You are on page 1of 25

ASUHAN KEPERAWATAN

TUBERKULOSIS PARU PADA Nn.M.G


DI RUANGAN EDELWEIS BAWAH
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MANADO

Nama/Nim :
 Fine Potalangi 17061133
 Maharany Ungkey 17061136
 Lydia Lintong 17061170
 Sherina Mamangkey 17061131
 Gebby Purukan 17061112
 Novianti Awaeh 17061116
 Jesica Runtunuwu 17061163
Tanggal Praktek : 19 November – 01 Desember
2018
CI RS : Ns. Winda Ombuh, S.Kep
Dosen Pembimbing : 1. Fillia V. Tiwatu, S.Kep.,
M.Kep., SP.Kep.Mat
2. Viona Batmanlussy,S.Kep,.Ns

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

A. Definisi
Tuberkulosis atau TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau
diberbagai organ tubuh lainnya.TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh,
termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe dan lainnya ( Smeltzer&Bare,
2015).
TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat paru, pembentukan
granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta pembentukan kavitas (Robinson,
dkk.2015).
TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh
lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010).
Jadi dapat disimpukan bahwa TB paru merupakan penyakit sistem pernafasan
yang mengalami peradangan pada paru-paru disebabkan oleh mycobakterium
tuberkolosis yaitu suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara yang dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

B. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa
(Smeltzer&Bare, 2015).Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,
atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei
tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena
bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).
Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular
virus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan ras
minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang
berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal ginjal
kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.

C. Anatomi Fisiologi
Anatomi

1. Hidung = Naso = Nasal


Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 kavum nasi,
dipisahkan oleh septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Hidung terdiri dari :
a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
c. Lapisan dalma terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan
konka nasalis, yang berjumlah 3 buah:
- Konka nasalis inferior.
- Konka nasalis media.
- Konka nasalis superior.
 Diantara konka terdapat 3 buah lekukan meatus, meatus superior, medialis
dan inferior Tempat lewat udara pernapasan.
 Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas.
 Ke atas rongga hidung berhubungan sinus paranasal, yaitu: Sinus maksilaris
pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang baji, dan sinus
etmoidalis pada rongka tulang tapis.
 Pada sinus etmoidalis keluar ujung – ujung saraf penciuman yang menuju
konka nasalis.
 Pada mukosa hidung terdapat serabut – serabut atau reseptor – reseptor dari
saraf penciuman disebut nervus olfaktorius.
Fungsi hidung :
a. bekerja sebagai saluran udara pernapasan.
b. Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu – bulu hidung
c. Dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa
d. Dapat membunuh kuman – kuman yang masuk
Perdarahan dan persarafan rongga hidung
Pembuluh darah yang mendarahi rongga hidung :
a. Etmoidalis anterior dan posterior yang memperdarahi pangkal hidung
b. A. Sphenopalatina mendarahi mukosa dinding – dinding lateral dan medial
hidung
c. A. Palatina Mayor
d. A. Labialis superior mendarahi septum nasi.

2. Faring
Tempat persimpangan antara jala pernapasan dan jalan makanan memiliki
panjang kurang lebih 13 cm. terdapat di belakang rongga hidung dan rongga mulut.,
ke bawahnya terdapat 2 lubang, ke depan lubang laring dan kebelakang terdapat
lubang esophagus, disebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan. Disebelah
belakang terdapat Epiglotis (Berfungsi menutup laring pada saat menelan
makanan).

Rongga faring terbagi dalam 3 bagian :


a. Nasopharing
Merupakan laring bagian atas yang berhubungan dengan rongga hidung interna.
Pada bagian ini terdapat muara tuba eustachius yang berfungsi
menyeimbangkan tekanan darah pada membrane timpani.
b. Oropharing
Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid
(dibelakang rongga mulut). Reflek menelan berawal dari orofaring
menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan
(esophagus) dan secara simultan katup menutup laring laring untuk mencegah
makanan masuk ke saluran pernapasan. Pada daerah ini terdapat tonsil.
c. Laringopharing
Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya system respirasi
menjadi terpisah dari system digestive. Makanan masuk ke bagian belakang
esophagus dan udara masuk bagian depan (laring).

3. Laring
Merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan trakea. Laring
tersusun atas 9 kartilago (6 kartilago kecil dan 3 kartilago besar). Terbesar adalah
kartilago tiroid yang terbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami
penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam kartilago ini terdapat pita
suara. Sedikit dibawah kartilago tiroid terdapat kartilago cricoids. Laring
menghubungkan laring opharing dengan trakea. Laring terletak pada garis tengah
anterior dari leher pada vertebra cervical 4 – 6. Fungsi utama laring adalah untuk
vokalisasi. Laring juga melindungi saluran napas bagian bawah dari obstruksi
bendah asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara
dan terdiri atas 3 tulang rawan :
a. Kartilago epiglotis : daun katup kartilago yang menutup ostium kearah laring
selama menelan.
b. Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian kartilago ini
membentuk jakun (adam’s apple)
c. Kartilago cricoid : satu – satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak dibawah kartilago tiroid).
4. Trachea
Merupakan organ berbentuk tabung antara laring sampai puncak paru, panjang
sekitar 10 – 12 cm, setinggi servikal 6 sampai dengan torakal 5. Pada ujung trakea
bercabang 2 kanan dan kiri yang disebut karina, daerah ini sangat sensitive dengan
benda asing yang masuk sehingga berespon menjadi reflek batuk. Trakea tersusun
atas 15 -20 cincin kartilago berbentuk huruf C yang berperan untuk
mempertahankan lumen trakea tetap terbuka. Trakea dilapisi oleh mukosa dan
jaringan sub mukosa dan adventitia. Epitel mukosa mengandung sel – sel goblet
yang memproduksi mucus dan epitel yang bersilia yang berfungsi menyapu partikel
yang lolos dari hidung. Lapisan sub mukosa merupakan lapisan dibawah mukosa
yang terdiri dari jaringan connective yang mengandung kelenjar serum mucus untuk
memproduksi mucus.

5. Bronkhus
Merupakan lanjutan dari trakea dan terdapat pada ketinggian vertebra torakalis
ke IV dan ke V.
Bronkus membentuk cabang – cabang (bronkiolus) yang memiliki dinding
otot polos yang dapat berkontraksi untuk menyempitkan jalan pernapasann.
Bronkus kanan lebih pendek dan besar dari bronkus kiri. Bronkus terdiri dari :
a. Bronkus lobaris
(tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri)
b. Bronkus segmental
(10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri)

6. Bronkiolus
Cabang – cabang bronkus yang kecil.
Bronkiolus respiratorius adalah ujung akhir dari bronkiolus (bronkiolus terminal)
yang menuju alveoli .

7. Alveoli
Alveoli kelompok – kelompok kantung yang berdinding tipis, yang
dibungkus oleh anyaman kapiler yang sangat halus dan mengandung darah
tempat pertukaran gas terjadi melalui difusi berjumlah 300 juta pada
paru – paru.
Terdapat 3 jenis sel pada alveolar :
a. Sel alveolar tipe 1 : sel epitel yang membentuk dinding alveoli.
b. Sel alveolar tipe 2 : sel yang aktif mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah agar alveolar agar tidak kolapse).
c. Sel alveolar tipe 3 : merupakan makrofag yang fagositis dan merupakan
mekanisme pertahanan.

8. Paru – paru
Struktur elastis seperti spon, berada pada rongga toraks,yang terkandung dalam
susunan tulang- tulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum. Pulmo
(paru – paru ) :
a. Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2, 5 cm diatas clavicula.
b. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada.
c. Permukaan mediastinal, menempel pada pericardium dan jantung.
Fisiologi
Respirasi ( pernapasan)
Merupakan proses (peristiwa) pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida baik
yang terjadi di paru – paru, maupun di jaringan. Proses respirasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Respirasi eksternal
Merupakan proses eksternal O2 dan CO2 di paru – paru, kapiler pulmoner
dengan lingkungan luar. Pertukaran gas ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan dan konsentrasi antara udara dan lingkungan dengan di paru – paru.
Respirasi eksternal melibatkan kegiatan – kegiatan :
a. Pertukaran udara dari luar atau atmosfir dengan udara alveoli melalui aksi
mekanik yang disebut ventilasi
b. Pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli dengan kapiler pulmoner melalui
proses difusi
c. Pengangkutan O2 dan CO2 oleh darah dari paru – paru ke seluruh tubuh dan
sebaliknya.
2. Respirasi internal
Merupakan proses pemanfaatan oksigen dalam sel yang terjadi di mitokondria
untuk metabolisme dan produksi karbon dioksida. Proses pertukaran gas pada
respirasi interna hamper sama dengan proses respirasi eksterna. Adanya peranan
difusi antara kapiler sistemik dengan jaringan, karena PO2 jaringan selalu lebih
rendah dari arteri sistemik dengan perbandingan 40 mmHg dan 104 mmHg
sedangkan CO2 akan bergerak dengan cepat ke aliran vena dan kembali ke
jantung.

Mekanisme pernapasan
Bernapas atau ventilasi pulmonal merupakan proses perpindahan udara dari dan
ke paru – paru. Proses bernapas terdiri dari 2 fase yaitu :
1. Inspirasi
Terjadi ketika tekanan alveoli dibawah tekanan atmosfir. Otot yang paling
penting dalam inspirasi ialah diafragma bentuknya melengkung dan melekat pada
iga paling bawah dan otot intercosta eksterna berhubungan. Ketika diafragma
berkontraksi bentuknya menjadi datar dan menekan di bawahnya yaitu pada isi
abdomen dan mengangkat iga. Keadaan ini menyebabkan pembesaran rongga
thoraks dan paru – paru. Meningkatnya ukuran dada meningkatnya ukuran dada
menurunkan tekanan intrapleura sehingga paru – paru menjadi mengembang.
Mengembangnya paru – paru berakibat pada penurunan tekanan alveolus sehingga
udara bergerak menurut gradient tekanan dari atmosfer ke dalam paru – paru.
2. Ekspirasi
Selama pernapasan biasa, merupakan proses pasif, tidak ada kontraksi otot –
otot aktif. Pada akhir inspirasi otot – otot respirasi relaks, membiarkan elastisitas
paru dan rongga dada untuk mengisi volume paru. Ekspirasi terjadi ketika tekanan
alveolus lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Relaksasi diafragma dan otot interkosta
eksterna mengakibatkan recoil elastic dinding dada dan paru sehingga terjadi
peningkatan tekanan alveolus dan menurunkan volume paru, dengan demikuan
udara bergerak dari paru – paru ke atmosfer.

Pertukaran dan transport gas


Udara yang kita butuhkan dari atmosfer untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh
membutuhkan proses yang kompleks yang meliputi proses ventilasi, perfusi, difusi ke
kapiler dan transportasi.
1. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru – paru. Ada 3
kekuatan yang berperan dalam ventilasi yaitu : compliance, tekanan surfaktan dan
otot – otot inspirasi.
a. Compliance ( kemampuan untuk meregang) merupakan sifat dapat
diregangkannya paru – paru dan dinding dada, hal ini terkait dengan volume
dan tekanan paru – paru. Struktur paru – paru yang elastic memungkinkan paru
– paru dapat meregang dan mengempis menimbulkan perbedaan tekanan dan
volume, sehingga udara keluar masuk paru.
b. Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus mempengaruhi
kemampuan compliance paru. Tekanan surgaktan disebabkan oleh adanya
cairan pada lapisan alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II.
c. Otot – otot pernapasan, ventilasi sangat membuthukan otot pernapasan untuk
mengembangkan rongga thoraks.

2. Perfusi
Perfusi pulmonary adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonary.
Darah dipompakan masuk ke paru – paru melalui ventrikel kanan kemudian masuk
ke arteri pulmonal. Arteri pulmonel kemudian bercabang dua kanan dan kiri ke
kapiler paru untuk terjadi pertukaran gas. Adekuatnya pertukaran gas tergantung
pada adekuatnya ventilasi dan perfusi. Jika teknana alveolar tinggi kapiler
tergencet.
3. Difusi
Defuse Adalah proses pertukaran oksigen dan karbondioksida dari alveolus ke
kapiler pulmonal melalui membrane, dari area dengan konsentrasi tinggi ke area
dengan konsentrasi rendah. Oksigen didifusi masuk dari alveolus ke darah dan
karbondioksida didifusi ke luar dari darah ke alveolus.
Membran alveolar – kapiler merupakan tempat yang ideal untuk difusi karena
mempunyai permukaan yang luas dan tipis.
Membrane alveolar – kapiler memisahkan O2 dengan darah. Ada beberapa
factor yang mempengaruhi kecepatan difusi diantaranya :
a. Perbedaan tekanan pada membrane, makin besar perbedaan tekanan makin
cepat pula proses difusi.
b. Besarnya area membrane, makin luas area membrane difusi maka makin
cepat difusi melewati membrane.
c. Keadaan tebal tipisnya membrane, makin tipis makin cepat proses difusi.

D. Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus
paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer,
kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ
yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai
lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum
terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahuntahun
kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang,
dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar
serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran
vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan
acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.
E. Tanda dan Gejala
Secara umum gejala klinik TB paru primer dengan TB paru DO sama. Gejala
klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala
organ yang terlibat ) dan gejala sistematik.
1) Gejala respratorik
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama klien
untuk meminta pertolongan kesehatan.
c) Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan
lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.
2) Gejala sistematis
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam
hari mirip demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin
panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
b) Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise.Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul
dalam beberapa minggusampai bulan.Akan tetapi penampilan akut dengan
batuk, panas, dan sesak nafas.
Gejala reaktivasi tuberkulosis berupa demam menetap yang naik dan turun
(hectic fever) , berkeringat pada malam hari yang menyebabkan basah kuyup
(drenching night sweat), kaheksia, batuk kronik dan hemoptisis.Pemeriksaan
fisik sangat tidak sensitif dan sangat non spesifik terutama pada fase awal
penyakit.Pada fase lanjut diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik, terdapat demam penurunan berat badan, crackle, mengi, dan
suara bronkial.
Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe infeksi
yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala
neumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala TB, primer dapat juga terdapat
dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih berat
lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi
primer dapat sembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya
50%. TB postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat dingin
pada malam hari, tempratur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua minggu,
sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar
bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke
batuk darah yang masif, TB postprimer dapat menyebar ke berbagai organ
sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar,
peritonitis dengan fenoma papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan
tuberkulosis pada kelenjar limfe dileher, yakni berupa skrofuloderma. ( Tabrani
Rab, 2016)
F. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB paru
adalah:
1) Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3) Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis ( pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5) Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
6) Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).

G. Penatalaksanaan Medis
TB paru ditangani terutama dengan agens antituberkolosis selama 6 sampai 12 bulan.
Durasi terapi yang lama penting untuk memastikan bahwa organisme telah diberantas
dan mencegah relaps.
 Terapi Farmakologis
• Medikasi lini pertama : isoniazid atau INH (nydrazid), rifampin (rifadin),
pirazinamid dan etambutol (myambutol) setiap hari selama 8 minggu dan berlanjut
sampai dengan 4 sampai 7 bulan.
• Medikasi lini kedua : kapreomisin (capastat), etionamid (trecator), natrium
paraaminosalisilat dan sikloserin (seromysin).
• Vitamin B (piridoksin) biasanya diberikan bersama INH.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
 Meningakatkan bersihan jalan napas
•Dorong peningkatan asupan cairan
•Ajarkan tentang posisi terbaik untuk mengfasilitasi drainase
 Dukung kepatuhan terhadap regimen terapi
•Jelaskan bahwa TB adalah penyakit menular dan bahwa meminum obat adalah cara
paling efektif dalam mencegah transmisi
•Jelaskan tentang medikasi, jadwal, dan efek samping, pantau efek samping obat anti
TB
•Instruksikan tentang resiko resistensi obat jika regimen medikasi tidak dijalankan
dengan ketat dan berkelanjutan
•Pantau tanda-tanda vital dengan seksama dan observasi lonjakan suhu atau perubahan
status klinis pasien
•Ajarkan pemberi asuhan bagi pasien yang tidak dirawat inap untuk memantau susu
tubuh dan status pernafasan pasien. laporakan setiap perubahan pada status pernapasan
pasien ketenaga kesehatan primer.
 Meningkatkan aktivitas dan nutrisi yang adekuat
•Rencanakan jadwal aktifitas progresif bersama pasien untuk meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas dan kekuatan otot
•Susun rencana pelengkap (komplementer) untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat.
Regimen nutrisi makanan dalam porsi sedikit namun sering dan suplemen nutrisi
mungkin bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan kalori harian
•Identifikasi fasilitas (mis. Tempat penampungan, dapur umum, meals on wheels) yang
menyediakan makanan dilingkungan tempat tinggal pasien dapat meningkatkan
kemungkinan pasien dengan sumber daya dan energi terbatas untuk memperoleh
asupan yang lebih bernutrisi
 Meningkatkan aktivitas dan nutrisi yang adekuat
•Rencanakan jadwal aktifitas progresif bersama pasien untuk meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas dan kekuatan otot
•Susun rencana pelengkap (komplementer) untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat.
Regimen nutrisi makanan dalam porsi sedikit namun sering dan suplemen nutrisi
mungkin bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan kalori harian
•Identifikasi fasilitas (mis. Tempat penampungan, dapur umum, meals on wheels) yang
menyediakan makanan dilingkungan tempat tinggal pasien dapat meningkatkan
kemungkinan pasien dengan sumber daya dan energi terbatas untuk memperoleh
asupan yang lebih bernutrisi

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-
72 jam).
c. Photo torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena TB
paru.
e. Hematologi : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

J. Patoflow Teori

Droplet mengandung M.Teberculosis

Terhirup lewat saluran pernafasan

Terhirup masuk ke jaringan paru

Bertambah dan berkembangbiak


di sitoplasma makrofag

Bersarang di jaringan paru Tuberkel


Dormant

Berbentuk sarang tuberkel,


pneumonia kecil/sarang primer
RESIKO INFEKSI

Tuberculosis primer
KURANG
PENGETAHUAN
IL-1 & TNF-a bekerja sama
Proses Peradangan
di Parenkim Paru
Meningkatkan ekspresi Leptin
Oleh sel Adiposa
Pelepasan pirogen endogen
Negatif feedback ke Hipotalamus (Sitokin)
Ventromedial
IL-1 & IL-6
Asupan Nutrisi berkurang
Merangsang saraf vagus
Berat badan turun
Sinyal mencapai SSP
DEFISIT NUTRISI
Pembentukan prostaglandin

Merangsang hipotalamus
Stimulasi sel goblet dan
Sel mukosa Meningkatkan patokan suhu

Sel mukosa meningkat Menggigil, suhu basal


meningkat

Peningkatan produksi mukus HIPERTERMI

Akumulasi sekret pada saluran


Pernapasan meningkat
Kerusakan pada alveolar
BERSIHAN JALAN NAPAS
TIDAK EFEKTIF Nekrosis keju

Rangsangan Batuk Difusi O2/CO2 terganggu

Nyeri Dada GANGGUAN PERTUKARAN


GAS
Malaise

GANGGUAN GANGGUAN POLA TIDUR


RASA NYAMAN:
NYERI
K. Patoflow Kasus

Droplet mengandung M.Teberculosis



Terhirup lewat saluran pernafasan

Terhirup masuk ke jaringan paru

Bertambah dan berkembangbiak di sitoplasma makrofag

Bersarang di jaringan paru

Berbentuk sarang tuberkel, pneumonia kecil/sarang primer

Tuberculosis primer

Proses Peradangan di Parenkim Paru

Pelepasan pirogen endogen Stimulasi sel goblet dan


(sitokin) sel mukosa
↓ ↓
IL-1 dan IL-6 Sel mukosa
meningkat
↓ ↓
Merangsang saraf vagus Peningkatan
produksi mukus
↓ ↓
Sinyal mencapai SSP Akumulasi sekret
↓ Pada saluran
Pembentukan prostaglandin pernapasan meni-
Otak ngkat
↓ ↓
Merangsang hipotalamus BERSIHAN
Meningkatkan patokan suhu JALAN NAFAS
↓ TIDAK EFEKTIF
Menggigil, meningkatkan
Suhu basa Rangsangan Batuk
↓ ↓
HIPERTERMI Nyeri Dada

Malaise

GANGGUAN POLA TIDUR
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PENYAKIT TUBERKULOSIS
PARU

Proses keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode identifikasi masalah dan pemecahan masalah yang
menggambarkan apa yang sebenannya dilakukan perawat. Model lima-langkah yang
diterima sebagai proses keperawatan adalah : pengkajian, diagnosa, perencanaan
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada dasarnya, tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari
klien.Adapun data yang terkumpul mencakup informasi klien, keluarga, masyarakat,
lingkungan, atau budaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian adalah sebagai
berikut :
a. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosiokultural, dan spiritual yang bisa
mempengaruhi status kesehatannya.
b. Mengumpulkan semua infomasi yang bersangkutan dengan masa lalu dan saat ini,
bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien, guna membuat suatu basis data
yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat dan klien selama berinteraksi serta
sumber yang lain.
c. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
d. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting,
dan catatan kesehatan klien.
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
a. Melakukan wawancara
b. Riwayat kesehatan/keperawatan
c. Pemeriksaan fisik
d. Mengumpulkan data penunjang hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
diagnostik, serta catatan kesehatan (rekam medik)
Menurut Doenges (2012), pengkajian pada kasus TB paru adalah sebagai berikut
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada
malam hari atau demam malam hari, menggigil dan/berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap
lanjut).
b. Integritas ego
Gejala : Adanya/faktor stres lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
terangsang.
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e. Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat tuberkulosis/terpajan
pada individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), perkusi pekak dan penurunan vermitus (cairan atau penebalan pleural), bunyi napas :
menurun/tak ada, krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels posttussic), karakteristik sputum: hijau/purulent, mukoid/kuning, atau bercak
darah, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV postif.
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan asolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidak mampuan umum/status kesehatan buruk, gagal
untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam terapi.
Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam terapi obat dan perawatan diri serta
pemeliharaan/perawatan rumah.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,
keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges, 2012).
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Yang
dimaksud dengan actual adalah masalah yang didapatkan pada saat dilakukan pengkajian,
sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan yang akan timbul kemudian (NANDA,
2012).
Peraturan dalam menulis diagnosa keperawatan (Rusmiati, 2010) adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa aktual
Komponen diagnosa aktual terdiri dari tiga bagian yaitu:
PES (Problem + Etiologi + Tanda dan gejala) atau PRS (Problem + faktor yang berhubungan
+ tanda dan gejala)
Contoh :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang kurang berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat yang ditandai dengan klien mengatakan tidak nafsu makan, porsi yang disiapkan
tidak habis.
b. Diagnosa resiko
Komponen diagnosa resiko terdiri dari dua bagian yaitu:
PE (Problem + Etiologi) atau PR (Problem + Faktor yang berhubungan)
c. Diagnosa kemungkinan
Komponen diagnosa kemungkinan terdiri dari dua bagian yaitu :
PE (Problem + Etiologi)
Contoh :
Kemungkinan konstipasi b/d bed rest.
d. Diagnosa sindrom
Komponen diagnosa sindrom terdiri dari satu bagian yaitu :
P (problem)
Contoh :
Kurang perawatan diri : makan.
e. Diagnosa sejahtera
Komponen diagnosa sindrom terdiri dari satu atau dua bagian yaitu :
P (probelm) atau PE (Problem + Etiologi)
Contoh :
Potensial terhadap peningkatan peran menjadi orang tua.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tuberculosis yaitu :
a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan, upaya
batuk buruk.
c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/produksi sputum; dispnea.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan
pencegahan

3. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah panduan untik perilaku spesifik yang diharapkan dariklien atau
tindakan yang harus dilakukan perawat.Intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai
hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).
Dalam intervensi terdapat kriteria hasil. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang digunakan
dalam membuat kriteria hasil :
a. Berorientasi pada klien
b. Mempunyai makna tunggal
Setiap pernyataan kriteria hasil harus bersifat spesifik dan hanya memiliki satu makna.
c. Dapat diukur
d. Mempunyai batasan waktu
e. Saling menguntungkan
f. Realistis dan dapat dicapai
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien
dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Tindakan/intervensi keperawatan
dipilih untuk membantu klien dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan
pemulangan (Doenges, 2012).
a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
Tujuan :
-Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
-Menunjukan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman.
Intervensi
1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk
membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran
infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan
untuk mencagah pengaktifan berulang/komplikasi. Pemahaman bagaiman penyakit
disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien/orang terdekat untuk
mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
Rasional : orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari
meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong
untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyabaran infeksi.
4) Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
5) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga atau penyakit luas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan, upaya
batuk buruk.
Tujuan :
-Mempertahankan jalan napas pasien
-Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi :
1) Kaji fungsi pernapsan, bunti napas, kecepatan, irama dan kedalama dan penggunaan
otot aksesor.
Rasional : penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelataksis, ronki, mengi menunjukan
akumulasi sekret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan
penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila sekret tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah
diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkhial dan dapat memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan
napas dalam.
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi pauru dan menurunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area ateletaksis dan meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya
mudah dikeluarkan.
5) Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.
Tujuan :
-Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
-Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi :
1) Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya
pernapsan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia
sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat
dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan.
2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau perubahan pada
warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional : akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenasi organ vital
dan jaringan.
3) Tunjukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya untuk pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim paru.
Rasional : membuat tahan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan
napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan
napas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
dengan keperluan.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan
pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi : awasi seri GDA/nadi oksimetri.
Rasional : penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/produksi sputum; dispnea.
Tujuan :
-Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan.
-Melakukan perubahan pola hidup untuk meningktkan berat badan yang tepat.
Intervensi
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat
kekurangan berat badan, intgritas mukosa oral, kempuan/ketidakmampuan menelan, adanya
tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
Rasional : berguna dalam menginditifikasi derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat.
2) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan
kinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keeektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat
demam.
5) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi
dengan pasien kecuali kontraindikasi.
Rasional : membantu lingkungan sosial lebuh normal selama makan dan membantu
memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
6) Kolaborasi : rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan
pencegahan.
Tujuan :
-Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Intervensi
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan,
tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkat pada tahapan
individu.
2) Idetifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.
Rasional : dapat menunjukan kemampuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat
yanag memerlukan evaluasi lanjut.
3) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh
jadwal obat.
Rasional : informasi tertulis menurunkan hambatan pasien utnuk mengingat sejumlah besar
informasi. Pengulangan menguatkan belajar.
4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan
pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian
obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008).

5. Evaluasi
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok. Proses evaluasi
memerlukan beberapa ketrampilan, antara lain : kemapuan menetapkan rencana asuhan
keperawatan, pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal
terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan tentang, konsep keperawatan
Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan.
b. Mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan.
c. Membuat keputusan apakah rencana asuhan keperawatan diteruskan atau dihentikan.
d. Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana.
Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut :
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat terhadap respon klien
segera setelah tindakan.Biasanya digunakan dalam catatan keperawatan.
b. Evaluasi sumatif
Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisis status kesehatan klien dalam satu
periode.Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai apakah hasil
yang diharapkan telah dicapai.
Berikut ini tipe-tipe evaluasi yang dilakukan dalam suatu proses keperawatan:
a. Evalusi tujuan
Fokus pada hasil, tujuan keperawatan (mana tujuan yang tercapai), dan tingkat kepuasan
klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
b. Evaluasi proses
Fokus pada bagaimana proses asuhan keperawatan diberikan. Apakah pengkajian dengan
baik, apakah intervensi dilakukan secara konsisten, dan apakah tujuan telah dicapai.
c. Evaluasi struktur
Fokus pada persiapan lingkungan dimana asuhan keperawatan diberikan (peralatan,
lingkungan, pola staf, dan komunikasi).
Evaluasi pada pasien Tuberculosis Paru adalah
a. Mempertahankan jaan napas pasien
b. Mengeluarkan secret tanpa bantuan
c. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas
d. Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea
e. Bebas dari gejala distress pernapasan
f. Menunjukan berat badan meningkat
g. Memperbaiki pola hidup
h. Menyatakan pemahaman proses penyakit
i. Melakukan perubahan untuk menurunkan resiko pengaktifan ulang TB
Metode-metode penulisan hasil evaluasi sebagai berikut :
a. SOAP
S= subjektif: bagian meliputi data subjektif atau informasi yang diperoleh dari klien, seperti
klien mengurakan gejala sakit atau menyatakan keinginannya untuk mengetahui tentang
pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam catatan perkembangan sangat bergantung
pada keakutan penyakit atau sifat masalah.
O= objektif: data objektif terdiri atas informasi yang dapat diamati atau diukur. Misalnya,
hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi, atau hasil pemeriksaan radiologi.
A= assessment: tenaga kesehatan yang menulis catatan SOAP menggunakan data subjekif
dan objektif serta merumuskan kesimpulan. Pengkajian merupakan penafsiran tentang
kondisi klien dan tingkat perkembangan.
P= planning: perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Rencana dapat meliputi instuksi khusus untuk mengatasi masalah klien,
pengumpulan data tambahan tentang masalah klien, pendidikan bagi individu atau keluarga,
dan tujuan asuhan. Rencana yang terdapat dalam catatan SOAP dibandingkan dengan rencana
yang ada pada catatan terdahulu, kemudian dibuat revisi, memodifikasi, atau meneruskan
usulan tindakan yang lalu
b. Metode SOAPIE (subjektif, objektif, assessment, planning, implementasi, evaluasi)
merupakan perluasan metode SOAP dengan implementasi dan evaluasi. Pada hakikatnya,
SOAP sering digunakan untuk pengkajian dan perencanaan awal, sedangkan SOAPIE dipakai
apabila rencana yang sudah dikembangkan menuju kearah implementasi dan evaluasi
(Zaidin, 2010).
c. SOAPIER
S= subjektif : pernyataan atau keluhan pasien yang relevan.
O= objektif : data yang di observasi yang relevan dengan diagnosa keperawatan yang
dievaluasi lalu bandingkan dengan kriteria hasil yang diharapkan.
A= analisis : kesimpulan berdasarkan data objektif dan atau subjektif.
P= planning : apa yang dilakukan tarhadap masalah.
I= implementation : bagaimana dilakukan.
E= evaluation : respon pasien terhadap tindakan keperawatan.
R= revised: apakah rencana keperawatan akan diubah.
d. DAR dikembangkan dari sistem pencatatan data focus. Sistem termasuk rawat jalan
dimana kontak perawat dengan klien sangat dibatasi waktu. Pencatatan keperawatan yang
berorientasi pada proses (proses oriented system) atau FOCUS.
Pencatatan focus adalah suatu proses-orientasi dan klien-fokus (Dinarti, 2009).
D(data)= berisi tentang data subjekif dan objektif yang mendukung dokumentasi focus.
A(action)= merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akan dilakukan
berdasarkan pengkajian/evaluasi keadaan klien.
R(response)= menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis atau keperawatan.
6. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan
bukti bagi orang yang berwenang, dan merupakan bagian dari praktik professional. Fungsi
dari dokumentasi adalah sebagai berikut :
a. Penunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan.
b. Sebagai bukti akuntabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat
kepada pasiennya.
c. Bukti secara professional, legal, dan dapat dipertanggung jawabkan.

K.Daftar Pustaka
 https://www.academia.edu/26079340/LAPORAN_PENDAHULUAN_TB_PA
RU_TUBERKULOSIS
 http://eprints.ums.ac.id/34035/26/BAB%25202%2520NEW.pdf&ved=2ahUK
EwjJpYiYmvneAhVSPnAKHSfEA1wQFjAIegQIBhAB&usg=AOvVaw3tSu-
dM9NGvehapt3jvS8u
 http://eprints.ums.ac.id/21032/29/NASKAH_PUBLIKASI.pdf&ved=2ahUKE
wjJpYiYmvneAhVSPnAKHSfEA1wQFjAJegQIBxAB&usg=AOvVaw13W8
S4TeQ83y6i0bcdj49y
 http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf&ved
=2ahUKEwiO2bKmvneAhVUFYgKHeMqB2UQFjAHegQIBhAB&usg=AOv
Vaw2aZpO_uXEkdG5ugLJZdMCw
 http://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/KTI_FIX_SARAH_1_(3).pdf&ve
d=2ahUKEwip07H6mvneAhUKIIgKHXmLDkkQFjADegQICRAB&usg=AO
vVaw1XWSKhMvP7rVgT6Nb4KXqg
 Mustikawati.(2017).Anatomi Dan Fisiologi Untuk Keperawatan Ringkasan
dan Latihan Soal. Jakarta:TIM

You might also like