You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun
haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau
secara berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun
merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai
penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat
dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa
keracunan, kita berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan
kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga
mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya
pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan.
Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan
dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah
tropis dan subtropis. Bisa gigitan ular adalah kedaruratan medis, 95% gigitan ular
terjadi pada anggota badan sehingga tindakan pertolongan pertama dapat mudah
dilakukan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui penatalaksanaan kedaruratan pada pasien dengan
keracunan.
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan kedaruratan pada pasien dengan gigitan
binatang berbisa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Askep Gawat Darurat Keracunan


1. Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel
pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan
melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena
kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan
dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen
kedaruratan datang karena masalah toksik.
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan
oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja,
tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu
yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun
lingkungan kerja.

2. Penyebab dan Jenis Keracunan


Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain:
a. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang
mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi
oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang
bersifat racun.
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering
mengakibatkan keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara
anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini
mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan
membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini
banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang
sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah
badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan
ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf
otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan
susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh
karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam
sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut
berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat
banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan
encer kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih
telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita
ke rumah sakit.
3) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam
jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga
mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara
penghidangan dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang
disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi
minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit
dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang lebih
berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.
4) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu.
Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali makanan
yang sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan
lambung dan pernafasan buatan. Obat yang khas untuk keracunan
binatang-binatang laut itu tidak ada.
5) Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong
beracun biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan
binatangpun tidak mau memakan daunnya. Racun asam biru tersebut
bekerja sangat cepat. Dalam beberapa menit setelah termakan racun
singkong, gejala-gejala mulai timbul. Dalam dosis besar, racun itu cepat
mematikan.
b. Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak
tanah:
1) Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara
berkembang.
2) Daerah perkotaan > daerah pedesaan
3) Pria > wanita
4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinis utamanya berhubungan dengan saluran
napas, pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk,
tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya
sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat
terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar mungkin mengeluh rasa panas
pada lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS termasuk lethargi,
koma, dan konvulsi. Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial
fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan
sumsum tulang juga pernah dilaporkan. Gejala lain seperti
bronchopneumonia, efusi pleura, pneumatocele, pneumomediastinum,
pneumothorax, dan subcutaneus emphysema. Tanda lain seperti rash pada
kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit. Sedangkan pada mata
akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan permanen mata.
Komplikasi
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis
aspirasi. Studi pada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x
dibanding pada saluran pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat
penderita batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah dan tekanan
permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru.
Penyebaran melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel jalan
napas, septa alveoli, dan menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu
terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun kolaps pada paru. Jumlah < 1 ml
dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan yang bermakna.
Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru
(pada lambung + 350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB minyak tanah dapat
menyebabkan depresi CNS ringan - sedang, karditis, kerusakan hepar,
kelenjar adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit. Namun efek sistemik
tersebut jarang karena tidak diabsorbsi dalam jumlah banyak pada saluran
pencernaan. Minyak tanah juga diekskresikan lewat urine.
Penatalaksanaan
1) Monitor sistem respirasi
2) Inhalasi oksigen
3) Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
4) Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
5) Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
6) Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak
penatalaksanaan dengan kumbah lambung, dengan alasan dapat
menyebabkan aspirasi dan kerusakan paru. Sedangkan literatur lain
memperbolehkannya, utamanya bila jumlah yang ditelan cukup banyak,
karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari lambung ke paru.
7) Antasida: untuk mencegah iritasi mukosa lambung
8) Pemberian susu atau bahan dilusi lain
9) Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End
Expiratory Pressure / PEEP)

c. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan
golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain
adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan
lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia
urin, miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi,
bronkospasme, keram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi
biasanya terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena depresi pernafasan.
1) Efek muskarinik (parasimpatik) berupa: miosis (pinpoint), Hipersalivasi,
lakrimasi, Hipersekresi bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik :
mual, muntah, diare, kram perut., Inkontinensia urin, Pandangan kabur,
Bradikardi
2) Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis,
ataksia, takikardi (hipertensi).
3) Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma,
dan depresi pernafasan.
4) Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih
dominan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat kontak dengan
insektisida, pemeriksaan klinis dan menyeluruh dan terakhir pemeriksaan
laboratorium.
Penatalaksanaan
1) General Management
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
Bahan Penjelasan Potensi Bahaya Kesehatan
Kimia
AgNO3 Senyawa ini beracun dan korosif. Dapat menyebabkan luka
Simpanlah dalam botol berwarna dan bakar dan kulit melepuh.
ruang yang gelap serta jauhkan dari Gas/uapnya juga
bahan-bahan yang mudah terbakar. menebabkan hal yang sama.
HCl Senyawa ini beracun dan bersifat korosif Dapat menyebabkan luka
terutama dengan kepekatan tinggi. bakar dan kulit melepuh.
Gas/uapnya juga
menebabkan hal yang sama.
H2S Senyawa ini mudah terbakar dan beracun Menghirup bahan ini dapat
menyebabkan pingsan,
gangguan pernafasan,
bahkan kematian.
H2SO4 Senyawa ini sangat korosif, higroskopis, Jangan menghirup uap asam
bersifat membakar bahan organik dan sulfat pekat karena dapat
dapat merusak jaringan tubuh menyebabkan kerusakan
Gunakan ruang asam untuk proses paru-paru, kontak dengan
pengenceran dan hidupkan kipas kulit menyebabkan
penghisapnya. dermatitis, sedangkan kontak
dengan mata menyebabkan
kebutaan.
NaOH Senyawa ini bersifat higroskopis dan Dapat merusak jaringan
menyerap gas CO2. tubuh.
NH3 Senyawa ini mempunyai bau yang khas. Menghirup senyawa ini pada
konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan
pembengkakan saluran
pernafasan dan sesak nafas.
Terkena amonia pada
konsentrasi 0.5% (v/v)
selama 30 menit dapat
menyebabkan kebutaan.
HCN Senyawa ini sangat beracun. Hindarkan kontak dengan
kulit. Jangan menghirup gas
ini karena dapat
menyebabkan pingsan dan
kematian.
HF Gas/uap maupun larutannya sangat Dapat menyebabkan iritasi
beracun. kulit, mata, dan saluran
pernafasan.
HNO3 Senyawa ini bersifat korosif. Dapat menyebabkan luka
bakar, menghirup uapnya
dapat menyebabkan
kematian.
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign.
2) Spesifik terapi
a) Bilas lambung ( 100-200 ml ), diikuti pemberian karbon aktif.
Direkomendasikan pada kasus yang mengancam.
b) Karbon aktif . Dosis ≥ 12 tahun : 25 – 100 gr dalam 300-800 ml.
3) Pharmacologik terapi
Atropine: ≥ 12 tahun: 2-4 mg IV setiap 5-10 menit sampai
atropinisasi. Dosis pemeliharaan 0,5 mg/30 menit atau 1 jam atau 2 jam
atau 4 jam sesuai kebutuhan. Dosis maksimal 50 mg/24 jam.
Pertahankan selama 24-48 jam.
Supportif : diazepam 5-10 mg IV bila kejang dan furosemide 40-
160 mg bila ronki basah basal muncul.
d. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia
biasa seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau
produk industri. Berikut adalah beberapa alternatif obat yang dapat anda
gunakan untuk pertolongan pertama terhadap korban keracunan bahan
kimia:

Jenis Peracun Pertolongan Pertama


Asam-asam korosif seperti asam sulfat (H2SO4), Bila tertelan berilah bubur
fluoroboric acid, hydrobromic acid 62%, aluminium hidroksida atau milk
hydrochloric acid 32%, hydrochloric acid fuming of magnesia diikuti dengan susu
37%, sulfur dioksida, dan lain-lain. Bila tertelan atau putih telur yang dikocok
berilah bubur aluminium hidroksida atau milk of dengan air.
magnesia diikuti dengan susu atau putih telur yang Jangan diberi dengan karbonat
dikocok dengan air. atau soda kue.
Alkali (basa) seperti amonia (NH3), amonium Bila tertelan berilah asam asetat
hidroksida (NH4OH), Kalium hidroksida (KOH), encer (1%), cuka (1:4), asam
Kalsium oksida (CaO), soda abu, dan lain-lain. sitrat (1%), atau air jeruk.
Lanjutkan dengan memberi susu
atau putih telur.
Kation Logam seperti Pb, Hg, Cd, Bi, Sn, dan lain- Berikan antidote umum, susu,
lain minum air kelapa, norit,
suntikan BAL, atau putih telur.
Pestisida Minum air kelapa, susu, vegeta,
norit, suntikan PAM
Garam Arsen Bila tertelan usahakan
pemuntahan dan berikan milk of
magnesia.

3. Manifestasi Klinis
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara
pemberian, apakah melalui kulit, mata, paru, lambung, atau suntikan, karena hal
ini mungkin mengubah tidak hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan
toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan metabolismenya. Pertimbangan lain
meliputi perbedaan respons jaringan. Hanya beberapa racun yang menimbulkan
gambaran khas seperti adanya bau gas batu bara (saat ini jarang), pupil sangat
kecil (pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya pernafasan pada keracunan akut
morfin dan alkaloidnya. Pupil pinpoint merupakan satu-satunya tanda, karena
biasanya pupil berdilatasi pada pasien keracunan akut. Kecuali pada pasien yang
sangat rendah tingkat kesadaranya, pupilnya mungkin menyempit tetapi tidak
sampai berukuran pinpoint. Kulit muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli,
takikardi, dan hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan salisilat akut
(aspirin).
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Keracunan
Onset (Masa Awitan) Gejala Utama Jasad Renik/Toksin
Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan
< 1 jam Mual, muntah, rasa yang tak lazim Garam logam
di mulut, mulut terasa panas
1-2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit Nitrit
kepala, pusing, sesak nafas,
gemetar, lemah, pingsan.
1-6 jam (rerata 2-4) Mual, muntah, diare, nyeri perut. Staphylococcus Aureus dan
enterotoksinnya
8-16 jam (2-4 muntah) Muntah, kram perut, diare, rasa Bacillus Cereus.
mual.
6-24 jam Mual, muntah, diare, rasa haus, Jamur berjenis Amanita.
pelebaran pupil, pingsan, koma.
Radang Tengorokan Dan Gejala Saluran Napas
12-72 jam Radang tengorokan, demam, Streptococcus Pyogene
mual, muntah, pengeluaran secret
dari hidung, terkadang ruam kulit.
2-5 hari Radang tengorokan dan hidung, Corynebacterium
eksudat berwarna keabuan, diphtheria
demam, mengigil, nyeri
tengorokan, lemah, sulit menelan,
pembengkakan kelenjar getah
bening leher.
Gejala Saluran Cerna Bawah (kram perut, diare) yang Dominan
2-36 jam (rerata 6-12) Kram perut, diare, diare yang C. perfringens; B. cereus;
disebabkan S; faecalis; S. faecium
Clostridiumperfringens, kadang-
kadang rasa mual dan muntah
12-72 jam (rerata 18- Kram perut, diare, muntah, Salmonella spp (termasuk
36) demam, mengigil, lemah hebat, S. Arizonae), E. coli
mual, sakit kepala, kadang-kadang enteropatogenik, dan
diare berdarah dan berlendir, lesi Enterobakteriacae, V.
kulit yang disebabkan Vibrio cholera (01 dan non-01),
vulnificuis. Yersinia enterocolitica vulvinicus, V. fluvialis.
menyebabkan gejala yang
menyerupai flu apendisitis akut.
3-5 hari Diare, demam, muntah dengan Virus-virus enterik
nyeri perut, gejala saluran nafas
1-6 minggu Diare lengket (tinja berlemak), Giardia lamblia
sakit perut, berat badan menurun
1-beberapa minggu Sakit perut, diare, sembelit, sakit Entamoeba hystolitica
kepala, mengantuk, kadang tanpa
gejala
3-6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu makan, Taenia sanginata dan
berat badan menurun, sakit perut, taenia solium
kadang gastroenteritis
Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Gell, Paralisis)
< 1 jam Gastroenteritis, cemas, Fosfat organic
penglihatan kabur, nyeri dada,
sianosis, kedutan, kejang.
Salvias berlebihan, berkeringat,
gastroenteritis, nadi tak teraratur, Jamur jenis muscaria
pupil mengecil, bernafas seperti
orang asma.
1-6 jam Rasa baal atau gatal, pusing, Tetrodotoxin
pucat, pendarahan perut,
pengelupasan kulit, mata
terfiksasi, reflek hilang, kedutan,
paralisis otot.
Rasa baal atau gatal,
gastroenteritis, pusing, mulut Ciguatoxin
kering, otot nyeri, pupil melebar,
pandangan kabur, paralisis otot.
2 jam-6 hari (12-36 Rasa mual, muntah, rasa (geli) Chlorinated hydrocarbon
jam) seperti dikaruk, pusing, lemah, tak
ada nafsu makan, berat badan
menurun, bingung.
Vertigo, pandangan kabur atau
diplobia, reflek cahaya hilang, Clostridium botulinum dan
sulit menelan, berbicara dan toksinnya.
bernafas; mulut kering, lemah,
paralisis pernafasan.
>72 jam Rasa baal, kaki lemah, paralisis, Air raksa organic
spastic, penglihatan berkurang,
buta, dan koma.
Gastroenteritis, nyeri pada kaki,
kaki dan tangan jatuh. Triortrocresyl phosphate.
Terjadi Gejala Alergi (Muka Memerah dan Rasa Gatal)
< 1 jam Sakit kepala, pusing, mual, Scombrotoxin (histamine)
muntah, rasa panas pada mulut,
tengorok terasa terbakar, muka
sembab dan merah, sakit perut,
gatal dikulit.
Rasa baal disekitar muluit, rasa Monosodium glutamate
seperti digaruk (geli), kemerahan, (MSG)
pusing, sakit kepala, mual.
Kemerahan, rasa panas, gatal,
sakit perut, edema lutut dan Asam nikotinat
wajah.
Gejala Gastroenteritis Dan/atau Neurologis (Toksin Kerang)
0,5-2 jam Rasa seperti digaruk (geli), Saxitoxin (paralytic
terbakar, baal, mengantuk, bicara shelifish poisoning: PSP)
inkoheren, paralisis pernafasan.
2-5 menit sampai 3-4 Sensasi panas dan dingin Brevetoxin (neurotoxic
jam bergantian, rasa geli; baal shelifish poisoning: NSP)
disekitar bibir, lidah dan
tengorokan; nyeri otot, pusing,
diare, muntah.
30 menit sampai 2-3 Rasa mual, muntah, diare, sakit Dinophysis toxin, okadaic
jam perut, mengigil, demam. acid, pectenotoxin,
yessotoxin (Diarrheic
shelifish poisoning:DSP)
24 jam Muntah, diare, sakit perut, Domoic Acid (Amnestic
(gastrointestinal) bingung, hilang ingatan, shelifish poisoning: ASP)
sampai 48 jam deisorientasi, kejang dan koma.
(neurologis)
Gejala Infeksi Umum (Demam, Mengigil, Lemah, Sakit, Pembengkakan Kelenjar
Limfe)
4-28 hari (rerata 9 Gastroenteritis, demam, edema Trichinella spiralis
hari) disekitar mata, berkeringat, nyeri
otot, mengigil, lemah, sulit
bernafas.
7-28 hari (rerata 14 Lemah yang hebat, sakit kepala, Salmonella typhi
hari) sakit kepala, demam, batuk, mual,
muntah, sembelit, sakit perut,
mengigil, bintik merah dikulit,
tinja berdarah.
10-13 hari Demam, sakit kepala, nyeri otot, Toxoplasma gondii
kemerahan.
10-50 hari (rerata 25- Demam, lemah-lesu, tak ada nafsu Mungkin virus
30) makan, mual, sakit perut, kuning
(ikterus).
Bervariasi, bergantung Demam, mengigil, sakit kepala Bacillus anthracis,
pada tipe penyakit atau sendi, lemah-lesu, bengkak brucella melitensis, B.
dikelenjar getah bening, dan abortus, B. suis, coxiella
gejala yang khas untuk penyakit bernetti, francisella
lain. tularensis, listeria
monocytogenes, M.
tuberculosis,
mycobacterium sp,
pasteurella multocida,
streptobacillus
moniliformis,
campylobacter jejuni,
leptospira SSP.

4. Mengatasi Efek dan Gejala Keracunan


Efek dan gejala keracunan pada manusia dapat timbul setempat (lokal)
atau sistemik setelah racun diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem peredaran
darah atau keduanya.
a. Lokal
Racun yang bersifat korosif akan merusak atau mengakibatkan luka
pada selaput lendir atau jaringan yang terkena. Beberapa racun lain secara
lokal mempunyai efek pada sistem saraf pusat dan organ tubuh lain, seperti
jantung, hati, paru, dan ginjal tanpa sifat korosif dan iritan.
b. Sistemik
Setelah memberikan efek secara lkal, biasanya racun diabsorpsi dan
masuk ke dalam sistem peredaran darah dan akan mempengaruhi organ-
organ tubuh yang penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek dan
gejala keracunan antara lain; bentuk dan cara masuk, usia, makanan,
kebiasaan, kondisi kesehatan, idiosinkrasi, dan jumlah racun. Efek dan
gejala yang ditimbulkan akibat keracunan terjadi antara lain pada sistem
pernapasan, pencernaan, kardiovaskuler, urogenital, darah dan
hemopoitika, serta sistem saraf pusat (SSP).
Tata cara mencegah atau menghentikan penyerapan racun:
 Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
1) Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor mentah
atau norit)
2) Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan
cara:
a) Dimuntahkan: bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek
muntah di tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup pekat.
Kontraindikasi: cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat
korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun
dan penderita kejang.
b) Bilas lambung:
 Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
 Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium
bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %.
 Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
 Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.
 Bilas Usus Besar: bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau
gliserin).
 Racun melalui melalui kulit atau mata
1) Pakaian yang terkena racun dilepas
2) Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun atau zat
penetralisir (asam cuka / bicnat encer).
3) Hati-hati: penolong jangan sampai terkontaminasi.
 Racun melalui inhalasi
1) Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
2) Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang
terhisap, jangan menggunakan metode mouth to mouth.
 Racun melalui suntikan
1) Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri
bagian distal masih teraba dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
2) Beri epinefrin 1/1000 dosis: 0,3-0,4 mg subkutan/im.
3) Beri kompres dingin di tempat suntikan
 Mengeluarkan racun yang telah diserap
Dilakukan dengan cara:
1) Diuretic: lasix, manitol
2) Dialisa
3) Transfusi exchange
5. Penatalaksanaan Kedaruratan Keracunan
Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau meng-
inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung,
untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik untuk
menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi
racun terabsorbsi. Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:
a. Dapatkan kontrol jalan panas, ventilasi, dan oksigenisasi. Pada keadaan
tidak ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung
pada keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sistem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu
tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.
d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
menurunkan efek toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem
saraf pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak
adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat
yang ditelan, yaitu:
1) Diuresis untuk agen yang dikeluarkan lewat jalur ginjal
2) Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau
resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
h. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
i. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
j. Menurunkan peningkatan suhu.
k. Berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri.
l. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
m. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
n. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang.
o. Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukkan tanda
dan gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.
6. Asuhan Keperawatan Pada Klien Keracunan
a. Pengkajian.
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas
dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan
status jantung, status kesadaran.
Riwayat kesadaran: riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan,
berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai
pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.
b. Intervensi
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang
bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar
racun ( antidotum ) yang meliputi sirkulasi:
1) Airway, breathing, circulating, eliminasi untuk menghambat absorbsi
melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis, atau
katarsis.
2) Berikan anti dotum sesuai anjuran dokter minimal 2 x 24 jam.
Perawatan suportif meliputi:
a) Mempertahankan agar pasien tidak sampai demam atau
mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan
nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan
tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal
atau kematian.
b) Monitor vital sign setiap 15 menit untuk beberapa jam dan
laporkan perubahan segera kepada dokter.
3) Catat tanda-tanda seperti muntah, mual, dan nyeri abdomen serta
monitor semua muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine
serta pertahankan cairan intravenous sesuai anjuran dokter.
4) Jika pernafasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction.
Ventilator mungkin bisa diperlukan.
5) Jika keracunan sebagai usaha untuk membunuh diri maka lakukan
safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis.
Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi,
psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain.

B. Askep Gawat Darurat Gigitan Binatang Berbisa


1. Ular Berbisa
Ada tiga famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hydrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap di
lokasi pada anggota badan yang tergigit. Beberapa bisa Elapidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Untuk sementara akan
terakumulasi dengan kadar yang tinggi dalam kelenjar getah bening, jika
tidak dilakukan tindakan pertolongan pertama, dalam waktu 2 jam setelah
gigitan akan terdeteksi dalam plasma atau urin dengan kadar tinggi. Balutan
yang kuat dapat dilakukan beberapa jam tanpa membahayakan peredaran
darah keseluruhan anggota tubuh. Balutan yang kuat membatasi perubahan
lokal di daerah gigitan dan juga untuk meningkatkan reaksi terhadap antibisa.
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur, sifat bisa
tersebut adalah:
a. Neurotoksin yang berakibat pada saraf perifer atau sentral.
b. Haemotoksin, berakibat haemolitik dengan zat antara fosfolipase dan
enzim lainnya yang mengaktifkan protombin.
c. Myotoksin, menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
d. Kardiotoksin, merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan
kerusakan otot jantung.
e. Cytotoksin, dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktif lainnya yang
berakibat terganggunya kardiovaskuler.
f. Cytolitik, zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrosis di
jaringan tempat patukan.
g. Enzim-enzim, termasuk hyalurondase sebagai zat aktif pada penyebaran
bisa.
a. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan
ular adalah; lokal sakit bukan gambaran umum, tanda-tanda bekas taring,
laserasi, bengkak dan kemerahan, sakit kepala, muntah, rasa sakit pada otot
dan dinding perut, demam serta berkeringat dingin.
b. Tindakan penanggulangan
Dalam mengatasi gigitan ular berbisa, pemberian serum antibisa yang
cukup dan pengaturan ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang
utama. Sedangkan tindakan yang bersifat supportif merupakan tindakan
sekunder dan dilakukan sesuai dengan kondisi penderita.
1) Premedikasi
Sebelum diberi serum antibisaa, sebaiknya dilakukan premedikasi
dengan adrenalin 0,25 mg (untuk dosis anak dikurangi) secara SC atau
obat golongan antihistaminika dengan efek sedatif minimal secara
parenteral.
2) Pemberian serum antibisa
Pada waktu pemberian serum antibisa harus tersedia oksigen, arus
udara mencukupi, dan alat penghisap yang siap pakai. Serum antibisa
diencerkan dengan larutan hartmann (larutan ringer laktat) dengan
perbandingan 1:10 dan diberikan perlahan-lahan, terutama pda permulaan.
Pemberian antibisaharus segera diberhentikan jika timbul gejala yang tidak
dikehendaki dan ulangi pemberian obat seperti pada premedikasi, sebelum
pemberian infus antibisa diteruskan.
Beberapa tindakan lain yang perlu dilakukan antara lain:
a) Luka akibat gigitan, potesial mudah terkena infeksi bakteri. Selain
diperlukan obat golongan antibiotika, juga perlu dilakukan tindakan
pencegahan tetanus dengan memperhatikan tingkat imunisasinya.
b) Pemberian cairan infus
c) ika terjadi nekrosis jaringan, perlu dilakukan pembedahan
d) Perdarahan, termasuk gangguan koagulasi, koagulasi intravaskuler dan
afibrinogenemia perlu diatasi, tetapi tidak dilakukan sebelum netralisasi
bisa mencukupi.
e) Pemberian morfin merupakan kontraindikasi. Diazepam dengan dosis
sedang akan memberikan hasil yang memuaskan.
f) Jika antibisa tidak dapat mengatasi syok, diperlukan plasma volume
ekspander atau mungkin obat golongan vasopresor.
g) Pada penderita gagal ginjal, perlu dilakukan hemodialisa atau dialisa
peritoneal.
c. Tindakan Yang Keliru
Kekeliruan dalam tindakan penanggulangan dapat terjadi, antara lain:
1) Infeksi/eksisi daerah gigitan yang dapat merusak urat saraf dan pembuluh
darah.
2) Pendinginan daerah gigitan, sehingga penderita mengalami radang dingin
(frostbite), selain menderita karena gigitan.
3) Pemberian serum antibisa yang sebetulnya tidak diperlukan.
4) Memulangkan penderita dari rumah sakit tanpa waktu yang cukup untuk
observasi, sehingga penderita akan dibawa kembali ke rumah sakit dalam
keadaan sekarat.
5) Memberikan serum antibisa kepada anak-anak lebih sedikit daripada
kepada orang dewasa. Padahal seharusnya diberikan dalam jumlah yang
sama dengan orang dewasa, bahkan mungkin diperlukan lebih besar
mengingat perbandingan bisa per kg berat badan lebih tinggi.
6) Pemberian serm antibisa yang tidak cukup. Seorang penderita mungkin
hanya memerlukan 1 ampul serum antibisa sedangkan pemderita lain
dapat memerlukan 10 ampul.
2. Lebah
Akibat yang ditimbulkan oleh sengatan serangga biasanya ringan dan
tidak banyak bahayanya. Dasar timbulnya reaksi dari penderita adalah suatu
reaksi alergi. Reaksi alergi ini tergantung pada individu. Kematian disebabkan
reaksi anafilaksis dan timbul biasanya akibat sengatan. Manfestasi klinis
dalam bentuk urtikaria eksterna sampai reaksi alergi kronis yang muncul hebat
dengan reaksi anafilaksis didahului oleh reaksi setempat berupa kemerahan,
bengkak, rasa terbakar kemudian mual, muntah dan kesadaran menurun.
Jika seseorang disengat lebah untuk pertama kali biasanya akan
menimbulkan rasa sakit lokal yang spontan, pembengkakan lokal, dan
pruritus. Setelah tersengat lebah, kelenjar bisa yang masih menempel segera
dibuang dengan ujung kuku atau dengan pisau, karena masih dapat
memompakan bisa. Selanjutnya jika reaksi yang timbul ringan, dapat diberi
obat golongan antihistaminika. Sedangkan jika timbul reaksi yang berat,
pemberian adrenalin sampai 0,5 mg secara IM. Dan jika terjadi obstruksi
saluran udara, pemberian adrenalin dapat dilakukan secara inhalasi dengan
inhaler yang terukur. Kolaps peredaran darah perifer, selalu memerlukan
pemberian adrenalin secara parenteral.
3. Binatang Laut
a. Ubur-ubur
Dengan tentakel yang ditembakkan biasanya hanya menyebabkan
gatal dan edema lokal, hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah
serangan banyak, berupa oksilasi tekanan darah, kegagalan pernapasan
dan kardiovaskuler.
Pengobatan:
1) Resusitasi
2) Torniquet arterial
3) Lokal dengan pasir panas, alkohol
4) Obat-obata: narkotik, anestesi lokal, kortison krem
Prognosis: baik bila masa 10 menit dilewati setelah keracunan.
b. Gurita (Octopus)
Bisa dari saluran ludah yang mengandung hyaluronidase, dengan
neurotoksin yang bersifat blokade pada neuromuskuler. Zat ini sesuai
dengan anticholinterase. Gambaran klinis:
1) Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan
seromorrhagis.
2) Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan, dengan bentuk
paralisis otot, kadang-kadang diikuti mual, muntah, hipotensi dan
bradikardia. Gejala ini biasanya berakhir setelah beberapa jam.
Pertolongan:
a) Luka gigitan dicuci, sebelum dipasang torniquet arterial.
b) Jalan napas dipertahankan kalau perlu resusitasi.
c) Simptomatis
c. Ikan beracun
Tusukan dari salah satu sirip bila ereksi yang memang
mengandung bisa. Bisa ini bersifat hyaluronidase yang menyebabkan
jaringan nekrosis, vasokonstriksi dan myotoksin.
Gambaran klinik:
1) Rasa sakit yang hebat pada saat tertusuk, sering menyebabkan
pingsan.
2) Reaksi radang tampak pada bekas sengatan, lemas, di daerah regional
terasa sakit.
3) Sistemik berupa kegagalan kardiovaskuler akibat depresi miokardial
dan hilangnya tonus pembuluh darah. Paralise umum yang kadang-
kadang diikuti koma.
4) Apabila masa akut dilewati, penyembuhan lamban berupa luka lama
sembuh akibat keadaan umum yang buru.
Pertolongan:
1) Pasang torniquet arterial
2) Suntik anestesi lokal untuk mengurangi sakit
3) Daerah luka dihangati dan rendam dengan air hangat kuku atau
larutan kalium permanganan (PK)
4) Obat-obatan: narkotik, ATS, toksoid, antibiotik
5) Debridemen luka

4. Asuhan keperawatan pada sengatan dan gigitan binatang berbisa


a. Pengkajian
Pada sengatan serangga mungkin ditemukan; mendesah, sesak
nafas, tenggorokan sakit atau susah berbicara, pingsan atau lemah, infeksi,
kemerahan, bengkak, nyeri, gatal-gatal di sekitar area yang terkena. Pada
gigitan ular dapat ditemukan data; tampak kebiruan, pingsan, lumpuh,
sesak nafas, syok hipovolemik, nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri
perut, diare keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, flaccid
paralysis dan miotoksisitas.
Gejala tidak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam setelah digigit
oleh binatang berbisa. Kondisi korban setelah digigit:
1) Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk
2) Sakit kepala, pusing dan pingsan
3) Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
4) Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
5) Sukar bernapas dan berkeringat banyak
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin
2) Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
tak adekuat
4) Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
5) Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke
jaringan
6) Rasa gatal, bengkak dan bintik–bintik merah berhubungan dengan
proses inflamasi.
c. Intervensi
1) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
reaksiendotoksin
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi nafas
b) Pantau frekuensi pernapasan
c) Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
d) Motivasi/bantu klien latihan nafas dalam
e) Observasi warna kulit dan adanya sianosis
f) Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
g) Batasi pengunjung klien
h) Pantau seri GDA
i) Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
j) Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
2) Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
Intervensi:
a) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
b) Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
c) Beri kompres mandi hangat
d) Beri antipiretik
e) Berikan selimut pendingin
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
tak adekuat
Intervensi:
a) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
c) Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
d) Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
e) Lakukan insfeksi terhadap luka alat invasif setiap hari
f) Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
g) Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka
atau antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
h) Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
i) Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
j) Berikan obat antiinfeksi (antibiotik)
4) Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi:
a) Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal.
b) Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
c) Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
d) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil,
losion Calamine
R/ : mengurangi gatal–gatal
5) Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke
jaringan
Tujuan: Menangani penyebab, memperbaiki suplai darah ke jaringan
Intervensi:
a) Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi
(perdarahan luar)
R/: Mengurangi keparahan
b) Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
c) Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
d) Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
e) Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien
7) Rasa gatal, bengkak dan bintik–bintik merah berhubungan dengan
proses inflamasi
Tujuan: Mencegah peradangan akut
Intervensi:
a) Pasang tourniquet pada daerah di atas gigitan
R/: Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
b) Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga
(seperti nyamuk)
R/: Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
c) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa
Ular (ABU) polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin
procain 900.000 IU.
R/: Mencegah terjadinya infeksi
d. Evaluasi
1) Analisa gas darah dan frekuensi pernapasan dalam batas normal
dengan bunyi nafas vesikuler.
2) Tidak mengalami dispnea atau sianosis
3) Suhu dalam batas normal
4) Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
5) Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
BAB III
KESIMPULAN

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui
inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan,
merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau
meng-inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan
pendukung, untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum
spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat
eliminasi racun terabsorbsi.
Ada tiga famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hydrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap di lokasi
pada anggota badan yang tergigit. Balutan yang kuat dapat dilakukan beberapa
jam tanpa membahayakan peredaran darah keseluruhan anggota tubuh. Balutan
yang kuat membatasi perubahan lokal di daerah gigitan dan juga untuk
meningkatkan reaksi terhadap antibisa. Dalam mengatasi gigitan ular berbisa,
pemberian serum antibisa yang cukup dan pengaturan ventilasi yang memadai
merupakan tindakan yang utama. Sedangkan tindakan yang bersifat supportif
merupakan tindakan sekunder dan dilakukan sesuai dengan kondisi penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:


http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-
kimia-berbahaya/. Diakses tanggal 11 April 2018
Indonesian nursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar
(Combustio). Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-luka-bakar-combustio/. Diakses tanggal 16
April 2012.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans
Info Media.
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.
Syamsi. (2012).Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan
Serangga. Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-
kegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 11 April 2018.

You might also like