You are on page 1of 5

Indahnya Jujur, Mulia Tanpa Dusta*

ِ‫ َو ِمْن َسّيَئات‬،‫سَنا‬ ِ ‫ل ِمْن ُشُروِر َأْنُف‬ ِ ‫ َو َنُعوُذ ِبا‬،‫سَتْغِفُرُه‬


ْ ‫ َو َن‬،‫سَتِعيُنُه‬
ْ ‫ َو َن‬،‫حَمُدُه‬ْ ‫ل َن‬ِ ‫ِإّن اْلحَْمَد‬
‫ َو‬،‫ل‬ ُ ‫ َو َأْشَهُد َأْن َل ِإَلَه ِإَل ا‬،‫ل َهاِديَ َلُه‬ َ ‫ضِلْل َف‬
ْ ‫ َو َمْن ُي‬،‫ضّل َلُه‬ ِ ‫ل ُم‬ َ ‫ل َف‬
ُ ‫ َمْن َيْهِدِه ا‬،‫َأْعَماِلَنا‬
‫حّمًدا َعْبُدُه َو َرُسوُلُه‬ َ ‫َأْشَهدُ َأّن ُم‬
(‫سِلُموَن‬ ْ ‫ل َحّق ُتَقاِتِه َو َل َتُموُتّن ِإّل َو َأْنُتْم ُم‬ َ ‫ )َيا َأّيَها اّلِذيَن آَمُنوا اّتُقوا ا‬:‫َقاَل َتَعاَلى‬
‫س ّوِحَدٍة ّو َخَلَق ِمْنَها َزْوَجَها َو‬ ٍ ‫س اّتُقوا َرّبُكُم اّلِذي َخَلَقُكْم ِمن ّنْف‬ ُ ‫ )َيا َأّيَها الّن‬:‫ضا‬ ً ‫َو َقاَل َأْي‬
‫ل َكاَن َعَلْيُكْم‬ َ ‫سآَءُلوَن ِبِه َو اْلَأْرَحاَم ِإّن ا‬ َ ‫ل اّلِذي َت‬ َ ‫ساًء ّو اّتُقوا ا‬ َ ‫ث ِمْنُهَما ِرَجاًل َكِثًيا ّو ِن‬ ّ ‫َب‬
(‫َرِقيًبا‬
‫صِلْح َلُكْم َأْعَماَلُكْم َو‬ ْ ‫ل َو ُقوُلوا َقْوًل َسِديًدا ّي‬ َ ‫ ) َيا َأّيَها اّلِذيَن آَمُنوا اّتُقوا ا‬:‫ل َلُه‬ َ ‫َو َقَل َجّل َج‬
(‫ل َو َرُسْوَلُه َفَقْد َفاَز َفْوًزا َعِظيًما‬ َ ‫َيْغِفْر َلُكْم ُذُنوَبُكْم َو َمْن ّيِطِع ا‬
‫ َو‬،‫ل َعَلْيِه َو َسّلَم‬ ُ ‫صّلى ا‬ َ ‫حّمٍد‬ َ ‫ي َهْديُ ُم‬ ِ ‫ َو َخْيَر اْلَهْد‬،‫ل‬ ِ ‫لُم ا‬ َ ‫لِم َك‬َ ‫سَن اْلَك‬ َ ‫ َفِإّن َأْح‬:‫َأّما َبْعُد‬
‫لَلٍة ِفى الّناِر‬َ‫ض‬ َ ‫ َو ُكّل‬،‫لَلٌة‬ َ‫ض‬َ ‫ َو ُكّل ِبْدَعٍة‬،‫ت ِبْدَعٌة‬ ٍ ‫حَدَث‬ْ ‫ َو ُكّل ُم‬،‫حَدَثاُتَها‬ ْ ‫ّشّر ْالُُمْوِر ُم‬
Ma'asyiral Muslimin, Jama'ah Jum'at Rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita terhadap Allah  dengan dilandaskan di atas
keimanan yang jujur. Takwa yang termasuk di dalamnya kita meninggalkan sifat dusta sebagai
salah satu sifat yang tercela. Allah  berfirman,
ٓ
‫ي‬ ‫ص‬ ‫ٱل‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫نو‬ ‫كو‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫ا‬ ‫قو‬‫ت‬ ‫ٱ‬ ‫ا‬ ‫نو‬‫م‬‫ءا‬ ‫ن‬ ‫لي‬َ ّ
َ ِ ِ ٰ َ ّ َ َ ۟ ُ ُ َ َ َ ّ ۟ ُ َ ّ ۟ ُ َ َ َ ِ َ ُ ّ َ ‫يـ‬
‫ق‬ ‫د‬ ‫ـ‬ ‫ٱ‬ ‫يا‬‫أ‬ ٰ
َ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan jadilah kalian termasuk orang-
orang yang jujur.” (QS. at-Taubah: 119)

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,


Jujur dan dusta merupakan dua sifat yang saling bertentangan. Tidak akan berkumpul keduanya
pada diri seorang hamba. Bila kejujuran berada pada seorang hamba, maka kedustaan akan pergi
dan sebaliknya saat seorang hamba berdusta maka saat itu tidak ada kejujuran padanya.

Fudhail bin 'Iyadh berkata, “Tidak ada hiasan manusia yang lebih baik daripada kejujuran.”
Kejujuran adalah perhiasan dalam pergaulan yang akan menjadikan kita saling percaya dalam
bermuamalah, juga akan melahirkan sikap saling hormat dan segan. Pergaulan pun akan menjadi
penuh berkah dan menentramkan. Oleh karena itu, Islam sangat menjunjung tinggi kejujuran dan
mewajibkan seluruh muslim untuk berlaku yang demikian.

Berbeda dengan itu, dusta adalah aib yang paling menghinakan, menjadikan pelakunya tidak
bernilai di mata manusia karena jatuh pada derajat yang paling rendah dari tingkatan orang-orang
yang tidak layak untuk dipercaya.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Dusta merupakan penyakit yang tidak hanya merusak pribadi perseorangan namun berakibat buruk
dalam kehidupan bersama. Sayangnya, di zaman kita ini, dusta seolah sudah menjadi budaya. Kita
semua menyaksikannya. Sedangkan kejujuran merupakan barang langka, bahkan yang berlaku jujur
pun bisa mendapatkan celaan karena dianggap sok suci.

Dalam benak kebanyakan orang sekarang, bisa jadi dusta dianggap hal sepele sehingga menjadi
sesuatu yang paling ringan untuk dilakukan dalam bermacam tema kehidupan. Padahal, dusta
adalah persoalan besar dan sangat berat konsekuensinya, meski sekecil apapun urusannya dan
seremeh apapun tujuannya. Salah satu hadits Nabi  yang artinya, “Celakalah orang yang
berbicara dengan suatu pembicaraan dusta untuk membuat orang lain tertawa, celakalah ia,
celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad)

Hadits di atas menyebutkan bahwa berdusta untuk hal-hal sepele seperti hiburan dan tertawa
merupakan keburukan atau kecelakaan. Perkara ini dapat disamakan untuk hal lain seperti dusta
untuk menipu harta orang lain, kehormatan orang lain, untuk mengadu domba dan sebagainya.

Ma'asyiral Musliman Rahimakumullah,


Dalam konteks pribadi dan harga diri, akibat dusta cukup diterangkan sebagai berikut.

Dusta sama sekali bukan perkara yang pantas disandang dan menjadi tabiat seorang yang beriman.
Rasulullah  bersabda yang artinya, “Seorang mukmin itu ditabiatkan pada semua sifat selain sifat
khianat dan dusta.” (HR. Imam Ahmad)

Adanya kedustaan menandakan tiadanya keimanan seseorang dan ketiadaan iman pada seseorang
adalah status kehinaan paling telak dan tidak ada yang lebih buruk dari itu.

Sejalan dengan itu dan yang paling mengerikan, dusta pada diri seseorang menjadi tanda adanya
sifat munafik pada orang tersebut. Rasulullah  bersabda yang artinya, “Empat hal yang apabila
terkumpul pada diri seseorang maka ia benar-benar seorang munafik sejati. Dan barangsiapa
melekat padanya salah satu dari keempatnya berarti ada sifat munafik pada dirinya sampai ia
meninggalkannya. Keempat hal itu adalah: jika berbicara berdusta, jika diberi kepercayan
berkhianat, jika berjanji menyelisihinya dan jika bertengkar berbuat jahat.” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Kemunafikan merupakan lawan dari keimanan yang jujur. Iman yang jujur berarti ada kesesuaian
antara yang diyakini oleh hati, diucapkan oleh lisan dan dilakukan lewat perbuatan. Sedangkan lisan
yang sering berdusta menunjukkan adanya pertentangan antara hati, lisan dan perbuatan. Seseorang
yang gemar berdusta terdapat tanda-tanda ketidakjujuran pada keimanannya karena dikhawatirkan
kalimat syahadat yang diucapkan sebagai pintu masuk keislaman merupakan sebuah kedustaan
juga. Demikian pula dengan kalimat-kalimat taubat dan istighfar yang diucapkannya, jangan-jangan
semuanya bohong alias dusta.

Oleh karena itu Islam melarang berdusta kepada penganutnya. Berdusta merupakan sifat yang
harusnya dijauhi oleh kaum muslimin yang tidak ingin terjangkiti sifat ketidakjujuran dalam
keimanan atau kemunafikan. Karena tidak ada lagi kemuliaan yang tersisa pada diri seseorang yang
telah dicap sebagai orang munafik. Orang-orang munafik kelak merupakan orang-orang yang tidak
memiliki cahaya penuntun di padang mahsyar serta calon penghuni neraka yang paling bawah di
akhirat kelak. Kita semua berlindung kepada Allah dari sifat munafik dan adzab untuk mereka.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,


Selain itu, berdusta, apalagi membiasakan diri berdusta, sesungguhnya termasuk perkara yang
melampaui batas dan menganiaya diri sendiri. Allah  mengutuk orang-orang yang demikian lewat
firman-Nya,
ْ
‫خر ٰصون‬ ‫قتل ٱل‬
َ ُ َّ َ َ ِ ُ
“Terkutuklah orang-orang yang dusta.” (QS. adz-Dzariyat: 10).

Maka tidak ada lagi kemuliaan yang dimiliki seorang hamba jika Allah  telah mengutuknya.

Dusta juga merupakan salah satu sebab di antara sebab-sebab yang menjadikan seseorang jauh dari

ٌ ‫ن هو مْسٌف كذا‬
hidayah. Firman Allah ,

‫ب‬ ْ ‫يدى م‬ْ ‫إن ٱل ل‬


َّ َ ِ
ِ ُ َُ َ َ َ َ َّ َّ ِ
“Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS.
Ghafir: 28)

Apa yang layak diharap dari orang yang jauh dari hidayah atau petunjuk? Tidak ada, selain
kerusakan dan madharat dalam ucapan dan perbuatannya.

Dusta akan mengantarkan pada kedustaan berikutnya, demikian seterusnya kecuali orang tersebut
memutus rantainya dengan bertaubat, meninggalkan kedustaan sejauh-jauhnya dan berlaku jujur
seketika itu juga. Ibnu Mas'ud berkata, “Seseorang itu akan terus menerus berdusta dan mencari-
cari cara berdusta sampai suatu titik hitam dititikkan di hatinya. Demikian sampai hitam seluruh
hatinya dan ia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” Jadi tidak sepenuhnya salah jika
orang lain selalu khawatir dan curiga dengan orang yang pernah berdusta, karena bisa jadi setelah
itu akan ada dusta lagi.

Demikianlah Nabi Ibrahim  merasa malu kepada Allah  karena telah berdusta sebanyak tiga
kali seumur hidupnya, walaupun ucapan beliau saat itu tidak dikategorikan berdusta tetapi berkilah
yang masih bisa dibenarkan menurut syari'at. Namun beliau sadar bahwa berdusta bukanlah sifat
orang-orang beriman dan beliau pun tahu bahwa berdusta bisa menjadi kebiasaan, sekali berdusta
akan membawa kepada kedustaan yang lain.

‫ت َفاْسَتْغِفُروُه ِإّنُه ُهَو‬


ِ ‫سِلَما‬
ْ ‫ي َو اْلُم‬
َ ‫سِلِم‬
ْ ‫ساِئِر اْلُم‬
َ ‫ل ِلي َو َلُكْم َو ِل‬
َ ‫َأُقْوُل َقْوِلي َهَذا َأْسَتْغِفُر ا‬
‫اْلَغُفوُر الّرِحْيُم‬

Khutbah Kedua

ُ‫حّمًدا َخاَتم‬ َ ‫ َو َأْشَهُد َأّن ُم‬،‫ي‬َ ‫ح‬ ِ ‫صاِل‬ّ ‫ل َوِلّي ال‬ُ ‫ َو َأْشَهُد َأْن َل ِإَلَه ِإّل ا‬،‫ي‬
َ ‫ب اْلَعاَلِم‬
ّ ‫ل َر‬ِ ُ‫حْمد‬ َ ‫َاْل‬
‫ت َعَلى آِل ِإْبَراِهيَم َو‬ َ ‫صّلْي‬
َ ‫حّمٍد َكَما‬ َ ‫حّمٍد َو َعَلى آِلِه ُم‬ َ ‫صّل َعَلى ُم‬ ّ ‫ الّلُهّم‬،‫ي‬َ ‫ْاَلْنِبَياِء َو اْلُمْرَسِل‬
،‫جيٌد‬ِ ‫ك َحِميٌد َم‬ َ ‫ت َعَلى آِل ِإْبَراِهيَم ِإّن‬ َ ‫حّمٍد َكَما َباَرْك‬ َ ‫حّمٍد َو َعِلى آِل ُم‬ َ ‫َباِرْك َعَلى ُم‬
،‫َأّما َبْعُد‬
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kejujuran adalah lawan dari kedustaan atau kebohongan. Kejujuran adalah kewajiban dan
merupakan kebaikan yang senantiasa bernilai pahala. Berikutnya kita juga harus selalu ingat bahwa
kejujuran akan berakibat baik yang akan kembali pada diri sendiri, selain manfaat kejujuran juga
akan ikut dirasakan oleh orang-orang yang kita sayangi. Sedangkan dusta, akibat buruknya juga
akan kembali pada diri kita sendiri serta akan terasa oleh orang-orang di sekitar kita berupa
kerusakan dan bencana.

Betapa indahnya jika kita bisa menjadi perhiasan di kalangan manusia dengan kejujuran kita, bukan
karena ingin disanjung atau dipuja, tetapi karena indahnya kejujuran itu bisa membawa pahala
kepada kita dan bisa dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita. Dan merupakan suatu kemuliaan
juga bila dalam kehidupan ini kita menjauhi sifat dusta sehingga keimanan kita juga tidak akan
perlu diragukan lagi kejujurannya.

Semoga kita senantiasa dijauhkan oleh Allah  dari kebiasaan berdusta dan buruknya akibat dusta
serta menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur.

َ‫ت َعَلى ِإْبَراِهيَم َو َعَلى آِل ِإْبَراِهْيَم ِإّنك‬ َ ‫صَلْي‬َ ‫حّمٍد َكَما‬ َ ‫حّمٍد َو َعَلى آِل ُم‬ َ ‫صّل َعَلى ُم‬ َ ‫الّلُهّم‬
‫ت َعَلى ِإْبَراِهيَم َو َعَلى آِل‬ َ ‫حّمٍد َكَما َبَرْك‬ َ ‫حّمٍد َو َعَلى آِل ُم‬ َ ‫ الّلُهّم َبِرْك َعَلى ُم‬،‫جيٌد‬ ِ ‫َحِميٌد َم‬
.‫جيٌد‬ِ ‫ك َحِميٌد َم‬ َ ‫ِإْبَراِهْيَم ِإّن‬
َ ‫ ِإّن‬،‫ت‬
‫ك‬ ِ ‫ َاْلَأْحَياِء ِمْنُهْم َو ْاَلْمَوا‬،‫ت‬ِ ‫سِلَما‬ْ ‫ي َو اْلُم‬َ ‫سِلْم‬ ْ ‫ و اْلُم‬،‫ت‬ ِ ‫ي ِو اْلُمْؤِمَنا‬
َ ‫الّلُهّم اْغِفْر ِلْلُمْؤِمِن‬
.‫ت‬ِ ‫ب الّدعَوا‬ ُ ‫جي‬ ِ ‫ب ُم‬ ٌ ‫َسِميٌع َقِري‬
.‫ف َو اْلِغَنى‬ َ ‫ك اْلُهَدى َو الّتَقى َو اْلَعَفا‬ َ ‫سَأُل‬ْ ‫الّلُهّم ِإّنا َن‬
.‫ت اْلَوّهاب‬ َ ‫ك َأْن‬
َ ‫ك َرحَْمًة ِإّن‬ َ ‫ب َلَنا ِمْن َلُدْن‬ ْ ‫غ ُقُلوَبَنا َبْعَد ِإْذَهَدْيَتَنا َو َه‬
ْ ‫الّلُهّم َل ُتِز‬
.‫حِكيُم‬ َ ‫ت اْلَعِزيُز اْل‬
َ ‫ك َأْن‬
َ ‫جَعْلَنا ِفْتَنًة ّلّلِذيَن َكَفُروا َواْغِفْر َلَنا َرّبَنا ِإّن‬
ْ ‫َرّبَنا لَ َت‬
.‫ي‬
َ ‫ب اْلَعاَلِم‬ِ ‫ل َر‬ ِ ‫حْمُد‬َ ‫ َو اْل‬،‫ب الّناِر‬ َ ‫سَنًة َو ِقَنا َعَذا‬ َ ‫سَنًة َو ِفى ْاَلِخَرِة َح‬ َ ‫َرّبَنآ َءاِتَنا ِفى الّدْنَي َح‬
* Diadaptasi dari dua artikel berbeda, rubrik Muru'ah Majalah Islam ar-risalah, No. 89/Vol. VIII/5 Dzulqadah 1429
H / Nopember 2008 dan No. 90/Vol. VIII/6 Dzulhijjah 1429 H – Muharram 1430 H / Desember 2008

You might also like