You are on page 1of 14

Makalah PBL Blok 13

Tumbuh kembang

Oleh:
Agnes
10.2013.068
Kelompok: F7

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6 – Jakarta Barat


e-mail: agnes.2013fk068@civitas.ukrida.ac.id

1
Pendahuluan
Pasien Geriatri atau lansia adalah penderita dengan usia 60 tahun ke atas dan memiliki
karakteristik khusus, antara lain menderita beberapa penyakit akibat ganguan fungsi jasmani
dan rohani, dan sering disertai masalah psikososial.
Semuanya akan menyebabkan kemunduran, keterbatasan dan ketergantungan serta
diberikan banyak obat-obatan yang sering malah akan berakibat merugikan.
Berada dengan pasien usia muda, stres fisik seperti infeksi atau stres psikososial, yang relatif
ringan, dapat memicu timbulnya penyakit serius pada usia lanjut. Karenamya dibutuhkan
perawatan khusus yang bermutu tinggi untuk pengelolaan pasien geriatri.
Gerontologi berasal dari kata gerontos (usia lanjut) dan logos (ilmu) : mengandung
arti semua ilmu yang mempelajari seluk beluk kehidupan warga usia lanjut. Ilmu ini
mencangkup bidang-bidang social, budaya, ekonomi dan juga kesehatan. Geriatri berasal dari
kata gerontos dan iatros (penyakit) ; jadi ilmu geriatric adalah bagian dari ilmu kedokteran
dan gerontologi yang khusus mempelajari kesehatan dan penyakit-penyakit usia lanjut.1
‘pusing’ dan ‘vertigo’ merupakan dua jenis gangguan perasa keseimbangan yang
perlu dibedakan. Merasa bahwa badan melayang, sempoyongan atau bergoyang seolah-olah
mabuk arak atau mabuk laut adalah lukisan yang sesuai dengan ‘pusing’ atau ‘pening’.
Sebaliknya, merasa bahwa badan berputar-putar ataupun benda-benda di sekeliling tubuh
berputar-putar atau bergelimbangan memutari tubuh adalah pelukisan dari ‘vertigo’.yang
mendasari ‘vertigo’ adalah selalu gangguan di alat keseimbangan.2
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui patofisiologi dari Seorang laki
laki berusia 77 tahun di bawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan utama sejak pagi hari
bangun pusing, sekeliling berputar disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti ini sudah
dialami berulang-ulang. Riwayat kencing manis ada sejak 6 tahun yang lalu. Keadaan gula
darah 275, gula puasa 80-100. pasien berjalan seperti robot, muka kaku dan tangan tremor.

Skenario 3
Seorang laki laki berusia 77 tahun di bawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan
utama sejak pagi hari bangun pusing, sekeliling berputar disertai rasa mual mau muntah,
keadaan seperti ini sudah dialami berulang-ulang. Riwayat kencing manis ada sejak 6 tahun
yang lalu. Keadaan gula darah 275, gula puasa 80-100. pasien berjalan seperti robot, muka
kaku dan tangan tremor.
2
Hasil pemeriksaan:
 Pf abdomen: normal
 Kesadaran: compos mentis
 Tekanan darah: 110/65
 Kecepatan nadi: 72 kali/ menit
 Kulit: turgor menurun
 Ekstremitas superior: tremor
 Gula darah sewaktu: 275
 Gula darah puasa: 80-100

Hipotesis
 Pria 77 tahun diduga mengalami vertigo yang disertai diabetes melitus II.

Pembahasan

Anamnesis
Berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan pada golongan usia lain,
penegakan diagnosis pada penderita usia lanjut dilaksanakan dengan tata cara khusus yang
disebut dengan asesmen geriatrik. Cara ini merupakan suatu analisis multidimensional dan
sebaiknya dilakukan oleh suatu tim geriatrik. Asesmen geriatrik terdiri atas asesmen
lingkungan, asesmen fisik, asesmen psikis, asesmen fungsional, dan asesmen psikologik.
Masing-masing dilakukan oleh anggota tim geriatrik tersebut untuk memperoleh diagnosa
yang setepat mungkin.3
Dalam pengertian geriatri, maka asesmen geriatri diberikan batasan sebagai: suatu
analisis multi-disiplin yang dilakukan oleh seorang geriatris atau suatu tim interdisipliner
geriatri atas seorang penderita usia lanjut untuk mengetahui kapabilitas medis, fungsional,
dan psiko-sosial agar dapat dilakukan penatalaksanaan menyeluruh dan berkesinambungan.3
Dari batasan tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu penjelasan lebih lanjut.
Pertama mengenai analisis multi disiplin. Analisis ini perlu mengingat seperti dikatakan
diatas, penyakit pada usia lanjut berbeda tampilan dan perjalanan alamiahnya dibanding
penyakit pada golongan populasi lain. Penyakit pada populasi dewasa muda yang selama ini
selalu dijadikan model untuk pendidikan kedokteran dan kesehatan menggambarkan bahwa
setiap penyakit pada satu organ yang disebabkan oleh agen tertentu akan memberikan gejala
dan tanda yang khas bagi penyakit dan organ yang bersangkutan. Hal ini disebut sebagai Law
of Parsimony. Oleh karena itu dokter dapat mendiagnosis jenis penyakit dari organ yang

3
terkena dengan merunut gejala dan tanda yang terdapat, untuk kemudian mengadakan
penatalaksanaan yang tepat.3
Pada populasi usia lanjut, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena gejala dan tanda
yang timbul adalah tidak khas dan menyelinap, karena merupakan akibat dari berbagai
keadaan penurunan fisiologik dan berbagai keadaan patologik yang bercampur menjadi satu
ditambah lagi dengan adanya pengaruh lingkungan dan sosial ekonomi serta gangguan psikis.
Oleh karena itu penyakit pada seorang usia lanjut sering digambarkan sebagai suatu model
geriatrik atau model bio-psiko-sosial. Untuk mendiagnosis kelainan atau penyakit yang ada
perlu diadakan analisis multidimensional, yang mencakup bukan saja keadaan fisik, tetapi
juga keadaan psikis, sosial, dan lingkungan penderita.3
Asesmen geriatri pada dasarnya bertujuan :
a) Menegakkan:
 Diagnosis kelainan fisik/psikis yang bersifat fisiologik.
 Diagnosis kelainan fisik/psikis yang bersifat patologik
dan melakukan terapi atas kelainan tersebut.
b) Menegakkan adanya gangguan organ/sistema, ketidakmampuan, dan
ketidakmampuan sosial untuk dapat dilakukan terapi dan/atau rehabilitasi.
c) Mengetahui sumber daya sosial-ekonomi dan lingkungan yang dapat digunakan untuk
penatalaksanaan penderita tersebut.
Untuk mengetahui tujuan asesmen geriatri tersebut jelaslah bahwa istilah “tim
interdisipliner” yang dimaksud dalam definisi asesmen geriatri tersebut minimal
beranggotakan:3
 Dokter yang mengetahui berbagai penyakit organ/sistem
 Tenaga sosiomedik yang meneliti keadaan sosial/lingkungan penderita
 Tenaga perawat yan meng-ases dan mengadakan upaya perawatan penderita.
Pada dasarnya sebuah asesmen lengkap geriatri yang baik haruslah dapat mengungkap
kelainan-terutama fungsional-dari semua organ atau sistema penderita usia lanjut secara
keseluruhan, bukan saja fungsi yang bersifat organ fisik, akan tetapi juga fungsi kejiawaan
dan fungsi sosial penderita.3
Untuk itu, pelaksanaan asesmen geriatri dapat menggunakan pedoman sebagai berikut:

Anamnesis
Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas
penderita. Tetapi, pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan
terarah sebagai berikut:3

4
 Identitas penderita: nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin dan
berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, serta keadaan sosial
ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit,
yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang
terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita
penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain.
 Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini maupun yang masih diminum di
rumah, baik yang berasal dari resep dokter maupun yang dibeli bebas (termasuk jamu-
jamuan).
 Penilaian sistem: bagian ini berbeda dengan anamnesis penderita golongan umur lain,
karena tidak berdasarkan "model medik" (tergantung pada keluhan utama). Harus
selalu diingat bahwa pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit
yang diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem
dilaksanakan secara urut, misalnya dari sistem syaraf pusat saluran napas atas dan
bawah, seterusnya sampai kulit integumen dan lain-lain.
Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan alo-anamnesis dari
orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari.3

Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok,
mengunyah tembakau, minum alkohol, dan lain-lain.3

Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat: menelan, masalah gigi, gigi
palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan,
dan lain-lain.1

Kepribadian perasaan hati, kesadaran, dan afek (alo-anamnesis atau pengamatan)
konfusio, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau keluhan malam hari,
daya ingat, dan lain-lain. Apabila hasil anamnesis ini membingungkan atau
mencurigakan, perlu dicatat untuk dapat dilaksanakan asesmen khusus kejiwaan atau
bahkan konsultasi psiko-geriatrik.3

Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatrik): pernah stroke, hipotensi
ortostatik, jatuh, inkontinensia urin/alvi, dementia, dekubitus, dan patah tulang.3
Perlu digarisbawahi bahwa anamnesis pada lansia harus meliputi auto-dan
alloanamnesis. Pada akhir anamnesis harus dicatat derajat kepercayaan informasi yang
diperoleh.3

Keluhan dan riwayat penyakit


5
Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter pada kasus tersebut
pasien datang ke dokter dengan keluhan sejak pagi hari bangun pusing, sekeliling berputar
disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti ini sudah dialami berulang-ulang. Keluhan
tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama yaitu pasien berjalan
seperti robot, muka kaku dan tangan tremor. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran
dari keluhan utama. Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan penyakit yang
diderita saat ini yaitu diabetes tipe II . Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya
faktor herediter atau penularan.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dimana kontak pasien dengan dokter secara
langsung. Pada pemeriksaan fisik, selain memeriksa keadaan organ-organ pasien,yang harus
dilakukan adalah memeriksa keadaan umum pasien (pemeriksaan tanda vital) yang terdiri
dari tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu.4 Keadaan umum dimulai dengan penilaian
keadaan umum pasien yang mencakup ; Kesan keadaan sakit; Kesadaran pasien ; Status gizi
pasien. Dengan penilaian keadaan umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam
keadaan akut yang memerlukan pertolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif stabil
sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan.4
Pemeriksaan fisik dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu menegakkan
diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisik dasar yang terutama adalah menilai perbedaan besar
tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar, pemeriksaan neurologis dilakukan
untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial, dan motorik-sensorik.
Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji jalan di tempat
(fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini biasanya berguna untuk
menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka. Sensitivitas uji-uji ini dapat
ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti melakukan tes Romberg dengan berdiri di
alas foam yang liat.
Pemeriksaan saraf kranial I dapat dibantu dengan funduskopi untuk melihat ada tidaknya
papiledema atau atrofi optik. Saraf kranial III, IV dan VI ditujukan untuk menilai pergerakan
bola mata. Saraf kranial V untuk refleks kornea dan VII untuk pergerakan wajah. Fungsi
serebelum tidak boleh luput dari pemeriksaan. Untuk menguji fungsi serebelum dapat
dilakukan past pointing dan diadokokinesia.
Pergerakan (range of motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau spasme
dari otot leher. Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi atau

6
inflamasi pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran diperiksa dengan
garputala dan tes berbisik.
Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah nistagmus
spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal bola mata. Penting untuk
membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau sentral. Nistagmus sentral biasanya
hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat terlihat dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer
dapat berputar atau rotasional dan dapat terlihat dengan memindahkan fiksasi visual.
Timbulnya nistagmus dan gejala lain setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan
adanya input vestibular yang asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang
tidak terkompensasi atau penyakit Meniere.
Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lalin dengan cara pasien menekuk
lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga hitungan ke sepuluh
lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah pasien dapat menahan
lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan sentral tidak dapat menghentikan
lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan tergantung pada subjektifitas pemeriksa,
kondisi muskuloskeletal pasien dan kerjasama pasien itu sendiri.
Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-Hallpike dan
electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus posisional,
nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji kalori.
Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo. Namun
pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap
dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan hemostasis dapat membantu
kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.

Yang terakhir adalah antropometri, khusus untuk menilai status gizi pada lansia adalah
sebagai berikut:5

Berat badan merupakan gambaran massa jaringan termasuk cairan tubuh. Pengukuran
berat badan ini paling sering digunakan untuk berbagai kelompok usia karena
pengukuran berat badan ini juga dapat digunakan sabagai indikator status gizi pada
saat skrining gizi dilakukan. Hal ini disebabkan karena berat badan sangat sensitive
terhadap berbagai perubahan komposisi tubuh, sehingga penurunan atau kenaikan
berat bada ini berkaitan erat dengan komposisi tubuh. Berat badan sendiri merupakan
indikator yang paling sering untuk mengukur status gizi karena: mudah terlihat

7
perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan
kesehatan, memberikan gambaran status gizi sekarang, merupakan ukuran
antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak
merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas serta ketelitian
pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampulan pengukur.5

Tinggi badan merupakan hasil pertumbuhan kumulatif sejak lahir sehingga
parameter ini dapat memberikan gambaran mengenai riwayat status gizi masa
lalu. Tinggi badan ini diukur dengan menggunakan alat ukur dengan
menggunakan alat pengukuran seperti microtoise dengan ketepatan 1 cm tetapi
bisa juga dengan alat pengukuran non elastik ataupun metal.5

IMT/ Body Mass Index merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan berat badan seseorang. Dimana IMT ini
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan,
makan mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang. IMT dapat diketahui nilainya
dengan menggunakan rumus:5

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Sumber: Depkes dalam Nurrachmah



LLA/ Lingkar Lengan Atas.5

8

Lingkar betis, merupakan salah satu bagian yang diukur pada penulaian
antropometri khusus untuk melihat gambaran status gizi pada lansia.5

Pemeriksaan Penunjang
Dikarenakan pasien pernah mengidap DM, maka dari itu akan diperiksa gula darah nya.
Pemeriksaan gula darah dibagi menjadi 2 menurut waktu pengambilannya:6

Gula darah sewaktu: dilakukan kapan saja tanpa persiapan puasa, biasanya 1
kali pengambilan darah. Nilai normal gula darah swaktu 700-200 mg/dL. Hanya
saja pemeriksaan gula sewaktu kurang bisa mendiagnosis dengan tepat pada
seseorang berpenyakit DM misalnya, karena pada pemeriksaan ini banyak
faktor yang berpengaruh seperti makanan, minuman, aktifitas tubuh dll.6

Gula darah puasa: pengukuran tingkat glukosa darah seseorang setelah orang
tersebut tidak makan selama 8 sampai 12jam. Hanya diperbolehkan meminum
air putih saja. Tes ini digunakan untuk mendiagnosis pra-diabetes dan diabetes.
Juga digunakan untuk memantau pasien diabetes.6

Gejala klinik
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala,
beberapa pasien dapat dengan tepat mengatakan posisi tertentu yang menimbulkan
vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa
detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan
sampai muntah sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi, hal ini yang
menyebabkan penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering
berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya.7

Patofisiologis

9
Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum.
Sebaliknya, sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun
dari 3 kanalis semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor
sensori keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu,
krista pada kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar,
sedangkan makula pada otolit mengatur akselerasi linear.
Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan
ke sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul
akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda.

Jenis Vertigo BPPV terjadi karena adanya otokonia di dalam kanalis semisirkularis. Kanalis
semisirkularis (kss) terdiri atas kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), dan kss
posterior (inferior). BPPV dibagi menjadi tiga berdasarkan kanal yang terlibat, yaitu varian
kanal posterior, kanal anterior, dan lateral. 8

Diagnosis Kerja
Vertigo merupakan suatu sensasi berputar, pasien sering merasa dirinya ataupun
lingkungannya berputar. Seringkali terjadi dengan seketika, kadang-kadang, dan ketika berat
umumnya dibarengi dengan mual, muntah, dan jalan yang terhuyung-huyung. Vertigo
merupakan tipe dizziness yang paling sering ditemukan pada perawatan primer.9

Diagnosis Banding
Penyakit Parkinson (PP) adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh
proses degenerative progresif sehubungan dengan proses menua di sel-sel substansia nigra
pars compacta (SNc) dan karakteristik ditandai dengan tremor waktu istirahat, kekuatan otot
dan sendi (rigidity), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak
(postural instability). secara patologis ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama
substansia nigra pars compacta disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut
Lewy bodies.
Diagnosis PP dibuat terutama berdasarkan gambaran klinis, Kriteria diagnosis klinis
yaitu didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia,
atau didapatkan 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia, ketidakstabilan
postural Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti CT-scan, MRI, dan PET
atas indikasi untuk menyingkirkan diagnosis Sindrom Parkinson selain PP.

10
Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50%
yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab
multifaktor. Substansia nigra adalah suatu region kecil di otak yang terletak sedikit di atas
medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-
selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur
seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia anatara sel-sel neuron di otak terutama
dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi
(bicara). Pada PP sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine
menurun, akibatnya semua fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP) menurun dan
menghasilkan kelambanan gerak, kelambanan bicara dan berpikir, tremor, dan kekakuan.2

Etiologi
Etiologi vertigo perifer.9

Benign paroxysmal positional vertigo, umumnya penyebab tunggal dizziness pada
lansia. BPV merupakan kondisi episodik, sembuh sendiri, dicetuskan oleh
gerakan kepala mendadak atau karena perubahan pada posisi tubuh seperti
berguling di tempat tidur. BPV disebabkan oleh akumulasi debris di kanal
semisirkular. Pergerakan dari debris menstimulasi mekanisme vestibular
menghasilkan simptom pada pasien. BPV kadang berkaitan temporer dengan
penyakit viral, dan menghasilkan inflamasi. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
tes Dix-Hallpike.
Terapi dari BPV saat ini adalah senam vertigo atau manuver Epley yang
bertujuan untuk merelokasi debris yang melayang bebas di kanal semisirkuler
posterior ke dalam vestibula dari vestibular labirin agat tidak vertigo lagi saat
menggerakkan kepala, atau untuk desensitisasi.

Labirintitis.9
Merupakan penyebab lain dizziness karena vestibuler perifer, kelainan ini sembuh
dengan sendirinya. Umumnya kelainan ini akan berakhir pada hitungan hari atau
beberapa minggu. Labirintitis diperkirakan terjadi karena adanya inflamasi pada
saraf vestibular.

Penyakit Meniere.9
Sindrom ini biasanya terjadi pada usia muda dan bukan penyebab umum
dizziness pada usia lanjut. Episode penyakit ini biasanya sembuh sendiri, tetapi

11
seringkali bserulang. Pada akhirnya tercapai suatu fase kronik yang ditandai oleh
hilangnya pendengaran makin jelas, tetapi episode dizziness berkurang.

Etiologi vertigo sentral.9


Dizziness karena penyebab sental biasanya jarang, prevalensi lanjut usia kurang dari
10%. Iskemik serebrovaskular merupakan penyebab dizziness yang makin sering seiring
peningkatan usia. Pasien dengan penyebab sentral jarang mengeluhkan dizziness sebagai
gejala tunggal. Dizziness yang onsetnya baru terjadi disertai simtom lain harus dipikirkan
kemungkinan gangguan saraf pusat yang serius.

Epidemiologi
Prevalensi vertigo (BPPV) di amerika adalah 64 orang tiap 100.000, dengan wanita lebih
banyak daripada pria. BPPV sering terdapat pada usia yang lebih tua yaitu di atass 50 tahun.9

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering muncul yaitu mual, muntah, pingsan dan perpindahan otolit ke
kanal lateral sewaktu dilakukannya terapi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit vertigo dapat dengan medika mentosa maupun non medika
mentosa.10
Penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa sangat terganggu
dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simtiomatik.Lamanya
pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa
minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan:10

Antihistamin, tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat deminhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo
juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat
anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai aialah sedasi/mengantuk. Pada
penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang
positif.10

Antagonis kalsium, contoh yang sering digunakan adalah cinnarizine dan
flunarizine.10

12

Fenotiazine, merupakan kelompok obat yang mempunyai sifat anti emetik/ anti
muntah. Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine dan
prkhlorperazine sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan
kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.10

Obat simpatomimetik, dapat menekan vertigo. Contohnya adalah efedrin.10

Obat penenang minor, dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk
mengurangi kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Efek
samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur. Contohnya
lorazepam, diazepam.10

Obat anti kholinergik, aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vertibular
dan dapat mengurangi gejala vertigo. Contohnya skopolamin.10
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain
di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-
kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi diri
terhadap gangguan keseimbangan.10
Contoh latihan bisa dengan berdiri tegak dengan mata terbuka kemudian dengan mata
ditutup, bisa dengan olahraga menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak
miring), melirikkan mata horizontal dan vertikal, ataupun dengan terapi fisik brand-darrof
yaitu dengan posisi duduk arahkan kepala kekiri dan jatuhkan badan ke posisi kanan,
begitujuga sebaliknya secara berulang kali. Tiap gerakan sekitar satu menit.10

Gambar 2. Gerakan Brand-Darrof 7

Kesimpulan
Hipotesis diterima. Seorang
laki-laki 77 tahun menderita
Benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV) karena gerakan mendadak saat tertidur seperti berguling.

Daftar Pustaka
1. Kurnianah Y, Sudrajat S, Rumawas J, et. al. Buku ajar Tumbuh kembang. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2014.

13
2. Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.h.55-6.
3. Sura, DJ, Newll, S. Vertigo-diagnosis and management in primary care, Journal:
BJMP 2010; 3(4): a351; 2010.
4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.7.
5. Fathurrohmah S. Laporan praktikum kebutuhan dasar manusia. Yogyakarta: Poliklinik
Kesehatan Yogyakarta; 2013.
6. Bastiansyah E. Panduan lengkap membaca hasil tes kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;
2008: h. 42-64.’
7. Bickley Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC.2008.h.155-8.
8. Arsyad E, Iskandar N, Bashiruddin J. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorokan kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI;2007.h.104-10.
9. Yatim F. Sakit kepala, migrain, vertigo. Jakarta: Yayasan Obor; 2010: h. 55-74.
10. Bagus P. Referat vertigo. Batam: Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati: h. 32-
36.

14

You might also like