You are on page 1of 19

KAJIAN MASALAH PENDIDIKAN

( HOTs (4,5,6 : Bloom) ; PISA (4,5,6) )

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : 5

NAMA : 1. METHA ANGGRAEINI (06081381621036)

2. MUTIARA AMANIA (06081381621064)

DOSEN PENGAMPU : 1. ZULKARDI, PROF. DR. MI.KOMP., MSC.

2. SOMAKIM, DR. M.PD.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
A. Higher Order Thingking (HOT)
Ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis
soal untuk menulis butir soal yang menuntut berpikir tingkat tinggi, yakni
materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku sesuai dengan ranah
kognitif Bloom pada level analisis, evaluasi dan mengkreasi, setiap
pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus) dan soal mengukur
kemampuan berpikir kritis.

Menilai atau mengukur bukan sekadar untuk menghafal sejumlah


informasi, namun lebih kepada bagaimana memproses sejumlah informasi
untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang diajukkan
Menilai atau mengukur keterampilan yang lebih kompleks seperti berpikir
kritis dan merangsang siswa untuk mengintrepretasikan, menganalisa atau
bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya sehingga tidak
monoton.

Higher-order thinking menunjukkan pemahaman terhadap


informasi dan bernalar (reasoning) bukan hanya sekedar mengingat
informasi. Kita tidak menguji ingatan, sehingga kadang-kadang perlu
untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan dan siswa menunjukkan pemahaman terhadap gagasan dan
informasi dan/atau memanipulasi atau menggunakan informasi tersebut.

Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut berpikir tingkat tinggi,
maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus)
berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragrap, teks drama,
penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus,
tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam,
dianalisis, dievaluasi, dan dikreasikan.
Gambar 1

Tingkatan Taksonomi Bloom

1. HOT (higher order thinking) memberi penekanan lebih pada


proses:

 Mentransfer fakta dari satu konteks ke konteks lain.

 Memilih, memproses, dan menerapkan informasi.

 Melihat keterkaitan antara beberapa informasi yang berbeda.

 Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah.

 Menguji informasi dan gagasan secara kritis.

2. Bentuk Soal Ujian HOT (Higher Order Thingking) meliputi :

 Pertanyaan dan jawaban

 Eksplorasi dan analisis

 Penalaran informasi bukan ingatan

 Menilai, mengkritisi, dan menginterpretasi


3. Tipe Soal HOT dapat disajikan dalam bentuk :

 Pilihan ganda

 Menjodohkan

 Isian singkat

 Esai

 Unjuk kerja

 Portofolio

4. Teknik Penulisan Butir soal HOTS

 Perhatikan cakupan materi yang diharuskan untuk level


pendidikan

 Perhatikan beberapa kompetensi yang diharapkan pada tiap level


pendidikan yang kemudian diturunkan menjadi beberapa indikator
dan tujuan dari pembelajaran berdasarkan anjuran yang tertuang
pada kurikulum

 Penggunaan pengetahuan dasar untuk suatu cakupan materi sangat


mungkin berbeda sesuai dengan level pendidikan

 Menggunakan pengetahuan atau kemampuan dasar nya untuk


menyesaikan permasalahan yang ada

 Dalam taksonomi Bloom tingkatan yang paling rendah dapat


menjadi pengetahuan dasar untuk menjawab pertanyaan ke
tingkatan selanjutnya
Gambar 2

Keterampilan Tingkat Tinggi

5. Contoh soal HOTs


Level 4
Jika suatu rubik’s cubememiliki sisi sebesar 6 cm maka panjang
diagonal sisinya adalah ….
Penyelesaian:
Analisis bahwa setiap sisi dari kubus merupakan persegi dan persegi
dapat dilihat sebagai 2 segitiga siku-siku berikut:

Dari hasil analisis di atas, kita memperoleh informasi bahwa panjang


diagonal sisi yang ditanyakan pada soal sama dengan nilai sisi miring
segitiga siku-siku yang nilainya dapat diperoleh melalui teorema
phytagoras sehingga diperoleh nilai 6√2 cm sebagai jawaban.

Level 5
Jika suatu rubik’s cube memiliki sisi sebesar 6 cm maka panjang
diagonal ruangnya adalah …
Penyelesaian :
Rubik’s cube pada soal dimisalkan sebagai kubus ABCD.EFGH
dengan panjang rusuk 6 cm. Salah satu diagonal ruang kubus tersebut
adalah BH. Jika diperhatikan lebih lanjut, BH memiliki hubungan
dengan diagonal sisi AH dan rusuk AB, yaitu ketiga sisi membentuk
segitiga siku-siku ABH seperti berikut:

Berdasarkan hasil analisis di atas, besarnya diagonal ruang rubik’s


cube dapat diperoleh dengan mengevaluasi panjang diagonal ruang BH
menggunakan teorema phytagoras pada segitiga ABH sehingga
diperoleh nilai 6√3 cm sebagai jawaban.

Level 6
Pada pagi hari yang cerah, suatu bola raksasa ditempatkan di tanah
lapang yang datar. Panjang bayangan bola tersebut apabila diukur dari
titik singgung bola dengan tanah adalah 15 m. Di samping bola
tersebut terdapat tiang vertikal dengan tinggi 1m yang mempunyai
bayangan sepanjang 3 m. Radius bola tersebut adalah ... m.
Penyelesaian :
B. PISA
1. Sejarah Pisa
PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for
Student Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan
dan pengetahuan yang dirancang untuk siswa usia 15 tahun . PISA
sendiri merupakan proyek dari Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) yang pertama kali
diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca, matematika
dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan
harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep
utamanya adalah literasi.
PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000,
2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Sejak tahun 2000 Indonesia
mulai sepenuhnya berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000
sebanyak 41 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada
tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006 melonjak
menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada studi ini
meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir
diadakan pada tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum
dirilis oleh pihak OECD.
Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur
operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan
survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel,
pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Desain dan
implementasi studi berada dalam tanggung jawab konsorsium
internasional yang beranggotakan the Australian Council for
Educational Research (ACER), the Netherlands National Institute for
Educational Measurement (Citogroep), the National Institute for
Educational Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United
States.
2. TUJUAN DAN ASPEK LITERASI YANG DIUKUR PADA
PISA
Tujuan PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca,
matematika, dan sains bagi siswa usia 15 tahun. Bagi Indonesia,
manfaat yang dapat diperoleh antara lain untuk mengetahui posisi
prestasi literasi siswa di Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi
literasi siswa di negara lain dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya. Dasar penilaian prestasi literasi membaca,
matematika, dan sains dalam PISA memuat pengetahuan yang
terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas
kurikulum.Masing-masing aspek literasi yang diukur adalah sebagai
berikut:
o Membaca : memahami, menggunakan, dan merefleksikan
dalam bentuk tulisan.
o Matematika : mengidentifikasikan dan memahami serta
menggunakan dasar- dasarmatematika yang diperlukan
seseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
o Sains : menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi
masalah untuk memahamifakta-fakta dan membuat keputusan
tentang alam serta perubahan yang terjadi padalingkungan.

3. CIRI KEMAMPUAN KOGNITIF MATEMATIKA PADA


SOAL PISA

Di dalam soal-soal PISA terdapat delapan ciri kemampuan


kognitif matematika yaitu :

a. thinking and reasoning

b. argumentation

c. communication
d. modeling

e. problem posing and solving

f. representation, using symbolic

g. formal and technical language and operations

h. use of aids and tools

Kedelapan kemampuan kognitif matematika itu sangat sesuai


dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat pada
kurikulum kita . Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
soal-soal PISA bukan hanya menuntut kemampuan dalam penerapan
konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana konsep itu dapat
diterapkan dalam berbagai macam situasi, dan kemampuan siswa
dalam bernalar dan berargumentasi tentang bagaimana soal itu dapat
diselesaikan.
4. PISA Framework

Framework PISA Matematika berdasarkan tiga dimensi: (i) isi


atau konten matematika; (ii) proses yang perlu dilakukan siswa ketika
mengamati suatu gejala, menghubungkan gejala itu dengan
matematika, kemudian memecahkan masalah yang diamatinya itu;
dan (iii) situasi dan konteks. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. PISA Matematika Framework


 Konten

Konten dibagi menjadi empat bagian (Hayat, 2009) yaitu:

1. Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok


pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji
kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan
perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk,
serta mengenali cirri- ciri suatu benda dalam hubungannya
dengan posisi benda tersebut.
2. Perubahan dan hubungan (change and relationships) berkaitan
dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering
dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat
umum, seprti penambahan, pengurangan, dan pembagian.
Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai symbol aljabar,
grafik, bentuk geometris, dan table. Oleh karena setiap
representasi symbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-
masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat
penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang
harus dikerjakan.
3. Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan
pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami
ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam
konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara
kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka,
memahami langkah-langkah matematika, berhitunhg di luar
kepala, dan melakukan penaksiran.
4. Probabilitas dan ketidakpastian (uncertainty) berhubungan
dengan statistic dan probabilitas yang sering digunakan
dalam masyarakat informasi.
Keempat konten matematika tersebut adalah landasan untuk
belajar matematika sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup
keseharian.

 Proses Matematika
PISA mengelompokkan komponen proses ini ke dalam tiga
kelompok (Hayat, 2009) yaitu:
1. Komponen proses reproduksi (reproduction cluster) Dalam
penilaian PISA, siswa diminta untuk mengulang atau menyalin
informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa
diharapkan dapat mengulang kembali defenisi suatu hal dalam
matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan
perhitungan sederhana yang mungkin membutuhkan
penyelesaian tidak terlalu rumit dan umum dilakukan.
Tentunya keterampilan seperti ini sudah sering kita lihat dalam
penilaian tradisional.

2. Komponen proses koneksi (connection cluster) Dalam koneksi


ini, siswa diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara
beberapa gagasan dalam matematika, membuat hubungan
antara materi ajar yang dipelajari dengan kehidupan nyata di
sekolah dan masyarakat. Dalam kelas ini pula, siswa dapat
memecahkan permasalahan yang sederhana. Khususnya, siswa
dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan
masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana. Dengan
demikian, siswa diharapkan dapat terlibat langsung dalam
pengambilan keputusan secara matematika dengan
menggunakan penalaran matematika yang sederhana.
3. Komponen proses refleksi (reflection cluster) Komponen
refleksi ini adalah kompetensi yang paling tinggi yang diukur
kemampuannya dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar
dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji
kompetensi ini, diharapkan setiap siswa berhadapan dengan
suatu keadaan tertentu. Mereka dapat menggunakan pemikiran
matematikanya secara mendalam dan menggunakannya untuk
memecahkan masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa
melakukan analisis terhadap situasi yang dihadapinya,
mengidentifikasi dan menemukan „matematika‟ dibalik situasi
tersebut. Proses matematisasi ini meliputi kompetensi siswa
dalam mengenali dan merumuskan keadaan dalam konsep
matematika, membuat model sendiri tentang keadaan tersebut,
melakukan analisis, berpikir kritis, dan melakukan refleksi atas
model itu, serta memecahkan masalah dan menghubungkannya
kembali pada situasi semula.

 Konteks Matematika

Dalam PISA, konteks matematika dibagi ke dalam empat situasi (


Hayat, 2009) sebagi berikut:
1. Konteks pribadi yang secara langsung berhubungan dengan
kegiatan pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan
sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan
pribadi yang memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika
diharapkan dapat berperan dalam menginterpretasikan
permasalahan dan kemudian memecahkannya.
2. Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan
kehidupan siswa di sekolah dan atau di lingkungan tempat
bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika
diharapkan dapat membantu untuk merumuskannya,

melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah


pendidikan dan pekerjaan pada umumnya.
3. Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan
pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan
lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa
dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang
pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk
mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan
di masyarakat.
4. Konteks keilmuan yang secara khusus berhubungan dengan
kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut
pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan
pemecahan masalah matematika. Konteks ini dikenal sebagai
konteks intra-mathematical

5. Hubungan Level PISA dengan Taksonomi Bloom


Taksonomi, menurut kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti
“klasifikasi bidang ilmu; kaidah dan prinsip yang meliputi
pengklasifikasian objek”. Taksonomi Bloom sendiri adalah taksonomi
dalam bidang kependidikan yang dicetuskan oleh Benjamin S. Bloom.
Taksonomi ini bertujuan untuk mengklasifikasikan materi atau tujuan dari
pendidikan. Misalnya tujuan pendidikan antara peserta didik di SMA,
SMK, antara SD dengan SMP seperti itu.

Tabel : Hubungan Level PISA dengan Taksonomi Bloom


Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa level 1-3 tergolong sebagai
Low Order Thinking. berdasarkan taksonomi bloom. Sedangkan level 4-6 soal
pada PISA tergolong sebagai High Order Thinking.
6. SOAL PISA
LEVEL 4
Jawaban

LEVEL 5
Suatu jalur pendakian menuju puncak gunung Fuji memiliki panjang 9 km.
Pendaki harus kembali dari pendakian sejauh 18 km tersebut pada jam 8
malam. Toshi memperkirakan dia dapat mendaki gunung dengan
kecepatan rata-rata 1,5 km/jam dan menuruni gunung dengan kecepatan
dua kali kecepatan tersebut pada pendakian. Perkiraan kecepatan tersebut
telah memerhitungkan istirahat pada perjalanan. Menggunakan perkiraan
toshi, kapan paling lambat dia harus memulai pendakian agar dia dapat
kembali pada pukul 8 malam?
Penyelesaian :
Dik :
𝑆= 9 km
𝑉1 = 1,5 km/jam, karena pada saat menuruni gunung memiliki kecepatan
2 kali lebih cepat maka 𝑉2 = 3 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
9 𝑘𝑚
𝑇 = 1,5 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 = 6 𝑗𝑎𝑚

Dit : kapan paling lambat dia harus memulai pendakian agar dia dapat
kembali pada pukul 8 malam?
Penyelesaian :
S = 18 km – 9 km = 9 km
V = 3 km
9𝑘𝑚
T = 3𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 = 3 𝑗𝑎𝑚

Jadi, waktu untuk menuruni gunung = 9 jam, waktu yang paling tepat
untuk menuruni gunung adalah 9 jam sebelum jam 8 malam yaitu pukul 11
pagi.

LEVEL 6
Anak Gunung Krakatau adalah Gunung berapi yang masih aktif dan
berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan pulau Sumatra. Nama Anak
Gunung Krakatau berdasarkan dari nama induknya yaitu Gunung Krakatau
yang sirna karena letusannya pada tanggal 27 Agustus 1883.

Gunung Anak Krakatau setiap tahun menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki.
Penyebab pertambahan tinggi gunung itu adalah oleh material yang keluar
dari lubang lava. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230
meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelum
meletus memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut. Berapa tahun
kemudian ketinggian Anak Krakatau akan sama dengan induknya sebelum
meletus? Jelaskan strategimu (Keterangan: 1 kaki = 0,3048 m).

Jawaban:
Diketahui : Setiap tahun kenaikan Gunung Krakatau = 20 kaki (6 meter)
1 kaki = 0,3048 meter
Sekarang tinggi Anak Krakatau = rata-rata 230 meter
Tinggi Gunung Krakatau sebelum meletus = sekitar 813 meter
Ditanya : Berapa tahun kemudian ketinggian Anak Krakatau akan sama
dengan induknya sebelum meletus?

Jawab : Selisih gunung krakatau dengan anak krakatau = 813 m -230 m =


583 m Setiap tahun kenaikan Gunung Krakatau = 20 kaki (6 meter). Jadi,
583 m : 6 m = 97,16 m. Maka anak krakatau mencapai ketinggian Gunung
Krakatau sebelum meletus sekitar 97 tahun yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Suryapuspitarini, B.K, Wardono & Kartono. 2018. Analisis Soal-Soal Matematika
Tipe Higher Order Thinking Skill (HOTS) pada Kurikulum 2013 untuk
Mendukung Kemampuan Literasi Siswa. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional
Matematika. 876-884.

https://www.quipper.com/id/blog/sbmptn/informasi-sbmptn/perbedaan-soal-hots-
dan-bukan-hots/ (diakses pada tanggal )

You might also like