You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan
pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus
obstruktif atau oleh gangguan peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus
paralitik.1
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen.
Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi,
dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat
disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi
saluran cerna atau perdarahan.2
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita
ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Pasien


Nama : An. ALB
Umur : 8 bulan
Tanggal Lahir : 26 April 2018
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Katholik
Alamat : Blondo 3/7 Bawen, Kab. Semarang
Pendidikan :-
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Masuk : 07 Januari 2019
No. RM : 149888-2018
Nama orangtua : Tn. S
DPJP : dr. Endang Prasetyowati, Sp.A

II.2. Anamnesis
Alloanamnesa dilakukan di Bangsal Anggrek RSUD Ambarawa
pada hari Selasa, 8 Januari 2019.

Keluhan Utama
Muntah

Keluhan Tambahan
Benjolan pada buah zakar. Perut kembung, tidak bisa BAB dan
buang gas sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa diantar oleh orangtuanya
dengan keluhan muntah sebanyak 6x hari ini. Muntah berisi makanan dan
air, lebih dominan air. Muntah awalnya berwarna putih asi, lama – kelamaan
kekuningan. Muntah tidak disertai darah. Muntah tidak menyemprot. Ibu
pasien mengatakan, setiap diberi asi/makanan langsung muntah. Pasien
masih mau minum sedikit – sedikit. Pasien masih bias mengeluarkan air
mata saat menangis.
Sebelumnya, ibu pasien mengatakan bahwa anaknya telah
didagnosis hernia oleh dokter anak, sejak berusia 2 minggu. Ibu pasien
meyadari ketika sedang memandikan pasien dan saat pasien menangis,
timbul benjolan pada lipat paha. Benjolan semakin jelas terlihat ketika anak
sedang menangis. Benjolan akan naik sendiri apabila anak berhenti
menangis. Namun sejak pagi ini, benjolan turun ke buah zakar, dan tidak
kembali keatas meskipun anak telah berhenti menangis.
Keluhan tambahan perut kembung. Keluhan dirasakan kurang lebih
selama 1 hari SMRS dan bertambah buruk. Ibu pasien mengatakan perut
anaknya teraba keras. Pasien juga mengeluh tidak bisa BAB. Biasanya
pasien BAB 2 – 3 kali dalam sehari. Namun 1 hari SMRS hanya 1 x. Ibu
pasien mengatakan anaknya tidak bisa buang gas sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Pengobatan
Sebelumnya penderita berobat jalan di Poli Anak RSUD Ambarawa,
Semarang. Dokter anak menyarankan bahwa pasien mulai dapat
menjalani operasi saat usia pasien 6 bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya,
riwayat operasi sebelumnya (-) alergi (-), asma (-), riwayat kelainan darah
(-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti
pasien. Alergi (-), asma (-), riwayat kelainan darah (-).
II.3. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalisata
a. KU : tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
c. Tanda Vital
- Nadi : 110x/menit
- Respirasi : 24x/menit
- Suhu : 36,8o C
d. Kepala : Normocephal, rambut hitam, pendek, lurus, tidak
mudah dicabut, hematom (-), jejas (-)
e. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, reflek cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)
f. Hidung : Sekret (-), mimisan (-), nafas cuping hidung (-)
g. Mulut : Stomatitis (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
pembesaran tonsil (-)
h. Telinga : Discharge (-), luka (-)
i. Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), JVP tidak
meningkat
j. Thorak :
- Pulmo : I : normochest, dinding dada simetris, jejas (-)
P : fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris
P : Sonor dikedua lapang paru
A: vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-)
- Cor. : I : tidak tampak iktus kordis
P : iktus kordis teraba
P : batas atas ICS 2 midclavicula kiri, batas bawah
ICS 5 midclavicula kiri, batas kanan ICS 4
parasternal kanan, batas kiri : ICS 5 axilaris
anterior
A : Konfigurasi kesan dalam batas normal, SI>II
k. Abdomen. : Distensi (+), Darm contour (-), darm steifung (-),
Bising usus (+) menurun, Metalik sound (-)
l. Ekstremitas

Hangat - - edema - -
+ + - -
2. Status Lokalis
Regio Abdomen à I : Distensi (+), Darm contour (-), Darm Steifung
(-), jejas (-)
A : Bising usus (+) menurun, metalic sound (-)
P : Defans muskular (-), nyeri tekan (+) di seluruh
regio abdomen, finger test tidak teraba masa, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba.
P : Timpani (+) di seluruh kuadran abdomen, Nyeri ketok
(+)
II.4. Diagnosis Banding
- Ileus Obstruktif
- Peritonitis
- Ileus Paralitik

II.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 07 Januari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9,9 ↓ 13,5 – 17,5 g/dl
Leukosit 6,4 5 – 11 ribu
Eritrosit 3,98 5 – 6 juta
Hematokrit 31,2 ↓ 37 – 45 %
Trombosit 456 ↑ 150 – 400 ribu
MCV 78,5 77 – 91 mikro m3
MCH 24,9 24 – 30 pg
MCHC 31,7 32 – 36 g/dl
RDW 10,7 10 – 16 %
Limfosit 4,3 1,5 – 6,5 103/mikroL
Monosit 0,5 0,2 – 0,6 103/mikroL
Granulosit 2,3 2,5 – 7 103/mikroL
Limfosit % 4,3 25 – 35 %
Monosit % 0,5 4–6%
Granulosit % 32,2 50 – 80 %
PCT 0,157 0,2 – 0,5 %
PTT 11,4 9,3 – 11,4
APTT 33,3 ↑ 24,5 – 32,8
INR 1,10
Kimia Klinik
Natrium 135 ↓ 136 - 146
Kalium 4,3 3,5 – 5,1
SGPT 101 98 - 106
Serologi
HBsAg Non Reaktif NON REAKTIF

II.6. Diagnosa Kerja


Ileus Obstruktif e.c Hernia Skrotalis Inkarserata

II.7. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
• Pasien dipuasakan
• Pasang DC à untuk mengontrol urin output (obs. dehidrasi)
2. Farmakologi
• Infus Asering 10 tpm
• Inj Ondansentron 2x1
3. Operatif
• Pro - Laparotomi Cyto!
II.8. Follow Up (08 Januari – 10 Januari 2019)
- 08 Januari 2019
S : Ibu pasien mengatakan saat ini anaknya sudah bisa BAB. BAB masih
cair, berwarna hijau kehitaman. BAB sebanyak 6 kali sampai sore ini.
Pasien sudah bias kentut. Mual (-), Muntah (-) Demam (-). Minum ASI
sudah mulai mau.
O : KU à Tampak sakit sedang, CM
HR 110; RR 46; T 37; SO2 99%
Status Generalis
Kepala à Mata CA -/- SI -/-
à Hidung NCH (-)
Leher à KGB tidak teraba membesar
Thorax à I : deformitas (-)
P : ketinggalan gerak (-)
P : Sonor diseluruh lapang paru
A : SDN vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen à I : Distensi (-)
A : Bising Usus (+)
P : Timpani
P : NT (-)
Status Lokalis
Terdapat balut bekas operasi pada regio Inguinal Sinistra. Rembes
(-), Darah (-).

- 09 Januari 2019
S : Ibu pasien mengatakan saat ini anaknya sudah bisa BAB. BAB sudah
mulai padat, berwarna hijau kecoklatan. BAB sebanyak 4x sampai sore
ini Pasien sudah bias kentut. Mual (-), Muntah (-) Demam (-). Minum
ASI sudah makin sering.
O : KU à Tampak sakit sedang, CM
HR 119; RR 44; T 36,9; SO2 98%
Status Generalis
Kepala à Mata CA -/- SI -/-
à Hidung NCH (-)
Leher à KGB tidak teraba membesar
Thorax à I : deformitas (-)
P : ketinggalan gerak (-)
P : Sonor diseluruh lapang paru
A : SDN vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen à I : Distensi (-)
A : Bising Usus (+)
P : Timpani
P : NT (+) regio inguinal sinistra
Status Lokalis
Terdapat balut bekas operasi pada regio Inguinal Sinistra. Rembes
(-), Darah (-).

- 10 Januauri 2019
S : Ibu pasien mengatakan saat ini anaknya belum sudah bias BAB. BAB
Sudah masih setengah padat. BAB sebanyak 3 kali sampai sore ini.
Pasien sudah bias kentut. Mual (-), Muntah (-) Demam (-). Minum
ASI sudah semakin sering.
O : KU à Tampak sakit sedang, CM
HR 112; RR 47; T 36,7; SO2 99%
Status Generalis
Kepala à Mata CA -/- SI -/-
à Hidung NCH (-)
Leher à KGB tidak teraba membesar
Thorax à I : deformitas (-)
P : ketinggalan gerak (-)
P : Sonor diseluruh lapang paru
A : SDN vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen à I : Distensi (-)
A : Bising Usus (+)
P : Timpani
P : NT (-)
Status Lokalis
Terdapat balut bekas operasi pada regio Inguinal Sinistra. Rembes
(-), Darah (-).

II.9. Prognosis
Dubia ad bonam.
BAB II
ANESTESI

II.1 Rencana Anestesi


Anestesi umum

II.2 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Ranitidin 14 mg

INDUKSI
1) Fentanyl 10 mcg + 10 mcg
2) Roculax 2 mg

MAINTENANCE
1) Inhalasi O2 4 liter per menit, N2O 3 liter per menit, sevofluran 2 liter per
menit.
2) Obat-obatan lain:
• Dexamethasone 2,5 mg
• Paracetamol 100 mg

II.3 Tindakan
1) Pukul 14:25 dilakukan anestesi umum dengan prosedur sebagai berikut:
• Persiapan alat dan memposisikan pasien dalam posisi supinasi
dengan posisi leher ekstensi.
• Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril.
• Memeriksa balon pipa/cuff ETT.
• Memasang blade nomor 2.
• Memberi oksigen 100% dengan masker/ambubag 4 liter per menit.
• Memasukkan obat-obat anestesi melalui spuit.
• Lakukan bagging sesuai irama pernapasan.
• Membuka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan.
• Memasukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat
epiglottis, dorong blade sampai pangkal epiglottis.
• Memasukkan ETT nomor 3 yang sebelumnya sudah diberikan jelly
dengan tangan kanan.
• Sambungkan dengan bag/sirkuit anestesi, berikan oksigen dengan
napas kontrol 10x/menit.
• Kunci cuff ETT dengan memasukkan udara.
• Cek suara napas dengan auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri
dan kanan.
• Memfiksasi ETT dengan plester.
2) Pukul 14:35 operasi dimulai.
3) Monitoring tanda vital (nadi dan pernapasan) setiap 5 menit dan
memastikan kondisi pasien stabil.
4) Pukul 15:05 operasi selesai.
5) Pukul 15:15 induksi anestesi selesai.

II.4 Pasca Operasi


1) Pemantauan tanda vital:
Pemantauan nadi tiap 30 menit selama 2 jam.
2) Pengelolaan nyeri:
Paracetamol 3x100 mg IV.
3) Pengelolaan mual-muntah:
Ondansentron 1 mg IV.
4) Lain-lain:
Cek darah rutin post operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI
A. USUS HALUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan
ileum. 3
§ Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada
jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz,
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat
hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
§ Jejenum dan Ileum
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah
kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan.
Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura
ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua
ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara
kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat
di bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis
superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah
duodenum diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi
jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk
serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri
ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang
aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat
pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe
ke atas melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
limphatici mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus
superior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterikus superior.
B. USUS BESAR
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. 3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke
atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca
dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon
sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan
kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum
menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh
kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan
menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam
perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum) dengan cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika
media, serta a. pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) melalui a. kolika
sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici
mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens
dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesenterikus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior
dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

Gambar 1.
Arteri mesenterika superior —
mempercabangkan arteri
pancreaticoduodenalis inferior,
intestinalis, ileocolica, colica
dekstra.
Gambar 2.
Arteri mesenterika inferior —
mempercabangkan arteri colica
sinistra, sigmoidea, dan
hemorrhoidalis superior.

II. HISTOLOGI
A. USUS HALUS
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan: 3,4
1. Tunika Serosa.
Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir
lengkap di dalam usus halus mesenterika, kekecualian pada sebagian kecil,
tempat lembaran visera dan mesenterika peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunika Muskularis.
Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika muskularis usus
halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare.
Yang terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myenterikus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submukosa.
Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak di antara tunika
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan
pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa.
Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam
lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi. Usus halus ditandai oleh
adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu
fungsi absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke
dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada
duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya
lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi
panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan
menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar
1 µ pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan
mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop
cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya
hanyalah sekitar 2.000 cm². Valvula koniventes, villi dan mikrovilli bersama-
sama menambah luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu meningkat
seribu kali lipat.

B. USUS BESAR
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam
tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal,
dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus
tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang
berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh
lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau
rugae. Kriptus Lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan
mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.5

III. FISIOLOGI USUS


A. USUS HALUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim
dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat
pada brush border villi dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi.
3,5

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan
hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan
dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan
peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan
yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi lambung.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot
yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan,
dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini
melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat satu segmen usus halus
yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai
kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan
kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan
akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan
mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat
yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna.
Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada
duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus
halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai
2 cm/detik, di mana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal.
Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah
berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel
tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai
zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.

B. USUS BESAR
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian
kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. 3
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai
pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu
menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima
900-1500 ml/hari, semua kecuali 100-200 ml diabsorbsi, paling banyak di
proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan, meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun
oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga
sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari.

IV. ILEUS OBSTRUKTIF


A. DEFINISI

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana


merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan. Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal
tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus
maupun usus besar.
Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga
terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi
strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat
adanya toksin dan sepsis. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi,
adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh
tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan
strangulasi.1
B. ETIOLOGI
Tabel 1.
Ekstraluminal Intrinsik Intraluminal
Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn
Neoplasma Kongenital (volvulus)
Abses, hematoma Striktur

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh: 1


1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan
mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.

Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi


Gambar 4. Etiologi obstruksi usus

C. PATOFISIOLOGI
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus yang
berupa gas dan cairan pada bagian proksimal tempat penyumbatan yang
menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi
usus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraluminal sehingga terjadi
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
semakin bertambah sehingga menyebabkan distensi usus sebelah proksimal
sumbatan. Selain hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi usus pun
menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif.
Hal ini dapat menyebabkan tejadinya syok hipovolemik. 6,7
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai
kompensasi adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan
terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak
akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan
vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi
translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh
adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya
terjadi pada obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini
adalah sepsis. 6,7
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi
usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya
kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding
usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan
sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan
fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik,
nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian. 6,7

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 8
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah
yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan.
Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi
di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah
muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. 1
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat.1

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:

§ Inspeksi
-
Abdomen tampak distensi
-
Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung
(gambaran gerakan usus)
-
Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu
hernia inkarserata
-
Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

Gambar 6. Gerakan peristaltik usus

§ Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi
bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik
melemah sampai hilang. 7,9
§ Perkusi
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
§ Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi
usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri
abdomen yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam,
takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan abdomen tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat
(bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik
akan melemah dan hilang. Adanya feses bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi. 6,10

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
§ Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya
dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan
adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50%
obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain
itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik
asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis. 2,7
§ Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak di
beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam
susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal
dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang
berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop
sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah
loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin
distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan
tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance. 2,10
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan
dilatasi proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi
dari kolon bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi
akan lebih banyak berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian proksimal
mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon dapat dibuat
foto barium enema. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas
66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi
kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui adanya udara bebas
yang terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan adanya
perforasi. 2,10
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang
komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun
keganasan. 2,7,10

G. DIAGNOSIS

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan
atas pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai
konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus
obstruksi diperoleh dari: 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan
di sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan
di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna
kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya
nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik. 4
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulata. 4
c. Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 4
d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah
putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase
serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya
jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi
diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang
pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam
pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai
diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis
kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran
penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus.

H. DIAGNOSIS BANDING
§ Ileus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus
tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik
usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Manifestasi kliniknya
berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun defekasi dan dapat disertai
muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan menghilang, tidak
terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang abdomen. Pada
pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran dilatasi
usus menyeluruh dari gaster sampai rektum dan herring bone appearance
(gambaran tulang ikan).

I. KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-
hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri
dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh
melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.

J. PENATALAKSANAAN
§ Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga
memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara
yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi
usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
§ Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparatomi. Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus. 9

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn
disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
§ Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik.

K. PROGNOSIS
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai
angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah
lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka
kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah
timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. 11
Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan. 11
BAB III
KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar.
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang
berat. Pada pemeriksaan abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi,
terdapat Darm Contour dan Darm Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik
berlanjut dengan Borborygmi (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik
(klinken) atau metallic sound. Pada fase lanjut, bising usus dan peristaltik melemah
sampai hilang. Pada foto posisi tegak akan didapatkan bayangan air fluid level yang
banyak di beberapa tempat yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step
ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi. Dasar pengobatan ileus adalah
koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan dekompresi traktus gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok
bila ada serta menghilangkan obstruksi untuk memeperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan
tindakan dilakukan dengan segera.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum.


Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.
2. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,
Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine.
2nd ed. New York: Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.
3. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
4. Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J,
editors. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.
5. Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks
Histologi Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
6. Anonymous. Ileus. September 13, 2008. Available from URL:
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. Accessed July 11, 2011.
7. Mukherjee S. Ileus. December 28, 2009. Available from URL:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed July 11, 2011.
8. Ansari p. Intestinal Obstruction. 2007 September. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. Accessed July 13,
2011.

9. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.
10. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern
surgical
practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-42.
11. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 841-5.

You might also like