You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi


sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya
kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi.1 Di
Amerika Serikat pengertian dibatasi sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum
berumur 20 minggu yang didasarkan pada hari pertama haid terakhir. Menurut
WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500 gram.1
Abortus spontan adalah komplikasi terbanyak pada kehamilan dimana
keadaan ini terjadi pada kurang lebih 15% dari seluruh kehamilan yang
ditemukan.Abortus iminens yang masih dapat dipertahankan namun jika terjadi
kesalahan atau keterlambatan penanganan terjadi akibat yang fatal pada janin.
Selain itu juga abortus memberikan efek psikologis pada ibu dan keluarganya,
apalagi bagi yang sangat menginginkan anak.
Insiden aborsi dipengaruhi oleh umur ibu dan riwayat obstetrinya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan dan kelahiran dengan anak
memiliki kelainan genetik. Rekurensi abortus diperkirakan sekitar 10-15% dari
semua kehamilan. Namun rekurensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi
lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan kecuali apabila terjadi
komplikasi juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan sehingga
tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai
haid yang terlambat. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia
kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada
kromosom. Abortus spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor
lingkungan.
Abortus iminens adalah keadaan yang banyak ditemukan pada wanita hamil,
yang mana bila ditangani dengan baik mempunyai prognosis yang baik.Namun
apabila tidak ditangani dengan baik dapat berujung dengan kematian pada janin
atau bahkan komplikasi pada ibu. Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas
bagaimana teori tentang abortus iminens, laporan kasus, dan pembahasan kasus,

1
apakah sudah sesuai dengan teori atau belum. Diharapkan dengan tinjauan kasus
ini dapat dimengerti lebih baik tentang abortus iminens.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan
tanpa adanya dilates servik. 2

II.Etiologi
a. Abnormalitas embrionik
Didapatkan sekitar 80% pada trimester pertama dari abortus. Abnormalitas
kromosom paling sering sebagai penyebab. Autosom trisomi didapatkan
lebih dari setengah dari kariotipe abnormal, dan monosom adalah anomali
tersering. Lebih dari 90% dari kelainan selular dan morfologi akan
menjadi abortus. Kelainan kromosomal ditemukan lebih dari 75% dari
abortus pada fetus pada trimester pertama. Jumlah kelainan kromosom
meningkat dengan meningkatnya umur ibu. Wanita lebih muda dari umur
30 tahun rate terjadinya abortus sekitar 12%, kemudian meningkat 50%
pada wanita diatas 45 tahun.
b. Faktor maternal
Didapatkan sebagian besar pada trimester kedua. Penyebabnya dapat
berupa faktor yang bersifat kronis pada ibu, diantaranya berupa:
 Diabetes militus pada ibu(insulin-dependent diabetes militus):
lebih dari 30% kehamilan pada pasien dengan DM yang tidak
terkontrol berakibat terjadinya abortus spontan.
 Hipertensi yang berat
 Penyakit ginjal
 Sindroma antifosfolipid
 Lupus Eritromatus Sistemik
 Penyakit tioroid
 Penyakit Wilson

3
Faktor yang bersifat akut pada ibu, diantaranya:
 Infeksi (Cytomegalovirus, Rubella, Toksoplasmosis, Listeria,
Ureaplasma, Mycoplasma, dan Sifilis)
 Trauma
Abnormalitas sistem reproduksi
 Fibroid
 Inkopetensi servik
 Perkembangan plasenta yan abnormal
Faktor eksogen
 Kafein : minum kopi empat kali sehari meningkatkan terjadinya
resiko terjadinya abortus secara ringan.
 Alkohol
 Tembakau
 Kokain
 Radiasi

III. Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama
sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes
kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering
terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap
sampai berhari-hari atau berminggu-minggu. Dari semua itu setengah dari
kehamilan ini akan mengalami abortus, walaupun resiko lebih rendah jika denyut
jantung janin dapat direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan
mengalami resiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah,
kematian perinatal. Pentingnya resiko terjadinya malformasi tampak tidak
meningkat.1
Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid
yang semestinya dating jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh
penembusan vili korealis kedalam desidua, pada saat implantasi ovum.

4
Pendarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah segar, dan cepat
berhenti, tidak disertai mules-mules. 2
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosa suatu abortus
iminens adalah sebagai berikut:
a. Anamnesa
Dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya:
 Riwayat menstruasi : penyimpangan dari periode menstruasi
normal mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal
dari implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang
abnormal, yang dapat mengacaukan perkiraan : hari pertama haid
terakhir, periode menstruasi sebelumnya, interval menstruasi,
keteraturan menstruasi.
 Tanggal terjadinya konsepsi (jika diketahui)
 Obat-obatan yang digunakan sejak hari pertama haid terakhir
seperti: alkohol, tembakau dan obat-obatan yang lain.
 Masalah kesehatan baik sekarang maupun yang terdahulu seperti :
diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan autoimun.
 Riwayat operasi terutama operasi yang melibatkan uterus dan
adneksa.
 Riwayat obstetri yang terdahulu, seperti: jumlah kelahiran aterm
dan preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun
yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi
yang berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi
uterus)
 Riwayat ginekologi, termasuk tes pap smear abnormal, STD dan
kontrasepsi.

Pasien dengan abortus spontan biasanya dengan pendarahan


pervaginam dan atau dengan nyeri perut. Pendarahan pervaginam mungkin
dapat berupa pendarahan dalam bentuk flek-flek sampai pendarahan yang
bermakna. Menghitung jumlah pendarahan adalah sangat penting ( jumlah
pembalut atau tampon) untuk melihat pendarahan apakah meningkat atau

5
memburuk. Pendarahan dari abortus iminens ringan tetapi menetap sampai
berhari hari ataupun sampai berminggu-minggu. Adanya bekuan darah atau
jaringan mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui
perkembangan dari abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram
seharusnya dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala
lain seperti demam ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus
septik.

b. Pemeriksaan fisik
Membuat keputusan yang segera dari pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil atau pendarahan pervaginam yang berat termasuk tanda
vital dan pemeriksaan panggul. Jika terdapat ortostatik hipotensi
merupakan suatu tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun
tranfusi darah. Pemeriksaan fisik yang dilakukan:
 Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul,
bengkak, tanda peritoneal merupakan suatu kemungkinan
terjadinya pendarahan intraperitoneal.
 Identifikasi sumber pendarahan dengan spekulum dan pemeriksaan
digital dari servik. Pastikan apakah pendarahan berasal dari
dinding vagina, permukaan servik atau dari bagian dalam servik.
 Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau
bagian-bagian daging.
 Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya
kehamilan ektopik.
 Pastikan adanya pembukaan servik, jika ada pembukaan
mencerminkan suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika
tertutup merupakan suatu abortus iminens.
 Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri
tekan adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa,
palpasi harus dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk
menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik ataupun kista
ovarium.

6
 Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau cervik, perlu dibuat
preparat basah dan kultur cervik untuk organisme gonorhea dan
klamidia.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi :
 Beta-human chorionik gonadotropin
Pertama dideteksi pada kebanyakan wanita sekitar 24 hari setelah
hari pertama haid terakhir. Jika pada tes kuantitatif didapat kadar
hormon lebih dari 1500 mlU/mL IRP (international reference
preparation), suatu kehamilan yang normal dan terletak intrauterin
akan dapat dideteksi dengan menggunakan transvaginal
sonography (TVS) dan pada kadar 6500 mlU/mL dapat dilihat
dengan sonogram transabdominal. Kegagalan untuk mendeteksi
kantong gestasi dari suatu kehamilan intra uterin ketika kadar
QhCG mengindikasikan suatu kehamilan ektopik. Kadar QhCG
secara umumharus telah ditentukan pada kasus dimana terjadi
pendarahan pada trimester pertama karena serial QhCG dapat
membantu dalam follow up.
 Kadar QhCG meningkat kurang lebih 66% setiap 48 jam pada
suatu kehamilan intrauterin. Serial pemeriksaan QhCG yang
didapatkan menurun sebelum umur kehamilan 10 minggu
mengindikasikan terdapatnya suatu kehamilan abnormal. Kadar
QhCG yang tinggi mengindikasikan adanya suatu kehamilan yang
multipel, penyakit tropoblas, atau meskipun sangat jarang itu
merupakan suatu tumor ovarium.
 Hemoglobin dan hematokrit
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya suatu anemia
terutama yang disebabkan oleh adanya suatu pendarahan.
 Golongan darah dan skrining antibodi
Wanita dengan Rh negatif dan telah mengalami abortus (apakah
karena abortus spontan maupun abortus karena terapiutik sekitar 2-

7
4% akan menjadi peka terhadap Rh. Status dari faktor Rh harus
diperiksa pada setiap pasien hamil dengan pendarahan pervaginam.
Jika didapatkan wanita dengan Rh negatif, dianjurkan untuk
pemberian Rho (D) immuno globin (RhoGAM).
 Kadar serum Progesteron
Kadar progesteron meningkat setelah ovulasi dan berlanjut untuk
meningkat sepanjang kehamilan.
Suatu penelitian yang telah dilakukan tentang keadaan
serum progesteron selama awal kehamilan untuk digunakan ciri
terjadinya suatu kehamilan yang abnormal. Dimana didapatkan
hasil bahwa jika didapatkan kadar kurang dari 5 ng/mL sering
dihubungkan dengan suatu kehamilan yang sehat, sedangkan jika
kadar lebih dari 25 ng/mL sering dihubungkan dengan kehamilan
yang sehat. Secara klinik kadar serum progesteron sekitar 5-15
ng/mL. Di klinik kadar QhCG dan penemuan melalui TVS, akan
tetapi dari semuanya peranan evaluasi serum progesteron sangat
terbatas dan tidak efektif untuk biaya.

d. Pemeriksaan radiologi
Ultrasound adalah cara yang dipilih secara luas dan merupakan
pemeriksaan yang menjadi pilihan pertama. Keuntungannya adalah: aman,
penggunaan di tempat tidur, harga yang murah dan tidak invasif.
Kelemahannya adalah ketergantungan tehadap operator. Gambaran dari
TVS dapat menentukan adanya emboli atau fetus, adanya gerakan janin,
keutuhan korio decidua, lokasi (intra uterin atau ekstrauterin) dan umur
kehamilan.
Pasien dengan riwayat pendarahan pervaginam pada trimester
pertama mungkin akan memberikan gambaran daerah berupa pendarahan
rektokorionik pada TVS dimana akan didapatkan daerah yang hipoekhoik
dibalik lapisan korionik. Jika pendarahan sedikit di daerah decidua basalis
akan memiliki kesempatan untuk bertahan dibandingkan jika pendarahan

8
terdapat dibelakang decidua basalis atau lebih dari 25% dari ukuran
kantungan.

IV. Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens.
Terapi untuk abortus iminens terdiri atas :
a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara
ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang
mekanik.
c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada
penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka
yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya
kekurangan hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar
abortus didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron tidak
banyak manfaatnya.
d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah
janin masih hidup.
e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan:
 Penenang : luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg
 Tokolitik : papaverin, isoxsuprine
Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
 Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya
g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas
dilakukan rawat inap.

9
V. Komplikasi
Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam
nyawa. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan
yang banyak. Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien.
Infeksi, sinekia intrauterin, dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus.
Perforasi dinding uterus dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai
cedera usus dan buli-buli, perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
Kehamilan ganda dengan kematian satu janin dan retensi janin yang lain
tidak hanya mungkin, tetapi telah didokumentasikan secara baik pada 20%
kehamilan dini yang dimonitor secara baik dengan USG. Biasanya fetus diserap,
namun kematian satu janin pada kehamilan ganda dapat menyebabkan perdarahan
vaginal dan kram perut.2
Bahkan pada kehamilan dini, abortus dapat menyebabkan efek bermakna
pada pasien dan keluarganya. Fakta bahwa sebagian besar abortus adalah tidak
diharapkan memperberat kesedihan pasien dan keluarga. Tiap orang member
respon yang berbedapadatragedi ini.2

VI. Prognosis
 Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka
kemungkinan untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah
sebesar 20 %, sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya
adalah rata-rata 50%
 Rate kelahiran hidup setelah aktivitas denyut jantung bayi didokumentasikan
pada minggu ke 5-6 dari kehamilan pada wanita dengan 2 atau abortus
spontan yang tidak dapat didefinisikan adalah sekitar 77% .
 Bukti tentang hubungan antara terjadinya abortus iminens dengan terjadinya
kelainan pada saat lahir adalah terbatas dan tidak konsisten. Satu penelitian
epidemiologi menemukan bahwa peningkatan terjadinya kelainan pada saat
lahir (polidaktili, undesensus testis, dan hipospadi) pada folow up pada
pasien dengan abortus iminens ditemukan tidak terdapat perbedaan yang
berarti.

10
 Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-
mules yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. NJ
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Seneng 3/4 Ngampin, Ambarawa

II. Anamnesa
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 11 Juni 2016 di bangsal Bougenville, pukul 14.30 WIB.
 Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0 usia kehamilan 5 minggu datang dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS. Keluhan diikuti dengan nyeri
perut dan terasa kenceng kenceng pada perut bagian bawah. Pasien juga
merasa pusing. Mual, muntah, dan sesak disangkal oleh pasien.
Pasien mengaku 2 tahun tidak mengalami menstruasi karena pemakaian
KB suntik. Setelah lepas KB 3 bulan yang lalu pasien mulai menstruasi
dan kemudian hamil.
 Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Haid : teratur
Siklus : 28 hari
Lama Haid : ± 7 hari
HPHT : 3 Mei 2016
Hari Perkiraan Lahir : 10 Februari 2017

12
 Riwayat Nikah :
Pernikahan pertama, selama 4 tahun.
 Riwayat Obstetri :
I. Perempuan | aterm | bidan | spontan | 3000 gram | 3 tahun
 Riwayat Keluarga Berencana (KB) :
Menggunakan KB suntik 3 bulan selama 3 tahun.
 Riwayat Ante Natal Care (ANC) :
Pasien memeriksakan kehamilannya di bidan 1 kali.
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Alergi Obat : disangkal
- Riwayat Gastritis : disangkal
- Riwayat penyakit selama kehamilan : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
 Keadaan Umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 110/ 80 mmHg
 Nadi : 98 x / menit, bunyi regular dan isi cukup
 Pernapasan : 20 x / menit, teratur
 Suhu : 36,8oC
 Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

13
 Telinga : discharge (-/-)
 Hidung : discharge (-/-), napascupinghidung (-/-)
 Mulut : sianosis (-), bibirkering (-)
 Leher : pembesarankelenjargetahbening (-)
 Thorax :
Cor : BJ I – II reguler, bising (-)
Pulmo : VBS (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : Datar,bisingusus (+), nyeritekan epigastrium (-)
 Ektremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT <2’
Status Obstetri
 TFU : tidak teraba fundus uteri.
 Vaginal toucher : tidak didapatkan pembukaan servik uteri.

IV. Pemeriksaan Penunjang


USG: kantung gestasi (+) jumlah 1, fetus (+) 1.
Kesan : Abortus imminens

V. Diagnosis
G2P1A0 usia kehamilan 5 minggu dengan Abortus Imminens

VI. Penatalaksanaan
Bed rest
Infus Ringer Laktat 20 tpm
Terapi medikamentosa Papaverin 3 x 40 mg PO

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi


pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama
sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes
kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering
terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap
sampai berhari-hari atau berminggu-minggu. Untuk dapat menegakkan diagnosa
abortus iminens dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari
anamnesa diharapkan diperoleh data tentang keluhan dan faktor resiko abortus
iminens, dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diharapkan
didapatkan tanda spesifik untuk abortus iminens.
Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa
didapatkan keluhan perdarahan berupa bercak darah dari vagina, nyeri perut,
muncul tiba-tiba dan sebelumnya tidak ada riwayat trauma. Tidak ada keluar
jaringan seperti daging. Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien
menjurus kearah abortus iminens.
Dari anamnesa tidak ditemukan adanya faktor resiko kronis seperti diabetes
militus pada ibu, hipertensi yang berat, konsumsi zat seperti : kafein, alkohol,
tembakau, kokain dan riwayat penggunaan radiasi. Faktor resiko yang mungkin
diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini adalah suatu abnormalitas
kromosom ataupun terjadinya infeksi virus maupun bakteri pada ibu.
Untuk mengetahui terdapatnya kelainan kromosom dapat dilakukan
pemeriksaan kromosom, namun biaya yang dikeluarkan akan sangat tinggi, selain
itu pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada praktek klinik sehari-hari. Untuk
mengetahui terdapatnya penyakit ginjal dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal
terutama dari pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan serum kreatinin dan
Blood Urea Nitrogen. Untuk mengetahui adanya infeksi yang bersifat akut pada
ibu dapat dilakukan swab pada vagina ibu dan dapat dilakukan tes serologis untuk
mengetahui apakah terdapat infeksi virus maupun bakteri yang diduga terhadap

15
terjadinya abortus iminens. Pada kasus ini pemeriksaan fungsi ginjal dan swab
maupun tes serologi tidak dilakukan.
Pada pasien ini melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan
adanya pendarahan melalui ostium uteri eksternum, uterus membesar sebesar usia
kehamilan 5 minggu dan dari pemeriksaan didapatkan servik belum membuka.
Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan tes kehamilan positif yang menandakan
ibu dalam keadaan hamil. Dengan data yang diperoleh gejala klinis yang didapat
pada pasien mengarah terhadap terjadinya aborus iminens. Pemeriksaan
penunjang yang lain yang diusulkan adalah USG.
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens.
Terapi untuk abortus iminens yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah
sebagai berikut :
Pasien dianjurkan untuk istirahat tirah baring. Tidur berbaring merupakan unsur
penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
darah ke uterus dan rangsang mekanik. Untuk medika mentosa diberikan
Papaverin 3 kali 40 mg per oral. Dan diberikan infuse Ringer Laktat sebnayak 20
tpm sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang..
Dari terapi yang diberikan diharapkan keluhan dapat berkurang dan
kehamilan dapat dipertahankan. Untuk selanjutnya dilihat kemungkinan yang
terjadi yaitu apakah terapi dapat berhasil yang ditandai dengan dapat
dipertahankannya hasil konsepsi hingga viabel, dan kemungkinan yang lain
berupa gagalnya terapi yang dilakukan. Jika terapi yang dilakukan tidak berhasil
maka terapi dilakukan sesuai kasus yang terjadi.
Pada pasien dilakukan USG untuk menentukan kehamilannya intra uteri
atau ekstra uteri, kantong gestasional berisi janin atau tidak (blighted ovum)
kematian janin, ukuran janin, umur kehamilan, pergerakan jantung janin ada atau
tidak yang berarti bahwa janin tersebut masih hidup atau sudah mati.
Dari hasil USG didapatkan hasil : kantung gestasi (+) jumlah 1, fetus (+) 1.
Dari hasil USG ini disimpulkan bahwa janin yang berada dalam rahim tersebut
masih dapat dipertahankan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. McGraw Hill; 2001, p.688-
1132.
2. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors.
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9thed. New York,
NY: McGraw Hill; 2003.
3. Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L
MD, Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent
Abortion, Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th
eds. Mosby: 2002, p.157-164
4. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor.
SinopsisObstetried 2. Jakarta: EGC, 1998.

17

You might also like