model Bangunan 8 lantai 3 layer tanah tampak 3D pada Midas GTS
125
Gambar 70 Model Bangunan 8 lantai 3 layer tanah tampak 3D pada Midas GTS
126
Gambar 78 Meshing untuk profil Struktur Balok , Kolom dan Pile ( Elemen 1
Dimensi ) 144
x
Gambar 79Meshing untuk profil Struktur Plat Lantai dan Shearwall ( Elemen 2
Dimensi ) 144
Gambar 100 Denah 8 Lantai pada ETABS Lantai Dasar sampai Atap (typical) 163
xi
Gambar 103 Denah 12 Lantai pada ETABS Lantai Dasar sampai Atap (typical)
165
Gambar 106 Lantai pada ETABS Lantai Dasar sampai Atap (typical) 167
Gambar 113 Kurva Respon Spectra Wilayah 3 untuk Tanah Lunak dan Tanah
Sedang 172
Gambar 114 Kurva Respon Spectra Wilayah 3 untuk Tanah Lunak pada Program
ETABS 173
Gambar 115 Kurva Respon Spectra Wilayah 3 untuk Tanah Sedang pada Program
ETABS 174
Gambar 116 Grafik Time History Mega Trust pada Program ETABS 175
Gambar 117 Grafik Time History Shallow Crustal pada Program ETABS 176
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi gempa dengan magnitudo M > 6 antara tahun 1900 – 1970
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4 Perbandingan Shear Story untuk tanah sedang terhadap Beban Seismic
Arah X 182
Grafik 5 Perbandingan Shear Story untuk tanah sedang terhadap Beban Seismic
Arah Y 183
Grafik 9 Perbandingan Shear Story untuk tanah lunak terhadap Beban Seismic
Arah X 190
Grafik 10 Perbandingan Shear Story untuk tanah lunak terhadap Beban Seismic
Arah Y 190
xv
DAFTAR NOTASI
Rasio Poisson
G Modulus Geser
Cu Parameter kuat geser tanah , Kohesi Tanah terutama pada tanah lempung
u Vektor displacement
p Vektor beban
2 Nilai Eigen
f Frekuensi alami
T Periode alami
wg Percepatan tanah
xvi
m Vektor modal ke m pada lokasi x
xvii
BAB I Pendahuluan
PENDAHULUAN
tetap baik berupa jepit ataupun sendi. Selanjutnya hasil reaksi dari model
struktur bangunan tersebut dikerjakan pada suatu model pondasi baik parsial
per titik kolom ataupun beberapa titik yang digabung menjadi 1 pondasi.
Pemodelan tersebut berlaku baik untuk beban gravitasi maupun beban gempa.
gempa yang diserap oleh bangunan akan lebih kecil dibanding dengan
1
Gambar 1 Model struktur menggunakan tumpuan tetap
2
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (Pasal 7.15 dan bab 13) yang
mengadopsi ASCE 2010 (Bab 19) gaya geser gempa dapat direduksi hingga
damping efektif dibedakan menjadi 2 kondisi pada tanah secara umum dan
tanah lunak maka perubahan damping dipengaruhi juga oleh kedalaman dan
kecepatan gelombang geser tanah lunak. Dalam New Zealand Standard NZS
4203:1992 (Code Practice for General Structural Design and Design Loading
tanah struktur dalam perencanaan suatu bangunan terhadap gaya gempa, hanya
disebutkan dalam pasal 4.11.1.2 disebutkan jika disipasi energi terjadi melalui
performance bangunan.
Hal lain yang menguatkan dugaan bahwa pengabaian interaksi tanah struktur
elastoplastis baik yang terjepit (Newmark & Hall, 1973; Ridell & Newmark,
1979; Hidalgo & Arias, 1990) maupun pada sistem tumpuan fleksibel
(Ciampoli & Pinto, 1995; Elnashai & Mc Clure, 1996) dimana kebutuhan
3
daktilitas berkurang seiring peningkatan perioda struktur. Sebaliknya analisis
bandul pada deposit tanah lunak (Miranda & Bertero, 1994) menunjukkan hasil
Pada studi beberapa kasus gempa yang terjadi menunjukkan pengaruh interaksi
dimana bangunan 10-12 lantai yang didirikan diatas tanah lunak banyak
mengalami kerusakan akibat peningkatan waktu getar dari 1.0 detik (dengan
model tumpuan jepit) menjadi 2.0 detik (dengan interaksi tanah struktur –
Resendiz dan Roesset, 1985). Pada kasus kegagalan Rute 3 (Seksi Fukae) -
struktur yang merugikan (Gazetas dan Mylonakis, 1998; Mylonakis et al, 2000).
Oleh karena itu, studi interaksi tanah struktur akibat gaya gempa juga perlu
dilakukan secara intens terutama karena Indonesia yang merupakan salah satu
daerah dengan aktivitas gempa yang tinggi akibat posisinya yang berada pada
dimana menurut data-data gempa dalam rentang waktu antara taghun 1897-
4
2000 terjadi sekitar 8237 kejadian gempa dengan magnitudo Ms > 5. Dengan
2004), Jogya (27 Mei 2006) dan Padang (7.9SR, 30 September 2009),
peraturan gempa yang baru di Indonesia yang secara umum mengadopsi ASCE,
perlu menjadi perhatian para praktisi untuk memperoleh situs respons spektra
pada lokasi dimana bangunan akan didirikan terutama bangunan tingkat tinggi
yang memerlukan keandalan yang baik dalam merespons gempa yang mungkin
terjadi. Di Jakarta sendiri saat ini baru ada rencana dilakukan pembuatan
tanah dasar di kedalaman 300 m untuk pembuatan respons gempa batuan dasar
tanah dasar yang terbentuk dari proses sedimentasi terutama pada kota-kota
secara keseluruhan.
5
Gambar 2 Data episenter di Indonesia dengan M > 5.0 (1900-2009).
komersial Midas GTS yang dapat memodelkan tanah dengan struktur secara 3
pemodelan suatu bangunan secara lengkap dengan model tanah dapat teratasi
disamping pemodelan tanah yang meliputi kuat geser dan modulus elastisitas
6
Dalam Midas GTS, analisis tegangan statis bisa dilakukan baik dalam perilaku
dan model elasto-plastik. Pada saat analisis tegangan statik linier dilakukan
pada pondasi atau struktur yang dimodel sebagai material nonlinier, Midas
GTS secara internal mengubah model material menjadi linier dan melakukan
analisis tegangan linier, dimana dalam analisis tegangan statik linier mode
elastik linier mengikuti Hukum Hooke, analisis elastik nonlinier dan analisis
umumnya adalah damping radiasi yang ditimbulkan oleh pondasi yang tidak
7
struktur dengan friksi material, damping radiasi mengurangi energi kinetik
Penulisan tesis ini bertujuan untuk melakukan studi perilaku struktur bangunan
yang berlaku atau sebaliknya untuk kondisi tanah atau bangunan tertentu
Dengan studi perilaku ini, maka diharapkan dapat dibuat suatu kesimpulan
8
tanah struktur bangunan tetap diabaikan untuk menyederhanakan model
perencanaan struktur.
program Midas GTS dimana analisis gempa bersifat elasto-linier dengan beban
tanah pada lapisan tanah lunak (Proyek Green Bay) dan sedang (Proyek
bangunan portal terbuka dengan dinding geser 8 lantai, 12 lantai dan 16 lantai
yang mewakili bangunan dengan waktu getar alami 1 detik, 2 detik dan 3 detik
a. Studi teoritis mengenai pengunaan dan metoda analisis batterpile pada tanah
lunak.
perilaku batterpile akibat beban axial dan kombinasi dengan beban lateral.
9
c. Memberikan kesimpulan pengaruh kemiringan tiang terhadap prilaku
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang, maksud dan tujuan penulisan, ruang
BANGUNAN
gelombang gempa di batuan dasar, analisis hazard gempa dan respons analisis
BANGUNAN ATAS
Bab ini membahas penentuan kondisi jenis tanah dan struktur bangunan atas,
struktur melalui pondasi tiang pancang, dasar teori dan keandalan Midas GTS.
10
BAB IV. STUDI KASUS MODEL INTERAKSI TANAH – STRUKTUR
dengan tumpuan tetap melalui beban riwayat waktu dan respons percepatan
absolut horizontal, respons gaya geser dasar dan gaya geser tingkat dan respons
Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari pemodelan interaksi tanah
struktur berbagai model bangunan pada jenis tanah sedang dan lunak dengan
bertumpu pada tumpuan tetap. Dari kesimpulan hasil analisis, maka dapat
11
12
BAB II BEBAN PERCEPATAN GEMPA PADA STRUKTUR B ANGUNAN
Gempa bumi merupakan kejadian alam yang tidak dapat dihindarkan oleh manusia,
terutama akan berpengaruh pada bangunan yang didirikan dan ditinggali oleh
korban jiwa dan material yang besar bila tidak diantisipasi dengan baik. Indonesia
merupakan salah satu daerah dengan aktivitas gempa yang tinggi akibat posisinya
yang berada pada pertemuan empat lempeng tektonik utama, yaitu lempeng
Dari jumlah kejadian gempa yang merusak di beberapa negara dengan gempa pada
skala Richter M > 6 antara tahun 1900 - 1970, Indonesia menempati posisi ke 2
Gempa bumi adalah suatu gerakan tiba-tiba atau rentetan gerakan tiba-tiba
dari tanah dan batuan yang bersifat transient dan berasal dari suatu daerah
13
regangan elastik. Jenis ini paling banyak menimbulkan kerusakan
mengalami evolusi pergeseran selama 220 juta tahun dari 1 benua Pangaea
bukti nyata pergerakan relatif kerak bumi menjadi Teori Pelat Tektonik.
yang sangat tinggi (5000oC) dengan bagian lempeng bumi yang padat
(kurang dari 300oC), maka terjadi arus konveksi pada mantel dibawah
pada lempeng sehingga terjadi akumulasi energi. Hingga pada suatu saat
bergesekan dan terjadi slip dan pelepasan energi secara cepat dalam bentuk
gelombang sehingga terjadi getaran gempa yang menjalar dari pusat gempa
jarak sejauh 400 km. Gempa bumi terjadi bila kekuatan geser batuan tidak
Pada saat terjadi subduksi suatu lempeng ke bawah lempeng yang lain,
Bilamana pusat terjadinya slip atau gempa terjadi pada kedalaman 0-70 km
dari 300 km merupakan gempa dalam. Zona gempa subduksi dibedakan lagi
Benioff (50 – 200 m). Gempa yang bersumber pada zona Megathrust
menimbulkan efek merusak dan sangat berpotensi menimbulkan tsunami
zona Benioff.
Gempa yang terjadi pada sesar dangkal pada lempeng yang tersubduksi
Sea l evel
Sea fl oo r
Ep i cen t er Ep i ce n t er
M BACK ARCH
ai
n
SUBDU CTI O N fa
ul
t
Gambar 8 Gempa yang bersumber pada daerah subduksi dan back arch
thrust
(Sumber : Dinamika Tanah dan Rekayasa Gempa 2010, Masyhur Irsyam)
Sedangkan gempa yang timbul pada busur sesar di bagian belakang
Gambar 9 Back arch thrust pada pulau Bali akibat subduksi lempeng Indo-
Australia
(Sumber : Daryono, Identifikasi Sesar Naik Belakang Busur (Back Arc
Thrust) Daerah Bali Berdasarkan Seismisitas dan Solusi Bidang Sesar)
lain oleh zona subduksi dan/atau thrust fault yang aktif maupun zona telah
Eurasia yang bergerak ke selatan dan barat daya sebagaimana dapat dilihat
hapir tegak lurus. Sementara itu, tektonik Indonesia bagian Timur tampak
lebih rumit, seperti adanya dua lempeng yang menunjam di bawah Laut
Banda yaitu dari selatan di Palung Timor dan Aru dan dari utara di Palung
Model tektonik yang rumit di Indonesia bagian Timur juga terbentuk oleh
(shallow crustal) dan zona diffuse seismicity yang tergolong aktif tetapi
gempa dengan Mw > 8,5 dalam kurun waktu dua abad terakhir.
Semua data gempa dari berbagai sumber yang terjadi antara tahun 1900 –
(ISC).
2. Abe, Abe & Noguchi dan Gutenberg & Richter
Gambar 11 Plot Semua Sumber Gempa tahun 1900 -2007 (All Shocks)
( Sumber : Masyhur Irsyam, Seminar Geotechnical Earthquake Hazard, 2009)
Dari semua data gempa yang ada, semua gempa utama yang bukan
utama (main shocks) seperti terlihat pada Gambar 12 (Gardner dan Knopoff,
Berdasarkan sumber gempa, semua sumber gempa utama yang terjadi di Indonesia
Fault/Sesar).
Pada saat gempa terjadi getaran gempa (seismic tremor), rekanan kerak
gelombang laut yang besar (tsunamis). Getaran yang dicatat pada alat
Getaran yang dirambatkan bisa berupa gelombang badan (body wave) dan
awal sehingga disebut gelombang primer dan dapat merambat melalui apa
saja. Sedangkan gelombang geser (S wave) bergetar tegak lurus terhadap
tegak lurus permukaan tanah dan sejajar arah penjalaran. Gelombang ini
terjadi pada tanah yang homogen dan tidak terdapat lapisan pada tanah
permukaan tanah.
Dari besarnya magnitudo gempa yang terjadi pada sumber gempa yang
hasil rekaman gerakan tanah terbaru dapat di lihat pada model atenuasi
fungsi atenuasi lainnya yang dibuat sebelum itu, seperti Fukushima dan
Tanaka (1992), Joyner - Boore et al. (1988, 1997) untuk gempa shallow
Boore, 1995)
Sunda Arc, zona Subduksi Sunda Arc, dan zona patahan pada kerak dangkal
Sunda Arc adalah salah satu zone gempa yang paling aktif di Indonesia,
dan Banda Arc di timur (Gambar 20). Busur ini terbentuk dari pertemuan
Pasifik. Arah pergerakan lempeng antara Asia Tenggara dan lempeng Indo‐
adalah normal terhadap busur di Pulau Jawa dan memiliki sudut miring di
Transisi, dan Segmen Jawa. Segmen Sumatera dari zone subduksi Sunda
Arc terbentang dari Selat Sunda hingga Laut Andaman. Oceanic crust yang
sekitar 150 juta tahun. Aktivitas gempa pada zone ini terbentang mulai dari
kedalaman 100 km, dengan dip dari slab yang bergerak ke bawah adalah
Beberapa gempa besar (Ms > 7) dan sangat besar (Ms > 7.75) dilaporkan
nyata yang pernah terjadi pada segmen ini yaitu pada tahun 1833 dengan
Mw = 8.8, dan tahun 1861 dengan Mw = 8.5. Beberapa gempa moderat (6<
Mw <7) dan gempa besar juga dilaporkan sepanjang busur ini tampak
berhubungan dengan ujung rupture zone dari gempa besar dan dengan
Fault rupture dari gempa pada tahun 1833 memanjang hingga ke selatan di
antara Pulau Enggano dan Selat Sunda (sebagai contoh bagian selatan
Segmen Sumatra) juga berbeda. Pada bagian ini aktivitas seismik dan
potensi terjadinya gempa yang sangat besar lebih rendah dari pada bagian
masa yang akan datang akumulasi dari strain energy juga akan dihasilkan
Selat Sunda terletak pada zona transisi antara Segmen Sumatra dan Segmen
Jawa dari Sunda Arc dan merupakan area paling aktif di Indonesia dalam
hal aktifitas vulkanik, gempa dan vertical motion (Gambar 22). Perluasan
Selat Sunda telah membentuk suatu bound graben terstruktur dan pusat dari
yang terkenal itu pada tahun 1883 terjadi tepat di tengah‐tengah Selat Sunda.
Segmen Jawa pada Sunda Arc terbentang mulai dari Selat Sunda dibagian
barat hingga Bali Basin dibagian timur dan merupakan oceanic crust yang
relatif tua (150 juta tahun). Segmen ini konvergen ke arah normal terhadap
busur dengan kecepatan sekitar 6.0 cm/tahun pada palung Jawa Barat dan
4.9 cm/tahun pada palung Jawa Timur. Zona seismik Benioff sepanjang
kedalaman sekitar 600 km dan sebuah gap seismik terdapat pada segmen
Tiga gempa besar dilaporkan dalam catatan historis sebelum pemakaian alat
Gambar 23, kejadian‐kejadian ini terjadi dalam tahun 1840, 1867 dan 1875.
Beberapa kejadian gempa besar juga tercatat sejak tahun 1903. Catatan
periode 300 tahun, tidak ada kejadian gempa besar pada interplate yang
terjadi sebagaimana gempa Sumatera yang terjadi pada tahun 1833 dan
1861.
Gambar 23 Zone‐zone rupture dari gempa sepanjang Segmen Jawa
(Newcomb dan McCann, 1987).
(Sumber : Dinamika Tanah dan Rekayasa Gempa 2010, Masyhur Irsyam)
Kurangnya gempa besar dengan slip yang besar pada segmen ini
India dan Eurasia diakomodasi secara aseismik atau oleh kejadian gempa
lebih tua dan lebih padat sepanjang Segmen Jawa menambah komponen
dan kedalaman penetrasi dari zona seismik Benioff sepanjang Segmen Jawa
kemungkinan juga merupakan akibat subducting slab yang lebih tua dan
Newcomb & McCann (1987), tidak adanya fault pada daerah regional
(Lampung), tapi berakhir di sekitar Selat Sunda yang relatif dekat dengan
Kota Jakarta (Gambar 24) Aktivitas dari patahan ini diperkirakan dengan
2.3.1. Pendahuluan
analysis yang pernah dilakukan sebelumnya akan dijelaskan pada bagian ini.
Dalam studi ini analisis seismic hazard akan dilakukan dengan menggunakan
(EERI, 1989) memiliki empat tahap (Finn et al., 2004) yaitu: (a) identifikasi
sumber gempa, (b) karakterisasi sumber gempa, (b) pemilihan fungsi atenuasi
gempa termasuk analisis pemisahan gempa utama dan gempa ikutan, analisis
rate, magnitude maksimum dan slip rate. Tahap selanjutnya adalah pemilihan
mendapatkan nilai percepatan untuk suatu periode ulang gempa yang telah
ditentukan.
2.3.2. Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Seismic hazard analysis pada suatu lokasi memerlukan seluruh data yang
mencatat kejadian gempa yang terjadi di sekitar lokasi tersebut untuk suatu
internasional, seperti:
Indonesia
3. Centennial Catalog yang dikompilasi dari data Abe (1981, 1984), Abe dan
Noguchi (1983a, b), dan Newcomb and McCann (Newcomb and McCann,
1987). Katalog ini telah direlokasi oleh Pacheco and Sykes (Pacheco and
Sykes, 1992).
4. Katalog gempa yang sudah direlokasi oleh Engdahl (Engdahl et al., 2007)
minimum sebesar 5.0 dan kedalaman maksimum sebesar 300 km. Data
pecatatan pertama adalah pada tahun 1900 dan yang paling akhir pada
tahun 2009. Katalog gempa hasil penggabungan katalog dari berbagai
sistematis dan untuk mendapatkan hasil yang baik. Prosedur ini mencakup:
berdasarkan suatu rentang waktu dan jarak tertentu dari satu kejadian gempa
besar. Dalam studi ini digunakan model Gardner dan Knopoff (1974) untuk
memisahkan gempa utama dan gempa ikutannya. Hal ini sesuai dengan
model diatas dan diketahui model Gardner dan Knopoff (1974) memiliki hasil
yang digunakan pada studi ini mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Stepp
Interval Completeness
Rentang Magnitude
(tahun dari 2009)
5.0 – 6.0 44
6.0 – 7.0 54
≥ 7.0 108
2.3.3 Pemodelan Zona Sumber Gempa
sumber gempa yang mempengaruhi kota Jakarta dapat dibagi menjadi tiga
Model sumber gempa fault ini juga disebut sebagai sumber gempa tiga
jarak dari site ke hypocenter. Jarak ini memerlukan data dip dari fault yang
akan dipakai sebagai perhitungan probabilitas tersebut. Parameter‐parameter
fault adalah fault trace, mekanisme pergerakan, slip‐rate, dip, panjang dan
lebar fault. Penentuan lokasi sesar (fault trace) ini berdasarnya dari data‐data
peneliti yang sudah dipublikasi Sumber gempa fault terjadi pada patahan‐
patahan dangkal (shallow crustal faults) yang terdefinisi dengan jelas seperti
Sumber gempa subduksi adalah model yang didapat dari data seismotektonik
yang sudah teridentifikasi dengan baik. Parameter dari model ini meliputi
kemiringan bidang subduksi (dip), rate, dan b‐value dari areal subduksi yang
bisa didapatkan dari data gempa historis, serta batas kedalaman area
subduksi.
mempengaruhi sekitar lokasi studi meliputi zona subduksi Sumatra dan Jawa
cenderung spesifik untuk setiap wilayah dan untuk suatu tipe patahan,
misalnya atenuasi untuk strike‐slip berbeda dengan untuk reverse atau thrust
faults. (Finn et al., 2004). Salah satu data yang digunakan untuk menurunkan
fungsi tersebut adalah data time histories yang didapatkan dari hasil
dari negara lain tidak dapat dihindari. Pemilihan fungsi atenuasi didasarkan
pada kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah dimana rumus
seperti NGA (Next Generation Attenuation) dari Boore dan Atkinson (2008),
Campbell dan Bozorgnia (2008), and Chiou dan Young (2008). Model NGA
ini dikembangkan menggunakan basis data yang meliputi 1557 catatan dari
143 gempa sejak tahun 1935 di beberapa wilayah tektonik aktif, seperti Turki,
Taiwan, Mexico, Yunani, Iran, Italia, dan Amerika Serikat dan dengan
Dalam studi ini, rumus atenuasi yang digunakan untuk masing‐masing model
1. Sumber gempa shallow crustal, untuk model sumber gempa fault dan
shallow background:
gempa subduksi:
intraslab:
ground acceleration (PGA), uniform hazard spectra (UHS) dan time histories.
Data ground motion yang dimaksud adalah data digitasi riwayat waktu
mendapatkan hasil yang akurat adalah pemilihan data riwayat waktu yang
sesuai dengan kondisi spesifik geologi dan seismologi lokasi yang ditinjau.
Apabila pada lokasi yang ditinjau tidak memiliki data time‐histories sendiri,
maka dapat digunakan tiga metode alternatif untuk mendapatkan data digitasi
dan seismologinya sesuai atau mirip dengan kondisi lokasi yang ditinjau.
(2) Menggunakan data time‐histories dari lokasi lain yang telah diskalakan
adalah metode pada poin (2) dan (3), karena di Indonesia belum memiliki data
time histories sendiri. Dalam memilih data time‐histories dari lokasi lain yang
diskalakan harus memiliki respons spektra yang sesuai dengan target respon
Pada studi ini, perambatan gelombang geser satu dimensi menggunakan input
untuk gempa dengan periode ulang 475 tahun. Recorded ground motion yang
Gempa (km)
0.20
0.15
0.10
Acceleration (g)
0.05
0.00
-0.05
-0.10
-0.15
-0.20
0 10 20 30 40
time (sec.)
jenis tanah yang menjadi tumpuan bangunan dan wilayah gempa yang
penelitian ini yaitu untuk jenis tanah lunak dan jenis tanah sedang.
dan jenis tanah di mana bangunan akan diletakkan dan juga sistem struktur atasnya.
Dalam analisis struktur secara konvensional, jenis tanah dan sistem struktur akan
menentukan besaran nilai gaya gempa yang akan bekerja. Namun dalam analisis
karakteristik tanah yang sebenarnya hasil penyelidikan tanah pada lokasi di mana
Menurut SNI 03-1726-2011, jenis tanah dan sistem struktur atas dapat dilihat pada
Tabel 7.
Secara umum, ada 2 sistem klasifikasi tanah yang dipergunakan dalam rekayasa
tanah yakni :
analisis saringan dan nilai Batas Cair – Batas Plastis dari tanah yang
55
Dalam sistem ini, tanah dibedakan menjadi 7 grup, di mana 3 grup untuk
tanah granular dengan kurang dari 35% partikel melalui saringan No. 200
(0.075 mm).
a. Ukuran butiran
(2 mm)
(0.075 mm)
Lanau (Silt) dan lempung : lewat saringan No. 200 (0.075 mm)
b. Plastisitas
b. Tanah berbutir halus dengan kelolosan saringan No. 200 sebesar 50%
(Poorly graded), L (Low plasticity, dengan nilai Batas Cair kurang dari 50),
Menurut tabel 7 kondisi tanah lunak ditentukan dengan nilai rata-rata tanah
b. Nilai kecepatan rambat gelombang geser pada regangan geser yang kecil
Menurut tabel 7 kondisi tanah sedang ditentukan dengan nilai rata-rata tanah
b. Nilai kecepatan rambat gelombang geser pada regangan geser yang kecil
hasil penelitian para ahli Geoteknik dengan hasil uji sondir/ Cone Penetration
Test (CPT) dan Standard Penetration Test (SPT) dan/atau dari hasil
laboratorium penyelidikan tanah yang dilakukan pada area lokasi bangunan.
Beberapa korelasi parameter dapat dilihat pada beberapa tabel berikut ini.
Bahan ф
(Sumber : Wesley,L.D.,1997)
Tabel 11 Hubungan antara Relative Density, Penetration Resistance, and
Angle of Friction of Cohesionless Soils (G. Meyerhoff, 1956)
tingkat daktilititas yang baik. Tetapi pada beberapa kasus pada bangunan
memperoleh perilaku struktur yang baik seperti modus shape utama (1 dan 2)
dual sistem rangka terbuka dengan dinding geser, hanya penempatan dinding
geser bisa bervariasi sesuai dengan bentuk denah dari struktur. Secara umum,
Dalam tesis ini dipergunakan model dual sistem (interaksi rangka terbuka dan
dapat diukur dengan baik sehingga dalam struktur dapat dianalisis dengan
ketidakpastian atau variasi beban yang bekerja pada suatu struktur dan
menekankan juga analisis kondisi fisik dan perilaku tanah melalui analisis
numerik, agar model analisis mampu merefleksikan komposisi tanah aktual dan
struktur yang tidak mengalami suatu getaran. Tetapi dalam praktek, sering
yang mengalami beban luar dengan suatu frekuensi kurang atau sama dengan
Analisis tegangan statik dapat dibedakan dalam perilaku linier dan non-linier
- Model elasto-plastis
- Model visko-elastik
- Model visko-elasto-plastis
Di dalam MIDAS GTS, hanya 3 model pertama yang diberikan (model elastik
Regangan akibat gaya dalam dapat dibedakan menjadi regangan yang besar
dengan regangan yang besar dan interaksi fisik dievaluasi berdasarkan asumsi
seperti baja dan karet. Sehingga pengaruh diatas diabaikan dalam masalah
geoteknik.
Pengaruh non-linier kondisi batas menunjukkan perilaku non-linier pada
bidang kontak (interface) antara material yang berbeda, seperti slip geser,
elemen khusus :
Penghubung elastik (Elastic Link) : tarik atau tekan, kait atau gap
batuan dengan asumsi elemen tanah tersusun atas material elastik linier,
mulai biasa dipergunakan dalam praktek rekayasa geoteknik pada awal 1990
Pada aplikasi rekayasa sipil, problem analisis terdiri dari 2 hal : apakah
struktur aman pada beban yang bekerja dan apakah deformasi yang terjadi
tegangan-regangan :
regangan :
ε = (3.3.2a)
ε = (3.3.2b)
ε = (3.3.2c)
∂v ∂u
y = + (3.3.3a)
∂x ∂y
∂w ∂v
y = + (3.3.3b)
∂y ∂z
∂u ∂w
y = + (3.3.3c)
∂z ∂x
ε = ,ε = , ε = (3.3.4a)
ε = ε = −νε (3.3.4b)
Atau pada tegangan geser zx, regangan geser dapat diekspresikan sebagai :
y = , y = , y = (3.3.5)
Di mana :
E = modulus elastis
ѵ = rasio Poisson
G = modulus geser
Modulus geser dapat diturunkan dari modulus elastis dan rasio Poisson :
G= (3.3.6)
( )
∆
=ε + ε + ε = (1 − 2ν) (3.3.7)
( )/ E
K= = (3.3.8)
∆ 3(1−2ν)
di mana :
ε = σ −ν σ +σ (3.3.9a)
ε = σ − ν(σ + σ ) (3.3.9b)
ε = σ −ν σ +σ (3.3.9c)
Penggunaan modulus bulk (K) dan modulus geser (G) dalam karakteristik
ε Young`s Modulus
σ
E=
ε
Uniaxial Loading
Simple Shear τ
y Shear Modulus
τ τ
G=
y
Isotropic
σ Bulk Modulus
τ
K=
Compression
Constrained Modulus
Confined
σ
M=
Compression
σ = εσ = σ (3.3.10)
( )
( )
M= E (3.3.11)
( )( )
Kondisi batas konsolidasi 1 dimensi pada tanah lunak identik pada modulus
kekang.
(3.3.12a)
σ 0 0 0 ε
1−ν ν ν
σ 0 0 0 ε
ν 1−ν ν 0 0 0
σ ν ν 1−ν ε
=A 1 0 0
τ 0 0 0 −ν 1 y
0
τ 0 0 0 2 − ν 1 y
τ 0 0 0 0 2 y
−ν
0 0 2
(3.3.12b)
di mana,
A= (3.3.13)
( )( )
σ = D. ε (3.3.14)
D D D 0 0 0
D D D 0 0 0
D D D 0 0 0 (3.3.15)
0 0 0 D 0 0
0 0 0 0 D 0
0 0 0 0 0 D
di mana,
D1 = K + 4/3 G (3.3.16)
D2 = K – 2/3 G (3.3.17)
D3 = G (3.3.18)
Indeks kompresi, cc (1 + )σ
c =
0.435M
Waktu getar alami dan bentuk modus suatu getaran bebas tanpa redaman
{λ } = modus eigen-value ke n
analisis nilai eigen (eigen-value) atau analisis getaran bebas yang ditentukan
(modus shapes), waktu getar alami getaran (natural frequency) dan faktor
modal partisipasi.
Modus getaran berupa bentuk alami struktur yang bergetar bebas, dengan
energi atau gaya paling kecil dan dengan peningkatan energi akan
menimbulkan modus yang lebih tinggi. Waktu getar alami adalah waktu yang
nol, maka persamaan gerak SDOF akan menjadi persamaan getaran bebas
dimana :
gerak SDOF
{u} = percepatan perpindahan nodal dalam sistem
maka :
ω = ; ω= ; f= ; T= (3.3.23)
di mana :
2 = nilai eigen
= frekuensi alami angular
k = kekakuan
m = massa
f = frekuensi alami
T = periode alami
A = simpangan getaran
Faktor partisipasi modal diekspesikan sebagai rasio kontribusi modus yang
∑
τ =∑ (3.3.24)
di mana :
j = nomor modus
diperhitungkan dalam analisis harus lebih besar dari 90% dari total massa
∑
m = ∑
(3.3.25)
dalam massa total tetapi tidak diperhitungkan dalam massa modal efektif
karena kekangan pada modus vektor yang berkaitan. Massa dan kekakuan
massa terdiri dari 3 massa translasi dan 3 momen inersia massa rotasi yang
mengacu pada massa inersia rotasi tidak secara langsung berpengaruh pada
akan bekerja dalam desain gempa. Tetapi pada bangunan dengan bentuk
iregular dimana pusat massa tidak segaris dengan pusat kekaukan, momen
r2 dm (3.3.27)
dibagi percepatan gravitasi., W(T2/L) dan satuan massa dikali dengan satuan
perhitungan serta solusi analisis nilai eigen menggunakan metode iterasi sub-
umumnya dalam bentuk modal damping yang dapat ditentukan dari setiap
B. Damping Histeretik
C. Damping friksi :
D. Damping Radiasi
E. Damping Modal :
1. Damping proporsi
4. Tipe Rayleigh
5. Tipe Caughey
F. Damping Non-Proporsi :
modus orde tinggi karena asumsi damping proporsi dengan kekakuan akibat
dilepaskan.
Damping Rayleigh berasal dari modifikasi nilai damping dari modus orde
tinggi dalam type damping proporsi kekakuan dan merupakan kombinasi tipe
Nilai [m]-1 [k] diperoleh dari persamaan getaran bebas suatu sistem tanpa
damping :
{u } [c]{u } = c = a ω {u } [m]{u } = aω m
(3.3.33)
cs = 2 hs sms (3.3.34)
ms = massa modus s
Untuk nilai hs pada persamaan 3.3.33 dan 3.3.34 dapat dihitung dengan
rumus berikut :
c 1
h = = aω
2ω m ω
= + a ω + a ω + ⋯+ a ω ; s = 1 − n (3.3.35)
Konstan damping dan matrik untuk tipe proporsi massa dan kekakuan :
Tipe proporsi massa :
h = ; c= a m (3.3.36)
h = ; c= a m (3.3.37)
h = +a ω ; c= a m+a k (3.3.38)
di mana :
( )
a = (3.3.39)
( )
a = (3.3.40)
di mana :
dari suatu getaran alami hasil proses integrasi numerik dalam bentuk
standar.
Respons spektrum merupakan nilai puncak respons dari suatu getaran alami
percepatan.
di mana :
dn = perpindahan nodal
ke n
ke n
Wx = massa di lokasi x
Fn = gaya inersia nodal partisipasi ke n
Untuk suatu modus, nilai spektral yang sesuai dengan waktu getar alami
diberikan pada posisi perubahan kurvatur dengan rentang waktu getar alami
daktilitas atau faktor modifikasi respons atau faktor respon germpa, dan
sebagainya.
Analisis respon spektrum dapat dilakukan dalam arah bidang global X-Y
metode-metode :
Metode Akar dari Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of the Square,
SRSS)
m = x area of
I =ρ I +I
triangular
πd πd
m=ρ I =ρ
4 32
d
m, = ρ dA I =ρ I +I
L
I =ρ
12
m = L.L
= +
( ) /
ρ =( )
(3.3.46)
( )
r= (3.3.47)
= rasio damping
Jika nilai i = j, maka rij = 1 dan jika damping rasio menjadi nol, nilai CQC
SRSS sudah dipergunakan secara luas tetapi kurang memberikan hasil yang
tepat untuk frekuensi alami yang hampir berdekatan. Maka metode CQC
di mana :
Integrasi Langsung.
Dalam metode ini matrik damping disusun dari kombinasi linier massa dan
2011):
(i = 1, 2, 3, ………., j)
ξ ω q (0) + q (0)
q (t) = e q (0)cosω t + sinω t
ω
ω = ω 1−ξ (3.3.49)
di mana :
Φi = bentuk modus ke i
τ = tegangan geser
t = waktu
modal yang sesuai. Akurasi metode ini tergantung jumlah modus yang
dipergunakan.
dinamik linier untuk struktur yang besar, tetapi tidak dapat diterapkan untuk
modal :
mendekati waktu getar modus struktur yang lebih tinggi dan waktu getar
tertinggi : t = Tp / 10
2011) :
u = u + uΔt ( − δ) u + α u Δt (3.3.51)
u = f( u + u + u + u) (3.3.53)
[ m] u+[c] u + [k ] u= ρ (3.3.54)
[ k ] + a [ m] + a [ c ] u
(3.3.55)
k u= p (3.3.56)
(3.3.58)
u=a ( u − u) − a u − u) (3.3.59)
a = , a = , a = , a = −1 (3.3.61)
δ Δt
a = − 1, a = −2 , a = Δt(1 − δ), a = δΔt
2
(3.3.62)
Untuk nilai [c] dapat dihitung dengan formula berikut ini
dimana :
k = vektor kekakuan
t = waktu
t = interval waktu
ρ = massa jenis
dengan metode integrasi langsung, dengan data yang diperlukan untuk analisis :
2. Interval waktu : harus mendekati waktu getar modus yang lebih tinggi,
diberikan. Percepatan yang konstan akan memberikan solusi yang stabil dan
konvergen dalam setiap kondisi, sedangkan percepatan linier mungkin
yang baik.
fD(t) = c ù(t) = gaya damping, merupakan gaya friksi internal yang menyerap enerji
kecepatan.
fE(t) = k u(t) = gaya elastik di mana struktur menyimpan konfigurasi keadaan awal
Maka :
[m]{ü} + [c]{ù} + [k]{u} = {f(t)} (3.3.65)
di mana :
Persamaan di atas menjadi persamaan getaran bebas dengan redaman jika f(t) = 0
dan menjadi persamaan getaran bebas tanpa redaman jika c = 0. Tetapi jika f(t)
variasi waktu, maka persamaan merupakan masalah analisis getaran paksa dengan
akibat gelombang vertikal dari gelombang geser yang melalui zona visko-
elastik linier. Prinsip analisis adalah dengan menyusun sejumlah lapisan
yang tak terhingga dalam arah horizontal dan semi-tak terhingga pada
ρ =G + 2ξG =0 (3.3.66)
di mana :
ρ = massa jenis
t = waktu
x = jarak
di mana :
t = waktu
= frekuensi alami
G* = G (1 + i2ξ)
i = imaginary unit
di mana :
frekuensi alami.
= frekuensi alami
xn = kedalaman lapisan n
G∗
V∗ = ρ (3.3.73)
un
n xn un+1 hn
xn+2
u (x = h ) = u (x = 0)
n = 1, 2, … , (n − 1)
τ (x = h ) = τ (x = 0)
(3.3.74)
A +B =A e +B e
∗ ∗
k ∗ G∗ n = 1, 2, … , (n − 1)
A −B = ∗ A e −B e
∗ ∗
k G ∗
(3.3.75)
Dengan pengaturan ulang untuk menurunkan hubungan antara faktor
A = A (1 + α∗ )e + B (1 − α∗ )e (3.3.76)
∗ ∗
B = A (1 − α∗ )e + B (1 + α∗ )e (3.3.77)
∗ ∗
di mana :
i = imaginary unit
k*n = rasio /V* pada lapisan ke n
k*n+1 = rasio /V* pada lapisan ke n+1
G*n = modulus geser pada damping histeretik pada lapis n
G*n+1 = modulus geser pada damping histeretik pada lapis n+1
∗
∗
=
Karena tegangan geser selalu nol, maka A1 = B1 dan faktor respons lapisan
a1 = b1 = 1
(3.3.81)
di mana :
Jika fungsi transfer Hij() dan respons uj() untuk batas lapisan j diberikan,
di mana :
sebagai nilai konstan kurang dari satu (misalnya 0,65) dikalikan dengan
berikut :
1. Tentukan nilai awal modulus geser (G) dan rasio damping (h) tiap
sangat kecil.
2. Hitung regangan geser maksimum (max) tiap lapisan dari analisis ruang
gempa, M :
M‐1
Rγ= 10
(3.3.83)
terhingga.
dengan input gerak dari respons ruang bebas. Interpolasi metoda fungsi
nilai interpolasi dari fungsi transfer 2 frekuensi dalam 1 baris solusi. Maka
Formulations, 2011):
di mana :
l = ketebalan sistem
[R] dan [L] adalah matrik kekakuan menurut frekuensi kondisi batas yang
ÿ(t) = Re ∑ Ye
/
(3.3.88)
{u} = Re ∑ /
[u] e (3.3.89)
{u } = Re ∑ [u ] e
/
(3.3.90)
{u } = { } Y (3.3.92)
di mana :
i = nomor modus
t = waktu
Y = pergerakan harmonis
dasar
dibagi menjadi batas elemen, batas viskus dan kondisi batas pemancaran.
Batas elemen dibagi menjadi ujung bebas termasuk gaya dari beban respons
gempa pada batas untuk ruang bebas, ujung jepit termasuk perpindahan dan
dekat dengan pelat pondasi. Untuk mengatasi masalah pada kondisi batas
konstan pada batas, namun tetap harus diletakkan pada jarak yang cukup
jauh dari pelat pondasi karena pengaruh gelombang permukaan cukup sulit
Ada 3 tipe elemen utama yang dipergunakan dalam pemodelan interaksi tanah-
struktur :
bagian elemen yang perlu lebih detail. Elemen solid 3-dimensi terdiri dari 4, 5
atau 6 bidang untuk tanah solid atau pelat tebal atau menggunakan elemen
Elemen solid dapat dikombinasi dengan rangka, balok, pelat, tegangan bidang,
perpindahan tetapi memberikan hasil tegangan yang kurang tepat, tetapi sangat
Elemen solid tidak mempunyai kekakuan atau DOF rotasi pada nodal
akan menghasilkan kesalahan tunggal pada nodal tersebut, sehingga DOF rotasi
harus dikekang. Pada analisis nonlinier/ tahapan konstruksi, DOF ini tidak
dinyatakan .
Jika elemen solid dihubungkan dengan elemen lain dengan kekakuam rotasi
seperti balok dan elemen pelat dengan penghubung kaku (menggunakan nodal
master dan nodal bantu) atau elemen balok kaku maka kompatibilitas antara
Aspek rasio suatu elemen tergantung pada tipe elemen, konfigurasi geometrik,
bentuk struktur, dan sebagainya, meskipun kondisi sudut pojok lebih penting
misalnya untuk heksahedron dengan aspek rasio 100% memberikan hasil eksak
tarik, tekan, lentur, geser dan torsi dipergunakan untuk model struktur yang
terhadap panjang lebih besar dari 1/5 (balok tinggi) sebaiknya dipergunakan
elemen plate atau solid, karena perhitungan pengaruh deformasi geser dalam
elemen balok dilakukan secara akurat. Elemen balok dapat dipergunakan untuk
analisis statik (linier dan non-linier) dan dinamik dan dapat dipergunakan untuk
Ketahanan torsi elemen balok berbeda dengan momen inersia rotasi penampang
sehingga jika pengaruh deformasi torsi cukup besar harus diperhatikan lebih
dengan lainnya dapat dipergunakan elemen balok kaku dengan kekakuan 105-
kesalahan numerikal.
dapat memberikan defromasi membran, geser tegak lurus bidang, dan perilaku
berbatasan harus kurang dari 10o dan untuk area yang membutuhkan hasil lebih
akurat sudut tidak lebih dari 2-3o, juga apabila intensitas tegangan sangat
bervariasi dan dibutuhkan hasil yang detail maka dipergunakan elemen persegi
dipergunakan elemen pelat ordo rendah dan tinggi DIANA tanpa penggunaan
Dalam elemen tiang 3-D dipergunakan elemen balok dan interface antara tiang
dan tanah, dimana bagian tiang akan berpotongan dengan elemen solid melalui
elemen interface.
perpindahan relatif antara tiang dan elemen solid melalui perilaku interfacenya.
Gambar 47 Elemen tiang
ujung tiang dibuat dengan menambahkan elemen interface nodal ke solid untuk
merupakan gaya maksimum yang dapat dipikul pada ujung tiang. Kekakuan
pegas ujung adalah kekakuan elastik awal yang dipergunakan sebelum ujung
tiang gagal. Ujung tiang akan berperilaku elastik hingga mencapai kapasitas
perpindahan yang dapat diabaikan tetapi harus lebih kecil dari modulus
Kekakuan pegas ujung juga dapat dimodelkan sebagai suatu fungsi yang
relatif antara ujung tiang dan elemen tanah, dimana elemen interface nodal ke
solid akan menggunakan diagram multi linier perpindahan – gaya hasil dari
koordinat global. Kekakuan pegas translasi dan rotasi dinyatakan sebagai gaya
satuan per satuan panjang dan momen satuan per satuan radian. Saat membuat
model pondasi dengan pegas nodal, kekakuan pegas dapat dihitung sebagai
modulus Young dan luas efektif nodal dibagi dengan deformasi tanah efektif
pada kedalamannya.
Damping nodal diberikan dalam bentuk pegas damping pada nodal sesuai
damping, damping nodal hanya dapat dipergunakan dalam analisis dinamik dan
untuk model tanah termasuk join pada batuan atau dasar lapisan, sebagaimana
mana friksi dalam interface bersifat proporsi terhadap koefisien friksi dan
Selain itu untuk simulasi sistem dinding bata dalam bangunan, retak beton, slip-
Modulus kekakuan dalam arah normal pada Interface (kn), modulus kekakuan
geser tangensial pada Interface (kt), kohesi pada Interface (c), sudut geser dalam
pada Interface (), kuat tarik untuk penampang tarik, kekakuan geser reduksi
untuk model Mode II, fungsi kohesi multi-linier hardening, fungsi sudut geser
multilinier hardening.
Pada model friksi Coulomb, fungsi kegagalan (f) dan fungsi potensial (g) dapat
g= t + t tan ψ (3.5.2)
di mana :
dibanding perpindahan dalam model, tetapi bilamana modulus ini terlalu tinggi
tidak konvergen sehingga perlu dibatasi dengan nilai kn dan kt sebagai berikut :
di mana
Δu = λ (3.5.4)
dimana :
Ekspansi order pertama seri Taylor untuk fungsi leleh dipergunakan untuk
f= i+ k=0 (3.5.5)
λ= ∆u = ∆u (3.5.6)
k = Δu =λ =λ = λ 1 + tan ψ (3.5.7)
di mana :
= tanψ | |
(3.5.8)
= tanϕ(k) | |
(3.5.9)
i= D − Δu (3.5.10)
k 0
D = (3.5.11)
0 k
h= = (3.5.12)
k (h + k ) −k k tanψ | |
i= Δu
−k k tanψ | |
k (h + k tanϕ(k)tanψ
(3.5.14)
k = kekakuan interface
t = traksi elemen
f = fungsi keruntuhan
g = fungsi potensial
ψ = sudut translasi
Jika sudut geser dalam sama dengan sudut dilatansi, matrik kekakuan tangen
menjadi simetri dan dalam model akan timbul aliran plastik asosiasi, tetapi
kasus seperti ini tidak tepat untuk aplikasi lapangan karena perilaku bukaan
fraktur yang tidak realistik dapat berpengaruh pada arah normal interface.
Jika sudut geser dalam tidak sama dengan sudut dilatansi, matrik kekakuan
tangen menjadi non-simetri berakibat dalam model akan timbul aliran plastik
non-asosiasi. Dalam kasus ini, analisis akan butuh waktu lebih panjang karena
ukuran matrik kekakuan menjadi lebih besar. Jika perbedaan antara sudut geser
dalam dan sudut dilatansi besar akan bisa terjadi disvergensi, sehingga perlu
Sering dipergunakan untuk model material granular seperti tanah dan beton,
berpengaruh terhadap pada tegangan leleh; hal ini tidak konsisten dengan
hasil percobaan.
2. Bidang leleh yang lurus memberikan sudut gesr dalam tanah yang
kesalahan yang lebih besar dan diskontinyuitas permukaan leleh pada sudut
dalam rekayasa geoteknik karena mudah dalam aplikasinya dan hasil yang
dapat diandalkan.
dengan kedalaman, tinggi referensi / level datum (yref), sudut dilantansi ()
tanah, variasi modulus elastik sama seperti pada model elastik linier, sedangkan
Jika kenaikan kohesi sama dengan nol, maka kohesi akan konstan tetapi jika
di mana :
c = kohesi
y = kedalaman titik
numerik. Jika titik integrasi berada di atas tinggi referensi, perhitungan kohesi
Persamaan ini berkaitan dengan bidang leleh berdasar lingkaran Mohr dan
f1() diperoleh dari uji laboratorium, tegangan geser () berhubungan dengan
tegangan normal () dalam bidang yang sama. Tegangan utama intermediate
Model, 2011) :
di mana :
c = kohesi, pada titik dimana sumbu vertikal () berpotongan dengan
bidang leleh
kriteria leleh yang paling umum dipergunakan dalam masalah geoteknik karena
dinyatakan sebagai :
( ) ( )
σ −σ =1 (3.5.19)
1 1
f(I , J , θ) = − I sin ϕ + J cos θ + sin θ sin ϕ − c cos ϕ = 0
3 √3
(3.5.20)
π π
f(ξ , ρ, θ ) = − 2ξ sin ϕ + √3ρ sin θ + − ρ cos θ + sin ϕ − √6c cos ϕ = 0
3 3
(3.5.21)
Fungsi potensial plastik dapat dinyatakan sebagai :
1 1
g(I , J , θ) = − I sin ψ + J cos θ + sin θ sin ψ − c cos ψ = 0
3 √3
(3.5.22)
dalam ruang tegangan utama 3D, di mana kurva meridiannya berupa garis lurus.
ρ =
√
(3.5.23)
ρ =
√
(3.5.24)
sama dengan bidang deviatorik, rasio t0 terhadap c0 pada bidang deviatorik
= = (3.5.25)
di mana :
τ = tegangan geser
c = kohesi
ψ = sudut translasi
leleh terjadi saat tegangan utama maksimum mencapai tegangan tarik, sehingga
tegangan tarik utama 1 harus lebih kecil dari kuat tarik yang diberikan untuk
(a) Yield surface on π- plane (b) Yield surface on meridian plane (θ = - π/6)
Perilaku tiang menjelaskan transfer gaya antara tanah dan elemen tiang dan
tinggi sehingga perpindahan relatif dalam arah ini sangat kecil. Dalam arah
tiang, hubungan elastik non-linier dapat dinyatakan antara gaya friksi dan
perpindahan aksial relatif untuk interaksi friksi antara tiang dan tanah. Perilaku
Parameter yang diperlukan untuk interaksi non-linier tiang - tanah : gaya geser
Hubungan elastik non-linier antara gaya friksi aksial dan perpindahan relatif
dapat dinyatakan dengan gaya geser ultimit atau dengan menyatakan diagram
untuk ujung dan selimut tiang. Untuk elemen tiang, perpindahan relatif plastik
relatif elastik yang dinyatakan sebagai gaya dibagi kekakuan elastik pada titik
di mana :
ks = kekakuan geser
y = kedalaman
BAB IV STUDI MODEL INTERAKSI TANAH-
STRUKTUR
4.1 PENDAHULUAN
Midas GTS terhadap Etabs, dimana model yang akan digunakan yaitu
Bangunan 8 , 12 dan 16 Lantai dengan kondisi jenis tanah berupa tanah lunak
Untuk pembebanan digunakan beban standar berupa beban mati , live dan
beban tambahan. Adapun beban gempa yang digunakan ialah Beban Gempa
Respons Spektrum , Beban Time History Megathrust dan Beban Time History
Shallow Crustall.
hasil ouput Midas GTS dengan Etabs terdiri atas 3 model yaitu sebagai
berikut :
115
1. MODEL BANGUNAN 16 LANTAI
0,0
- 21,0
-30,0
-40,0
20 m 80 m 20 m
100 m
60 m
0,0
- 21,0
-30,0
-40,0
20 m 80 m 20 m
100 m
60 m
0,0
- 21,0
-30,0
-40,0
20 m 80 m 20 m
100 m
60 m
Secara umum Model Jenis tanah yang digunakan pada model ini yaitu :
1. 3 Layer Tanah Sedang ( N = 20 , N = 50 , N = 10 )
Berikut ini detail nilai Parameter tanah untuk Model jenis tanah tersebut :
A. 3 Layer Tanah Sedang ( N = 20 , N = 50 , N = 10)
0.00
Clay 2
Nrata = 20
γ = 16.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
γsat = 17.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
Cu = 100.00 kPa Korelasi Stroud (1974) Cu = (3,5 – 6,5)N (kN/m 2 )
-1.00 diambil 5 N
φ = 0.00
E = 15200.00 kN/m2 E = 7,6N kg/cm2 (menurut Schmertmann (1970) )
-21.0
Clay 3
Nrata = 50
γ = 20.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
γsat = 21.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
Cu = 250.00 kPa Korelasi Stroud (1974) Cu = (3,5 – 6,5)N (kN/m 2 )
diambil 5 N
φ = 0.00
E = 38000.00 kN/m2 E = 7,6N kg/cm2 (menurut Schmertmann (1970) )
-30.0
Clay 3
Nrata = 10
γ = 16.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
γsat = 17.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
Cu = 50.00 kPa Korelasi Stroud (1974) Cu = (3,5 – 6,5)N (kN/m 2 )
diambil 5 N
φ = 0.00
E = 7600.00 kN/m2 E = 7,6N kg/cm2 (menurut Schmertmann (1970) )
-40.0
B. 3 Layer Tanah Lunak ( N = 5 , N = 50 , N = 10 )
0.00
Clay 2
Nrata = 5
γ = 16.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
γsat = 17.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
Cu = 25.00 kPa Korelasi Stroud (1974) Cu = (3,5 – 6,5)N (kN/m 2 )
-1.00 diambil 5 N
φ = 0.00
E = 3800.00 kN/m2 E = 7,6N kg/cm2 (menurut Schmertmann (1970) )
-21.0
Clay 3
Nrata = 50
γ = 20.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
γsat = 21.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
Cu = 250.00 kPa Korelasi Stroud (1974) Cu = (3,5 – 6,5)N (kN/m 2 )
diambil 5 N
φ = 42.00
E = 38000.00 kN/m2 E = 7,6N kg/cm2 (menurut Schmertmann (1970) )
-30.0
Clay 3
Nrata = 10
γ = 16.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
γsat = 17.00 kN/m3 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1956)
Cu = 50.00 kPa Korelasi Stroud (1974) Cu = (3,5 – 6,5)N (kN/m 2 )
diambil 5 N
φ = 0.00
E = 7600.00 kN/m2 E = 7,6N kg/cm2 (menurut Schmertmann (1970) )
-40.0
4.3 PARAMETER MODEL STRUKTUR BANGUNAN
penelitian ini yaitu Sistem Ganda (Dual System). Untuk struktur atas Model
bangunan terdiri atas Element struktur plat lantai , Element struktur balok ,
Element struktur kolom dan Element struktur dinding geser , sedangkan untuk
Element struktur bawah meliputi Element struktur raft pondasi dan pile.
Semua Element struktur tersebut berdimensi sama baik untuk 8 lantai ,12 lantai
maupun 16 lantai.
Dimensi : t = 12 cm
Tipe 60/30
Tipe 130/45
Tipe 100/35
Tipe 110/45
Tipe 100/20
Tipe T400
Dimensi : t = 400 mm
Tipe T350
Dimensi : t = 350 mm
Dimensi : t = 1500 mm
4.4 PEMBEBANAN
A. Dead Load
Beban ini adalah berat sendiri bangunan sehingga besarnya beban ini
dihitung secara otomatis oleh program Midas GTS maupun Etabs sesuai
B. Live Load
Lantai Dasar
Atap
Lantai Dasar
Atap
D. Seismic Load
Spectrum dan Time History. Adapun detail dari beban tersebut yaitu
sebagai berikut :
1. Respons Spectrum
penelitian ini yaitu untuk jenis tanah lunak dan jenis tanah sedang
Acceralation
Respons Spectrum Tanah Lunak
(g) Kedalaman : -40.0 m
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
Time (s)
0
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
Acceralation
Respons Spectrum Tanah Sedang
(g) Kedalaman : -40.0 m
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
Time (s)
0
0 2 4 6 8 10 12
2. Time History : Megathrust
permukaan tanah
Acceralation
Time History Megatrust
(g) Kedalaman : -40.0 m
0.2
0.15
0.1
0.05
Time (s)
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
-0.05
-0.1
-0.15
-0.2
3. Time History : Shallow Crustall
Acceralation
Time History Shallow Costal
(g) Kedalaman : -40.0 m
0.06
0.04
0.02
0
0 5 10 15 20 25 30
-0.02
Time (s)
-0.04
-0.06
-0.08
-0.1
4.5 TAHAPAN PERMODELAN DENGAN MENGUNAKAN MIDAS GTS
Berbeda dengan program ETABS , program Midas GTS merupakan program yang
tergolong baru dalam bidang teknik sipil. Berikut ini disajikan tahapan permodelan
Secara garis besar tahapan utama dalam permodelan dalam program Midas GTS
3. Meshing
4. Definisi Load
5. Definisi Boundary
6. Running
Dalam penelitian ini geometri model berupa 3D sehingga elemen yang akan
digunakan yaitu :
1. Line
2. Plane
3. Solid
Tanah , PileCap
Gambar 73 Pembuatan Geometri Model
1 . Pendefinisian Atribute
Terdapat 5 jenis atribute yang digunakan dalam permodelan ,yaitu line untuk
element 1 dimensi , plane untuk element 2 dimensi , solid untuk element 3 dimensi ,
Spring/Interface untuk permodelan interface element satu dengan yang lain dan
2. Pendefinisian Material
Terdapat 2 jenis material yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
material Ground dan Structure . Dalam penelitian ini digunakan material structure
berupa model Constitutive Elastic dan material Ground berupa Model Mohr
Coulomb.
Gambar 75 Pedefinisian Material
3. Property
Pada tahapan ini input berupa data dimensi serta properti dari setiap elemen
kolom , balok dan pile input terdiri atas dimensi penampang elemen serta tipe
elemen berupa beam - line, untuk plat lantai dan shear wall input berupa tebal dan
Gambar 78 Meshing untuk profil Struktur Balok , Kolom dan Pile ( Elemen
1 Dimensi )
A. Live Load
Respons Spectrum
dan sedang .
Pada tahap ini dilakukan pendefinisian boundary , pada penelitian ini boundary yang
digunakan yaitu :
1. Support
Boundary Support diaplikasikan pada elemen pile dan bekerja terhadap arah z ( gravity
)
Gambar 88 Pendefinisian Boundary Support
2. Surface Springs
ground support . Adapun input pada boundary surface springs ini yaitu nilai
Bv
3 / 4
k k
30 …………………. Rumus 4.1
v vo
Bh
3 / 4
B h A h
2G 2G
C A W A cP A
W 9 . 81 ……. Rumus 4.3
P
G G
C A W A c A
W 9 . 81 ……. Rumus 4.4
S S
E
(1 )(1 2 )
E
G
2 (1 )
1
k vo E 0 k ho
30
2G 2G
CP A W A cP A
W 9.81 E
(1 )(1 2 )
G G
CS A W A cS A E
W 9.81 G
2(1 )
Tanah Sedang
Z = 40 m
Lapisan Depth NSPT E0 t
NSPT 20 -21 20 1520 21
NSPT 50 -30 50 3800 9
NSPT10 -40 10 760 10
Lapisan Ax Ay Az Bh Bv
NSPT 20 1260 2100 6000 35.5 45.8
NSPT 50 540 900 6000 23.2 30.0
NSPT10 600 1000 6000 24.5 31.6 y = 100 m
x = 60 m
Ax = t lapisan.x = t lapisan . 60
Ay = t lapisan.y = t lapisan . 100
Az = x.y = 100x60
8
Lapisan u W G
NSPT 20 0.3 1.7 584.6 876.9
NSPT 50 0.3 2.1 1461.5 2192.3
NSPT10 0.3 1.7 292.3 438.5
Damper
Cx = Cs
Lapisan Cp X Cp Y Cp Z unit cz Cy = Cs
cy
NSPT 20 23726 39544 112982 Dumping cx Cz = Cp
NSPT 50 17869 29782 198548 ( ton-sec/m3 ) Constant
NSPT10 7989 13315 79891
Cx = Cp
Cx = Cs Cy = Cs
Lapisan Cs X Cs Y Cs Z unit
Cy = Cp Cz = Cs
NSPT 20 12682 21137 60392
Cz = Cs
NSPT 50 9552 15919 106128 ( ton-sec/m3 )
NSPT10 4270 7117 42703
Perhitungan Boundary Line
1
k vo E 0 k ho
30
2G 2G
CP A W A cP A
W 9.81 E
(1 )(1 2 )
G G
CS A W A cS A E
W 9.81 G
2(1 ) Z = 40 m
Tanah Lunak
Lapisan Ax Ay Az Bh Bv
x = 60 m
NSPT 5 1260 2100 6000 35.5 45.8
NSPT 50 540 900 6000 23.2 30.0
NSPT10 600 1000 6000 24.5 31.6
Ax = t lapisan.x = t lapisan . 60
Ay = t lapisan.y = t lapisan . 100
Az = x.y = 100x60
8
Lapisan u W G
NSPT 5 0.3 1.7 146.2 219.2
NSPT 50 0.3 2.1 1461.5 2192.3
NSPT10 0.3 1.7 292.3 438.5
Damper
Cx = Cs
Lapisan Cp X Cp Y Cp Z unit cz Cy = Cs
cy
NSPT 5 11863 19772 56491 Dumping cx Cz = Cp
NSPT 50 17869 29782 198548 ( ton-sec/m3 ) Constant
NSPT10 7989 13315 79891
Cx = Cp
Cx = Cs Cy = Cs
Lapisan Cs X Cs Y Cs Z unit
Cy = Cp Cz = Cs
NSPT 5 6341 10569 30196
Cz = Cs
NSPT 50 9552 15919 106128 ( ton-sec/m3 )
NSPT10 4270 7117 42703
Gambar 89 Pendefinisian Boundary Surface Springs Arah X
E. Running
Pada tahap ini dilakukan definisi Analysis Case , dimana dalam penelitian ini terdapat
4 case yaitu :
1. Respons Spectrum X
2. Respons Spectrum Y
4.6.1 Umum
Model struktur terdiri dari bangunan 8 lantai, 12 lantai dan 16 lantai dimana
segi material struktur itu sendiri digunakan beton fc’ = 25 Mpa dan fy = 400
Mpa. Desain gempa struktur dilakukan dengan mengacu SNI – 1726 – 2002
BANGUNAN GEDUNG
Gambar 100 Denah 8 Lantai pada ETABS Lantai Dasar sampai Atap
(typical)
Gambar 101 Potongan Model ETABS 12 Lantai
Gambar 102 Model ETABS 3 Dimensi 12 Lantai
Gambar 103 Denah 12 Lantai pada ETABS Lantai Dasar sampai Atap
(typical)
Gambar 104 Potongan Model ETABS 12 Lantai
Gambar 105 Model ETABS 3 Dimensi 16 Lantai
Gambar 106 Lantai pada ETABS Lantai Dasar sampai Atap (typical)
4.6.2 Pendefinisian Material Properties Pada Etabs
Dimensi pelat, balok, kolom dan dinding geser yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Pelat = 12cm
Dinding geser = 15 cm
yang didapat dari SNI 1726 2002 respon spectrum gempa rencana wilayah
3.
Berikut gambar kurva respon spectrum pada SNI dan input beban Gempa
pada ETABS
Gambar 113 Kurva Respon Spectra Wilayah 3 untuk Tanah Lunak dan
Tanah Sedang
Gambar 114 Kurva Respon Spectra Wilayah 3 untuk Tanah Lunak pada
Program ETABS
Gambar 115 Kurva Respon Spectra Wilayah 3 untuk Tanah Sedang pada
Program ETABS
Gambar 116 Grafik Time History Mega Trust pada Program ETABS
Gambar 117 Grafik Time History Shallow Crustal pada Program ETABS
4.7 PERBANDINGAN HASIL ANALISIS MODEL MIDAS GTS DENGAN
ETABS
4.7.1 Perbandingan Hasil Analisis Shear Story Model MIDAS GTS dengan
ETABS
A. Tanah Sedang
Struktur 16 Lantai
lantai nilai gaya geser dasar hasil analisis program ETABS lebih besar dari
Shallow Crustal masing-masing 1.605 , 1.026 dan 1.046 kali. Hal ini
tetap atau dengan kata lain analisis dengan menggunakan ETABS relatif
lantai nilai gaya geser dasar hasil analisis program ETABS lebih besar dari
Shallow Crustal masing-masing 1.868 , 1.283 dan 1.360 kali. Hal ini
tetap atau dengan kata lain analisis dengan menggunakan ETABS relatif
.
Struktur 8 Lantai
nilai gaya geser dasar hasil analisis program ETABS lebih besar dari Program
Crustal masing-masing 1.764 , 4.79 dan 4.75 kali. Hal ini menunjukan bahwa
Berikut ini disajikan perbandingan Base Shear dari beberapa jenis beban
Vbase (Ton)
1000
900 Respons Spektrum Tanah
Sedang (Midas)
800
Respons Spektrum Tanah
700
Sedang (Etabs)
600
TH.Megathrust Tanah
500 Sedang (Midas)
400 TH.Megathrust Tanah
300 Sedang (Etabs)
800
Respons Spektrum
Tanah Sedang (Midas)
700
Respons Spektrum
600 Tanah Sedang (Etabs)
TH.Megathrust Tanah
500
Sedang (Midas)
400 TH.Megathrust Tanah
Sedang (Etabs)
300
TH.Shallow Crustall
200 Tanah Sedang (Midas)
TH.Shallow Crustall
100 Tanah Sedang (Etabs)
0
6 8 10 12 14 16 18
Story
sesuai dengan jumlah lantai hanya saja terjadi beberapa anomali yaitu untuk
analisis Time History Shallow Crustal dan Time History Megathrust dengan
ETABS terjadi lonjakan pada lantai tinggi. Hal ini menunjukan dengan
pada gedung tinggi cukup signifikan pada Tanah Sedang dan harus diperhatikan.
B. Tanah Lunak
Struktur 16 Lantai
lantai nilai gaya geser dasar hasil analisis program ETABS lebih besar dari
Shallow Crustal masing-masing 3.193 , 1.787 dan 1.413 kali. Hal ini
tetap atau dengan kata lain analisis dengan menggunakan ETABS relatif
lantai nilai gaya geser dasar hasil analisis program ETABS lebih besar dari
Shallow Crustal masing-masing 1.872 , 2.039 dan 2.029 kali. Hal ini
tetap atau dengan kata lain analisis dengan menggunakan ETABS relatif
nilai gaya geser dasar hasil analisis program ETABS lebih besar dari Program
Crustal masing-masing 2.355 , 5.344 dan 4.145 kali. Hal ini menunjukan
Berikut ini disajikan perbandingan Base Shear dari beberapa jenis beban
500
TH.Megathrust
Tanah Sedang
400
(Midas)
300 TH.Megathrust
Tanah Sedang (Etabs)
200
TH.Shallow Crustall
100 Tanah Sedang
(Midas)
0
6 8 10 12 14 16 18
Story
Vbase (Ton)
800
700
Respons Spektrum
Tanah Sedang (Midas)
600
Respons Spektrum
500 Tanah Sedang (Etabs)
TH.Megathrust Tanah
400 Sedang (Midas)
TH.Megathrust Tanah
300 Sedang (Etabs)
TH.Shallow Crustall
200 Tanah Sedang (Midas)
TH.Shallow Crustall
100 Tanah Sedang (Etabs)
0
6 8 10 12 14 16 18
Story
sesuai dengan jumlah lantai hanya saja terjadi beberapa anomali yaitu untuk
analisis Time History Shallow Crustal dan Time History Megathrust dengan
ETABS terjadi lonjakan pada lantai tinggi. Hal ini menunjukan dengan
pada gedung tinggi cukup signifikan pada Tanah Sedang dan harus diperhatikan.
4.7.2 Perbandingan Hasil Analisis Prilaku Pile dari Midas GTS dengan
Group v8
Hasil ouput program ETABS yang berupa reaksi pada base di input kedalam
Adapun Pile yang ditinjau dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Pile
Tengah
Pile Tepi
Sudut
Berikut ini disajikan contoh hasil analisis prilaku tiang pile terhadap beban
program Group v8. Adapun data secara lengkap untuk masing - masing
Unit : m
Unit : m
Unit : m
Unit : m
Unit : m
Unit : m
Unit: ton.m
Unit: kN.m
Unit: ton.m
Unit: ton.m
Uni
Unit : ton
Unit : kN
Unit : ton
Un
Unit : kN
Dari grafik defleksi pile diatas terlihat perbedaan antara defleksi pile dari output
MIDAS GTS dengan Group v8 , dimana defleksi pile hasil ouput MIDAS terjadi
sepanjang pile sedangkan pada Group v8 hanya terjadi diujung atas pile. Hal ini
dikarenakan pada analisis dengan menggunakan MIDAS GTS , terjadi pergerakan
tanah akibat gaya gempa dan terjadi interaksi antara tanah-struktur sehingga
defleksi pile yang terjadi bersifat relatif . Sedangkan pada program Group v8 beban
Dengan adanya interaksi tanah-struktur akibat pergerakan tanah pada area sekitar
dan geser yang akan terjadi lebih kecil dibandingkan dengan asumsi pada program
Selain dari reaksi balik dari struktur atas , gaya dalam pada struktur pile dipengaruhi
juga oleh tekanan tanah akibat gempa yang berasal dari dalam tanah. Sedangkaan
pada program Group v8 gaya dalam struktur pile hanya berasal dari reaksi struktur
atas, sehingga tidak dapat dilakukan pembandingan gaya dalam dari kedua program
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi dan analisisi yang telah dilakukan maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam tesis telah dilakukan pemodelan struktur 8, 12 dan 16 lantai dengan jenis
tanah lunak dan sedang menggunakan program MIDAS GTS 2012 dan ETABS
versi 9.
3. Dari hasil perbandingan analisis antara MIDAS dan ETABS menunjukkan gaya
geser dasar (base shear) hasil analisis MIDAS umunya lebih kecil dari ETABS
baik untuk tanah lunak maupun untuk tanah medium. Sedangkan gaya geser
tingkat (shear story) pada umumnya hasil MIDAS juga lebih kecil dari hasil
ETABS. Sehingga untuk kasus dalam tesisi ini, pengaruh interaksi tanah -
struktur atas. Meskipun demikian, perlu dikaji lebih dalam untuk jenis tanah
yang sangat lunak apakah tetap memberikan hasil yang sama atau justru
sebaliknya.
4. Perbedaan eigen value antara model ETABS dan MIDAS perlu dikaji lebih
dalam, khususnya adanya elemen tanah dalam model MIDAS pada dasarnya
membuat kekakuan global relatif lebih lemah dibandingkan model struktur saja
pada ETABS. Respons struktur dalam analisis MIDAS yang lebih kecil dari
141
ETABS bisa disebabkan karena perbedaan eigen value yang diperhitungkan ke
5. Terdapat perbedaan antara hasil analisis perilaku pile dari program MIDAS
dengan Group v8, dimana pada MIDAS pola nilai defleksi dan gaya dalam pile
nilai maksimum pada umumnya terjadi di bagian tengah pile, sedangkan pada
Group v8 defleksi dan gaya dalam berpola hampir sama dari berbagai jenis
kasus pembebanan dan memberikan nilai maksimum pada bagian top of pile.
sehingga untuk defleksi pile bersifat relatif terhadap pergerakan tanah di sekitar
pile, begitu juga dengan gaya dalam cenderung bervariasi sepanjang kedalaman
pile hal ini karena akibat perubahan tekanan pada tanah di daerah sekitar pile
pada saat beban gempa diterapkan. Sedangkan pada program Group v8 reaksi
base dari ouput ETABS di aplikasikan dalam bentuk gaya yang hanya bekerja
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan pengujian dengan skala
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Petersen, Mark D.; Dangkua, Donny T.; Asrurifak, M. ; Usulan Revisi Peta
9. Mylonakis, G., Gazetas, G., Nikolaou, S., Michaelides, O., The Role of Soil
1995
145
12. Taranath,B.S., Reinforced Concrete Design of Tall Buildings, International
Code Council ICC – Concrete Reinforcing Steel Institute CRSI – Taylor &
13. Louay Khalil, Marwan Sadek, Isam Shahrour, Influence of the Soil-
14. Wegner, J.L., Yao, M.M., Bhullar, S.K., Dynamic Wave Soil-Structure
3D, Journal of Engineering and Technology Research Vol. 1(2), pp. 026-
5, 2004
16. Reza Emami Azadi, M., Ali Akbar Soltani, The Effects of Soil-Foundation-
dan Non Gedung SNI 03 – 1726 - 2011, Standar Nasional Indonesia, 2011
18. Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, SNI 03 –
Standard, 2010