You are on page 1of 19

Scabies pada anak berusia 9 tahun

Agnes

102013068 (C1)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952

agnes.zhanggg@gmail.com

Pendahuluan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan penetrasi tungau
parasit Sarcoptes scabiei var. Hominis ke dalam epidermis. Tungau skabies pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1687, oleh karena itu skabies merupakan salah satu penyakit pada
manusia yang penyebabnya dapat diketahui. Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh
dunia yang menderita skabies.1
Skabies adalah penyakit endemik di seluruh dunia, dapat menyerang seluruh ras dan
berbagai tingkat sosial, namun gambaran akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan.
Lingkungan padat penduduk, yang sering terdapat pada negara-negara berkembang dan
hampir selalu berkaitan dengan kemiskinan dan higiene yang buruk, dapat meningkatkan
penyebaran skabies. Skabies ditularkan melalui kontak langsung kulit dengan kulit maupun
dengan kontak tidak langsung melalui benda-benda yang dipakai bersama, misalnya handuk,
pakaian, sprei, dan sarung bantal. Semakin banyak jumlah parasit dalam satu individu, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya penularan dalam lingkungan yang sama.

Skenario 5
Anak berusia 9 tahun dibawa oleh ibunya ke poliklinik karena mengeluh sangat gatal
terutama pada sela jari tangan sejak 1 minggu yang lalu. Gejala terutama terjadi pada malam
hari.

Identifikasi istilah
Tiada

1
Rumusan masalah
Anak berusia 9 tahun mengeluh sangat gatal pada sela jari tangan terutama pada
malam hari.

Analisis masalah

Prognosis Pencegahan
Anamnesis
Komplikasi

Anak 9 tahun mengeluh gatal Pemeriksaan fisik


Penatalaksanaan pada sela jari terutama waktu & penunjang
malam, didapatkan vesikel
kecil dan merah.
Epidemiologi Working diagnosis
& differential
diagnosis
Patofisiologi
Manifestasi klinik Etiologi

Hipotesis
Anak tersebut menderita skabies.

Anamnesis

Sebelum memeriksa seorang pasien, langkah pertama yang harus selalu dilakukan
adalah melakukan anamnesis. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan informasi yang sejelas-
jelasnya dari pasien. Setelah langkah ini dilakukan, barulah pemeriksaan selanjutnya dapat
dilakukan. Dalam melakukan anamnesis dapat dilakukan dengan pasiennya langsung ataupun
dengan keluarga atau orang terdekat.

Berdasarkan pada kasus yang didapat, maka hasil anamnesis yang didapatkan dari
skenario adalah sebagai berikut : pasien berusia 9 tahun, mengeluh merasa gatal terutama

2
pada sela-sela jari tangan sejak 1 minggu yang lalu. Gejalanya terjadi terutama pada malam
hari, pasien tinggal di asrama.

Akan tetapi, untuk dapat mendiagnosa suatu penyakit dengan benar maka masih
dibutuhkan lagi anamnesis yang lebih mendalam dan lebih spesifik. Sehingga dengan
menggunakan anamnesis maka diharapkan penyakit yang diderita oleh pasien dapat
didiagnosa dengan benar dan diberi pengobatan yang tepat. Oleh karena itulah, dibutuhkan
pertanyaan-pertanyaan yang mendukung dan mengarah ke diagnosa penyakit yang diderita.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :1,2

 Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam ? Di mana letaknya ? Apakah
terasa gatal ? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari dan
allergen potensial) ?
 Dimana letaknya benjolan ? Apakah berasa gatal ? Apakah berdarah ? Apakah
bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan di tempat lain ?
 Bagaimana perubahan warna terjadi (misalnya pigmentasi meningkat. Ikterus,
pucat) ? Siapa yang memperhatikan perubahan warna ? Sudah berapa lama ?
Bandingkan dengan foto terdahulu.
 Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik (misalnya
penurunan berat badan, artralgia dan lain-lain)?
 Pernahkah pasien mengalami gangguan kulit, ruam dan lain-lain ?
 Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rhinitis) ?
 Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil?
 Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan ? (khususnya yang mungkin
memiliki manifestasi kulit, misalnya SLE, penyakit seliaka, miositis atau transplantasi
ginjal.)
 Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan., baik
obat resep ataupun alternative, yang dimakan atau topical.
 Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit? Pernahkah/apakah pasien
menggunakan imunosupresan ?
 Apakah pasien memiliki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul ?
 Apakah pasien mengetahui kemungkinan allergen yang lain ?
 Pernahkah pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respons IgE ?
 Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga ?
 Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa ?
 Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, allergen
potensial atau parasit kulit ? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan
peliharaan baru dan lain-lain ?
 Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar negeri ?

3
 Adakah pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar air) ?

Berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan di atas, maka nantinya diharapkan seorang


dokter akan mendapat informasi yang cukup jelas, sehingga dapat mendiagnosis penyakit ini
lebih mengarah kemana. Setelah melakukan anamnesis barulah dapat dilakukan pemeriksaan
fisik.

Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan


efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga kemungkinan: eritema,
purpura, dan telangiektasis. Cara membedakannya yakni ditekan dengan dan digeser. Pada
eritema warna kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan kembali setelah jari
dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler. Sebaliknya pada purpura tidak menghilang
sebab terjadi perdarahan di kulit, demikian pula telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang
menetap. Cara lain ialah yang disebut diaskopi yang berarti menekan dengan benda
transparan (diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif, jika warna
merah menghilang (eritema), disebut negatif bila warna merah tidak menghilang (purpura
atau telangiektasis). Pada telangiektasis akan tampak kapiler yang berbentuk seperti tali yang
berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.3

Setelah inspeksi selesai, dilakukan palpasi. Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya
tanda-tanda radang akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsiolesa (rubor dan tumor dapat
pula dilihat), ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun
generalisata.3 Setelah pemeriksaan dermatologik (inspeksi dan palpasi) dan pemeriksaan
umum (intern) selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan diagnosis banding.3

Tabel 1: Perubahan Kulit Primer


Efloresensi Definisi
Makula Daerah perubahan warna kulit yang terbatas jelas dengan kulit normal tanpa
tonjolan atau lekukan kulit di sekitarnya.
Papula Lesi menonjol padat dengan diameter < 0.5cm
Plak Penonjolan di atas permukaan kulit yang mengenai area permukaan yang
realtif besar dibandingkan dengan tingginya
Pustul Penonjolan kulit berbatas tegas yang berisi eksudat purulen
Vesikel/bula Lesi menonjol berbatas tegas yang berisi cairan. Vesikula memiliki diameter

4
< 0.5cm, sedangkan bulla berdiameter > 0.5cm
Kista Rongga tertutup yang berisi cairan atau bahan semi-padat
Ekskoriasi Ekskavasi superficial epidermis akibat garukan

Tabel 2: Perubahan Kulit Sekunder


Efloresensi Definisi
Skuama Lapisan deskuamasi stratum korneum
Krusta Serum, darah atau eksudat purulen yang mengering
Erosi Daerah lekukan berbatas tegas akibat hilangnya epidermis
Likenfikasi Penebalan kulit akibat sering digosok atau digaruk yang menyebabkan
semakin jelasnya garis-garis kulit normal
Atrofi Atrofi epidermal akibat berkurangnya lapisan sel-sel epidermal. Atrofi
dermal terjadi akibat berkurangnya jaringan ikat dermal
Parut Lesi yang terbentuk akibat kerusakan dermal.
Ulkus Lesi yang menunjukkan kerusakan epidermis dan dermis

Pada skenario, didapatkan vesikel kecil dan merah pada sela jari tangan anak berusia 9 tahun.

Pemeriksaan penunjang

Berikut merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis skabies:3

1. Kerokan kulit.
Ditetesi minyak mineral di atas papul atau terowongan baru yang utuh, kemudian
dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan yang
kemudian dipindahkan ke gelas obyek, ditutupi dengan kaca penutup dan diperiksa
dengan mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau telur, larva, nimfa, atau
skibala. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak atau
penderita non-koperatif.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan kedalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang
ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai di antara ibu jari dan jari telunjuk,
dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan skalpel no 15 yang dilakukan sejajar
dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak akan

5
terjadi perdarahan dan tidak perlu anesthesi. Spesimen diletakkan pada gelas obyek
lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
4. Kuretasi terowongan (Kuret dermal)
Kuretasi superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papul
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas obyek dan
ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burrow
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol,
maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok,
karena tinta yang masuk. Tes ini tidak menyakitkan dan dapat dikerjakan pada anak
dan pada penderita non koperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan
selama lima menit hapus larutan tersebutdengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan
berpenetrasi ke dalam melalui kerusakan stratum korneum dan terowongan akan
tampak dengan penyinaran lampu Wood, sebagai garis linear berwarna kuning
kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan dengan salah satu cara diatas.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat
dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas obyek (enam buah
dari lesi yang sama pada satu gelas obyek) dan diperiksa dengan mikroskop.

8. Biopsi plong
Pemeriksaan ini dilakukan apabila tungau dan produknya tidak dapat ditemukan
dengan cara-cara tersebut di atas. Dilakukan pada lesi yang tidak mengalami
ekskoriasi dan dikerjakan dengan potongan serial. Kemudian diperiksa dengan teliti
untuk menemukan tungau atau produknya dalam stratum korneum.

Working diagnosis

Dari anamnesis didapatkan keluhan sangat gatal pada sela jari, dengan intensitas yang
lebih tinggi pada malam hari sejak 1 minggu yang lalu. Dari pemeriksaan fisik kulit

6
ditemukan vesikel kecil dan merah. Dari ciri khas yaitu pruritus nokturna pada sela jari,
working diagnosisnya adalah skabies.

Differential diagnosis

1. Pedikulosis corporis

Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan hygiene
yang buruk, misalnya pengembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang mengganti
dan mencuci pakaian. Maka itu, penyakit ini sering disebut penyakit vagabound. Hal ini
disebabkan kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian
dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaran penyakit ini bersifat
kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai bajuyang tebal
dan jarang dicuci. Cara penularan dapat melalui pakaian maupun kontak langsung.
Penyebabnya adalah Pediculus humanus var. corporis.

Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan karena
gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul infeksi
sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.4

2. Dermatitis Gambar 1. Pediculosis corporis.5

Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis degan gejala subyektif pruritus. Obyektif


tampak inflamasi eritema, vesikulasi, eksudasi, dan pembentukan sisik. Tanda-tanda
polimorfi tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residitif dan
menjadi kronis. Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui. Sebagian besar
merupakan respons kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan
fungus.4

Respons tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah perubahan


kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi. Reaksi alergi terjadi atas dasar

7
interaksi antara antigen-antibodi. Karena banyaknya agen penyebab, ada anggapan bahwa
nama dermatitis digunakan sebagai nama “tong sampah” (catch basket term). Banyak
penyakit alergi yang disertai tanda-tanda polimorfo disebut dermatitis.

Gambar 2. Penderita Dermatitis.6


3. Insect bites

Insect bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan urtika, kemerahan, rasa sakit, dan gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh dibilang
biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa jam sampai berhari-hari.
Bayi dan anak-anak lebih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa.4

Gambar 3. Insect bite.7


4. Tinea manum.

Tinea manus merupakan penyakit kulit infeksi dermatofita pada tangan , yaitu jamur
T.mentagrophytes dan T.Rubrum.Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik pria dan
wanita.Keadaan panas dan lembab mempermudah jamur masuk ke kulit.Selain itu,
kebersihan yang kurang, keadan basah, dan lingkungan rawa yang selalu basah juga dapat
mempermudah terjangkitnya penyakit ini. Gejala penyakit ini dapat berupa munculnya
gelembung-gelembung berisi cairan atau kulit menjadi bersisik dengan ruam kulit berwarna
merah.selain itu, penyakit kulit ini disertai dengan rasa gatal.Penyakit kulit ini biasanya
menyerang daerah pergelangan tangan sampai ujung jari

8
Gambar 4. Tinea Manus

5. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangannonimunologik pada


kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogenmaupun endogen. Faktor eksogen
berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor endogen memegang
peranan penting pada penyakit ini.. Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi
secara klinisdisebabkan karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval
waktuantara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapatdiperkirakannya.
Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkatkeparahannya ditentukan berdasarkan
kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajanoleh bahan iritan tersebut.

Gambar 5. Dermatitis kontak iritan

Etiologi

9
Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh tungau kecil
berkaki delapan (Sarcoptes scabiei) dan didapakan melalui kontak fisik yang erat dengan
orang lain yang menderita penyakit ini, sering berpegangan tangan dalam waktu yang sangat
lama barangkali merupakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. Semua
kelompok umur bisa terkena. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa
muda, walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia lanjut, biasanya di
lingkungan rumah jompo. Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan,
sehingga siapa pun yang biasa menghadapi kasus skabies dalam tugas pelayanan tidak perlu
takut tertular penyakit ini.8
Tungau skabies betina membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan telur-
telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya. Tungau skabies jantan hanya mempunyai satu
tugas dalam kehidupannya, dan sesudah kawain dengan tungau betina serta pelaksanaan
tugasnya selesai, mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak menyadari adanya aktivitas
penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-6 minggu terjadi reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang dikeluarkannya, dan mulailah timbul
rasa gatal. Adanya periode asimtomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan
demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat
respons imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya
akan digaruk, dan tungau-tungau serta telur mereka akan hancur.

Gambar 6. Siklus hidup Sarcoptes scabiei.8

10
Patofisiologi
Sarcoptes scabei varietas hominis betina yang umumnya dapat menyebabkan
terjadinya penyakit skabies. Setelah kawin, tungau yang jantan akan mati sedangkan yang
betina akan masuk ke dalam kulit untuk kemudian membuat terowongan di lapisan stratum
korneum. Umumnya daerah yang dipilih adalah daerah dengan lapisan kulit yang lebih tipis
dibanding daerah lainnya. Namun prinsip ini tidaklah berlaku pada bayi karena pada bayi
hampir seluruh bagian kulitnya masih tipis.
Saat berjalan dalam terowongan yang dibuatnya, sekret dari tungau akan keluar dan
tertinggal dalam terowongan tersebut. Karena sekret ini dianggap asing oleh tubuh kita, maka
sekret tersebut akan memicu reaksi hipersensitivitas/alergi. Reaksi alergi yang timbul adalah
reaksi alergi tipe 1/immediate hypersentivity dan reaksi alergi tipe 4/delayed hypersensitivity.9
Reaksi alergi tipe 1 dimulai ketika adanya antigen (dalam hal ini sekret tungau) yang
memicu terbentuknya IgE. Imunoglobulin ini akan terikat pada basophil dan sel mast.
Kemudian bila terpapar ulang dengan antigen, akan terjadi reaksi cross linking IgE yang
kemudian menyebabkan degranulasi basophil dan sel mast. Hal ini akan menyebabkan
berbagai zat yang ada dilepaskan, salah satunya adalah histamin. Pelepasan histamin ini akan
memicu rasa gatal dan edema. Dalam fase yang lebih lambat (sekitar 6 jam) akan disintesis
mediator peradangan yang lain misalnya leukotriene yang akan menarik sel radang neutrofiil
dan eusinofil sehingga menyebabkan adanya eritema dan indurasi.10

Bentuk paling berat dari tipe 1 ini adalah terjadinya systemic anaphhylaxis yang dapat
menyebabkan bronkokonstriksi berat serta hipotensi. Hal ini dapat membahayakan nyawa.
Ada bentuk lain yang dikenal sebagai anaphilactoid reaction yang memiliki gejala sama
reaksi reaksi anafilaktik namun patogenesis yang berbeda. Pada anaphilactoid reaction akan
terjadi degranulasi sel mast dan basofil tanpa terbentuknya IgE terlebih dahulu. Manifestasi
klinik yang dapat terlihat meliputi asma, urtikaria, rhinitis dan hay fever.9
Sedangkan pada reaksi alergi tipe 4 yang berperan adalah limfosit T helper bukan
antibodi. Umumnya timbul lebih lama (sekitar beberapa jam sampai beberapa hari) setelah
terpapar antigen dimana timbul indurasi karena penumpukan T helper dan sel makrofag.
Adanya 2 tipe reaksi alergi ini akan menimbulkan sensitasi. Biasanya dibutuhkan
waktu beberapa minggu untuk timbul sensitasi pada orang yang pertama kali terkena infestasi
tungau. Bila terjadi re-infestasi akan timbul pruritus dalam kurun waktu kurang dari 24 jam
setelah terpapar oleh alergen. Reaksi alergi lain yang khas seperti timbulnya urtika serta
vesikel-vesikel kecil juga akan menyertai rasa gatal tersebut. Rasa gatal yang cenderung

11
terjadi pada malam hari disebabkan oleh aktivitas tungau yang meningkat pada suhu yang
lembab dan panas.
Berbagai penyakit yang menyebabkan penurunan status imun serta berbagai jenis
penyakit saraf dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya jenis skabies yang lebih parah
yang dikenal sebagai skabies norwegia. Pada jenis skabies ini bisa terdapat ribuan tungau
yang menginfestasi kulit manusia. Gambaran yang terlihat adalah timbulnya krusta yang luas.
Sebagai perbandingan, pada skabies biasa hanya terdapat rata-rata 10 tungau yang
menginfestasi tubuh.11

Gambar 7. Tempat yang menjadi predileksi dari scabies.12

Manifestasi klinik
Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa gatal
biasanya hanya pada lesi tetapi pada skabies kronis gatal dapat dirasakan pada seluruh tubuh.
Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada malam hari, ruam kulit yang
terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin,
sekeliling siku, aerola mammae dan permukaan depan pergelangan tangan.13,14

Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-bintik kecil
sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan
menjadi bernanah jika terinfeksi.

Ada 4 tanda cardinal pada skabies:3

12
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas dan merupakan gejala
skabies yang utama.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok,misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak
memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dll). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian
bawah.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.

Cara menemukan tungau:


- Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca objek, lalu ditutup dengan
kaca penutup dan dillihat hasilnya dengan mikroskop cahaya.
- Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.
- Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat
irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
- Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.3

Epidemiologi
13
Skabies ditemukan di seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan
subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, tetapi dilaporkan lebih
sedikit terjadi pada ras African American.15

Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keadaan
sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penghuni yang tinggi, tingkat higiene yang buruk,
kurangnya pengetahuan, dan kondisi perang.

Insiden penyakit skabies di negara berkembang memperlihatkan siklus berfluktuasi.


Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin, di beberapa
negara yang sedang berkembang, prevelansi scabies sekitar 6-27% dari populasi umum dan
cenderung tinggi pada anak usia sekolah serta remaja.15

Gambar 8. Penyebaran Scabies Berdasarkan Usia.16

Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah:
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak bersisik
c. Tidak berbau dan kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
d. Mudah diperoleh dan harganya murah

Cara pengobatannya adalah seluruh anggota keluarga harus diobati termasuk penderita yang
hiposensitivitas. Penatalaksanaan pengobatan dibagi menjadi 2 macam yaitu:
 Medika mentosa
 Non medika mentosa
Tabel 3. Pengobatan Skabie.17

Jenis Obat Dosis Faktor resiko Keterangan


Permethrin 5% Dioleskan selama Alergi terhadap Terapi lini pertama di US dan

14
cream 8-14 jam, diulangi formaldehid kehamilan kategori B
selama 7 hari.
Lindane 1% Dioleskan selama 8 Toksisitas SSP Tidak dapat diberikan pada
lotion jam, olesan kedua anak di bawah 2 tahun,
diberikan 1 wanita hamil dan menyusui.
minggu kemudian.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 Dermatitis kontak Memiliki efek anti pruritus
cream hari berturut-turut, iritan, kulit tetapi efektifitasnya tidak
diulangi dalam 5 yang terkelupas sebaik topikal lainnya.
hari.
Precipitatum Dioleskan selama Tidak ada Aman untuk anak kurang dari
Sulfur 3 hari lalu 2 bulan dan wanita dalam
5-10% dibersihkan. masa kehamilan dan laktasi,
tetapi agak berbau.
Benzyl Benzoat Dioleskan selama Pemakaian Efektif namun dapat
10% lotion 24 jam lalu berulang-ulang menyebabkan dermatitis pada
dibersihkan akan menimbulkan wajah
dermatitis karena
terjadi iritasi.
Ivermectin (200- Dosis tunggal oral, Toksisitas SSP, Memiliki efektifitas yang
400 bisa diulangi berat badan <15 kg, tinggi dan aman. Dapat
mg/kgBB), selama 10-14 hari kehamilan, digunakan bersama bahan
menyusui topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies
berkrusta dan scabies resisten

PENATALAKSANAAN NON-MEDIKA MENTOSA

Selain menggunakan obat perlu adanya perhatian untuk meningkatkan hygiene dan
sanitasi dengan adanya edukasi, yaitu :

1. Menjaga kebersihan badan dengan mandi secara teratur


2. Mengganti pakaian selesai mandi, dan saat berkeringat
3. Tidak menggunakan handuk secara bergantian
4. Menjemur bantal dan kasur
5. Mengganti dan menjemur sprei, sarung bantal dll secara teratur
6. Hindari garuk-menggaruk pada bagian yang gatal

15
7. Menjaga lingkungan di dalam rumah agar tetap mendapat sinar matahari yang cukup,
tidak lembab, dan selalu dalam keadaan bersih.

Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang akan timbul dan akan menjadi penyulit diagnosis adalah:18

 Infeksi sekunder
Akibat garukan yang kronis, akan menghasilkan gejala impetigo. Impetigo adalah
penyakit kulit superficial yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus dan
Staphylococcus. Impetigo sering mempersulit skabies dan menghasilkan pengerasan
kulit dan pustula yang tergores.

 Scabies berkrusta
Sangat mudah berjangkit dan susah untuk diobati, akan menyerang golongan yang
mempunyai tahap imun yang rendah seperti:
 Orang dengan kondisi kesehatan kronis yang melemahkan sistem kekebalan
tubuh, seperti HIV atau leukemia kronis
 Orang yang sangat sakit, seperti orang di rumah sakit atau fasilitas
perawatan
 Orang tua di panti jompo

 Furunkulosis
Penyakit radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih daripada sebuah disebut
furunkulosis. Karbunkel ialah sekumpulan furunkel. Disebabkan oleh Staphylococcus
aureus.

Gambar 9. Penderita Furunkulosis.19

 Dermatitis kontak

16
Berlaku akibat pengobatan sendiri untuk penyakit scabies, akibat daripada reaksi
hipersensitiviti daripada penggunaan obat.

Prognosis
Secara umum baik bila mendapat pengobatan dan serta edukasi tentang cara
pemakaian obat yang tepat. Faktor predisposisi seperti higienitas juga perlu diperharikan agar
prognosis semakin baik. Kondisi prognosis yang buruk mungkin terjadi pada pasien dengan
sistem imun yang rendah.3

Pencegahan

Setelah diberi pengobatan yang benar, pasien harus diedukasi agar penyakit scabies
ini tidak dideritai lagi. Pencegahan harus dilakukan bukan saja secara individual, tetapi
termasuk lingkungan pasien.

Kebersihan

 Tingkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan, menghindari orang-orang yang


terkena.
 Mencuci dan menjemur alat-alat tidur
 Jangan memakai pakaian atau handuk bersama-sama.20

Edukasi

 Pasien perlu dianjurkan untuk mencuci dan mengeringkan semua pakaian dan sprei
untuk mencegah reinfeksi. Orang yang serumah dan orang yang kontak secara seksual
dengan penderita skabies sebaiknya diobati untuk mencegah reinfeksi.21
 Selain dari segi kebersihan juga harus diperhatikan bahwa pemakaian obat-obatan
harus digunakan dengan benar untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
 Jelaskan rasa gatal dapat menetap karena adanya reaksi alergi yang berlangsung
selama beberapa minggu setelah pengobatan, tetapi akhirnya akan membaik.22
 Jelaskan juga betapa pentingnya pengobatan terhadap lingkungan sekitarnya.

Kesimpulan

17
Skabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini
merupakan penyakit dengan manifestasi gatal dan efloresensi vesikel serta papula yang dapat
menjadi krusta, erosi dan ekskoriasi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan tempat
predileksinya meliputi sela jari tangan dan kaki, lipat siku, lipat ketiak, inguinal, genitalia,
bokong dan lutut. Manifestasi klinik utama penyakit ini ialah rasa gatal pada malam hari.
Terjadinya penyakit ini akibat infestasi Sarcoptes scabiei varietas homonis pada stratum
korneum kulit. Pengobatan penyakit ini adalah dengan membasmi tungau menggunakan
insektisida yang biasanya tersedia sebagai bentuk obat topikal.

Daftar pustaka

1. Jaya D.P, Dany F. Diagnosis lesi kulit, anamnesis dan pemeriksaan kulit. Sistem kulit.
Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2010. h. 67-71
2. Gleadle J. Anamnesis and physical examination of skin. History and Examination at a
Glance. 10th ed. Singapore: Blackwell Science Ltd; 2007. p. 46-50.
3. Prof. Dr. dr Adhi Djuanda et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal.122-5.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2
Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI; 2008. h. 76, 79, 86, 110-14.
5. http://www.healthcentral.com/skin-care/h/pediculosis-corporis.html
6. http://puskesmas.info/catatan-medik/dermatitis/
7. http://www.howtogetridofstuff.com/health/how-to-get-rid-of-insect-bites/
8. Zakaria M A. Dermatologi: catatan kuliah. Trjh. Brown R G. Lecture notes on
dermatology. Jakarta; Erlangga: 2008. Hal 42-7
9. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. edisi 20. Jakarta : EGC;
2004.h.116-139
10. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi
kedokteran edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.265-8
11. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K. Dermatology in general medicine. 4th edition. New
York: McGraw – Hill Medical Publisher; 2003.p.2182-3.
12. http://iphonestic.com/wp-content/plugins/akismet/wiki-scabies
13. Thappa DM. Infestations. In: Clinical pediatric dermatology. India: Elsevier; 2009.p.37-9.
14. Rycroft RGJ, Robertson SJ, Wakelin SH. A colour handbook dermatology. 2nd ed. United
Kingdom: Manson Publishing Ltd; 2010.p.244-6.
15. Murtiastutik D. Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya: Airlangga University Press;
2008. Hal.202-8.
16. http://www.medscape.com/viewarticle/743951_3

18
17. Goldsmith L A, Katz S I, Gilchrest B A, Paller A S, Leffell D J. Dermatology in General
Medicine. Edisi 7. New York: McGraw Hill; 2008. hal. 2029-32
18. Wahab A.S., Trastotenojo M., Pedit B. U., Prasetyo A. Araknidisme. Skabies. Penyakit
mikotik dan parasitic. Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20 th ed. Vol.1. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2006. h.110-13.
19. http://herinz.com/1042/ulcer-appears-not-eat-eggs-for-most
20. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed. 2. Jakarta : EGC, 2004.h. 164-5
21. Astikawati R. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg. Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Erlangga, 2002.h. 408-9
22. Goldstein BG, AO. Dermatologi Praktis. Jakarta : penerbit Hipokrates, 2003.h. 58-62

19

You might also like