You are on page 1of 2

Nama acara : Diskusi Buku Sarinah

Waktu : Kamis, 20 Oktober 2016

Tujuan acara : forum diskusi dan saling mengakrabkan hubungan antar kader terutama sarinah di
Komisariat GMNI FISIPOL UGM

Tempat : Sekretariat GMNI FISIPOL UGM

Pemantik : Sarinah Lia

Peserta : Fadilla, Zhafira, Anggi, Hening, Osy, Chindy, Anastasia, Raka

Review Bab IV : Matriarchat dan Patriarchat

Seorang ilmuwan Bachofen menyatakan bahwa hukum peribuan adalah hukum yang memuliakan
perempuan sepenuhnya, asumsi ini kemudian dibantah. Karena ternyata hukum peribuan ini tidak
sepenuhnya memuliakan perempuan, disatu sisi tidak jarang juga mendiskreditkan perempuan. Hukum
peribuan juga bisa mendatangkan perbudakan perempuan. Asumsi dari Bung karno :

-Hukum peribuan ibaratnya sudah bukan zamannya lagi untuk diterapkan, dalam konteks Indonesia
lebih kepada mencari keselamatan masyarakat pada umumnya, bukan hanya kaum perempuan

-Matriarchat adalah hasil perbandingan yang kuno, karena masyarakat sekarang yang sudah terjamah
industrialisasi

-Tidak selamanya peribuan memberikan tempat mulia kepada perempuan itu sendiri

Ketika Bung Karno berkata bahwa hukum peribuan sudah tidak tepat bila digunakan di zaman zekarang,
bagaimana dengan yang ada di Minangkabau ? Disana matriarchat bukan sepenuhnya yang murni,
sudah merupakan restan-restan dari matriarchat itu sendiri. Dalam konteks masa kini, memerdekakan
perempuan tidak harus dengan cara menghadirkan kembali matriarchat, namun memerdekakan
perempuan saat ini ikhtiarnya disesuaikan dengan basis masyarakat yang sekarang.

Posisi perempuan dalam hukum peribuan, adalah "ibu sekalian manusia". Ibu sebagai seorang
perempuan, istri, dan pengasuh semua orang. Selain perempuan wajib memenuhi kewajiban sebagai
seorang istri, ibu, namun juga memenuhi syahwat laki-laki. Dari sinilah muncul cikal bakal budaya
persundalan. Dalam buku ini ada satu bagian yang menegaskan bahwa hukum peribuan pasti lenyap,
mati, gugur dari masyarakat industrialisme.

Bagaimana dengan hukum perbapakan ? hukum ini dipercaya lebih konsisten untuk menjaga garis
keturunan, harta pusaka, ataupun warisan. Berpindahnya hukum ini merupakan suatu sejarah yang
besar bagi umat manusia.
Berlakunya hukum patriarchat, perempuan mengalami pergeseran peran. Dari yang awalnya "memiliki",
menjadi objek yang dimiliki, dianggap sebagai harta. Karena dianggap harta, akhirnya disahkan laki-laki
untuk berpoligami (menambah harta). Adapun sifat patriarchat :

-liar (kawin rampas dan kawin beli)

-perempuan dianggap sebagai benda (persundalan, makhluk penuh dosa)

Terkait dengan persundalan atau pelacuran, perempuan yang masih menjadi subyek utama memiliki
beberapa alasan ; sebelumnya, wanita yang memiliki dominasi, ketika hukum beralih, wanita menjadi
obyek. Selain itu, dengan beralihnya hukum keturunan ini, perempuan hanya dimiliki oleh satu orang,
bagi wanita yang tidak menerima hal tersebut (menginginkan kebebasan dalam berhubungan) akhirnya
masuk ke dalam persundalan itu.

Dari pendapat lain, terdapat dua alasan. Pertama karena perempuan akan selalu menjadi milik laki-laki
dlm hukum patriarchat. Kedua, perempuan mencoba melawan kepemilikan laki-laki namun tetap tidak
bisa terlepas dari sistem hukum patriarchat. Melihat studi kasus wanita di Jepang terlalu menurut
terhadap sistem patriarchat yg memiliki sifat liar. Di Indonesia, saat ada penekanan dominasi
matriarchat, sebenarnya permasalahan tidak akan selesai.

Bila dikontekskan dengan keadaan sekarang, untuk melihat kasus KDRT, dan dengan adanya mahar
dalam pernikahan, muncul sikap laki-laki yang bisa berbuat semaunya. Sebenarnya, hal ini tergantung
bagaimana pembawaan si perempuan untuk memposisikan diri.

Closing statement Sarinah Lia :

Matriarchat dan Patriarchat yg diterapkan akan berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Untuk
memahami sarinah, kembali lagi lebih dulu kita harus memahami metode berpikir materialisme dan
historis. Buku Sarinah ditulis sejatinya untuk memaparkan perkembangan suatu masyarakat, khususnya
di Indonesia. Dan dapat dilihat bahwa ternyata perkembangan corak produksi dari masa komunal
primitif hingga kapitalisme akan mempengaruhi bentuk komunitas dan struktur masyarakat yang ada.
Kita bukan sedang memberi justifikasi mana yang lebih baik antara patriarchat atau matriarchat. Tetapi,
lebih menekanan pada pergeseran dari matriarchat ke patriarchat. Dalam hubungan laki-laki dan
perempuan, prinsip asah, asih dan asuh sangatlah penting, yang kemudian mendorong pada
keseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan.

"Laki-laki dan perempuan bagaikan sayap burung, bila salah satu sayap patah, akan menjadi lemah.
Dengan demikian harus seimbang, saling melengkapi, dan saling mengisi". -Baba O'lllah

You might also like