Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2. Usia 3 - 6 bulan
Rangsang si kecil untuk tengkurap, telentang, bolak- balik, serta duduk.
Anda bisa menambahkan stimulasi dengan mengajaknya bermain "cilukba". Pada
rentang usia 3-6 bulan kebanyakan bayi sudah mulai menunjukkan polah tingkah yang
mengundang gemas yang melihatnya, karena pada renatng usia tersebut kondisi fisik sang
buah hati sudah mendukung untuk melakukan beragam aktifitas, seperti:
1. Berbalik dari telungkup ke telentang
2. Mengangkat kepala setinggi 900
3. Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
4. Menggenggam pensil
5. Meraih benda yang ada di dalam jangkauannya
6. Memegang tangannya sendiri
7. Berusaha memperluas pandangan
8. Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
9. Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
10. Tersenyum ketika melihat mainan / gambar yang menarik saat bermain sendiri.
3. Usia 6 - 9 bulan
Di usia ini, Anda bisa mulai meningkatkan stimulasi, dengan cara melatih
tangan anak bersalaman, duduk dan berdiri sambil berpegangan. Penting juga bagi
Anda untuk mulai membiasakan diri membacakan dongeng untuk si kecil sebelum tidur.
dalam memberikan stimulasi pada bayinya, ada 4 hal cara stimulasi bayi yang benar benar
harus diperhatikan, yaitu :
Pertama adalah bicaralah selalu padanya,apa pun yang Anda lakukan ajaklah bayi
Anda berbicara. Tataplah matanya dan bicaralah perlahan-lahan. Bayi sedang
mendengarkan suara maupun kata - kata yang Anda ungkapkan dan bayi pun belajar untuk
meresponnya.
Kedua adalah biarkan bayi bermain di lantai, tentunya lantai harus bersih dan aman,
seringlah menaruh bayi dilantai untuk merangsangnya lebih leluasa bergerak dan bisa
mengontrol gerakannya. Jangan sering menggendong atau menaruh bayi dikereta
dorongnya. Meski aman baginya namun tidak membantunya mengembangkan otot - otot
geraknya.
Ketiga adalah berikan aktivitas fisik, berrmainan permainan yang menggunakan
fisik akan membantu perkembangan dan kerja otot - otot tubuhnya. Orang tua bisa
membantu, misalnya, meletakan bayi dalam posisi terlentang kemudian menggerakan
kedua kakinya seolah membuat gerakan mengayuh sepeda. Bisa juga dengan menegakkan
bayi sambil kita pegang tubuhnya, lalu biarkan ia melakukan loncatan - loncatan dengan
kedua kakinya atau bermain di lantai dengan merangkak dan mengejarnya.
Keempat adalah dengan memberikan pujian, setiap kali bayi menunjukan kemajuan
pesat berilah pujian, ia pasti sering dan bersemangat untuk selalu mencoba serta mengulang
kembali kemampuannya.
Bayi sedang mendengarkan suara maupun kata - kata yang Anda ungkapkan dan
bayi pun belajar untuk meresponnya. Kedua adalah biarkan bayi bermain di lantai, tentunya
lantai harus bersih dan aman, seringlah menaruh bayi dilantai untuk merangsangnya lebih
leluasa bergerak dan bisa mengontrol gerakannya. Jangan sering menggendong atau
menaruh bayi dikereta dorongnya. Meski aman baginya namun tidak membantunya
mengembangkan otot - otot geraknya. Ketiga adalah berikan aktivitas fisik, berrmainan
permainan yang menggunakan fisik akan membantu perkembangan dan kerja otot - otot
tubuhnya. Orang tua bisa membantu, misalnya, meletakan bayi dalam posisi terlentang
kemudian menggerakan kedua kakinya seolah membuat gerakan mengayuh sepeda. Bisa
juga dengan menegakkan bayi sambil kita pegang tubuhnya, lalu biarkan ia melakukan
loncatan - loncatan dengan kedua kakinya atau bermain di lantai dengan merangkak dan
mengejarnya. Keempat adalah dengan memberikan pujian, setiap kali bayi menunjukan
kemajuan pesat berilah pujian, ia pasti sering dan bersemangat untuk selalu mencoba serta
mengulang kembali kemampuannya.
4. Usia 9 - 12 bulan
Pada retang masa mur 9-12 bulan si kecil sudah menunjukkan beberapa
aktifitas:
Mengangkat badannya ke posisi berdiri
Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan pada kursi
Dapat berjalan dengan dituntun
Mengulurkan lengan / badan untuk meraih mainan yang diinginkan
Menggenggam erat pensil
Memasukkan benda ke mulut
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
Bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan
Senang diajak bermain ”CILUK BA”
Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum dikenal.
Dari hal-hal yang bisa dilakukan si kecil maka Mulailah mengajar si kecil
memanggil mama-papa atau ibu-ayah, kakak atau adik. Anda juga sudah bisa melatih si
kecil untuk berdiri, berjalan dengan berpegangan, meminum dari gelas, menggelindingkan
bola, dan bermain memasukkan mainan ke wadah.
5. Usia 12 - 18 bulan
si kecil bermain bersama menyusun kubus, menyusun potongan gambar sederhana,
memasukkan dan mengeluarkan benda kecil dari wadahnya, atau bermain boneka. Ajari
juga ia cara menggunakan peralatan makan dan memegang pensil lalu biarkan ia mencoret-
coret kertas dengan pensil warna. Lanjutkan stimulasi dengan melatihnya berjalan tanpa
berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola,melempar dan
menangkap bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah sederhana,
menyebutkan nama, dan menunjukkan benda-benda.
6. Usia 18 - 24 bulan
Di usia ini mulailah merengasang si kecil dengan memintanya menyebutkan, dan
menunjukkan bagian tubuh seperti mata, hidung, telinga, dan mulut. Minta pula ia
menyebutkan nama-nama binatang, gambar atau benda-benda di sekitar rumah. Cobalah
membiasakan mengajak si kecil berbicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum,
mandi, main, dan sebagainya). Latih ia menggambar garis, mencuci tangan, memakai
celana, baju, melempar bola, dan melompat.,selain itu bisa melatih keseimbangan berdiri
dengan satu kaki bergantian,melatih anak menggambar bulatan dan segitiga, Melatih anak
mau menceritakan apa yang dilihatnya, Melatih anak tentang kebersihan diri (buang air
kecil/besar pada tempatnya), melatih anak bernyanyi.
7. Usia 2 - 3 tahun
Saatnya Anda mengajari si kecil untuk mengenal warna, menghitung benda,
menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit),
menggambar garis, lingkaran dan manusia. Ajari pula cara memakai baju, menyikat gigi,
buang air kecil dan besar di toilet. Stimulasi juga bisa diberikan dengan mengajaknya
latihan berdiri satu kaki, menyebutkan nama teman, bermain kartu, boneka, dan masak-
masakan, Melatih anak menyusun balok.
8. Usia 3 tahun ke atas
Stimulasi yang bisa Anda berikan pada si kecil lebih mengarah padapengembangan
kemampuan kognitif, psikomotorik, dan bahasa serta untukkesiapan sekolahnya. Ajari ia
melakukan motorik kasar seperti berlari, senam sehat, lalu latih juga motorik halusnya
seperti memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung
sederhana, mengerti perintah sederhana, buang air kecil dan besar di toilet, berbagi dengan
teman, serta kemandirian. Tidak hanya dirumah, stimulasi juga bisa dilakukan di kelompok
bermain dan taman kanak-kanak.
Saatnya Anda mengajari si kecil untuk mengenal warna, menghitung benda,
menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit),
menggambar garis, lingkaran dan manusia. Ajari pula cara memakai baju, menyikat gigi,
buang air kecil dan besar di toilet. Stimulasi juga bisa diberikan dengan mengajaknya
latihan berdiri satu kaki, menyebutkan nama teman, bermainkartu, boneka, dan masak-
masakan, Melatih anak menyusun balok.
9. Usia 3 tahun ke atas
Stimulasi yang bisa Anda berikan pada si kecil lebih mengarah pada pengembangan
kemampuan kognitif, psikomotorik, dan bahasa serta untuk kesiapan sekolahnya. Ajari ia
melakukan motorik kasar seperti berlari, senam sehat, lalu latih juga motorik halusnya
seperti memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung
sederhana, mengerti perintah sederhana, buang air kecil dan besar di toilet, berbagi dengan
teman, serta kemandirian. Tidak hanya dirumah, stimulasi juga bisa dilakukan di kelompok
bermain dan taman kanak-kanak.
3. Berlagak “bodoh”.
Beri batita kesempatan untuk meminta dan mengungkapkan kebutuhannya sebelum
Anda memberikan padanya. Contohnya, saat bermain, ia menggulirkan bola dan Anda
tahu ia ingin Anda mengembalikan bola itu padanya, pura-pura saja Anda tidak
mengerti, berikan ekspresi wajah bingung dan bertanya, “Ibu harus apa?” Jeda seperti
ini akan menyemangatinya untuk berkomunikasi.
4. Tetap nyata.
Hindari untuk mengucapkan kata berlebihan atau berbicara dalam Bahasa slang
atau bahasa pergaulan yang tak dimengerti balita usia 1-2 tahun. Orangtua wajib
berbicara dalam kalimat-kalimat reguler dan dalam bahasa yang benar, yang akan
membantu anak mengerti cara memadukan kata menjadi kalimat yang bermakna.
B. PERMAINAN
Menurut para ahli, idealnya Mama memiliki cara-cara kreatif untuk terus menstimulasi
anak. Adakalanya Anda juga kehabisan ide. Kabar baiknya, Alvin N. Eden, MD., penulis
buku Positive Parenting: Raising Healthy Children from Birth to Three Years, memberikan
beberapa rekomendasi alat apa saja yang perlu Anda miliki untuk bisa menstimulasi si 2-3
tahun dengan optimal. Ini dia beberapa di antaranya:
1. Sepeda roda tiga. Ajarkan anak untuk mengayuh pedalnya, juga mengarahkan
setangnya. Tentu dampingi ia selalu saat mencoba.
2. Gerobak sorong roda satu (wheelbarrow). Anak bisa membawa mainan untuk
dibawa ke ruang lain (atau untuk dibereskan). Jangan lupa memastikan gerobaknya
bersih.
3. Perlengkapan memanjat, bisa berupa tangga, pagar, tali pengaman, dll. Tentu saja
Anda harus mengawasi ketika anak bermain panjat-panjatan, bukan lalu
melarangnya sama sekali.
4. Perkakas dan meja kerja. Ketika anak berusaha memalu paku mainan atau
memasang sekrup, sebetulnya dia sedang mengasah keterampilan motoric
halusnya.
4. Bermain kreatif
Dalam periode usia ini terjadi peningkatan mobilitas dan pengenalan lingkungan
sekitar. Ia semakin aktif dan cenderung mencoba memberikan stimulus pada orang lain.
Misalnya ia mulai menarik perhatian Anda dengan menarik-narik pakaian Anda,
menggapai dan mengambil barang-barang di sekitarnya, atau meniru suara Anda. Ia paham
situasi yang ia rasakan. Kalau ia merasa sedang tidak mendapat perhatian Anda, langsung
ia mencari perhatian! Idenya sangat fantastis.
Memanfaatkan situasi ini, Anda bisa mengajaknya bermain yang menstimulasi
kreativitasnya serta mengenalkan perintah-perintah sederhana. Misalnya meminta dia
menyusun balok kemudian meruntuhkannya, menaruh barang di tempatnya, atau bermain
tepuk-tepuk tangan sambil bernyanyi. Kira-kira bangunan seperti apa yang dibuatnya atau
bagaimana ritme tepukannya?
C. TEMAN SEBAYA
Mengajak anak bertemu dan bermain dengan teman sebaya merupakan salah satu cara
untuk menstimulasi kecerdasan anak dalam bersosialisasi. Melatih anak bersosialisai
sebenarnya dapat dilakukan di rumah. Misalnya anak diajak berkenalan dengan anak
sebaya di sekitar rumah, atau diajak ke playground agar bayi bisa melihat anak-anak
seusianya. Memasukkan anak ke sekolah bayi bisa menjadi pilihan bila anak tinggal di
rumah dengan lingkungan sekitar tidak ada playground atau teman sebaya, sehingga ia
harus di rumah saja. Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80
persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak
melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental
maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa
tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age). Nah, oleh karena itu, kita sebagai
orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan
karakter yang baik bagi anak. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil
belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya.
Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat. Pada usia itu pula anak menjadi
sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya
dan didengarkannya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan
membentuk karakter yang positif dan sukses. Seperti mengajak anak – bermain dengan
teman sebayanya dengn tetap mendapat pengawaaaasan dari orang tua, memberikan
tontonan yang sesuai dengan usia anak, sewajanya anak – anak menonton film untuk anak
– anak, mendengarkan lagu – lagu anak – anak.
DEFINISI
1. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun induvidu, yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter).
TOILET TRAINING
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar dapat
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini dapat
berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan-2 tahun. Dalam melakukan
latihan bung air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis, maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu
mengontrol buang air besar atau kecil secara sendiri.
Pada toilet training selain melatih anak dalam mengontrol buang air besar dan kecil
juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan tersebut
disitu anak akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya. Dalam proses
toilet training diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan instink anak
dalam melakukan buang air besar atau buang air kecil dan perlu diketahui bahwa buang air
besar merupakan suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan dengan latihan ini
anak diharapkan dapat melakukan usaha penundaan pemuasan.
Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai
memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan
yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik, dimana kemampuan anak
secara fisik sudah kuat dan mampu. Hal ini dapat ditunjukan anak mampu duduk atau
berdiri sehingga memudahkan anak unuk dilatih buang air besar dan kecil, demikian juga
kesiapan psikologis dimana anak membutuhkan suasana yang nyaman agar mampu
mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang besar atau kecil. Persiapan
intelektual pada anak juga dapat membantu dalam proses buang air besar dan kecil. Hal ini
dapat ditunjukan apabila anak memahami arti buang air besar dan kecil sangat
memudahkan proses dalam pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya harus
buang air kecil dan kapan saatnya harus buang air besar, kesiapan tersebut akan menjadikan
diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air kecil dan
buang air besar (toilet training), pelaksanaan toilet training dapat dimulai sejak dini untuk
melatih respons terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan buang air besar.
Latihan buang air besar atau kecil pada anak atau dikenal dengan nama toilet training
merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua anak,mengingat dengan latihan
itu diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air besar
dan buang air kecil tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesua usia tumbuh kembang anak. Banyak
cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan
kecil, diantaranya :
1. Teknik Lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada anak
dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar dan buang air kecil. Cara ini
kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita
perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan
rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar dimana dengan lisan ini persiapan
psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam
melaksanakan buang air kecil dan buang air besar.
2. Teknik Modelling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara
meniru untuk buang air besar atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan
dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau mebiasakan
buang air kecil dan besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila
contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak
juga mempunyai kebiasaan yang salah. Selain cara tersebut diatas terdapat beberapa hal
yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak merasakan buang
air kecil dan besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak kekamar mandi, berikan pispot
dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil
dan buang air besar, dudukan anak diatas pispot atau orang tua duduk atau jongkok
dihadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil
jangan di salahkan atau di marahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan
beri anak celana yang mudah dilepas dan di kembalikan.
Pengkajian fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang
air kecil dan besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti berjalan, duduk,
meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu melepas celana sendiri.
Kemampuan motorik ini harus dapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar
ini lancar dan tidak dapat ditunjang dari kesiapan fisik sehingga ketika anak berkeinginan
untuk buang air kecil dan besar sudah mampu dan siap untuk melaksanakannya. Selain itu,
yang harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak ngompol
setelah tidur, dan lain-lain.
Pengkajian psikologis
Pengkajian psikologois yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada
anak ketika akan akan melakukan buang air kecil dan besar seperti anak tidak rewel ketika
akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu buang air besar atau kecil, ekspresi
wajah menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan mau
tetap tinggal di tolilet selama 5-10 menit tanpa rewel atau meninngalkannya, adanya
keingin tahuan kebijakan toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya
ekspresi untuk menyenangkan pada orang tunnya.
Pengkajian intelektual
Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan besar antara lain
kemampuan anak untuk mengerti buang air kecil atau besar, kemampuan
mengkomunikasikan buang air kecil dan besar, atau menyadari timbulnya buang air kecil
dan besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat seperti
buang air kecil dan besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan buang air
besar. Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan besar, terdapat
beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya:
1. Hindari pemakaian popok sekali pakai atau diaper dimana anak akan merasa aman.
2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air
besar.
3. Mendorong anak melakukan rutinitas kekamar mandi seperti cuci muka saat bangun
tidur, cuci tangan, cucci kaki dan lain-lain.
4. Jangan marah jika anak gagal dalam melakukan toilet training.
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu
kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana anak cenderung bersikap keras
kepala bukan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak
pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak saat berpergian. Bila orang tua
santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami
kepribadian ekspresif dimana anak lebih tea, cenderung ceroboh, suka membuat gara-
gara,emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut (dr. Kusnandi Rusmi,Sp.A(k) MM, 2010), Stimulasi adalah upaya orang
tua atau keluarga untuk mengajak anak bermain dalam suasana penuh gembira dan
kasih sayang. Aktifitas bermain dan suasana cinta ini pentig guna merangsang seluruh
sistem indera, melatih kemampuan motorikhalus dan kasar, kemampuan berkomunkasi
serta perasaan pikiran si anak.
B. Saran
Orang tua seharusnya lebih memperhatikan perkembangan anaknya dengan cara
stimulasi saat masih dalam usia kritis, terlebih lagi saat dalam usia emas atau golden
age. Dimna stimulasi ini harus sesuai dengan usia anaknya. Orang tua bertanggung
jawab atas perkembangan anaknya pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, orang
tua harus berhati-hati dalam mendidik anaknya serta dalam melakukan intervensi harus
benar-benar tepat. Jika stimulasi yang diberikan tidak tepat maka akan sangat sulit atau
bahkan tidak bisa untuk memperbaiki pengaruh stimulasi tersebut pada usia
selanjutnya. Untuk itu manfaatkan masa usia kritis anak atau golden age, agar anak bisa
berkembang seoptimal mungkin kearah yang positif.
Daftar Pustaka