You are on page 1of 37

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak
yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan
dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel
epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena
adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan
kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa
diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui,
tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe
lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis,
dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.

B.Etiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum,
serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud
yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di
bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit
putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit
kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun),
misalnya dermatitis atopik
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu,
misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten
merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll.
Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan
luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan
fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.Aldehida, misalnya formaldehida.
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5.Ester, misalnya Benzokain
6.Eter, misalnya benzil eter
7.Epoksida, misalnya epoksi resin
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.

C.Patofisiologi
1.Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan
oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan
berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-
komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan
diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan
leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor
sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit
serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan
leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler.
Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis
kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga
perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis
kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen
kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam
kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE
(Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang
berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen
HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting
cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+)
dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel
Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja
atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T.
Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang
akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan
proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke
seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak
berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21
hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah
tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama
dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel
Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2.
Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam
kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat
stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin
berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan
atau meredakan peradangan.
2.Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi
sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme
yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas
spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat
dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau
sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari
antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena
sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen
terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB,
bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan).
Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi
pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan
pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian
ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy.
Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat.
Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan
keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh
siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik
dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang
diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk
sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul
keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga
kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu
berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.

3.Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel
atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi
perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan
terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya
vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan
fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis
kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar
sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel
Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas
metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan
setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang
sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian
penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron
dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum
berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

D.Manifestasi Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.
Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat
efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan
umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas
dibandingkan dermatitis kontak alergik.
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan
penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang
berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang
berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila
pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang
jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut
akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan,
vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang
timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur,
kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa
erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah
dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi
kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.

Dermatitis Kontak Alergi


Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan,
maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan
dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat,
biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula.
Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam
fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru
terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru
merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak
dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma
mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun,
pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh
karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-
tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.
Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering
ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung
akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya
berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan
yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif,
misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel
dan berkebun.

(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)

Dermatitis Kontak Alergi


Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi
juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk
mencari bahan penyebabnya.
1.Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya
pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak
ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan
penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.
(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)

2.Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.
3.Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen
yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata
dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4.Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai
kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.
5.Leher dan Kepala
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap
alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau
larutan pengeriting rambut.
6.Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik
dan deterjen.
7.Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen
yang berada di tangan.
8.Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.

E.Pemeriksaan Penunjang
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat
dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes
tempel yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya.
Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang
dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu
hasilnya dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra
violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya
dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24
jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet
dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka
punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester
hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan
tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu
bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat.
Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat
dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum
melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah
disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan
penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil
kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena
bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini
merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta
untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak
boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis
misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang
sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut
belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

F.Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik
adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi
individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan
kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
c.Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan
terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin
), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa
topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1)Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung
pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan
hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans
kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T,
dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik.
Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon
asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan
film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping
berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya
molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi
penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan
reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel
mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh
UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik.
UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin
disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli,
Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika
(misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ
ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan
sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen
lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit
dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum
yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding
dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi
yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik
dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
d.Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada
kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga
yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin,
serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan
memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat
maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan,
gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid
bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-
DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T,
monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi
IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta
pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

G.Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan
terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya
kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka
prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI
yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah
disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang
penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar
ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk,
karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-
hari.

H.Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah
disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan
secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari
kontak dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari
kontak dengan bahan alergen atau iritan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya.
Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah
kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik
dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter
maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru,
sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis
umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi
dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau
satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya
setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu
seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.
Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel
TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-
5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi
menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi
berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak
tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit
bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada
muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti
dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit,
berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet
karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim
yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim
pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari
mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau
batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di
lingkungan.

Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat
garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya
peningkatan rasa nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan
kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia
atau komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang
tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan
iritas

Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban
yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata
bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang
tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali

D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

BAB IV
PENUTUP
A.Simpulan
Tolong disambung yang seiprit inilah

B.Saran
Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit,
Ne tambahi jua lah...seikit ja...

Imbahtu itihi halaman berapa daftar pustakanya....nyar diandaki di daftar isi....di daftar isi
tu balum benomor halaman daftar pustakanya...pehem ja loo??

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Klien
Nama : Tn. Y
Umur : 75 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan : SR
Pekerjaan : Satpam
Alamat : Nyomplong RT 02/08 Kota Sukabumi
DX Medis : Dermatitis
No. RM : 750055
Tgl. Dikaji Mahasiswa : 07 September 2004

2) Penanggung Jawab
Nama Ayah : -
Umur : -
Pekerjaan : -
Hub dengan klien : -
Alamat : -

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh gatal pada tubuhnya.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien merasa gatal pada daerah tengkuk, leher, dada, punggung, tangan dan kaki,
selangkangan paha, dan pantat. Rasa gatal oleh klien dirasakan sering dan lama dan
waktunya tidak menentu, namun rasa gatal akan berkurang apabila setelah meminum
obat. Apabila klien merasa gatal, klien sering menggaruknya.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien belum pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya. Pada awalnya klien hanya
merasa gatal biasa saja pada tubuhnya, setelah diperiksakan ke Puskesmas terdekat dan
diberikan pengobatan, penyakit gatalnya tidak sembuh dan gatalnya semakin menyebar
ke seluruh tubuh.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut penuturan klien, dikeluarganya ada yang mempunyai penyakit kulit serupa
seperti klien yaitu istrinya.

3. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
Klien makan 3x perhari dan menghabiskan 1 piring nasi kien makan dengan tahu tempe,
lauk pauk, tak ada pantang makanan dan tidak mempunyai alergi terhadap makanan dan
obat-obatan tertentu.
Klien minum 5-6 gelas / hari menyukai air putih dan teh.
b. Pola Aktivitas
Klien setiap hari bekerja dari pukul 07.00 s.d 13.00. setelah tidur siang klien beristirahat
dengan mendengarkan radio atau menonton televisi bersama istrinya. Klien suka berolah
raga 1x setiap minggu.
c. Pola Personal Hygiene
Klien mandi 2x sehari pada saat pagi dan sore hari dan kadang-kadang hanya satu kali
jika persediaan airnya habis. Ketika mandi, klien menggunakan sabun dan air hangat.
Klien mencuci rambutnya 2x seminggu dan menggosok gigi 2x sehari serta menggunting
kuku 1x seminggu.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Klien biasa tidur malam pukul 21.00 tapi kadang-kadang lebih awal, bangun pagi pukul
5.00, klien kadang-kadang tidur siang kalau cape sekitar jam 14.00 sampai jam 16.00.
apabila obat klien habis, klien merasakan gatal dan merasa terganggu aktivitasnya baik
pada saat bekerja ataupun istirahat di rumah.
e. Pola Eliminasi
Klien BAB 1 hari sekali atau 2 hari sekali dan 4-5 x perhari warna kuning urine kuning
jernih baunya khas. klien tidak ada keluhan selama BAB atau BAK.

4. Pemeriksaan persistem
a. System Penglihatan : posisi mata klien simetris kelopak mata normal, konjungtiva
merah muda, pupil isokor, otot mata tidak ada kelainan, pergerakan bola mata tidak
terganggu. Fungsi penglihatan tidak terganggu, tidak ada tanda radang, klien
menggunakan kaca mata.
b. System Pendengaran : daun telinga lengkap dan simetris, cairan teling tidak ada, tinitus
tidak ada, fungsi pendengaran tidak terganggu.
c. System Wicara : klien tidak mengalami gangguan wicara
d. System Pernafasan : bentuk hidung simetris dan bersih tidak tampak secret, pada jalan
nafas klien tidak terdapat sputum, nafas 22x/menit irama teratur.
e. System Cardiovascular :
- Sirkulasi perifer : nadi : 96x/menit, temperature kulit hangat, warna kulit cokelat,
capillary refill ± 1 detik, tidak terdapat oedema.
- Sirkulasi jantung : -
f. System Saraf : tingkat kesadaran compos mentis, peningkatan Tekanan intra cranial
tidak ada.
g. System Pencernaan : caries gigi tidak ada, tidak menggunankan gigi palsu, stomatitis
tidak ada, lidah tampak bersih dan berwana merah muda, tidak terdapat nyeri tekan/lepas
pada abdomen
h. System Endokrin : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid.
i. System Urogenitalis : tidak terdapat keluhan/gangguan.
j. System Musculoskeletal : kesulitan dalam pergerakan tidak ada, tidak terdapat keluhan
nyeri tekan/lepas, fraktur tidak ada, tidak terdapat kelainan bentuk tulang dan sendi.
k. System Integument : turgor kulit normal, warna kulit cokelat, tekstur rambut baik/tidak
rontok, distribusi rambut merata. Pada region leher dan tengkuk terdapat hiperpigmentasi
dan ekskoriasi, pada abdomen dan punggung tampak ekskoriasi, pada ekstremitas atas
dan bawah tampak ekskoriasi, pada daerah lipatan paha dan pantat terdapat
hiperpigmentasi dan ekskoriasi.

5. Data Psikologis
a. Status Emosi : klien tampak sabar dan tenang dalam mengungkapkan perasaannya.
b. Konsep Diri :
- body image
klien mengatakan menyukai tubuhnya dan merasa tidak malu meskipun terdapat
ekskoriasi dan hiperpigmentasi.
- ideal diri
klien mengatakan ingin segera penyakit gatalnya sembuh dan bisa dengan tenang
menjalankan pekerjaan dan aktivitasnya mengelola rumah tangga
- identitas diri
klien merasa masih sebagai seorang laki-laki dan seorang suami bagi istrinya.
- harga diri
klien bangga menjadi ayah dari lima orang anak dan merasa tetap diperhatikan oleh
keluarga dan lingkungannya meskipun klien mengalami penyakit ini. Klien tidak merasa
harga dirinya menurun akibat penyakit ini.
- peran diri
peran dirinya sebagai ayah, sebagai kepala keluarga, dan sebagai seorang suami masih
tetap bisa klien jalankan.
c. Gaya Komunikasi : Klien berbicara dengan jelas, relevan dan menggunakan bahasa
campuran Indonesia-sunda. Klien mampu berkomunikasi dengan orang disekitarnya.
d. Interaksi : Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan orang-orang yang berada di
sekitarnya.
e. Koping : Untuk mengurangi keluhan gatalnya klien menggaruk kulitnya, disamping
klien meminum obat resep dan mengoleskan salep dari dokter, klien juga selalu berdo’a
dan berusaha untuk sabar dan tawakal.
6. Data Sosial
a. pendidikan dan pekerjaan : pendidikan terakhir klien adalah SR. klien sehari-hari
bekerja sebagai security di sebuah POM bensin.
b. hubungan social : klien tinggal bersama istrinya dan mempunyai hubungan social yang
baik dengan tetangga di sekitar lingkungan rumahnya.
c. factor sosiokultural : klien hidup di lingkungan yang berkebudayaan sunda.
d. gaya hidup : klien berpenampilan sederhana, klien mempunyai kebiasaan merokok,
tapi klien tidak mempunyai kebiasaan meminum kopi apalagi minum minuman keras.
Dalam hal pakaian, klien berganti pakaian satu kali sehari dan handuknya satu untuk
berdua dengan istrinya. Dan klien tidur seranjang dengan istrinya.

7. Data Spiritual
Klien beragama islam, percaya pada adanya kekuasaan dan keberadaan Allah SWT, klien
selalu berdo’a untuk kesembuhannya da menganggap bahwa penyakit ini adalah ujiaan
baginya.

8. Data Penunjang
-

9. Pengobatan
- TS 2 %
- Bio Alergi tab 2x1
- Gama Benzen 3 x 1 Salep

10. Data Fokus


Data fokus yang didapatkan dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 07
September 2004 adalah :
a. Data subjektif
- klien mengeluh sangat gatal pada seluruh tubuhnya
- Klien mengeluh merasa terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun istirahat
di rumah.
- klien mengatakan bila gatal selalu digaruk menggunakan tangannya
- klien mengatakan handuknya satu untuk berdua dengan istrinya
b. Data objektif
- Pada region leher dan tengkuk terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi, pada abdomen
dan punggung tampak ekskoriasi, pada ekstremitas atas dan bawah tampak ekskoriasi,
pada daerah lipatan paha dan pantat terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi.
- Klien tampak menggaruk kulitnya.

11. Analisa Data


NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1
2 DS : klien mengeluh sangat gatal pada seluruh tubuhnya
DO : Klien mengeluh merasa terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun
istirahat di rumah

DS :
-klien mengatakan bila gatal selalu digaruk menggunakan tangannya
-klien mengatakan handuknya satu untuk berdua dengan istrinya.
DO : Klien tampak menggaruk kulitnya.
Invasi bakteri/fungus pada kulit

pruritus

Gangguan rasa nyaman gatal

Kontak langsung/tidak langsung dengan penderita

kurangnya sumber informasi mengenai penyakit, pengobatan dan pencegahannya


resiko tingi penyebaran infeksi Gangguan rasa nyaman

Resiko tinggi penyebaran infeksi

12. Diagnosa Keperawatan Menurut Prioritas


a. Gangguan rasa nyaman b.d pruritus
b. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d kurangnya sumber informasi mengenai penyakit,
pengobatan dan pencegahannya
B. Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan
NO
DP PERENCANAAN
Implementasi
Evaluasi Nama & paraf
Tujuan Intervensi Rasionalisasi Perawat
1
2 1

2 Tupan:
Gangguan rasa nyaman akibat gatal teratasi
Tupen :
Setelah diberikan informasi selama ± 15 menit gangguan rasa nyaman gatal berkurang
dengan kriteria :
- klien mengerti dan paham serta dapat melakukan perawatan mandiri di rumah untuk
mengurangi dan menghilangkan rasa gatal.

Tupan :
Resiko penyebaran infeksi teratasi
Tupen :
Setelah diberikan
informasi ± 15 menit, klien mendapatkan informasi yang adequat mengenai penyakit,
pengobatan serta perawatannya dengan criteria :
- klien mengerti dan paham serta dapat melakukan perawatan mandiri di rumah untuk
mencegah resiko penyebaran infeksi
- klien dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat.

1. Anjurkan untuk menggunakan bedak / salep apabila gatal.


2. Kolaborasi pemberian medikasi antihistamin (oral/topical)
3. Tekankan kepada klien untuk mematuhi jadwal minum obat dan control berkala ke
tempat pelayanan kesehatan.

1. Informasikan kepada klien dan keluarga bahwa penyakit ini menular baik secara
kontak langsung maupun kontak secara tidak langsung
2. Informasikan kepada klien dan keluarga agar selalu menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
3. Ingatkan kepada klien dan keluarga agar tidak menggaruk-garuk atau memecahkan
lesi.
4. Informasikan agar peralatan keseharian klien seperti peralatan mandi, tempat tidur,
lemari pakaian dipisahkan khusus untuk klien.
5. Informasikan segera apabila ada anggota keluarga yang tertular dan periksakan ke
tempat pelayanan kesehatan terdekat
6. Anjurkan agar mencuci pakaian klien direndam dengan air panas dan alat-alat tidur
dijemur. 1. Mengurangi gatal dan menambah kenyamanan

2. Golongan obat antihistamin sangat efektif bekerja simptomatik mereduksi pruritus


3. Keefektifan program terapi adequate sehingga proses perjalanan penyakit dapat
dipantau dengan baik dan tepat.
1. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit serta meningkatkan kewaspadaan anggota
keluarga lainnya.

2. Hygiene buruk menjadi faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

3. Garukan dapat menyebabkan eritema dan iritasi pada kulit sehingga meningkatkan
resiko infeksi menyebar.

4. Untuk mencegah resiko penularan kepada anggota keluarga yang lain.

5. Untuk menghindari penularan lebih lanjut

6. mencegah dan meminimalkan resiko penyebaran infeksi melalui alat-alat yang


berhubungan langsung dengan klien. O7 Sept’04
Jam 08.30
1. Menganjurkan kepada klien apabila gatal untuk memakai salep/bedak yang telah
diresepkan
3. Memberikan penekanan kepada klien akan pentingnya mematuhi jadwal minum obat
dan control berkala.

O7 Sept’04
Jam 08.45
1. Menginformasikan kepada klien dan kelaurga bahwa penyakit ini dapat menular baik
secar kontak langsung maupun secara tidak langsung.
2. Menginformasikan kepada klien dan keluarga untuk meningkatkan kebersihan diri dan
lingkungan
3. Mengingatkan klien dan keluarga untuk tidak menggaruk kulit ketika gatal.
4. Menginformasikan supaya peralatan keseharian yang berhubungan langsung dengan
klien (ex. Peralatan mandi, tempat tidur, lemari pakaian untuk dipisahkan dengan
peralatan anggota keluarga lainnya.
5. Menginformasikan kepada klien dan keluarga untuk segera membawa anggota
keluarga yang tertular ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.
6. Menganjurkan kepada klien untuk mencuci pakaiannya dengan cara direndam dengan
air panas dan alat-alat tidur dijemur O7 Sept’04
Jam 09.05
S :
klien masih merasa gatal
klien mengatakan mengerti dan paham dengan penjelasan yang telah diberikan
O : klien tampak tidak menggaruk kulitnya
A : gangguan rasa nyaman gatal teratasi sebagian.
P : intervensi dilanjutkan

O7 Sept’04
Jam 09.10
S :
klien mengatakan mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
O :
klien dapat menjawab pertanyaan perawat
yang telah diberikan.
A : Resiko tinggi penyebaran infeksi teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Diposting oleh Andi Koibito di 00.18
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

You might also like