You are on page 1of 92

BAB IV

PRAKTIKUM KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN MOBILISASI

A. PENGKAJIAN NEUROMUSKULAR
1. Definisi
Pengkajian neuromuskular adalah upaya perawat untuk mengidentifikasi klien yang
beresiko tinggi atau yang memperlihatkan adanya tanda dan gejala masalah pada
keseimbangan neuro dan muskular.

2. Tujuan
Tujuan dari pengkajian neuromuskular adalah:
a. mengidentifikasi adanya tanda dan gejala masalah pada keseimbangan
neuromuskular.
b. Membantu menegakkan diagnosa keperawatan dengan tepat
c. Sebagai panduan untuk menentukan intervensi yang tepat
d. Sebagai bahan evaluasi efektifitas pengobatan

3. Indikasi
Klien dengan resiko atau gangguan keseimbangan neuromuscular

4. Alat dan bahan


a. Palu refleks
b. Kapas
c. Kopi atau bau-bauan menyengat
d. Air hangat
e. Benda tajam
f. Benda tumpul

5. Prosedur Tindakan
a. Pemeriksaan Kesadaran GCS (Glasgow Coma Scale)

29

!
Table 5.1
Glasgow Coma Scale

Pemeriksaan GCS Nilai


1) Eye opening (membuka mata)
a) Spontan 4
b) Dipanggil 3
c) Rangsang nyeri 2
d) Tidak ada respon (diam) 1
2) Verbal Response (bicara)
a) Orientasi baik 5
b) Jawaban kacau 4
c) Kata-kata tidak Patut (inappropriate) 3
d) Bunyi tak berarti (Incomprehensible) 2
e) Tidak bersuara 1
3) Motor Response (gerakan)
a) Sesuai perintah
b) Lokalisasi nyeri 6
c) Reaksi pada nyeri 5
d) Fleksi (dekortikasi) 4
e) Ekstensi (deserebrasi) 3
f) Tidak ada response (diam) 2
1

Gambar: 4.1: Membuka mata


b. Inspeksi
1) Gaya berjalan dan tingkah laku.
2) Simetri tubuh dan ektremitas.
3) Kelumpuhan badan dan anggota gerak dll.

30

!
4) Gerakan Volunter:
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
a) Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
b) Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
c) Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
d) Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
e) Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
f) Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
g) Gerakan jari- jari kaki.
b. Palpasi otot.
1) Pengukuran besar otot.
2) Nyeri tekan.
3) Kontraktur.
4) Konsistensi (kekenyalan).
5) Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada:
a) Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
b) Kelumpuhan jenis upper motor neuron (UMN) (spastisitas).
c) Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas).
d) Kontraktur otot.
6) Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:
a) Kelumpuhan jenis Lower motor neuron (LMN) akibat denervasi otot.
b) Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.
c. Perkusi otot
1) Normal: otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
2) Miodema:penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya
terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).
3) Miotonik: tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

31

!
d. Tonus otot
1) Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku
dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
2) Flaccid: tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
3) Hipotoni: tahanan berkurang.
4) Spastik: tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai
pada kelumpuhan UMN.
5) Rigid: tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada
Parkinson.

e. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
1) Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini.
2) Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
Table 5.2
Penilaian Kekuatan Otot

Penilaian Kekuatan otot Nilai


Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan 1
gerakanpada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot
tersebut.
Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan 2
gaya berat (gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3
Dapat melawan gaya berat, juga dapat pula mengatasi sedikit 2
tahanan yang diberikan.
Tidak ada kelumpuhan (normal) 1

32

!
f. Pemeriksaan 12 syaraf kranial
Terdapat 12 pasang syaraf kranial dimana beberapa diantaranya adalah
serabut campuran, yaitu gabungan syaraf motorik dan sensorik, sementara
lainnya adalah hanya syaraf motorik ataupun hanya syaraf sensorik.

1) Alat dan Bahan


a) Kopi
b) Teh
c) Tembakau
d) Buku Bacaan
e) Funduskopi
f) Kapas
g) Jarum
h) Botol berisi air panas dan air dingin
i) Kuliper/jangka
j) Garpu penala
k) Gula
l) Garam
m) Penlight
n) Reflek hammer
o) Tonque spatele

2) Prosedur Tindakan
a) Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Nervus olfaktorius diperiksa dengan zat-zat (bau-bauan) seperti :
kopi, teh dan tembakau. Pada pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan
adalah adanya penyakit intranasal seperti influenza karena dapat
memberikan hasil negatif atau hasil pemeriksaan menjadi samar/tidak
valid.
Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau
pemeriksa menutup salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien
disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah pasien mencium

33

!
sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang valid, lakukan
dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda, tidak hanya pada 1
macam zat saja.
Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik
disebut daya cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut
hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi.
b) Nervus Optikus/N II (sensorik)
Kelainan-kelainan pada mata perlu dicatat sebelum pemeriksaan
misalnya : katarak, infeksi konjungtiva atau infeksi lainnya. Bila pasien
menggunakan kaca mata tetap diperkenankan dipakai.
a. Ketajaman penglihatan
Pasien disuruh membaca buku dengan jarak 35 cm kemudian dinilai
apakah pasien dapat melihat tulisan dengan jelas, kalau tidak bisa
lanjutkan dengan jarak baca yang dapat digunakan klien, catat jarak
baca klien tersebut.
Pasien disuruh melihat satu benda, tanyakan apakah benda yang
dilihat jelas/kabur, dua bentuk atau tidak terlihat sama sekali /buta.
b. Lapangan penglihatan
Cara pemeriksaan : alat yang digunakan sebagai objek biasanya jari
pemeriksa. Fungsi mata diperiksa bergantian. Pasien dan pemeriksa
duduk atau berdiri berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan
sejajar dengan mata pemeriksa. Jarak antara pemeriksa dan pasien
berkisar 60-100 cm. Mata yang lain ditutup. Objek digerakkan oleh
pemeriksa pada bidang tengah kedalam sampai pasien melihat objek,
catat berapa derajat lapang penglihatan klien.
c) Nervus Okulomotorius/N III (motorik)
Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena,
levator palpeora dan konstriktor pupil.
Cara pemeriksaan :
Diobservasi apakah terdapat edema kelopak mata, hipermi konjungtiva,
hipermi sklerata kelopak mata jatuh (ptosis), celah mata sempit
(endophthalmus), dan bola mata menonjol (exophthalmus).

34

!
d) Nervus Trokhlearis/N IV (motorik)
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm,
normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat
kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk pupil, kesamaan
ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, anisokor / tidak sama), dan
reaksi pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil, negatif
bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah terdapat perdarahan
pupil (diperiksa dengan funduskopi).
e) Nervus Trigeminus/N V (motorik dan sensorik)
Merupakan syaraf yang mempersarafi sensoris wajah dan otot
pengunyah . Alat yang digunakan : kapas, jarum, botol berisi air panas
dan air dingin, kuliper/jangka dan garpu penala.
a. Sensibilitas wajah.
Rasa raba :pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang digulung
memanjang, dengan menyentuhkan kapas kewajah pasien dimulai dari
area normal ke area dengan kelainan.
Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan.
Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul.
Tanyakan pada klien apakah merasakan rasa tajam dan tumpul.
Dimulai dari area normal ke area dengan kelainan.
Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol
berisi air dingin dan air panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin).
Pasien disuruh meyebutkan panas atau dingin yang dirasakan
Rasa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien
diminta menyebutkan area wajah yang disentuh (atas atau bawah)
Rasa getar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran
garpu penala yang disentuhkan ke wajah pasien.
b. Otot mengunyah
Cara periksaan : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian
dipalpasi kedua otot pengunyah (muskulus maseter dan temporalis)
apakah kontraksinya baik, kurang atau tidak ada. Kemudian dilihat
apakah posisi mulut klien. Simetris atau tidak, mulut miring.

35

!
f) Nervus Abdusens/N VI (motorik)
Fungsi otot bola mata dinilai dengan keenam arah utama yaitu
lateral. Lateral atas, medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan
kebawah. Pasien disuruh mengikuti arah pemeriksaan yang dilakukan
pemeriksa sesuai dengan keenam arah tersebut. Normal bila pasien dapat
mengikuti arah dengan baik. Terbatas bila pasien tidak dapat mengikuti
dengan baik karena kelemahan otot mata, ninstagmus bila gerakan bola
mata pasien bolak balik involunter.
g) Nervus Fasialis/N VII (motorik dan sensorik)
Cara pemeriksaan : dengan memberikan sedikit berbagai zat di 2/3
lidah bagian depan seperti gula, garam dan kopi. Pasien disuruh
menjulurkan lidah pada waktu diuji dan selama menentukan zat-zat yang
dirasakan klien disebutkan atau ditulis dikertas oleh klien.
h) Nervus Akustikus/N VIII (sensorik)
1. Pendengaran : diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga pasien di
ruang yang disunyi. Telinga diuji bergantian dengan menutup salah
telinga yang lain. Normal klien dapat mendengar detik arloji 1 meter.
Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan pasien mengalami
penurunan pendengaran.
2. Keseimbangan : dilakukan dengan memperhatikan apakah klien
kehilangan keseimbangan hingga tubuh bergoyang-goyang
(keseimbangan menurun) dan normal bila pasien dapat berdiri/berjalan
dengan seimbang.
i) Nervus Glosso-faringeus/N IX (motorik dan sensorik)
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior
faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative
bila tidak ada reflek muntah.
j) Nervus Vagus/N X (motorik dan sensorik)
Cara pemeriksaan : pasien disuruh membuka mulut lebar-lebar
dan disuruh berkata ‘aaah’ kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi
kehidung. Dan observasi denyut jantung klien apakah ada takikardi atau
brakardi.

36

!
k) Nervus Aksesorius/N XI (motorik)
Cara pemeriksaan : dengan menyuruh pasien menengok kesatu
sisi melawan tangan pemeriksa sedang mempalpasi otot wajah Test
angkat bahu dengan pemeriksa menekan bahu pasien ke bawah dan
pasien berusaha mengangkat bahu ke atas. Normal bila klien dapat
melakukannya dengan baik, bila tidak dapat kemungkinan klien
mengalami parase.
l) Nervus Hipglosus (motorik)
Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik
lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah
terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada
hipoglosus.

g. Pemeriksaan Refleks
Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting yang sangat
menentukan. Penilaian refleks selalu berarti penilaian secara banding antara sisi
kiri dan sisi kanan. Respon terhadap suatu perangsangan tentu tergantung pada
intensitas. Oleh karena itu refleks kedua belah tubuh yang dapat dibandingkan
harus merupakan hasil perangsangan yang berintensitas sama.
Refleks fisiologis untuk pemeriksaan klinis meliputi refleks superficial dan
refleks tendon atau periosteum. Pada penderita penyakit syaraf tertentu dapat
dibandingkan refleks patologis atau juga refleks primitif. Dari penilaian terhadap
refleks fisiologis dan patologis ini kita dapat memperkirakan letak/jenis lesi.
1) Refleks Superficial
a) Refleks dinding perut
Stimulus: Goresan dinding perut daerah epigastrik, supraumbilical, infra
Umbilical dari lateral ke medial.
Respons: kontraksi dinding perut
Afferent dan Efferent:
nervus (n). intercostal thorakal (T) 5 – 7 (epigastrik)
n. intercostal T 7 – 9 (supra umbilical)
n. intercostal T 9 – 11 (umbilica)
n. intercostal T 11 – L 1 (infra umbilical)

37

!
n. iliohypogastricus
n. ilioinguinalis
b) Refleks cremaster:
Stimulus: goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah.
Respons: elevasi testis Ipsilateral.
Afferent: n. ilioinguinal (L 1-2).
Efferent: n. Genitofemoralis.
2) Refleks fisiologis (tendon/periosteum)
a) Refleks biseps
Stimulus: ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respons: fleksi lengan pada sendi siku.
Afferent: nervus (n) musculucutaneus (C 5-6).
Efferent: idem

Gambar 5.2: Refleks biceps


b) Refleks triceps
Stimulus: ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi
Respons: extensi lengan bawah di sendi siku
Afferent: n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst: idem

38

!
Gambar 5.3: Refleks triceps
c) Refleks periosto radialis
Stimulus: ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasi
Respons: fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.
brachioradialis
Afferent: n. radialis (C 5-6)
Efferent: idem
d) Refleks periosto ulnaris
Stimulus: ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi – supinasi.
Respons: pronasi tangan akibat kontraksi m. Pronator quadratus
Afferent: n. ulnaris (C 3-T1).
Efferent: idem.
e) Refleks patella
Stimulus: ketukan pada tendon patella.
Respons: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps Femoris.
Efferent: n. femoralis (L 2-3-4).
Afferent: idem.

Gambar 5.4: Refleks patella

39

!
f) Refleks achilles
Stimulus: ketukan pada tendon achilles.
Respons: plantar fleksi kaki karena kontraksi m. Gastrocnemius.
Efferent: n. tibialis (L5-S, 1-2).
Afferent: idem.

Gambar 5.5: Refleks Achilles


g) Klonus lutut
Stimulus: pegang dan dorong os patella ke arah distal.
Respons: kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris selama stimulus
berlangsung.

Gambar 5.6: klonus otot


h) Klonus kaki:
Stimulus: dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi
lutut.
Respons: kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.
3) Refleks Patologis
a) Babinski
Stimulus: penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.

40

!
Respons: ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari-jari kaki.

Gambar 4.7: Refleks Babinski


b) Chaddock
Stimulus: penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus
lateralis dari posterior ke anterior.
Respons: seperti babinski.

Gambar 5.8: Refleks Chaddock


c) Oppenheim
Stimulus: pengurutan crista anterior tibia dari proksimal ke distal.

Respons: seperti babinski.


Gambar 5.9: Refleks Oppenheim
d) Gordon
Stimulus: penekanan betis secara keras.
Respons: seperti babinski.

41

!
Gambar 5.10: Refleks Gordon
e) Schaffer
Stimulus: memencet tendon achilles secara keras.
Respons: seperti babinski.
f) Gonda
Stimulus: penekukan (planta fleksi) maksimal jari kaki keempat.
Respons: seperti babinski.

B. KESESUAIAN BENTUK TUBUH (BODY ALIGNMENT)


1. Pengertian
Postur/kesejajaran tubuh merupakan istilah yang mengacu pada posisi sendi,
tendon, ligamen, dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring. Kesejajaran tubuh
yang benar mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot secara adekuat, dan menunjang keseimbangan.
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada pasien yang berdiriatau
berbaring.

2. Tujuan
a. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat
pertumbuhan dan perkembangan.
b. Mengindentifikasi penyimpangan kesejajaran tubuh yang disebabkan postur
yang buruk.
c. Memberi kesempatan pasien untuk mengobservasi posturnya.
d. Mengidentifikasi kebutuhan belajar pasien untuk mempertahankan kesejajaran
tubuh yang benar.
e. Mengidentifikasi trauma, kerusakan otot, atau disfungsi saraf.

42

!
f. Memperoleh informasi mengenai faktor-faktor lain yang memengaruhi
kesejajaran yang buruk, seperti kelelahan, malnutrisi, dan masalah psikologis.

3. Indikasi
a. Pasien yang mempunyai kelemahan otot, paralisis ototatau kerusakan saraf.
b. Pasien yang mengalami gangguan mobilisasi.

4. Pengkajian
a. Anamnesa: kelemahan otot, tanyakan pasien tentang persepsi terhadap nyeri,
daya tahan dan toleransi terhadap aktifitas.
b. Inspeksi: gaya berjalan dan kemampuan bergerak secara bebas.

5. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (hal
304)
b. Hambatan kemampuan berpindah berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 308).

6. Perencanaan
Lakukan kesejajaran tubuh yang tepat.

7. Alat dan Bahan


Bantal dan tempat tidur.

8. Prosedur
Langkah pertama mengkaji kesejajaran tubuh adalah menempatkan pasien
pada posisi istirahat sehingga tidak tampak dibuat-buat atau posisi kaku. Jika
mengkaji kesejajaran tubuh pasien immobilisasi atau pasien tidak sadar maka
bantal dan alat penopang diangkat dari tempat tidur lalu pasien diletakkan pada
posisi terlentang.
a. Berdiri
1) Kepala tegak dan midline.
2) Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar.

43

!
3) Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus.
4) Ketika pasien dilihat dari arah lateral, kepala tegak dan garis tulang belakang
digaris dalam pola S terbalik. Tulang belakang servikal pada arah anterior
adalah cembung, tulang belakang torakal pada arah posterior adalah
cembung, dan tulang belakang lumbal pada arah anterior adalah cembung.
5) Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan nyaman
dan lutut dengan pergelangan kaki agak melengkung. Orang tampak nyaman
dan tidak sadar akan lutut dan pergelangan kaki yang fleksi.
6) Lengan pasien nyaman di samping.
7) Kaki ditempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang, dan
jari-jari kaki menghadap ke depan.
8) Ketika pasien dilihat dari arah posterior, pusat gravitasi berada di tengah
tubuh, dan garis gravitasi mulai dari tengah kepala depan sampai titik tengah
antara kedua kaki. Bagian lateral garis gravitasi dimulai secara vertikal dari
tengah tengkorak sampai sepertiga kaki bagian posterior.

Gambar 5.10: Kesejajaran tubuh saat berdiri

b. Duduk
1) Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang lurus.
2) Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha.
3) Paha sejajar dan berada pada potongan horizontal.
4) Kedua kaki ditopang di lantai.
5) Jarak 2-4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal
pada permukaan lutut bagian posterior. Jarak ini menjamin tidak ada tekanan

44

!
pada arteri popliteal atau saraf untuk menurunkan sirkulasi atau mengganggu
fungsi saraf.
6) Lengan bawah pasien ditopang pada pegangan tangan, di pangkuan, atau di
atas meja depan kursi.

Gambar 5.11: Kesejajaran tubuh saat duduk


c. Berbaring
Pengkajian kesejajaran tubuh ketika berbaring membutuhkan posisi lateral
pada pasien dengan menggunakan satu bantal, dan semua penopangnya
diangkat dari tempat tidur (lihat gambar). Tubuh harus ditopang oleh matras yang
adekuat. Tulang belakang harus berada dalam kesejajaran lurus tanpa ada
lengkungan yang terlihat.

Gambar 5.12: Kesejajaran tubuh saat berbaring


9. Evaluasi
a. Observasi pasien dalam melakukan rentang gerak pada kedua ekstremitas
dan bandingkan dengan hasil pengkajian awal.
b. Tanya pasien mengenai kekuatan otot pada ekstremitas yang sakit.
c. Observasi sendi melalui rentang gerak.
d. Palpasi sendi selama latihan rentang gerak.
e. Ukur rentang gerak.

45

!
C. MEKANIKA TUBUH (BODY MECHANIC)
1. Pengertian
Mekanika tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem muskuloskeletal
dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur dan kesejajaran
tubuh yang tepat. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat akan mengurangi
risiko cedera sistem muskuloskeletal. Mekanika yang tepat juga memfasilitasi
pergerakan tubuh, yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi ketegangan
otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan.

2. Tujuan
a. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat
pertumbuhan dan perkembangan.
b. Mengindentifikasi penyimpangan kesejajaran tubuh yang disebabkan postur
yang buruk.
c. Memberi kesempatan pasien untuk mengobservasi posturnya.
d. Mengidentifikasi kebutuhan belajar pasien untuk mempertahankan kesejajaran
tubuh yang benar.
e. Mengidentifikasi trauma, kerusakan otot, atau disfungsi saraf.
f. Memperoleh informasi mengenai faktor-faktor lain yang memengaruhi
kesejajaran yang buruk, seperti kelelahan, malnutrisi, dan masalah psikologis.

3. Indikasi
a. Pasien yang mengalami gangguan fungsi sistem muskuloskeletal, saraf atau
otot.
b. Pasien yang mengalami kelemahan serta kekakuan.

4. Pengkajian
a. Anamnesa: kelemahan otot, tanyakan pasien tentang persepsi terhadap nyeri,
daya tahan dan toleransi terhadap aktifitas.
b. Inspeksi: gaya berjalan dan kemampuan bergerak secara bebas.

46

!
5. Diagnosa Keperawatan
Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelelahan fisik/deprivasi tidur/
pekerjaan (hal. 312)

6. Perencanaan
a. Lakukan teknik mengangkat yang tepat pada pasien.
b. Ajarkan teknik mengubah posisi (macam-macam posisi) pada pasien.

7. Alat dan Bahan


a. Tronchanter
b. Sandbag
c. teandroll
d. Bantal.
e. Tempat tidur.

8. Prosedur
a. Teknik mengangkat
Sebelum mengangkat, perawat harus mengkaji kemampuan mengangkat pasien
atau objek yang akan diangkat dengan menentukan kriteria dasar cara
mengangkat sebagai berikut:
1) Posisi beban. Beban yang akan diangkat berada sedekat mungkin dengan
pengangkat. Posisikan objek pada keadaan seperti di atas ketika perawat
menggunakan gaya mengangkat dikarenakan objek berada dalam potongan
sama.
2) Tinggi objek. Tinggi yang paling baik untuk mengangkat vertikal adalah
sedikit di atas jari tengah seseorang dengan lengan tergantung di samping.
3) Posisi tubuh. Ketika posisi tubuh pengangkat bervariasi dengan tugas
mengangkat yang berbeda, maka tubuh diposisikan dengan batang tubuh
tegak sehingga kelompok otot-otot multipel bekerja sama dengan cara yang
sinkron.
4) Berat maksimum. Setiap perawat harus mengetahui berat maksimum yang
aman untu diangkat–aman bagi perawat dan pasien.

47

!
b. Prosedur Kerja:
1) Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan berat maksimum.
2) Angkat objek dengan benar dari bawah pusat gravitasi:
a) Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan.
b) Perbesar dasar dukungan anda dengan menempatkan kedua kaki agak
sedikit terbuka.
c) Turunkan pusat gravitasi anda keobjek yang akan diangkat.
d) Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala dan leher dengan
vertebra, jaga tubuh tetap tegak.

3) Angkat objek dengan benar dari atas pusat gravitasi tempat tidur:
a) Gunakan alat melangkah yang aman dan stabil. Jangan berdiri di atas
tangga teratas.
b) Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur.
c) Pindahkan berat objek dari tempat tidur dengan cepat pada lengan dan di
atas dasar dukungan.

Gambar 5.13: Teknik mengangkat

c. Teknik Mengubah Posisi


Klien yang mengalami gangguan fungsi sistem skeletal, saraf atau otot dan
peningkatan kelemahan serta kekakuan biasanya membutuhkan bantuan
perawat untuk memperoleh kesejajaran tubuh yang tepat ketika selama berada
di tempat tidur atau duduk.
Alat bantu yang dipakai untuk mengatur posisi yang tepat antara lain:

48

!
1) Bantal: memberi sokongan tubuh dan ekstremitas; meninggikan beberapa
bagian tubuh; membebat daerah insisi untuk mengurangi nyeri
pascaoperasio selama aktifitas, batuk maupun napas dalam
2) Papan kaki (Posey footguard): mempertahankan dorsifleksi pada kaki
3) Trochanter roll: Mempertahankan dorsifleksi pada kaki

Gambar 5.14: Trochanter roll


4) Sandbag: Mencegah rotasi luar pada tungkai kaki kaki ketika klien dalam
posisi supine ekstremitas; mempertahankan kesejajaran tubuh spesifik
5) Hand roll: mempertahankan jari ibu sedikit adduksi dan berlawanan pada
jari; mempertahankan jari-jari tangan dalam posisi sedikit fleksi

Gambar 4.15: Hand roll

49

!
6) Hand wrist splint: Dibentuk secara individu untuk klien untuk
mempertahankan kesejajaran jari ibu; sedikit adduksi berlawanan pada jari-
jari tangan; mempertahankan pergelangan tangan sedikit dorsifleksi

7) Trapeze bar: memampukan klien untuk mengangkat tubuh dari tempat tidur;
memungkinkan klien berpindah dari tempat tidur ke kursi roda;
memungkinkan klien melakukan latihan yang menguatkan lengan bagian
atas.

Gambar 5.16: Trapeze bar


8) Pagar tempat tidur: memungkinkan klien lemah berguling dari sisi ke sisi lain
atau duduk di atas tempat tidur.
9) Papan tempat tidur: memberika sokongan tambahan pada matras dan
memperbaiki kesejajaran tulang vertebra.
9. Evaluasi
a. Observasi pasien dalam melakukan rentang gerak pada kedua ekstremitas dan
bandingkan dengan hasil pengkajian awal.
b. Tanya pasien mengenai kekuatan otot pada ekstremitas yang sakit.
c. Observasi sendi melalui rentang gerak.
d. Palpasi sendi selama latihan rentang gerak.
e. Ukur rentang gerak.

D. PENGATURAN POSISI PASIEN (POSITIONING PATIENT)


Pengaturan posisi pasien dengan kesejajaran tubuh yang baik adalah aspek
yang penting dalam keperawatan dalam mencegah ketidaknyamanan pada otot-otot,
luka dekubitus, kerusakan pada saraf-saraf superfisial dan pembuluh darah, dan
kontraktur.

50

!
Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan sebelum mengatur posisi pasien di tempat
tidur:
1. Matras/kasur harus cukup memenuhi ukuran tubuh.
2. Tempat tidur harus bersih dan kering.
3. Tempatkan alat bantu mobilisasi pada tempat khusus.
4. Hindari penekanan pada satu bagian tubuh tertentu yang dapat menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah vena dan pembentukan thrombus.
5. Perencanaan jadwal untuk perubahan posisi dalam 24 jam.

Macam – Macam Posisi Pasien Di Tempat Tidur


1. Posisi Fowler (Setengah Duduk)
a. Pengertian
Posisi Fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala tempat tidur di
tinggikan 450 - 600 dan lutut pasien sedikit ditinggikan tanpa tekanan untuk
membatasi sirkulasi di tungkai bawah.

b. Tujuan
1) Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
2) Meningkatkan rasa nyaman.
3) Meningkatkan dorongan pada diafrgama sehingga meningkatnya ekspansi
dada dan ventilasi paru.
4) Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap.

c. Indikasi
Pasien dengan kesulitan pernafasan dan masalah jantung.

d. Masalah Umum Posisi Fowler


1) Meningkatnya fleksi servikal karena bantal di kepala terlalu tebal dan kepala
terdorong kedepan.
2) Ektensi lutut memungkinkan pasien meluncur ke bagian kaki tempat tidur.
3) Tekanan lutut bagian posterior menurunkan sirkulasi ke kaki.
4) Rotasi luar pada pinggul
5) Lengan menggantung di sisi pasien tanpa di sokong.

51

!
6) Kaki yang tidak tersokong.
7) Titik penekanan di sakrum maupun di tumit yang tidak terlindungi.

e. Pengkajian
1) Anamnesa: kondisi fisik, kekuatan otot panggul dan ektermitas, dan tingkat
kesadaran pasien.
2) Inspeksi: toleransi pasien terhadap perubahan posisi, kekuatan otot
ektremitas, keadaan umum pasien (lemah, pusingm dan lain-lain).
3) Palpasi: kelembaban kulit (lembab, dingin, berkeringat), turgor,
4) Perkusi: refleks sendi ektremitas atas dan bawah (melemah, meningkat, atau
adanya refleks patologis).
5) Beberapa aspek kesehatan lain yang bisa memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.

f. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan mobilitas
fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)

g. Perencanaan
a) Kaji kondisi pasien dan kebutuhan mobilisasi yang diperlukan.
b) Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

h. Alat dan Bahan


1) Bantal
2) Papan kaki
3) Bantal kecil atau gulungan

i. Prosedur
a) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.

52

!
c) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan
bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
d) Minta bantuan bila di perlukan.
e) Jelaskan prosedur pada pasien.
f) Cuci tangan.
g) Jaga privasi pasien.
h) Tempatkan tempat tidur pada posisi datar dan pindahkan pasien ke bagian
kepala tempat tidur.
i) Tinggikan kepala tempat tidur membentuk sudut 45-600 untuk posisi fowler
tinggi, dan sudut lebih kecil dari 450 (sekitar 200-300) untuk posisi semi fowler.
j) Letakkan kepala pada kasur /matras atau bantal kecil.
k) Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan jika pasien tidak
mempunyai kontrol volunter atau menggunakan tangan dan lengan.
l) Berikan bantal pada bagian bawah punggung pasien.
m) Letakkan bantal kecil atau gulungan di bawah paha.
n) Letakkan bantal kecil atau gulungan di pergelangan kaki.
o) Letakkan papan kaki pad telapak kaki pasien.
p) Rapikan pasien dan dokumentasikan.

Gambar 5.17: Posisi Fowler


j. Evaluasi
a) Toleransi pasien terhadap posisi tersebut.
b) Pastikan kenyamanan pasien dengan posisi tersebut.
c) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

53

!
2. Posisi Lithotomi (Dorsal Sakral)
a. Pengertian
Posisi lithotomi adalah sikap pasien terlentang dimana paha di angkat dan di
tekuk ke arah perut. Oleh karena posisi ini sukar dipertahankan, maka
digunakan penahan untuk kaki tersebut.

b. Tujuan
1) Memudahkan pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vaginal
tauchea, pemeriksaan rectum, dan sistoscopy.
2) Memudahkan pelaksanaan proses persalinan, operasi ambeien,
pemasangan alat intra uterine devices (IUD), dan lain-lain.

c. Indikasi
1) Pada pemeriksaan genekologis.
2) Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap
penyakit pada uretra, rectum, vagina dan kandung kemih.

d. Pengkajian
Anamnese: Keluhan pasien, lamanya keluhan (nyeri, perih, eksresi cairan
dan jumlahnya), adanya masalah dengan BAK, dan terapi yang telah
dilakukan.
Inspeksi: warna kulit di sekitar area yang bermasalah, turgor, kelembaban,
adanya tanda-tanda radang atau tomor, serta warna dar ekresi cairan.
Palpasi: suhu kulit, kelembaban kulit (kering, lembab, dan berminyak) adanya
benjolan, adanya mobiler massa tomor, dan lain-lain.

e. Diagnosa keperawatan
Gangguan rasa nyaman; nyeri akut berhubungan dengan adanya inflamasi
pada region vagina/rectum. (hal 604)

f. Perencanaan
1) Kebutuhan posisi pasien tergantung pada tujuan dari tindakan mandiri
perawat.
54

!
2) Siapkan pasien dalam posisi lithotomi.

g. Alat dan Bahan


1) Bantal
2) Penyangga kaki

h. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Pasang bantal di bagian kepala.
10) Mintalah pasien dengan mengangkat paha dan menekuk kearah perut,
lalu pertahankan tungkai bawah berada sejajar dengan posisi lutut.
11) Pasangkan alat penyangga kaki.
12) Lakukan pemeriksaan sesuai kebutuhan
13) Rapikan pasien dan dokumentasikan.

Gambar: 5.18: Posisi lithotomi


i. Evaluasi
1) Toleransi pasien terhadap posisi dan tingakat kenyamanan yang
dirasakan.

55

!
2) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

3. Posisi Dorsal Recumben


a. Pengertian
Dorsal rekumben adalah posisi terlentang dengan pasien menyandarkan
punggungnya dimana hubungan antar bagian dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik, dengan lutut dinaikkan (lihat gambar).

b. Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan punggung
belakang.

c. Indikasi
1) Pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina, dan anus.
2) Pasien dengan ketegangan punggung belakang.

d. Masalah umum posisi Dorsal Rekumben


1) Bantal di kepala terlalu tebal dapat meningkatkan fleksi pada servikal.
2) Kepala datar pada matras/kasur.
3) Bahu tidak di sokong dan berotasi dalam.
4) Siku melebar.

e. Pengkajian
1) Anamnesa: kondisi fisik dan tingkat kesadaran pasien.
2) Inspeksi: toleransi terhadap posisi, kekuatan otot dan respon pasien.
3) Palpasi: suhu tubuh, tahanan otot (defence muskularis).
4) Perkusi: refleks otot, dan sendi-sendi ektremitas.
5) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.

f. Diagnosa keperawatan

56

!
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)

g. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien dan kebutuhan mobilisasi yang diperlukan.
2) Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

h. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Bantal kecil atau gulungan handuk.
3) Papan kaki.

i. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Letakkan gulungan handuk kecil di bawah area belakang lumbal.
10) Letakkan bantal di bawah bahu atas, leher dan kepala.
11) Tempatkan papan kaki atau bantal lunak di bawah telapak kaki.
12) Letakkan bantal di bawah lengan bawah yang pronasi, mempertahankan
lengan atas sejajar dengan tubuh pasien.
13) Letakkan gulungan tangan di dalam tangan.
14) Rapikan pasien dan dokumentasikan.

57

!
Gambar: 5.19 Posisi Dorsal Recumben

j. Evaluasi
1) Tingkat toleransi terhadap posisi
2) Pastikan bahwa pasien sangat nyaman dengan posisi tersebut.
3) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

4. Supinasi

a. Pengertian
Supinasi adalah posisi terlentang dengan pasien menyandarkan
punggungnya dimana hubungan antar bagian dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik.

b. Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien dan memfasiliatsi penyembuhan terutama
pada pasien pembedahan atau dalam proses anestesi tertentu.

c. Indikasi
1) Pasien dengan tindakan post anestesi atau pembedahan tertentu
(misalnya anestesi spinal).
2) Pasien dengan kondisi yang sangat lemah atau koma.

d. Masalah umum posisi Supinasi


1) Bantal di kepala terlalu tebal dapat meningkatkan fleksi pada servikal.
2) Kepala datar pada matras/kasur.
58

!
3) Bahu tidak di sokong dan berotasi dalam.
4) Siku melebar.
5) Ibu jari tidak berlawanan dengan jari-jari lainnya.
6) Pinggul berotasi luar.
7) Tidak tersokongnya pinggul.
8) Titik penekanan di bagian oksiput kepala, vertebra lumbal, siku dan tumit
yang tidak terlindungi.

e. Pengkajian
1) Anamnesa: kondisi fisik dan tingkat kesadaran pasien.
2) Inspeksi: toleransi terhadap posisi, kekuatan otot dan respon pasien.
3) Palpasi: suhu tubuh, tahanan otot (defence muskularis).
4) Perkusi: refleks otot, dan sendi-sendi ektremitas.
5) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.

f. Diagnosa keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)

g. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien dan kebutuhan mobilisasi yang diperlukan.
2) Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

h. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Bantal kecil atau gulungan handuk.
3) Bantal pasir (sandsbags) atau gulungankain (trochanter rolls).
4) Papan kaki.

i. Prosedur

59

!
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan
bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Letakkan gulungan handuk kecil di bawah area belakang lumbal.
10) Letakkan bantal di bawah bahu atas, leher dan kepala.
11) Letakkan trochanter rolls atau bantal pasir (sandbags) sejajar dengan
permukaan lateral paha.
12) Letakkan bantal kecil atau gulungan dibawah tumit untuk mengelevasikan
tumit.
13) Tempatkan papan kaki atau bantal lunak di bawah telapak kaki.
14) Letakkan bantal di bawah lengan bawah yang pronasi, mempertahankan
lengan atas sejajar dengan tubuh pasien.
15) Letakkan gulungan tangan di dalam tangan.
16) Rapikan pasien dan dokumentasikan.

Gambar 5.19: Posisi supinasi


j. Evaluasi
1) Tingkat toleransi terhadap posisi
2) Pastikan bahwa pasien sangat nyaman dengan posisi tersebut.
3) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

60

!
5. Posisi Pronasi (Tengkurap)
1) Pengertian
Posisi pronasi adalak pasien tidur dalam posisi telengkup berbaring dengan
wajah menghadap ke bantal.

2) Tujuan
1) Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang.
2) Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.

b. Indikasi
1) Pasien yang menjalani bedah mulut atau kerongkongan.
2) Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung.

c. Masalah umum posisi pronasi/tengkurap


1) Hiperekstensi leher.
2) Hiperekstensi spinal lumbal.
3) Plantarfleksi pergelangan kaki.
4) Titik penekanan di dagu, siku, pinggul, lutut, dan jari-jari kaki tidak
terlindungi.

d. Pengkajian
1) Anamnesa: kondisi fisik pasien, kekuatan otot dan tingkat kesadaran
pasien.
2) Inspeksi: warna kulit, adanya benjolan, kesimetrisan organ, turgor, dan
adanya tanda-tanda radang.
3) Palpasi: suhu kulit permukaan, adanya massa/tomor, mobilier tomor,
ukuran dan batasan.
4) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
5) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.

61

!
e. Diagnosa keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulitberhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)

f. Perencanaan
1) Kaji toleransi terhadap pengaturan posisi pronasi/terlentang (identifikasi
adanya indikasi).
2) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
3) Berikan posisi pronasi/terlentang.

g. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Bantal kecil.

h. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Putar pasien dengan posisi lengan di atas dekat badan dengan siku
lurus. Letakkan abdomen pada pusat temapat tidur yang rata.
10) Putar kepala pasien pada satu sisi dan sokong dengan bantal kecil.
11) Letakkan bantal kecil di bawah abdomen bagian bawah diafragma.
12) Sokong lengan pada posisi fleksi setinggi bahu.
13) Sokong kaki bawah dengan bantal untuk menaikkan jari kaki.
14) Lengkapi langkah 9-13 dan rapikan pasien.

62

!
15) Lakukan dokumentasi.

Gambar 5.20: Posisi pronasi/tengkurap


i. Evaluasi
1) Pastikan bahwa pasien sangat nyaman dengan posisi tersebut.
2) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

6. Posisi Lateral (Miring)


a. Pengertian
Posisi lateral adalah posisi miring di mana pasien bersandar ke samping
dengan sebagian besar berat tubuh berada pada pinggul dan bahu.
Hal yang harus di perhatikan:1) kesejajaran tubuh harus sama ketika berdiri,
2) struktur tulang belakang harus dipertahankan, 3) kepala harus di sokong
pada garis tengah tubuh, dan 4) rotasi tulang belakang harus di hindari.

b. Tujuan
1) Mempertahankan bady aligment.
2) Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
3) Meningkatkan rasa nyaman.
4) Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat
posisi yang menetap.

c. Indikasi
1) Pasien yang ingin istirahat
2) Pasien yang ingin tidur
3) Pasien dengan posisi Fowler atau Dorsal Recumbent dalam waktu yang
lama.

63

!
d. Masalah umum posisi lateral
1) Fleksi lateral pada leher.
2) Lengkung tulang belakang keluar dari kesejajaran normal
3) Persendian bahu dan pinggul berotasi dalam, adduksi, atau tidak di
sokong.
4) Kurangnya sokongan kaki
5) Tttik penekanan di telinga, tulang ilium, lutut, dan pergelangan kaki
kurang terlindungi.

e. Pengkajian
1) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap posisi miring,
pertimbangkan terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami
instruksi.
2) Inspeksi: kondisi umum pasien dan tingkat kesadaran.
3) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
4) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi
proses kesehatan pasien.

f. Diagnosa keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulitberhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)

g. Perencanaan
1) Kaji tolerasi pasien untuk diberikan posisi miring.
2) Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk berubah
poisisi.
3) Siapkan pasien untuk pengaturan posisi miring.

h. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Bantal pasir (sandbags).

64

!
i. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Rendahkan bagian kepala temapat tidur seluruhnya atau serendah yang
dapat di toleransi pasien.
10) Posisikan pasien di sisi tempat tidur.
11) Putar pasien ke sisi dalam:
a) Untuk berputar dalam pada pasien yang tidak berdaya, fleksikan lutut
pasien yang tidak mengenai matras/kasur. Tempatkan satu tangan
pada pinggul pasien (atau memeluk bantal) dan tangan yang lain
pada bahu.
b) Putar pasien ke sisi dalam.
12) Letakkan bantal di bawah kepala.
13) Bawa bahu maju ke depan.
14) Letakkan kedua lengan pada posisi agak fleksi. Lengan atas di sokong
dengan bantal setinggi bahu.
15) Letakkan bantal yang keras di belakang punggung pasien.
16) Letakkan bantal di bawah kaki bagian atas yang semi fleksi setinggi
pinggul dari lipat paha hingga ke kaki.
17) Letakkan bantal pasir sejajar dengan permukaan telapak kaki yang
menggantung.
18) Rapikan pasien dan dokumentasikan.

65

!
Gambar 5.21: Posisi miring

j. Evaluasi
1) Perhatikan kondisi dan respon pasien.
2) Pastikan bahwa pasien sangat nyaman dengan posisi tersebut.
3) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

7. Posisi Sim’s
a. Pengertian
Posisi Sim’s berbeda dengan posisi miring pada distribusi berat badan
pasien. Pada posisi Sim’s berat badan berada pada tulang ilium anterior,
humerus dan klavikula. Posisi Sim’s Berada antara posisi miring dan
telungkup.

b. Tujuan
1) Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi.
2) Mengurangi penekanan pada tulang sacrum dan trochanter mayor otot
pinggang.

c. Indikasi
1) Pasien tidak sadar.
2) Pasien paralisis.
3) Pasien yang akan di enema.
4) Pasien dengan pemeriksaan dan pengobatan daerah perineal.
5) Untuk tidur pada wanita hamil.

d. Masalah Umum Posisi Sim’s


1) Fleksi lateral pada leher.
66

!
2) Rotasi dalam, adduksi, atau kurang sokongan di bahu dan panggul.
3) Kurang sokongan di kaki.
4) Kurang perlindungan dari titik penekanan di tulang ilium, humerus,
klavikula, lutut, dan pergelangan kaki.

e. Pengkajian
1) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap posisi Sim’s,
pertimbangkan terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami
instruksi.
2) Inspeksi: kondisi umum pasien dan tingkat kesadaran.
3) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
4) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi
proses kesehatan pasien.

f. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302).

g. Perencanaan
1) Kaji tolerasi pasien untuk diberikan posisi Sim’s.
2) Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk berubah
poisisi.
3) Siapkan pasien untuk pengaturan posisi Sim’s.

h. Alat dan Bahan


1) Bantal
2) Bantal kecil
3) Bantal pasir

i. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.

67

!
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Letakkan pasien pada posisi terlentang.
10) Berikan pasien posisi lateral berbaring sebagian pada abdomen.
11) Letakkan bantal kecil dibawah kepala.
12) Letakkan bantal dibawah lengan atas yang fleksi, sokong lengan setinggi
bahu. Sokong lengan lain pada matars/kasur.
13) Letakkan bantal di bawah kaki atas yang fleksi, sokong kaki setinggi
pinggul.
14) Letakkan bantal pasir sejajar dengan permukaan telapak kaki.
15) Rapikan pasien dan dokumentasikan.

Gambar 5.22: Posisi Sim’s


j. Evaluasi
1) Perhatikan kondisi dan respon pasien setelah pengaturan posisi.
2) Pastikan bahwa pasien sangat nyaman dengan posisi tersebut.
3) Ukur nadi dan penafasan sebagi parameter toleransi aktivitas dan
bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

68

!
8. Posisi Trendelenberg (Kepala Lebih Rendah Dari Kaki)
a. Pengertian
Trendelenberg adalah posisi kepala lebih rendah dari kaki dengan posisi
terlentang.

b. Tujuan
Meningkatkan aliran darak ke otak pada pasien hipotensi atau shock.

c. Indikasi
1) Pasien dengan pembedahan pada daerah perut.
2) Pasien shock.
3) Pasien hipotensi.

d. Pengkajian
1) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap posisi trendelenberg,
pertimbangkan terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami
instruksi.
2) Inspeksi: kondisi umum pasien dan tingkat kesadaran.
3) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
4) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi
proses kesehatan pasien.

e. Diagnosa keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)
3) Resiko ketidakeffektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya perdarahan.

f. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien, tingkat kesadaran dan toleransi terhadap tindakan.

69

!
2) Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk di ubahkan
poisisi.
3) Catat dan awasi vital sign pasien (nadi, pernafasan, tekanan darah dan
suhu tubuh).
4) Siapkan pasien untuk pengaturan posisi trendelenberg.

g. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Bantal kecil.

h. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
9) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakan bantal di antara
kepala dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan
lutut.
10) Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat
tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.
11) Awasi dan catat vital sign dan respon pasien.
12) Rapikan dan berikan kenyamanan pada pasien.
13) Dokumentasikan pada catatan keperawatan.

70

!
Gambar 5.23: Posisi Trendelenberg
i. Evaluasi
1) Perhatikan kondisi dan respon pasien setelah pengaturan posisi.
2) Pastikan bahwa pasien sangat aman dengan posisi tersebut.
3) Ukur vital sign sebagai parameter keberhasilan terhadap posisi
trendelenberg dan bandingkan dengan keadaan pasien sebelumnya.

9. Posisi Genu Pectoral (knee Chest)


a. Pengertian
Genu pectoral adalah posisi berlutut dimana dada dan kepala pasien
mengenai matras/tempat tidur.

b. Tujuan
Memudahkan pemeriksaan daerah rectum, sigmoid, dan vagina.

c. Indikasi
1) Pasien hemorrhoid
2) Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.

d. Pengkajian
1) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap posisigenu pectoral,
pertimbangkan terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami
instruksi.
2) Inspeksi: kondisi umum pasien, respon verbal dan non verbal, dan
tingkat kesadaran.

71

!
3) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
4) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi
proses kesehatan pasien.

e. Diagnosa keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik (hal 561 dan 553)
2) Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 302)

f. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien, tingkat kesadaran dan toleransi terhadap tindakan.
2) Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk di ubahkan
poisisi.
3) Catat dan awasi vital sign pasien (nadi, pernafasan, tekanan darah dan
suhu tubuh).
4) Siapkan pasien untuk pengaturan posisi genu pectoral.

g. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Bantal pasir.

h. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja,
pindahkan bantal dan alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
4) Minta bantuan bila di perlukan.
5) Jelaskan prosedur pada pasien.
6) Cuci tangan.
7) Jaga privasi pasien.
8) Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.

72

!
9) Anjurkan pasien untuk berbaring menghadap tempat tidur, dan
tempatkan satu bantal di bawah wajah.
10) Mintakan pasien untuk menungging dan mengangkat bokongnya sampai
dinding perut menggantung dan hanya dada, kedua lutut serta kaki yang
menyentuh tempat tidur.
11) Rapikan pasien.
12) Cuci tangan.
13) Dokumentasikan pada catatan keperawatan.

Gambar 5.24: Posisi genu Pectoral

i. Evaluasi
Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, potensial adanya
penekanan dan resiko pasien terjatuh.

Penyelesaikan pengaturan pasien di tempat tidur:


1. Cuci tangan.
2. Rendahkan tempat tidur.

10. Posisi Orthopneic


a. Pengertian
Posisi orthopneic adalah posisi duduk dengan menyandarkan kepala pada
penopang yang sejajar dada, seperti pada meja.

b. Tujuan
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang
ekstrim dan tidak bisa tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada
elevasi sedang.

73

!
c. Indikasi
Pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur terlentang.

d. Pengkajian
1) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap posisigenu pectoral,
pertimbangkan terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami
instruksi.
2) Inspeksi: kondisi umum pasien, respon verbal dan non verbal, dan tingkat
kesadaran.
3) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
4) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.

e. Diagnosa keperawatan
Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan masalah pernafasan
(hal 316)

f. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien, tingkat kesadaran dan toleransi terhadap tindakan.
2) Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk di ubahkan
poisisi.
3) Catat dan awasi vital sign pasien (nadi, pernafasan, tekanan darah dan
suhu tubuh).
4) Siapkan pasien untuk pengaturan posisi genu pectoral.

g. Alat dan Bahan


1) Bantal.
2) Meja penyokong

h. Prosedur
1) Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
2) Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
3) Jelaskan prosedur pada pasien.

74

!
4) Cuci tangan.
5) Jaga privasi pasien
6) Dudukkan pasien di tepi tempat tidur dengan meja dihadapannya.
7) Alasi meja dengan bantalan dan posisikan dengan ketinggian yang
sesuai.
8) Posisikan kepala pasien menyandar dimeja dengan lengan juga dimeja
untuk menyokongnya.
9) Rapikan pasien.
10) Cuci tangan.
11) Dokumentasikan pada catatan keperawatan.

i. Evaluasi
Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, potensial adanya
penekanan dan resiko pasien terjatuh.

E. RENTANG GERAK SENDI (RANGE OF MOTION-ROM)


a. Pengertian
Latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005).

b. Tujuan
Mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot

c. Indikasi
Pasien dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi.

75

!
d. Pengkajian
1) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap latihan, pertimbangkan
terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami instruksi.
2) Inspeksi: kondisi umum pasien, respon verbal dan non verbal, dan tingkat
kesadaran.
3) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
4) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.

e. Diagnosa keperawatan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleran aktivitas dan
penurunan massa otot ( Nanda International Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014,hal 304 )

f. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien, tingkat kesadaran dan toleransi terhadap
tindakan.
2) Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk latihan.
3) Catat dan awasi vital sign pasien (nadi, pernafasan, tekanan darah
dan suhu tubuh).
4) Siapkan pasien untuk latihan rentang gerak sendi.

g. Alat dan Bahan


-

h. Prosedur
Leher, Spina Servikal (pivotal/putar)
1) Fleksi: menggerakkan dagu menempel ke dada (450).
2) Ekstensi: mengembalikan kepala ke posisi tegak (450).
3) Hiperekstensi: menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin (100).

76

!
Gambar 5.25: Hiperekstensi leher
4) Fleksi lateral: memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu
(40-450).

Gambar 5.26: Fleksi lateral leher


5) Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler (1800).

Gambar: 5.26 : Rotasi leher


Bahu (ball and socket)
1) Fleksi: menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi
di atas kepala (1800).
2) Ekstensi: mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh (1800).
77

!
3) Hiperekstensi: menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus
(45-600).

Gambar 5.27: Hiperekstensi bahu

4) Abduksi: menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan


0
telapak tangan jauh dari atas kepala (180 ).
5) Adduksi: menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin (3200).

Gambar 4.13: Abduksi dan adduksi lengan


6) Rotasi dalam: dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan
lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang (900).
7) Rotasi luar: dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke
atas dan samping kepala (900).

78

!
Gambar 5.27 : Rotasi luar siku
8) Sirkumduksi: menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh (sirkumduksi
adalah kombinasi semua gerakan sendi ball-and-socked) (3600).

Gambar 5.28: Sirkumduksi lengan


a. Siku (tipe sendi: Hinge)
1) Fleksi: menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar bahu (1500).
2) Ekstensi: meluruskan siku dengan menurunkan tangan (1500).

Gambar 5.29: Fleksi dan ekstensi siku


79

!
b. Lengan bawah (Tipe sendi pivotal/putar)
1) Supinasi: memutar lengan bawah dan tangan sehingg telapak tangan
menghadap ke atas (70-900).
2) Pronasi: memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah (70-900).

Gambar 5.30: Supinasi dan pronasi lengan bawah


c. Pergelangan tangan (Tipe sendi kondoloid).
1) Fleksi: menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah
(80-900).
2) Ekstensi: menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan lengan
bawah berada dalam arah yang sama (80-900).

Gambar 5.31: Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan


3) Hiperekstensi: membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh
mungkin (89-900).
4) Abduksi(fleksi radial): menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu
jari (sampai 300)

80

!
5) Adduksi(fleksi ulnar): menekuk pergelangan miring (lateral) ke arah lima
jari (30-500).

Gambar 5.32: abduksi dan adduksi pergelangan tangan


d. Jari-jari tangan (Tipe sendi: Condyloid hinge)
1) Ekstensi: membuat genggaman (900).
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan (900)

Gambar 5.33: Ekstensi jari-jari tangan


3) Hiperekstensi: menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
(30-600).

Gambar 5.34: Hiperekstensi jari-jari tangan


4) Abduksi: merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain (300).
5) Adduksi: merapatkan kembali jari-jari tangan (300).

Gambar 5.35: Adduksi jari-jari tangan


81

!
e. Ibu Jari (tipe sendi: Pelana)
1) Fleksi: menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan (900).
2) Ekstensi: menggerakkan ibi jari lurus menjauh dari tangan (900).
3) Abduksi: menjauhkan ibu jari ke samping (biasa dilakukan ketika jari-jari
tangan berada abduksi dan adduksi) (300).
4) Adduksi: menggerakkan ibu jari ke depan tangan (300).
5) Oposisi: menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang
sama (300).

Gambar 5.35: Rentang gerak ibu jari


f. Pinggul (Tipe sendi: Ball and socket)
1) Fleksi: menggerakkan tungkai ke depan dan atas (90-1200)
2) Ekstensi: menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain (90-1200).

Gambar 5.36: Rentang gerak pinggul dan tungkai


3) Hiperekstensi; menggerakkan tungkai ke belakang tubuh (30-500).

Gambar 5.37: Ekstensi tungkai


82

!
4) Abduksi: menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh (30-500).
5) Adduksi: menggerakkan tungkai kembali ke posisi medial dan melebihi jika
mungkin (30-500).
6) Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain (900).

Gambar 5.38: Rotasi dalam

7) Rotasi luar memutar kaki dan tungkai menjauh dari tungkai lainnya.

Gambar 5.37: rotasi luar


8) Sirkumduksi: Menggerakkan tungkai melingkar.

Gambar 5.38: Sirkumduksi tungkai

83

!
g. Lutut (Tipe sendi: Hinge)
1) Fleksi: menggerakkan tumit ke arah belakang paha (120-1300).
2) Ekstensi:mengembalikan tungkai ke lantai (120-1300).

Gambar 5.39: Fleksi dan ekstensi lutut


h. Mata kaki (Tipe sendi: Hinge)
1) Dorsifleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas
(20-300).
2) Plantarfleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
bawah (45-500).

Gambar 5.40: Rentang gerak mata kaki


i. Kaki (Tipe sendi: Gliding)
1) Inversi: memutar telapak kaki ke samping dalam (medial) (100 atau
kurang)
2) Eversi: memutar telapak kaki ke samping luar (lateral) (100 atau kurang).

84

!
Gambar 5.41: Inversi dan eversi kaki
j. Jari-jari kaki (Tipe sendi: condyloid)
1) Fleksi: melengkungkan jari-jari kaki ke bawah (30-60).
2) Ekstensi: meluruskan jar-jari kaki (30-60).

Gambar 5.42: Fleksi dan ekstensi jari- jari kaki


3) Abduksi: merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain (15 atau
kurang)
4) Adduksi: merapatkan kembali bersama-sama (15 atau kurang)

Gambar 5.43: Abduksi dan adduksi jari-jari kaki


85

!
F. MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR/KURSI/KURSI RODA/
BRANKAR (MOVING AND TURNING CLIENT IN BED/WHEEL CHAIR)

1. Pengertian
Adalah perawatan pada pasien immobilisasi yang harus di ubah posisi, di pindahkan
ke atas tempat tidur, dari tempat tidur ke kursi ataupun dari tempat tidur ke brankar.
Mekanika tubuh yang sesuai memungkinkan perawat untuk menggerakkan,
menggangkat, atau memindahkan pasien dengan aman dan juga melindungi
perawat dari cedera sistem musculoskeletal. Kebutuhan pasien yang memerlukan
bantuan pemindahan tergantung kepada status kesehatan dan kekuatan untuk
menggerakkan/berpindah.

2. Tujuan
Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan mobilisasi guna mempertahankan
kesehatan.

3. Indikasi
Pasien immobilisasi yang tidak mampu berpindah sendiri.

4. Petunjuk Umum Memindahkan Pasien


a. Naikkan sisi tempat tidur pada posisi berlawanan dengan perawat untuk
mencegah pasien jatuh dari tempat tidur.
b. Tinggikan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman.
c. Kaji mobillitas dan kekuatan pasien untuk menentukan bantuan perawat yang
dapat di gunakan saat memindahkan.
d. Tentukan kebutuhan akan bantuan.
e. Jelaskan prosedur dan gambarkan apa yang diharapkan dari pasien.
f. Kaji kesejajaran tubuh yang benar dan area tekanan setelah setiap kali
memindahkan.

5. Macam-Macam Teknik Memindahkan Pasien


a. Memindahkan pasien ke atas tempat tidur dengan satu perawat.
b. Memindahkan pasien ke atas tempat tidur dengan dua perawat.
c. Membantu pasien duduk di tempat tidur.
86

!
d. Membantu pasien duduk di sisi tempat tidur.
e. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi.
f. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankar.

6. Memindahkan Pasien Ke Atas Tempat Tidur Dengan Satu Perawat


a. Pengertian
Memindahkan pasien dari kursi/brankar keatas tempat tidur atau dari tempat
tidur ke kursi/brankar dengan bantuan seorang perawat.

b. Tujuan
1) Memindahkan pasien dari kursi ke brankar.
2) Memindahkan pasien dari kursi ke tempat tidur.
3) Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi/brankar.
4) Meningkatkan mobilitas otot-otot.

c. Indikasi
Pasien yang dapat diajak kerjasama, dan mempunyai kekuatan untuk
merefeleksikan dan megelevasikan tubuhnya.

d. Pengkajian
1) Anamnese: kaji tingkat kenyamanan pasien.
2) Kaji adanya kontraindikasi dalam pengerahan tenaga (seperti penyakit
cardiovaskuler).
3) Kaji pemahaman pasien terhadap prosedur.
4) Kekuatan dan jumlah tenaga perawat serta pengetahuan terhadap prosedur.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan kemampuan berpindah berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal (hal 308)

f. Perencanaan
1) Persiapkan pasien untuk pemindahan.
2) Persiapkan perawat tentang pengetahuan prosedur tindakan.

g. Alat dan Bahan


1) Tempat tidur.
87

!
2) Bantal.

h. Prosedur
1) Kaji tingkat kenyamanan, toleransi aktivitas, kekuatan otot dan mobilisasi.
2) Tinggikan tempat tidur dengan ketinggian yang nyaman untuk bekerja.
3) Pindahkan bantal dan alat bantu yang di gunakan pasien pada posisi
sebelumnya.
4) Dapatkan bantuan tambahan bila diperlukan.
5) Jelaskan prosedur kepada pasien.
6) Tarik gorden dan tutup pintu.
7) Cuci tangan.
8) Letakkan tempat tidur pada posisi datar dengan roda tempat tidur terkunci.
9) Letakkan pasien bersandar dengan kepala tempat tidur rata.
10) Tempatkan bantal di bagian kepala tempat tidur.
11) Letakkan kaki pasien terbuka dengan kaki yang terdekat kepala dari tempat
tidur.
12) Fleksikan lutut dan pinggul yang di perlukan untuk membawa lengan
perawat setinggi kaki pasien.
13) Bergerak sejajar pada pinggul pasien. Fleksi lutut dan pinggul yang di
perlukan untuk memudahkan lengan perawat setinggi pinggul pasien.
14) Geser pinggul pasien sejajar arah kepala tempat tidur.
15) Pindahkahkan kepala dan bahu pasien sejajar, dan fleksikan lutut dan
pinggul yang di perlukan untuk menyesuaikan panjang lengan perawat
dengan tubuh pasien.
16) Masukkan lengan perawat yang terdekat bagian kepala tempat tidur ke
bawah leher pasien, dengan tangan memegang bawah bahu dan
menyokongnya.
17) Letakkan lengan perawat yang lain di bawah punggung bawah pasien.
18) Geser tubuh, bahu, kepala dan leher pasien secara diagonal kea rah kepala
tempat tidur.
19) Pindahkan ke sisi yang lain sampai pasien mencapai kenyaman
20) Tempatkan pasien di tengah tempat tidur, usahakan tubuh pasien pada
ketiga bagian yang sama.

88

!
21) Rapikan pasien.
22) Catat prosedur pada catatan perawat meliputi posisi yang di berikan,
frekuensi mengubah posisi, kondisi kulit, gerakan sendi, penggunaan
penopang atau pembebat, kemampuan pasien untuk membantu dalam
bergerak maupun mengubah posisi.

Gambar 5.45: Memindahkan pasien ke atas tempat tidur


dengan satu orang perawat
i. Evaluasi
Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan dan potensial adanya
penekanan.

11. Memindahkan Pasien Ke Atas Tempat Tidur Dengan Dua Perawat


a. Pengertian
Memindahkan pasien dari kursi/brankar keatas tempat tidur atau dari tempat tidur
ke kursi/brankar dengan bantuan dua orang perawat.

b. Tujuan
Pasien immobilisasi yang harus di ubah posisi, di pindahkan ke atas tempat tidur,
dan dari tempat tidur ke kursi ataupun ke brankar.

c. Indikasi
1) Pasien yang lemah dan tidak mampu diajak untuk memfleksikan lututnya.
2) Pasien yang baru mendapat pengobatan nyeri pascaoperasi sehingga terlalu
lemah.

89

!
d. Pengkajian
1) Anamnese: kaji tingkat kenyaman, respon dan kesadaran pasien.
2) Kaji kekuatan perawat dan pengetahuan melakukan prosedur.
3) Kaji pemahaman pasien terhadap prosedur.
4) Tolerasi pasien terhadap pergerakan dan ambulasi.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan kemampuan berpindah berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (hal 308).

f. Perencanaan
1) Persiapkan perawat tentang pengetahuan dan ketrampilan terhadap prosedur
tindakan.
2) Persiapkan pasien untuk pemindahan.
3) Lakukan pemindahan dengan menggunakan 2 orang perawat.

g. Alat dan Bahan


1) Tempat tidur.
2) Brankar.

h. Prosedur
1) Kaji tingkat kenyamanan, toleransi aktivitas, kekuatan otot dan mobilisasi.
2) Tinggikan tempat tidur dengan ketinggian yang nyaman untuk bekerja.
3) Pindahkan bantal dan alat bantu yang di gunakan pasien pada posisi
sebelumnya.
4) Dapatkan bantuan tambahan bila diperlukan.
5) Jelaskan prosedur kepada pasien.
6) Tarik gorden dan tutup pintu.
7) Cuci tangan.
8) Letakkan pasien berbaring dengan kepala tempat tidur rata.
9) Letakkan bantal di kepala tempat tidur.

90

!
10) Jika dua perawat memebantu pasien, setiap perawat harus meletakkan satu
tangannya di bawah bahu pasien dan tangan yang lain berada di bawah
paha pasien.
11) Posisi alternatif: Posisi satu perawat di bagian atas tubuh pasien. Lengan
perawat yang terdekat dengan bagian kepala tempat tidur harus berada di
bawah kepala pasien dan lengan yang lain harus di bawah bahu pasien.
Posisi perawat yang lain berada pada bagian bawah tubuh pasien, dan
tangannya berada di bawah punggung bagian bawah dan batang tubuh
pasien.
12) Kaki perawat di regangkan dengan mengarah ke kepala tempat tidur.
13) Minta pasien untuk memfleksikan lututnya dengan telapak kaki rata pada
tempat tidur.
14) Instruksikan pasien untuk memfleksikan lehernya, miringkan dagu ke arah
dada.
15) Instruksikan pasien untuk memebantu dengan mendorong kakinya pada
permukaan tempat tidur.
16) Fleksikan lutut dan panggul perawat, bawa lengan bawah perawat lebih
dekat pada tinggi tempat tidur.
17) Instruksikan pasien untuk mendorong dengan tumit dan mengelevasikan
tubuh selama mengembuskan nafas, lalu pindah ke arah kepala tempat tidur
pada hitungan ketiga.
18) Pada hitungan ketiga. Pada saat bersamaan pasien medorong dengan tumit
dan mengangkat badan.
19) Lakukan penyelesaian dengan benar, dan rapikan pasien.
20) Lakukan dokumentasi pada catatan keperawatan.

i. Evaluasi
Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan dan potensial adanya
penekanan.

12. Membantu Pasien Duduk di Tempat Tidur

91

!
a. Pengertian
Mengubah posisi pasien dari posisi berbaring ditempat tidur ke posisi duduk
untuk latihan ambulasi dan mobilisasi otot – otot dan sendi.

b. Tujuan
1) Meningkat mobilisasi otot dan sendi, terutama otot-otot dan sendi panggul.
2) Mencegah immobilsasi dan resiko cedera pada area kulit bokong dan
punggung yang mengalami penekanan terus menerus.

c. Indikasi
1) Pasien dengan tingkat kesadaran penuh dan kondisi vital sign stabil.
2) Pasien yang dapat bekerjasama untuk di ajak duduk.

d. Pengkajian
Anamnese: Kaji kekuatan otot, mobilisasi sendi, paralisis atau parestesis,
hipotensi ortostatik toleransi aktivitas, tingkat kesadaran, tingkat
kenyamanan, dan kemampuan pasien mengikuti instruksi.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan kekuatan otot
tidak memadai (hal 302)

f. Perencanaan
1) Persiapkan pasien untuk pemindahan posisi duduk.
2) Persiapkan perawat tentang pengetahuan dan prosedur tindakan.

g. Alat dan Bahan


1) Tempat tidur.
2) Bantal.

h. Prosedur
1) Siapkan peralatan dan persediaan yang di butuhkan.
2) Jelaskan prosedur kepda kien.

92

!
3) Tutup pintu atau gorden.
4) Cuci tangan.
5) Letakkan pasien pada posisi terlentang.
6) Pindahkan bantal dari tempat tidur pasien.
7) Hadap ke bagian kepala tempat tidur.
8) Bukakan kedua ujung kaki pasien.
9) Letakkan tangan yang terjauh dari pasien di bawah bahu, menyokong
kepala dan vertebra servikalis.
10) Letakkan tangan lainnya di atas permukaan tempat tudur.
11) Bantu pasien pada posisi duduk dengan mengubah beban berat perawat
dari kaki depan ke kaki belakang.
12) Dorong berlawanan dengan tempat tidur dengan menggunakan lengan
yang terletak di permukaan tempat tidur.
13) Rapikan pasien dan lakukan dokumentasi pada catatan keperawatan.

i. Evaluasi
1) Keamanan pasien
2) Kenyamanan pasien

13. Membantu Pasien Duduk Di Sisi Tempat Tidur


a. Pengertian
Memindahkan pasien dari posisi tidur/berbaring di tempat tidur ke posisi
duduk di tepi tempat tidur dengan kedua kaki kebawah.

b. Tujuan
1) Meningkat mobilisasi otot dan sendi, terutama otot-otot dan sendi panggul
dan ektremitas atas dan bawah.
2) Mencegah immobilsasi dan resiko cedera pada kulit area punggung yang
mengalami penekanan terus menerus.

c. Indikasi
Pada pasien yang akan di pindahkan duduk ke kursi/kursi roda.
d. Pengkajian
93

!
1) Anamnese: kaji kenyamanan pasien dan tolerasi terhadap pemindahan.
2) Kaji adanya kontraindikasi dalam pengerahan tenaga (seperti penyakit
cardiovaskuler).
3) Inspeksi: tingkat kesadaran, kondisi umum pasien, pernafasan, kekuatan
otot
4) Palpasi: suhu tubuh, nadi, dan lain-lain.
5) Kaji pemahaman pasien terhadap prosedur.
6) Pengetahuan perawat dan pemahaman terhadap prosedur.

e. Diagnosa Keperawatan
Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan kekuatan otot tidak
memadai (hal 302)

f. Perencanaan
1) Persiapkan pasien untuk pemindahan posisi duduk.
2) Persiapkan perawat tentang pengetahuan dan prosedur tindakan.

g. Alat dan Bahan


1) Tempat tidur
2) Bantal
3) Kursi/kursi roda

h. Prosedur
1) Siapkan peralatan dan persediaan yang di butuhkan.
2) Jelaskan prosedur kepada kien.
3) Tutup pintu atau gorden.
4) Cuci tangan.
5) Letakkan pasien pada posisi terlentang.
6) Tempatkan pasien pada posisi menyamping (side-lying) menghadap
perawat pada sisi tempat tidur di mana pasien akan duduk.
7) Tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan ketinggian yang ditoleransi
pasien.
8) Berdiri berlawanan dengan pinggul pasien.

94

!
9) Putar diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien.
10) Letakkan kedua kaki perawat terbuka
11) Letakkan lengan perawat yang terdekat kepala tempat tidur di bawah
bahu pasien, menyokong kepala den leher (lihat gambar).
12) Letakkan lengan lain perawat di atas paha pasien.
13) Pindahkan tungkai bawah pasien dan kaki di atas sisi tempat tidur.
14) Putar ke arah bagian belakang tungkai perawat, memudahkan tungkai
atas pasien menggayun ke bawah.
15) Tetap berada didepan pasien sampai pasien mencapai keseimbangan.
16) Turunkan ketinggian tempat tidur sampai kaki pasien menyentuh lantai.
17) Rapikan pasien dan lakukan dokumentasi.

Gambar 5.46: Membantu pasien duduk di sisi tempat tidur

i. Evaluasi
Evaluasi keamanan dan kenyaman, keseimbangan, tingkat kesadaran, dan
kekuatan otot ektremitas, dan toleransi terhadap aktivitas pasien.

14. Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidur Ke Kursi/Kursi Roda


a. Pengertian
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi oleh perawat dengan bantuan
pasien, dan tidak dilakukan pada pasien yang sangat lemah.

b. Tujuan
Meningkatkan mobilitas otot dan menciptakan kenyamanan pasien.

95

!
c. Indikasi
Pada pasien yang mampu membantu bergerak dan berpindah.

d. Pengkajian
1) Anamnesa: kemampuan fisik pasien (kekuatan otot dan adanya paralisis)
dan tingkat bantuan yang dapat diberikan dalam berpindah, kemampuan
untuk mengikuti instruksi, tingkat kenyamanan ketika berpindah, berat
badan pasien, kekuatan dan kemampuan perawat untuk memindahkan
pasien.
2) Inspeksi: kekuatan otot sendi dan ektremitas.
3) Perkusi: refleks otot

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan kekuatan otot
tidak memadai (hal 302)
2) Hambatan mobilitas berkursi roda berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal dan neuromuscular (hal 306)

a. Perencanaan
1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum pemindahan.
2) Siapkan lingkungan bebas dari berbagai penghalang jalan.
3) Persiapkan kursi/kursi roda pada posisi sejajar dengan kepala tempat
tidur.

b. Alat dan Bahan


1) Kursi
2) Kursi roda
3) Transfer belt

c. Prosedur
1) Siapkan peralatan dan persediaan yang di butuhkan.
2) Jelaskan prosedur kepada kien.
3) Tutup pintu atau gorden.

96

!
4) Cuci tangan.
5) Letakkan pasien pada posisi terlentang.
6) Bantu pasien duduk di sisi tempat tidur dengan kaki terjuntai. Letakkan
kursi /kursi roda pada posisi sudut 450 dari tempat tidur, dan yakinkan kursi
roda dalam terkunci.
7) Gunakan transfer belt bila di perlukan.
8) Pastikan pasien stabil, sepatu tidak tergelincir.
9) Lebarkan kaki perawat menjadi terbuka.
10) Fleksikan pinggul dan lutut perawat, luruskan lutut perawat sama dengan
lutut pasien.
11) Masukkan tangan perawat mencapai axilla dan scapula pasien.
12) Tegakkan pasien untuk berdiri pada hitungan ketiga dengan meluruskan
pinggul dan tungkai perawat, juga lutut sedikit fleksi.
13) Pertahankan stabilitas tungkai yang lemah atau paralisis dengan lutut.
14) Putar kaki yang terjauh dari kursi.
15) Instruksikan pasien untuk menggunakan lengan bersandar pada kursi
untuk topangan.
16) Fleksikan pinggul dan lutut perawat selama menurunkan pasien ke kursi.
17) Kaji kesejajaran pasien yang sesuai untuk duduk.
18) Pasang penyangga kaki bila menggunakan kursi roda.
19) Lakukan penyelesaikan, rapikan pasien dan dokumentasikan.

Gambar 5.47: Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda


d. Evaluasi

97

!
1) Posiskan pasien pada posisi yang di pilih.
2) Observasi pasien untuk menentukan respon berpindah dan kesejajaran
tubuh yang benar dan adanya tekanan.

3) Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidur Ke Brankar


a. Pengertian
Memindahkan pasien immobilisasi dari tempat tidur ke brankar atau dari
tempat tidur ke tempat tidur dengan menggunakan 2-3 orang perawat
pengangkat.

b. Tujuan
1) Untuk tranfering pasien ke ruang perawatan.
2) Mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik.

c. Indikasi
1) Memindahkan pasien untuk tindakan diagnostik
2) Pasien baru untuk transfer.

d. Pengkajian
1) Kemampuan fisik pasien (kekuatan otot dan identifikasi adanya paralisis).
2) Kemampuan untum memahami instruksi.
3) Tingkat keamanan dan kenyamanan ketika di pindahkan (jika dibutuhkan
sediakan obat pengalihan nyeri).
4) Berat badan pasien.
5) Toleransi terhadap aktivitas.
6) Tempat di mana akan di transfer.
7) Keahlian, kekuatan dan kemampuan perawat untuk memindahkan
pasien.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan kekuatan otot
tidak memadai (hal 302)
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
kendali otot (hal 304)
98

!
f. Perencanaan
1) Review kembali catatan pasien untuk di pindahkan, dan toleransi
terhadap pemindahan.
2) Jika perlu berikan obat pengalihan nyeri (pain relief) sebelum di
pemindahan.

g. Alat dan Bahan


1) Brankar
2) Tempat tidur
3) Bantal

h. Prosedur
1) Siapkan peralatan dan persediaan yang di butuhkan.
2) Jelaskan prosedur kepada kien.
3) Tutup pintu atau gorden.
4) Cuci tangan.
5) Letakkan pasien pada posisi terlentang.
6) Tiga orang perawat yang hampir sama tingginya berdiri bersebelahan
menghadap ke sisi tempat tidur pasien.
7) Setiap perawat bertanggung jawab untuk satu dari tiga area: kepal
dengan bahu, pinggul, dan paha dengan pergelangan kaki pasien.
8) Setiap perawat membuat dasar sokongan yang lebar dengan kaki
terdekat brankar berada di depan, dan lutut sedikit fleksi.
9) Lengan perawat di letakkan di bawah kepala dengan bahu, pinggul, dan
paha dengan tungkai bawah dengan jari-jari mereka terkunci melingkari
sisi bagian tubuh pasien yang lain.
10) Perawat memutar pasien kearah dada mereka.
11) Pada hitungan ketiga, pasien diangkat dan di pegang kearah dada
perawat.
12) Pada hitungan kedua, perawat melangkah ke belakang dan memutar kea
rah brankar.

99

!
13) Perawat menurunkan pasien secara perlahan ke pusat brankar dengan
merefleksikan lutut dan pinggul sampai siku perawat berada setinggi tepi
brankar.
14) Perawat mengkaji kesejajaran tubuh pasien, menempatkan ikat pinggang
pengaman menyilangi pasien.
15) Rapikan pasien dan dokumentasikan pada catatan perawat.

Gambar 4.48: Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankar

i. Evaluasi
1) Posisikan pasien pada posisi yang di pilih.
2) Observasi respon pasien dan kesejajaran tubuh yag benar dan adanya
tekanan.

G. MENGGUNAKAN ALAT BANTU BERJALAN (MECHANICAL AIDS)


1. Tongkat (Canes)
a. Pengertian
Tongkat adalah alat yang ringan, mudah di pindahkan setinggi pinggang, terbuat
dari kayu atau logam. Dua tipe tongkat umum adalah tongkat berkaki panjang
lurus (singles straingth legged) dan tongkat berkaki segi emat (quad cane).

b. Tujuan
1) Digunakan untuk sokongan dan keseimbangan pasien yang kekuatan
kakinya menurun.

100

!
2) Memberikan sokongan yang terbesar pada kaki yang mengalami sebagain
atau keseluruhan paralisis atau hemiplegia.

c. Indikasi
1) Pasien dengan kelemahan ektremitas bawah.
2) Pasien paralisis atau hemiplegia.

d. Pengkajian
1) Lamanya waktu di tempat tidur.
2) Kondisi vital sign pasien.
3) Sendi-sendi yang terlibat dalam range of motion (ROM) seperti otot pinggang,
lutut dan tumit).
4) Kekuatan otot ektremitas bawah.
5) Alat-alat bantu yang dibutuhkan untuk ambulasi: tongkat, walker, atau kruk.
6) Medikasi obat-obatan pasien (narkotik, sedatif, anti histamin) yang dapat
membuat mengantuk dan pusing.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan berjalan berhubungan dengan kekuatan otot tidak memadai(hal
310)

f. Perencanaan
1) Bantuan yang diperlukan selama berpindah/ambulasi tergantung kepada
kondisi pasien: usia, status kesehatan, kekuatan dalam aktivitas, dan
kesiapan emosional.
2) Review pemgalaman dalam penggunaan alat bantu ambulasi.
3) Jarak yang dibutuhkan untuk berjalan.
4) Siapkan jarak berjalan yang singkat sesuai dengan aktivitas toleransi pasien.

g. Alat dan Bahan


1) Tongk1at lurus satu kaki
2) Tongkat empat kaki

101

!
Gambar 4.49: Tongkat dengan empat kaki
h. Prosedur
1) Tongkat harus dipakai pada sisi tubuh yang terkuat.
2) Untuk sokongan maksimum ketika berjalan, pasien menempatkan tongkat
berada didepan 15-25 cm dari kaki.
3) Kaki yang terlemah bergerak maju dengan tongkat sehingga berat badan di
bagi antara tongkat dan kaki yang terkuat.
4) Kaki yang terkuat maju setelah tongkat sehingga kaki terlemah dan berat
badan di sokong oleh tongkat dan kaki yang terlemah.
5) Untuk berjalan, pasien mengulangi tahap ini secara terus-menerus.
6) Dokumentasikan di catatan perawat.

Gambar 5.50: Berjalan dengan tongkat

102

!
i. Evaluasi
Sediakan rencana kelanjutan ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan normal pasien untuk mobilisasi.

2. Walker
a. Pengertian
Adalah suatu alat bantu mekanik setinggi pinggang terdiri dari 4 kaki untuk
memindahkan pasien yang lebih banyak membutuhkan dukungan dari pada
tongkat, mudah di pindahkan, dan terbuat dari pipa logam.

b. Tujuan
Untuk ambulasi (berjalan) pasien yang sangat lemah dan tidak stabil.

c. Indikasi
1) Pasien lemah dan tidak stabil dalam bergerak/berjalan.
2) Pasien yang mempunyai kekuatan otot lengan yang baik dan terkoordinasi.

d. Pengkajian
1) Toleransi terhadap aktivitas.
2) Kekuatan otot ektremitas atas dan bawah
3) Respon terhadap nyeri
4) Koordinasi dan keseimbangan pasien untuk menentukan jumlah bantuan
yang di perlukan.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan berjalan berhubungan dengan kekuatan otot tidak memadai (hal
310)

f. Perencanaan
1) Kaji kondisi pasien terhadap toleransi alat bantu ambulasi.
2) Kaji kebutuhan alat bantu ambulasi yang diperlukan.
3) Kaji pengalaman masa lalu dalam menggunakan alat bantu ambulasi.
4) Siapkan walker.

103

!
g. Alat dan Bahan
Walker terbuat dari aluminium dengan 4 kaki penyangga.

h. Prosedur
1) Pasien berdiri dengan posisi kedua kaki sedikit diregangkan dan kekuatan
berat badan berada pada kedua tangan penyokong dan kaki.
2) Pindahkan walker kedepan sepanjang 15 cm, dan sokong berat badan
dengan kedua kaki.
3) Pindahkan kaki kanan kedepan dengan walker, dan sokong berat badan
dengan kaki kiri dan kedua tangan.
4) Selanjutnya pindahkan kaki kiri ke depan sejajar dengan kaki kanan, dan
sokong berat badan dengan kaki kanan dan kedua lengan.
5) Bila salah satu kaki yang lemah, maka pindahkan walker kedepan dengan
jarak 15 cm, dan sokong berat badan dengan kaki yang lebih kuat.
6) Kemudian pindahkan kaki yang lebih kuat kedepan dan sokong berat badan
dengan kaki yang agak lemah dan kedua tangan.

Gambar 5.51: Penggunaan walker

H. Evaluasi
Respon pasien terhadap ambulasi, dan rencana ambulasi berikutnya tergantung
kepada kemampuan normal pasien.

104

!
3. Kruk (Crutches)
a. Pengertian
Kruk adalah alat bantu untuk mobilisasi yang terbuat dari kayu atau logam
dimana penggunaannya dapat sementara (kerusakan ligament di lutut) atau
permanen (pasien paralisis ektremitas bawah).

b. Tujuan
Meningkatkan kemampuan mobilisasi.

c. Indikasi
1) Pasien dengan kerusakan ligament di lutut atau tumit.
2) Pasien paralisis ektremitas bawah.

d. Pengkajian
1) Kondisi vital sign pasien.
2) Sendi-sendi yang terlibat dalam range of motion (ROM) seperti otot pinggang,
lutut dan tumit).
3) Kekuatan otot ektremitas atas dan bawah.
4) Alat-alat bantu yang dibutuhkan untuk ambulasi: kruk.
5) Medikasi obat-obatan pasien (narkotik, sedatif, anti histamin) yang dapat
membuat mengantuk dan pusing.

e. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan berjalan berhubungan dengan kekuatan otot tidak memadai (hal
310)

f. Perencanaan
1) Siapkan panjang kruk yang sesuai dengan ukuran panjang tubuh pasien.
2) Mengajarkan gaya berjalan dengan kruk yang aman dan mencapai kestabilan
gaya berjalan.

g. Alat dan Bahan


1) Kruk axilla.

105

!
2) Kruk Lofstrand.

Gambar 5.52: Berbagai jenis kruk


h. Prosedur
1) Yakinkan kekuatan otot-otot lengan sebelum berjalan menggunakan kruk.
2) Siapkan seorang perawat professional untuk menyiapkan panjang kruk yang
tepat dan penempatan yang benar di bawah ketiak pasien.
3) Berat badan pasien harus disokong oleh kedua tangan daripada aksila.
Penekanan yang lama pada alxilla menyebabkan kerusakan saraf radial pada
ketiak yang dapat menyebabkan kruk palsy, kelemahan otot-otot lengan
bawah, pinggang dan tangan.
4) Pertahankan postur pasien tetap tegak sebisa mungkin, untuk mencegah
penarikan (strain) pada otot-otot dan sendi dan mempertahankan
keseimbangan.
5) Setiap jarak langkah yang di ambil dengan kruk harus aman dan nyaman
untuk pasien, lebih baik melangkah dengan langkah kecil daripada langkah
yang besar.
6) Sebelum memulai bejalan dengan kruk, latihan untuk menguatkan otot
lengan sangat di anjurkan.
7) Berdiri dengan kedua kaki dan kruk tepat menyangga ketiak, berat badan
pasien di sokong oleh otot-otot bahu dan ektremitas atas.
8) Cara berdiri dasar kruk adalah posisi tripod, dengan cara menepatkan kruk
15 cm di depan dan 15 cm di samping setiap kaki pasien. Kesejajaran tubuh
posisis tripod meliputi kepala dan leher tegak, vertebra lurus, pinggul dan
lutut fleksi. Posisi tripod di gunakan sebelum kruk berjalan.
9) Lutut dan pinggang di ekstensikan, tulang belakang lurus dan mata lurus
kedepan.

106

!
10) Kedua siku di ekstensikan untuk memungkin berat badab pasien di sokong
oleh kedua lengan.
11) Tiga titik penopang selalu berada di lantai, kaki yang sakit tidak menyentuh
lantai.
12) Secara bertahap pasien mulai menngayuh kedepan, kruk berada satu
langkah di depan dan kemudian pasien mengayun badan dan atau melewati
kruk.
13) Pasien kemudian mengulangi urutan cara ini dengan kruk dan kaki yang lain
secara bergantian.

Gambar 5.53 Mengukur posisi kruk

i. Menentukan gaya berjalan yang sesuai


Memilih gaya berjalan yang sesuai, bergantung pada kemampuan pasien
menahan beban. Berbeda antara yang tidak boleh menahan beban sama sekali,
boleh menahan beban sebagian, dan boleh menahan seluruh beban tubuh
(menggunakan kruk untuk keseimbangan dan stabilitas). Terapis biasanya
merencanakan gaya berjalan yang sesuai untuk pasien. Berikut penjelasan
tentang beberapa gaya berjalan yang dering digunakan:
1) Gaya berjalan tiga titik
Gaya berjalan ini digunakan untuk pasien yang dapat menahan berat hanya
pada kaki yang tidak cedera. Kaki lainnya menjauhi lantai dan dapat
diseimbangkan dengan lurus ke depan pasien atau membengkokkan lutut di
belakang pasien. Ajarkan pasien mengikuti langkah berikut:
a) Tumpukan berat pada kaki yang tidak cedera.

107

!
b) Angkat kruk dan kaki yang cedera secara simultan dan tempatkan 4
sampai 6 inchi di depan.
c) Pindahkan tumpuan/ berat tubuh ke kruk.
d) Langkahkan kaki yang tidak cedera sehingga berada dibelakang kruk.
e) Pindahkan tumpuan pada kaki yang tidak cedera.
f) Ulangi langkah/polanya

Gambar 5.54: Gaya berjalan tiga titik


2) Variasi dari gaya berjalan tiga titik
Pasien yang lebih lemah mungkin harus memindahkan kruk pada saat
bersamaan untuk menjaga keseimbangan dan sokongan. Pasien yang
sangat kuat mungkin mengayunkan kaki yang tidak cedera sampai
melewati kruk pada setiap langkah. Ini disebut gaya berjalan ayunan yang
melewati.

Gambar 4.55: Gaya berjalan ayunan

108

!
3) Gaya berjalan tiga titik plus satu
Gaya ini digunakan untuk pasien yang memiliki satu kaki yang tidak cedera
dan satu kaki yang dapat menahan sebagian berat tubuh. Gaya ini juga
disebut gaya berjalan tiga titik dengan tahanan sebagian berat tubuh. Ajarkan
pasien mengikuti langkah berikut:
a) Berdiri dengan seluruh berat tubuh bertumpu pada kaki yang tidak cedera
dan kaki yang cedera menahan hanya sebagian berat.
b) Pindahkan berat ke kaki yang tidak cedera.
c) Pindahkan kruk dan kaki yang cedera 6-12 inci didepan.
d) Pindahkan tumpuan ke tangan di kruk, dengan sebagian berat tubuh di
kaki cedera.
e) Melangkah kedepan dengan kaki yang tidak cedera berada didepan kruk.
Panjang langkah untuk kedua kaki harus sama .
f) Pindahkan berat tubuh kembali ke kaki yang tidak cedera.
g) Ulangi prosedur

Gambar 5.56: Gaya berjalan tiga titik plus

109

!
4) Gaya berjalan empat titik
Gaya berjalan ini digunakan untuk pasien dengan kelemahan otot,
kehilangan keseimbangan, atau kehilangan koordinasi. Ajarkan pasien
mengikuti langkah beriktu:
a) Awali dengan tumpuan berada pada kedua kaki dan kedua kruk.
b) Pindahkan kruk kiri ke depan
c) Pindahkan kaki kanan ke depan
d) Pindahkan kruk kanan ke depan
e) Pindahkan kaki kiri ke depan.
f) Ulangi prosedur.

Gambar 4.57: Gaya berjalan empat titik


j. Evaluasi
Pasien mengatakan dan mendemontrasikan prinsip menggunakan kruk yang
aman.

1. MENGGUNAKAN KRUK UNTUK MENAIKI DAN MENURUNI TANGGA


1. Menggunakan Kruk untuk Menaiki Tangga Menggunakan Pegangan
a. Pengkajian
1) Identifikasi kemampuan pasien
2) Identifikasi kebutuhan aktivitas
3) Cek tingkatan kemampuan pasien terhadap aktivitas

110

!
4) Tentukan alat bantu yang digunakan sebelumnya
5) Ukur nadi, pernapasan, dan tekanan darah

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan berjalan berhubungan dengan kekuatan otot tidak memadai dan
kendala lingkungan (hal 310)

b. Perencanaan
1) Sebelum ambulasi, rencanakan untuk mengatasi rasa nyeri jika ada indikasi.
Pastikan waktu yang cukup untuk obat anti nyeri bekerja.
2) Bersama pasien, tentukan seberapa jauh jarak yang akan ditempuh.
3) Tentukan berapa banyak dukungan yang dibutuhkan pasien
4) Rencanakan penggunaan teknik yang spesifik
5) Cuci tangan untuk mencegah infeksi

c. Implementasi
1) Jelaskan prosedur tindakan
2) Ajarkan pasien untuk:
a) Letakkan kruk di bawah lengan (kepit di axila)
b) Letakkan lengan lainnya di pegangan tangga di depan tubuh
c) Naikkan kaki yang tidak sakit/cedera ke anak tangga pertama, dan angkat
dengan tangan yang berada di pegangan tangga
d) Angkat kaki yang cedera dan kruk
e) Ulangi lagi, naikkan kaki yang tidak cedera, kemudian angkat kaki cedera
bersamaan dengan kruk.
3) Setelah selesai, cek kembali nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
4) Cuci tangan untuk mencegah infeksi

d. Evaluasi
1) Bandingkan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
2) Cek kelelahan atau nyeri yang muncul
3) Tanyakan perasaan pasien setelah aktivitas

111

!
4) Evaluasi efek secara umum terhadap kekuatan, keseimbangan, dan
kemampuan ambulasi

e. Dokumentasi
Dokumentasikan seluruh prosedur dan hasil tindakan

2. Menggunakan Kruk untuk Menaiki Tangga Tanpa Menggunakan Pegangan


a. Pengkajian
1) Identifikasi kemampuan pasien
2) Identifikasi kebutuhan aktivitas
3) Cek tingkatan kemampuan pasien terhadap aktivitas
4) Tentukan alat bantu yang digunakan sebelumnya
5) Ukur nadi, pernapasan, dan tekanan darah

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan berjalan berhubungan dengan kekuatan otot tidak memadai
dan kendala lingkungan (hal 310)

c. Perencanaan
1) Sebelum ambulasi, rencanakan untuk mengatasi rasa nyeri jika ada indikasi.
Pastikan waktu yang cukup untuk obat anti nyeri bekerja.
2) Bersama pasien, tentukan seberapa jauh jarak yang akan ditempuh.
3) Tentukan berapa banyak dukungan yang dibutuhkan pasien
4) Rencanakan penggunaan teknik yang spesifik
5) Cuci tangan untuk mencegah infeksi

d. Implementasi
1) Jelaskan prosedur tindakan
2) Ajarkan pasien untuk:
a) Letakkan kruk di bawah lengan (kepit di axila)
b) Letakkan berat tubuh pada kedua tangan
c) Naikkan kaki yang tidak cedera ke anak tangga pertama, dan angkat kaki
yang cedera

112

!
d) Letakkan kruk pada anak tangga yang sedang dinaiki
e) Ulangi lagi, naikkan kaki yang tidak cedera ke anak tangga selanjutnya,
dan angkat kaki yang cedera, letakkan kruk seperti langkah sebelumnya.
3) Setelah selesai, cek kembali nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
4) Cuci tangan untuk mencegah infeksi

Gambar 5.58: Menaiki tangga dengan kruk


e. Evaluasi
1) Bandingkan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
2) Cek kelelahan atau nyeri yang muncul
3) Tanyakan perasaan pasien setelah aktivitas
4) Evaluasi efek secara umum terhadap kekuatan, keseimbangan, dan
kemampuan ambulasi

f. Dokumentasi
Dokumentasikan seluruh prosedur dan hasil tindakan

3. Menggunakan Kruk untuk Menuruni Tangga


Untuk melakukan prosedur ini, pasien harus benar-benar percaya diri dan mampu
menggunakan kruk. Untuk pencegahan terhadap jatuh, dapat juga orang lain
menggenggam sabuk yang dihubungkan ke pasien, dari belakang.

a. Pengkajian
1) Identifikasi kemampuan pasien
2) Identifikasi kebutuhan aktivitas
3) Cek tingkatan kemampuan pasien terhadap aktivitas
113

!
4) Tentukan alat bantu yang digunakan sebelumnya
5) Ukur nadi, pernapasan, dan tekanan darah

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan berjalan berhubungan dengan kekuatan otot tidak memadai dan
kendala lingkungan (hal 310)

c. Perencanaan
1) Sebelum ambulasi, rencanakan untuk mengatasi rasa nyeri jika ada indikasi.
Pastikan waktu yang cukup untuk obat anti nyeri bekerja.
2) Bersama pasien, tentukan seberapa jauh jarak yang akan ditempuh.
3) Tentukan berapa banyak dukungan yang dibutuhkan pasien
4) Rencanakan penggunaan teknik yang spesifik
5) Cuci tangan untuk mencegah infeksi

d. Implementasi
1) Jelaskan prosedur tindakan
2) Ajarkan pasien untuk:
a) Letakkan kruk di bawah lengan (kepit di axila)
b) Tumpukan berat tubuh pada kaki yang tidak cedera
c) Tempatkan kruk pada anak tangga pertama yang akan dituruni
d) Tumpukan sebagian berat tubuh pada tangan dan kruk
e) Pindahkan kaki cedera ke anak tangga selanjutnya
f) Letakkan total berat tubuh pada kruk dan kaki cedera
g) Pindahkan kaki tidak cedera ke anak tangga yang sama dengan kruk dan
kaki cedera
h) Jika terdapat pegangan tangga, pegang kruk dengan satu tangan, dan
tangan lainnya menggenggam pegangan tangga
Pegangan tangga akan lebih stabil dibandingkan menggunakan dua kruk.
3) Setelah selesai, cek kembali nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
4) Cuci tangan untuk mencegah infeksi

114

!
Gambar 5.59: Menuruni tangga menggunakan kruk
e. Evaluasi
1) Bandingkan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
2) Cek kelelahan atau nyeri yang muncul
3) Tanyakan perasaan pasien setelah aktivitas
4) Evaluasi efek secara umum terhadap kekuatan, keseimbangan, dan
kemampuan ambulasi

f. Dokumentasi
Dokumentasikan seluruh prosedur dan hasil tindakan

H. SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang kesejajaran bentuk tubuh (body alignment)
2. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, dan melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang mekanika tubuh (body mechanic)
3. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, dan melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang pengkajian neuromuskuler
4. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, dan melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang pengaturan posisi pasien (positioning patient)

115

!
5. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, dan melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang latihan range of motion (ROM)
6. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, dan melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang memindahkan pasien dari tempat tidur/kursi roda
(moving and turning client in bed/wheel chair)
7. Mampu memahami pengertian, tujuan, pengkajian, diagnosa, perencanaan,
mengidentifikasi alat dan bahan, dan melakukan prosedur, evaluasi dan
dokumentasi tentang menggunakan alat bantu berjalan (mechanical aids)

H. KASUS PEMICU UNTUK PRAKTIKUM PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS


DAN MOBILISASI

Kasus 1
Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, dirawat di ruang rawat penyakit saraf dengan
diagnosa stroke iskhemik ringan. Pasien tersebut mengalami hemiplegiapada
daerah ekstremitas atas dan bawah bagian dextra. Setelah dilakukan pengukuran
GCS, disimpulkan tingkat kesadarannya adalah compos mentis. Wajah dan mulut
pasien tampak defiasi ke kiri. Pasien afasia dengan normal. Kemudian, otot
ekstremitas atas dan bawah kanandapat digerakkan sesuai perintah misalnya tapak
tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak
mampu bergerak.
Kompetensi yang diharapkan :
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kebutuhan aktivitas dan mobilisasi
(neuromuskuler secara menyeluruh; termasuk diantaranya: kekuatan otot, GCS,
12 saraf kranial)
2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan.
3. Mahasiswa mampu mendokumentasikan pada catatan keperawatan.

Kasus 2
Diruang ICU, Perawat S sedang menyusun rencana asuhan keperawatan untuk
pasien-pasiennya. Pasien A dengan dengan resiko peningkatan tekanan intrakranial
dan frekuensi pernafasanserta adanya gerakan-gerakan refleks involunter yang tidak
116

!
normal pada saat kaki kanan digerakkan. Pasien B, dengan kesulitan bernafas yang
ekstrim, sehingga pasien tidak bisa tidur terlentang dan membutuhkan posisii yang
mudah untuk ekspansi dada dan bernafas. Pasien C, mengalami gangguan perfusi
jaringan, sehingga memerlukan posisi yang dapat memperlancar aliran balik vena.
Dan diruang bersalin, perawat T juga sedang melakukan hal yang sama. Pasien D,
mengalami ketegangan punggung, sehingga membutuhkan posisi yang nyaman
dalam berbaring. Pasien E, sedang menunggu proses persalinan, namun
sebelumnya, ia harus di berikan enema untuk memperlancar BAB nya. perawat juga
membutuhkan posisi pasien yang benar untuk memudahkan persalinan. Sedangkan
pasien terakhir, yaitu pasien F, akan dilakukan sigmoidoscopy.
Tentukan asuhan keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat S dan T untuk
mengatasi masalah yang dialami pasien-pasien tersebut.

Kompetensi yang diharapkan:


1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian refleksi fisiologis dan patologis
2. Mahasiswa mampu melakukan pengaturan posisi yang benar (semifowler, posisi
orthopneic, genu pectoral, dorsal recumbent, lithotomi, pronasi, lateral/miring,
Sim’s, dan trendelenberg)
3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan.
4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan.
5. Mahasiswa mampu mendokumentasi pada catatan keperawatan.

Kasus 3
Perawat Q merawat seorang pasien pasca stroke. Pasien K, merupakan pasien
pasca stroke yang sudah 2 minggu mendapatkan perawatan. Pasien mengalami
gangguan kesejajaran tubuh (body alignment), sehingga Activity Daily Living (ADL)
pasien di bantu oleh keluarga dan perawat. Pasien sering meminta perawat atau
anggota keluarga lainnya untuk mendudukkannya di sisi tempat tidur, atau bahkan
memindahkannya ke kursi roda dan membawanya ke taman. Hari ini pasien K akan
menjalani fisioterapi, sehingga pasien perlu dipindahkan ke brankar untuk dibawa di
ruang rehabilitasi.Setiap membantu pasien berpindah, perawat selalu
memperhatikan mekanika tubuh pasien dan perawat.

117

!
Tentukan asuhan keperawatan pada pasien K mengacu pada mobilisasi pasien
tersebut!

Kompetensi yang diharapkan :


1. Mahasiswa mampu mengkaji kesejajaran tubuh pasien
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien yang membutuhkan
mobilisasi dari tempat tidur ke kursi/kursi roda dan brankar.
3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan.
4. Mahasiswa mampu melakukan pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi/kursi
roda dan brankar.
5. Mahasiswa mampu melakukan prosedur mekanika tubuh.
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan.
7. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi pada catatan keperawatan.

Kasus 4
Seorang perawat dipusat rehabilitasi medik sebuah rumah sakit didatangi oleh
keluarga Bapak V yang mengalami kecelakaan sekitar satu minggu yang lalu. Sang
bapak mengeluh sampai sekarang ia tidak seimbang dalam berjalan. Sang anak
mengalami kerusakan ligament di lutut. Namun ia membutuhkan alat bantu berjalan
yang dapat digunakan untuk menaiki dan menuruni tangga di sekolahnya.
Sedangkan sang istri yang terkejut mendengar kabar kecelakaan tersebut
mengalami stroke berulang, namun sekarang tangannya sudah cukup kuat, hanya
saja kakinya masih lemah dan tidak stabil dalam berjalan. Tentukan asuhan
keperawatan pada keluarga Bapak V mengacu pada alat bantu berjalan.

Kompetensi yang diharapkan :


1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien yang mambutuhkan
bantuan berjalan.
2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan.
3. Mahasiswa mampu membantu pasien berjalan dengan menggunakan alat bantu
(tongkat, kruk, dan walker).
4. Mahasiswa mampu melakukan Range of Motion (ROM)
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan.
118

!
6. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi pada catatan keperawatan.

TUGAS INDIVIDU
1. Jelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kesejajaran tubuh yang buruk.
2. Jelaskan prosedur tindakan keperawatan berjalan dengan kruk Axilla
3. Jelaskan bagaimana mengidentifikasi trauma, kerusakan otot, atau disfungsi
saraf.
4. Jelaskan medikasi obat-obatan pasien (narkotik, sedatif, anti histamin) yang dapat
membuat pasien mengantuk dan pusing

I. BUKU SUMBER YANG DIANJURKAN


Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. (2004). Fundamentals of nursing:\Concept,
process, and practice. 7 th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Nanda International.(2012). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-
2015. EGC: Jakarta
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Fundamentals of nursing; konsep, proses dan
praktik, 4 th ed.USA: Elsevier Mosby.

119

You might also like