Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes, 2016).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe. Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Gejala yang akan muncul
bila seseorang terinfeksi penyakit TB adalah batuk produktif yang lebih
dari 3 minggu, nyeri dada dan hemoptisis. Gejala sistemik yang dapat
dialami oleh penderita TB seperti demam, menggigil, keringat malam,
kelemahan, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
Pengobatan TB terdiri dari dua tahap yaitu tahap awal dan lanjutan
(Kemenkes, 2016).
2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya
penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta
kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan.
Dengan 1,5 juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah
perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif
dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang adalah perempuan) dan
480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari
9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia
15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun. Jumlah kasus TB di Indonesia
menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru
pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun
(41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan HIV
positif (25 per 100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case
Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan sebanyak 129 per
100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya
314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV
diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO
diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TBRO
dari kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan
pengobatan ulang. (Pedoman Nasional TB, 2016).
3. Etiologi
Penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis, yang berbentuk batang, bersifat aerob dan tahan asam. Di
Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan
merupakan negara dengan penderita kelima terbanyak di dunia setelah
India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Tuberkulosis paru menyerang 9,4
juta orang dan telah membunuh 1,7 juta penduduk dunia setiap tahunnya
(WHO, 2017).
4. Klasifikasi Tuberkulosis
a. Tuberkulosis paru :
Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra
paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstraparu:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan
tulang.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
diupayakan secara bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium
tuberculosis.
Bila proses TB terdapat dibeberapa organ, penyebutan disesuaikan
dengan organ yang terkena proses TB terberat.
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
i. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
ii. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
iii. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan
lost to follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
iv. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Adalah pasien TB yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau 2).
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:
1. Mono resistan (TB MR):
Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
2. Poli resistan (TB PR):
Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multi drug resistan (TB MDR):
Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resitan OAT
lini pertama lainnya.
4. Extensive drug resistan (TB XDR):
Adalah TB MDR yang sekaligus juga Mycobacterium tuberculosis resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin).
5. Resistan Rifampisin (TB RR):
Mycobacterium Tuberculosis resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat molekuler) atau metode fenotip (konvensional).
d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
1. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah
pasien TB dengan:
a) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART,
atau
b) Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
2. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:
a) Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau
b) Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi
positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien
TB dengan HIV positif.
3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV
pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan
hasil tes HIV terakhir.
5. Patogenesis
a. Kuman Penyebab TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain
adalah sebagai berikut (Pedoman Nasional TB, 2016):
• Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lainsuara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa,
kelainan pemeriksaan fisik tergantungdari banyaknya cairan di rongga
pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess” (PDPI, 2016).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologik
1). Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(broncho alveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).
2). Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-
turut atau dengan cara:
a). Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b). Dahak Pagi ( keesokan harinya )
c). Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,
berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut
dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum
dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat
dibuat sediaan apus kering digelas objek atau untuk kepentingan
biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam
pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan)
yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada
jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat
dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
3). Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan
lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik
dan biakan.
a). Mikroskopik biasa: pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan
Kinyoun Gabbett
b). Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
c). lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila :
(1). 2 kali positif, 1 kali negatif →Mikroskopik positif
(2). 1 kali positif, 2 kali negatif →ulang BTA 3 kali ,
kemudian
(3). bila 1 kali positif, 2 kali negatif →Mikroskopik positif
(4). bila 3 kali negatf →Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan
skala bronkhorst atau IUATLD
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
1). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a). Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
b). Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
c). Bayangan bercak milier
d). Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2). Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
a). Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
b). Kalsifikasi atau fibrotik
c). Kompleks ranke
d). Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
c. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi
canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis.
Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Pada pemeriksaan deteksi M.tuberculosis tersebut di atas,
bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru
sesuai dengan organ yang terlibat
d. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda antara lain:
1).Enzym linked immunosorbent assay (ELISA). Teknik ini merupakan
salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa
proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik
ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu
yang cukup lama.
2).Mycodot. Uji ini mendeteksi antibodi anti mikobakterial di dalam
tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan
(LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan
bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM
dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit,
maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi
dengan mudah
3).Uji peroksidase anti peroksidase (PAP). Uji ini merupakan salah
satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi d. ICT Uji
Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.
Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tuberculosis. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung
dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum
akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan
minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang
diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya
oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis.
f. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung
diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan
eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan
dan glukosa rendah
g. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru
dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy
(TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening
dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada
tuberkulosis ekstra paru
Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan
hasil berupa granuloma dengan perkejuan.
h. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator
yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai
indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam
keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
i. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi
TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia
dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari
uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari
uji yang didapat besar sekali atau bula.
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,
terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif
mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.
10. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
Panduan yang digunakan adalah ;
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
2) Kategori 2: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/ (HRZE)/
5(HR)E
3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
4) Panduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini
ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide,
Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid,
Delamanid dan obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid dan etambutol.
Catatan:
Pengobatan TB dengan panduan OAT Lini Pertama yang
digunakan di Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun
dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada
dosis terapi yang telah direkomendasikan.
Penyediaan OAT dengan dosis harian saat ini sedang dalam proses
pengadaan oleh Program TB Nasional.
Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket
untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas
dalam bentuk blister. Panduan OAT ini disediakan program untuk pasien
yang tidak bisa menggunakan panduan OAT KDT.
Panduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien.
Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuk satu
(1) masa pengobatan. Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien untuk satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu (Pedoman Nasional TB,
2016):
1) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan risiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep.
2) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
11. Hasil Pengobatan
Merupakan hasil akhir dari pengobatan penderita TB paru BTA
positif dan negatif. Dikategorikan menjadi :
a. Sembuh merupakan pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur
positif sebelum pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau
kultur negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali
pemeriksaan sputum sebelumnya negatif dan pada foto toraks,
gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama/ perbaikan.
b. Pengobatan lengkap merupakan pasien yang telah menyelesaikan
pengobatan tetapi tidak memiliki hasil pemeriksaan sputum atau
kultur pada akhir pengobatan.
c. Meninggal merupakan pasien yang meninggal dengan apapun
penyebabnya selama dalam pengobatan.
d. Gagal merupakan pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada
bulan kelima atau lebih dalam pengobatan.
e. Default/drop out merupakan pasien dengan pengobatan terputus
dalamwaktu dua bulan berturut-turut atau lebih.
f. Pindah merupakan pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan
pelaporan berbeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui).
B. Strategi Dots
Istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dapat
diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek. Setiap
hari oleh PMO (Pengawas Menelan Obat). Tujuannya mencapai angka
kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping
obat jika timbul dan mencegah resistensi.
Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen:
1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang, dari tingkat
negara hingga daerah, terhadap program tuberkulosis nasional yang
permanen dan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan primer, dengan
pimpinan teknis dari suatu unit pusat.
2. Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosis penyakit TB
melalui pemeriksaan dahak penderita tersangka TB.
3. Pengawas menelan obat (PMO) akan ikut mengawasi penderita minum
seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan penderita telah
benar minum obat dan bisa diharapkan akan sembuh pada saat akhir
pengobatan. PMO merupakan orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh
penderita maupun petugas kesehatan.
4. Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem surveillance
penyakit TB untuk mendeteksi kasus dan keberhasilan pengobatan.
5. Paduan obat jangka pendek yang benar termasuk dosis dan jangka waktu
pengobatan yang tepat, sangat penting dalam keberhasilan pengobatan
penderita. Kelangsungan persediaan obat jangka pendek harus selalu
terjamin.
Catatan:
Angka ini berbeda dengan data yang dilaporkan pada hasil
akhir pengobatan di laporan TB.08. Pada laporan TB.08, kasus TB
yang meninggal dapat karena sebab apapun yang terjadi selama
pengobatan TB sedangkan mortalitas TB merupakan jumlah kematian
karena TB yang terjadi di populasi.
b. Indikator Utama
1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR) yang
diobati
Adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di antara
perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden).
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan x 100%
Perkiraan jumlah semua kasus TB