You are on page 1of 43

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

TANJUNGSARI
NOMOR: /RSIAT/PER/DIR/XII/2018
TENTANG
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK TANJUNGSARI

DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK TANJUNGSARI

Menimbang : a. bahwa dalam pemberian pelayanan


yang terkoordinasi antara
multidisipliner , perlu mengatur
panduan praktek klinis di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Tanjungsari ;
b. bahwa sehubungan dengan hal
tersebut diatas pada huruf a, diatas
perlu ditetapkan Panduan Praktek
Klinis Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Tanjungsari dengan Peraturan
Direktur Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Tanjungsari;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 159
b/1988 tentang Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 436/
MENKES / SK / VI / 1993 tentang
Berlakunya Standar Pelayanan Rumah
Sakit dan Standar Pelayanan Medis di
Indonesia;
6. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1333/
MENKES / SK / XII / 1999 tentang
Penerapan Standar Pelayanan Rumah
Sakit dan Standar Pelayanan Medik;
Memperhatikan : 1. Keputusan Direktur PT Bunda Subaga
Tanjungsari Blitar Nomor
005.1/BST/SK/VII/2017 tentang
Struktur Organisasi Rumah Sakit Ibu
dan Anak Tanjungsari.
2. Keputusan Direktur PT Bunda Subaga
Tanjungsari Blitar Nomor
005/BST/SK/VII/2017 tentang
Pengangkatan Direktur Rumah Sakit
Ibu dan Anak Tanjungsari.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


IBU DAN ANAK TANJUNGSARI
TENTANG PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
TANJUNGSARI.

Pasal 1

Panduan Praktek Klinis di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Tanjungsari sebagai
acuan dalam memberikan pelayanan yang terkoordinasi antara multidispliner
di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Tanjungsari.

Pasal 2

Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila di kemudian


hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Blitar

Pada tanggal : 5 Desember 2018


DIREKTUR RSIA TANJUNGSARI,

dr. GABRIEL ARNI SABBATINA


LAMPIRAN
Peraturan Direktur Rumah Sakit Ibu Dan Anak Tanjungsari Blitar
Nomor : / RSIAT/PER/DIR/XII/2018
Tentang : Panduan Praktek Klinis Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Tanjungsari Blitar

PANDUAN PRAKTEK KLINIS


A. PNEUMONIA

1. Pengertian Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal


dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli, sertamenimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

2. Anamnesis 1. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan


dahak purulen bahkan bisa berdarah
2. Sesak napas
3. Demam
4. Kesulitan makan/minum
5. Tampak lemah
6. Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan
kondisi imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau asma

3. Pemeriksaan 1. Pasien tampak sakit berat, kadang disertai sianosis


Fisik 2. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat.
3. Respirasi meningkat tipe cepat dan dangkal
4. Sianosis
5. Nafas cuping hidung
6. Retraksi interkostalis disertai tanda pada paru, yaitu: 1. Inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas. 2.
Palpasi fremitus dapat meningkat, 3. Perkusi redup, 4. Auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi
4. Pemeriksaan a. Thorax foto PA terlihat perselubungan pada daerah yang terkena
Penunjang b. Laboratorium
1. Leukositosis (10.000-15.000/mm3) dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri (neutrofil batang tinggi). Leukosit <3000
prognosisnya buruk
2. Analisa sputum adanya jumlah leukosit bermakna
3. Gram sputum
5. Kriteria Kriteria Diagnosis pneumonia dengan Trias Pneumonia, yaitu: a.
Diagnosis Batuk b. Demam c. Sesak
6. Diagnosis Pneumonia
Kerja
7. Klasifikasi Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan menjadi:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nasokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Berdasarkan bakteri penyebab dibedakan menjadi:
1. Pneumonia bakterial / tipikal.
2.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
3. Pneumonia virus
4. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Berdasarkan predileksi infeksi dibedakan menjadi:
1. Pneumonia lobaris
2. Bronkopneumonia
3. Pneumonia interstisial
8. Diagnosis 1. Bronkitis Akut
Banding 2. Pleuritis eksudatif karena TB
3. Ca paru
4. Infark paru
9. Tatalaksana A. Pengobatan suportif seperti istirahat di tempat tidur dan minum
secukupnya untuk mengatasi dehidrasi.
B. Terapi definitif dapat dilakukan menggunakan antibiotik sebagai
berikut:
1. Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu
4x250-500 mg/hari (anak 25-50 mg/kbBB dalam 4 dosis),
amoksisilin 3x250-500 mg/hari (anak 20-40 mg/kgBB dalam 3
dosis), atau sefalosporin golongan 1 (sefadroksil 500-1000mg
dalam 2 dosis, pada anak 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis) • TMP-
SMZ • Makrolid

2. Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP),yaitu:


Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), Sefotaksim,
Seftriakson dosis tinggi. • Makrolid: azitromisin 1x500 mg selama
3 hari (anak 10 mg/kgBB/hari dosis tunggal). • Fluorokuinolon
respirasi: siprofloksasin 2x500 mg/hari

10. Edukasi 1. Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai


pencegahan rekurensi dan pola hidup sehat, termasuk tidak
merokok
2. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi. Vaksin yang dapat
diberikan adalah vaksinasi influenza (HiB) dan vaksin
pneumokokal.

11. Prognosis Prognosis umumnya bonam, namun tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat dan adekuat
12. Indikator 1. Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Medis 2. Asupan per oral adekuat
3. Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
4. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan
rencana kontrol
5. Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di
rumah
13. Kepustakaan 1. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di rumah sakit : Pedoman bagi Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi I : 2009. Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak.

B.ASFIKSIA NEONATORUM
1.Pengertian Asfiksia neonatorum : adalah gagal napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir

2.Anamnesis 1.Saat lahir bayi mengalami keadaan tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur atau bayi tidak menangis
2. Tonus otot jelek
3. Bayi prematur
4. Air ketuban keruh bercampur mekonium, bayi tidak bugar
3.Pemeriksaan fisik 1. Bayi lemah, tidak bernapas atau menangis
2.Tonus otot lemah/jelek
3. Sianosis
4. Napas megap megap
4.Kriteria 1. Menurut AAP (American Academic of Pediatrics) dan AHA
diagnostik (American Heart Association) : bayi kurang bulan, bayi tidak
bernapas spontan/tidak menangis, tonus otot jelek.
2. Menurut Skor APGAR : yang dihitung sampai dengan menit ke
10:
 Asfiksia ringan : 7
 Asfiksia sedang : 4-6
 Assfiksia berat : 1- 3
3. Menurut hasil GDA ( Analisis Gas Darah ) : pH< 7.25, paO2 < 50
mmHg, paCO2 > 55 mm Hg,
4. Menurut WHO : Skor Apgar plus gambaran HIE dan defisit
neurologis ( Menurut Sarnat and Sarnat )
5.Diagnostik Asfiksia Neonatorum
6.Diagnosis 1. Hipoksia
banding
2. Pulmonal :
1. Penyakit Membran Hialin
2. Pneumonia
3. Kelainan kongenital paru
3. Ekstra pulmonal :
1. Ensefalopati hipoksik iskemik / Hypoxic Ischemic
Encephalopathy (HIE )
2. Sepsis neonatorum
3. Penyakit Jantung bawaan
4. Asidosis metabolik dan Gangguan metabolik lain
7.Pemeriksaan 1. Analisis Gas Darah
penunjang 2. Foto toraks dada

8.Terapi 1. Resusitasi neonatus : mulai dari tahapan sebagai berikut :


 Langkah awal
 Ventilasi tekanan positip
 Kompresi dada
 Pemberian obat obatan dan cairan pengganti volume
 Pemasangan pipa endotrakheal setiap ada indikasi (dapat pada
setiap tahapan)

2. Bayi yang memberi respons baik (asfiksia ringan) dirawat di


ruang perawatan pasca resusitasi, setelah stabil dirawat di rawat
gabung diberikan injeksi vitamin K 1, vaksinasi Hepatitis B, tetes
mata antibiotik (kloramfenikol, tetrasiklin atau eritromisin) dan
ASI ad libitum
3. Bayi dengan asfiksia sedang di rawat di bangsal Perawatan Bayi
Risiko Tinggi, bila ada napas spontan dapat diberi CPAP (Bubble
CPAP), diberi infus ivfd, dengan larutan dekstrose 5% atau 10 %
dan asuhan bayi baru lahir. Nutrisi dengan ASI atau nutrisi
parenteral total.

C. BERAT BADAN LAHIR RENDAH

1.Pengertian  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang tanpa memandang
masa gestasi.
 Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1jam setelah
lahir

2.Anamnesis Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan fator etiologi) usia gestasi

3.Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik lengkap bayi baru lahir.Pemerisaan score Ballard
untuk menilai usia gestasi,dan di plot pada kurva lubcencho untuk
menilai kesesuaian berat lahir dengan usia gestasi
Klasifikasi :

A. Berdasarkan Berat Lahir :


1. Berat lahir kurang dari 1000 g : bayi berat lahir amat sangat
rendah
2. Berat lahir kurang dari 1500 g : bayi berat lahir sangat rendah
3. Berat lahir kurang dari 2500 g : bayi berat lahir rendah
B. Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan :
1. Kurang Bulan : usia gestasi kurang dari 37 minggu
2. Cukup bulan : usia gestasi ≥ 37 minggu atau lebih
C. Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. SMK (sesuai masa kehamilan)
2. KMK ( kecil masa kehamilan)
3. BMK (besar masa kehamilan)

4.Kriteria diagnosis Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai
dengan klasifikasi diatas

5.Diagnosis kerja Berat Badan Lahir Rendah

6.Pemeriksaan 1. Darah rutin


penunjang 2. Baby gram
3. Gula darah
4. USG jika diperlukan

7.Terapi Indikasi rawat :


 Semua bayi barat lahir kurang dari 1500 g
 Usia gestasi ≤ 35 minggu
 Bayi dengan komplikasi
Perawatan :
 Dirawat dalam incubator,jaga jangan sampai hipotermi suhu bayi
36,5 – 37,50C
 Bayi dengan distress pernafasan pengobatan lihat pada bab
distress pernafasan
 Tentukan usia gestasi
 Bayi BB > 1500 g tanpa asfiksia dan tak ada tanda – tanda
distress pernafasan dirawat gabung
 Bayi –bayi KMK (kecil masa kehamilan)diberi minum lebih dini
(2 jam setelah lahir)
 Periksa gula darah dengan destrostik bila ada tand – tanda
hipoglikemi
 Kebutuhan cairan setiap kgBB/24 jam
 Hari ke 1 : 80 CC
 Hari ke 2 : 100 CC
 Hari ke 3 : 120 CC
 Hari ke 4 : 130 CC
 Hari ke 5 : 135 CC
 Hari ke 6 : 140 CC
 Hari ke 7 : 150 CC
 Hari ke 8 : 160 CC
 Hari ke 9 : 165 CC
 Hari ke 10 : 170 CC
 Hari ke 11 : 175 CC
 Hari ke 12 : 180 CC
 Hari ke 13 : 190 CC
 Hari ke 14 : 200 CC
 Jenis cairan IVFD
- BB> 2000 g : dektrose 10% 500 CC + Ca gluconas 10 %
- BB < 2000 g : dektrose 7 ½ 500 CC + Ca gluconas 10 %
 Kebutuhan Ca gluconas//hari : 5 Cc/kgBB
- Mulai hari ke 3 baru ditambahkan NaCl dan Kcl sesuai
kebutuhan
- Hari ke 2 diberi protein 1 g/kg/hari,dinaikkan berlahan-
lahan
1 ½ g,2 g,2 ½ g,3 g/kgBB/hari
 Pada bayi tanpa distress pernafasan ( RR , 60 X/menit) dapat
lansung diberi minum per oral dengan menghisap sendiri atau
dengan nasogastrik dripp.Bila bayi tidak mentolelirsemua
kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat ditoleransi

8.Kompetensi Dokter Spesialis Anak

9.Edukasi Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek


dari BBLR dan perawatan metode kangguru
10.Indikator medis Berat badan, kondisi umum baik, kemampuan minum

D.DHF PADA ANAK


1. Pengertian Suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh penyakit virus Dengue

2. Anamnesis 1. Demam 2 - 7 hari


2. Nyeri kepala
3. Nyeri otot dan persendian
4. Nyeri belakang mata
5. Letih lesu
6. Mual muntah dan nyeri uluhati
7. Manifestasi perdarahan
3. Pemeriksaan 1. Suhu tubuh tinggi
fisik 2. Tanda-tanda perdarahan, mulai dari petekie sampai denganp
erdarahan spontan
3. Test Uji Bendung positif
4. Pembesaran hepar
5. Dapat/tidak disertai renjatan seperti nadi tidak kuat angkat,
akral dingin, capillary refill time<2 detik
4. Kriteria KriteriaKlinis
diagnosis
1. Demam 2- 7 hari, mendadak tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan: uji tourniquet, petekie, ekimosis,
purpura, perdarahan mukosa, gusi, dan epistaksis
3. Pembesaranhati
4. Tanda-tandasyok: gelisah, nadi cepat lemah tekanan nadi turun,
hipotensi, akral dingin, kulit lembab, CRT > 2 detik
Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia < 100.000
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit ≥ 20% sesuai dengan
umur
5. Diagnosis Dengue Haemorragik Fever
kerja

6. Diagnosis 1. Dengue Fever


2. Chikungunya
banding

7. Pemeriksaan 1. DarahRutin:Hb,Ht, Leukosit,Trombosit


penunjang 2. Serologi: Ig G danIgM Anti Dengue (setelah hari kelima panas)
3. Rotgen Thorax

8. Terapi 1. Terapicairan IVFD RL/NaCl0,9%sesuai dengan guideline WHO


2013
2. Paracetamol 10mg/kgBB
3. Lama perawatan 5 hari
4. Ikuti Algoritme
9. Indikator Klinis dan laboratorium

10. Kompetensi Dokter Spesialis Anak

11. Edukasi 1. Minum banyak


2. Istirahat
3. 3M

12. Kepustakaan Nelson, Text Book of Pediatric WHO. Dengue Haemoragic Fever
Diagnosis

E.DIARE AKUT

1. Pengertian Buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
2. Anamnesis 1. Diare berlangsung lama, frekuensi diare dalam sehari, warna, dan
konsistensi tinja, lendir dan/darah dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang
air kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi selama diare,
riwayat mengkonsumsi makanan yang tidak biasa
3. Pemeriksaan 1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
Fisik 2. Penilaian tanda dehidrasi
a) Tanda utama: keadaaan umum, gelisah/ cengeng atau lemah/
letargi/ koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
b) Tanda tambahan: ubun-ubun cekung, kelopak mata terlihat
cowong, air mata menurun , mukosa bibir kering, mulut dan
lidah terlihat kering
Derajat dehidrasi:
a) Tanpa dehidrasi
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cowong,
air mata ada, mukosa mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat
b) Dehidrasi ringan sedang/tidak berat (kehilangan cairan 5-
10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau
lebih tanda tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit
cowong, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir
sedikit kering
 Turgor kulit kurang, akral hangat
c) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan
2 atau lebih tanda tambahan
 Keadaan umum lemah, letargis, atau koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cowong, air
mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat
kering.
 Turgor sangat kurang dan akral dingin
 Pasien harus rawat inap
4. Kriteria berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
Diagnosis penunjang

5. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali
Penunjang apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiaisis

2. Pemeriksaan eletrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan


keseimbangan asam basa dan elektrolit.

6. Konsultasi Dokter Spesialis Anak

7. Pengisian lembar edukasi; ditandatangani oleh pasien atau keluarga, DPJP


Form dan saksi

8. Tatalaksana lintas diare: (1) Cairan, (2) Zinc, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang tepat,
(5) Edukasi
1. Pemberian airan bergantung derajat dehidrasi:
 Tanpa dehidrasi:
 Cairan rehidrasi oral (CRO) dengan NEW ORALIT
5-10ml/kgbb setiap diare cair. Dpat diberikan
cairan rmah tangga sesuai kemauan anak. ASI tetap
harus diberikan.
 Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila
terdapat komplikasi lain (tidak mau minum,
muntah terus menerus, diare frekuen and profus)
 Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10%
berat badan):
 CRO hipoosmolar 75ml/kgBB dalam 3 jam untuk
mengganti kehilangan cairan yang terjasi
 Rehidrasi parenteral diberikan bila anak muntah
setiap diberi minum walaupun telah diberikan CRO
dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan yang diberikan adaah ringer
laktat
 atau KaEN 3B atau NaCL dengan jumlah cairan
berdasarkan berat badan:
 Berat badan 3-10kg: 200mL/KgBB/hari
 Berat badan 10-15kg: 175mL/KgBB/hari
 Berat badan >15kg: 135 mL/KgBB/hari
 Dehidrasi berat:
 Cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktak
atau ringer asetat 100Ml/KgBB dengan cara:
 Umur<12 bulan: 30mL/kgBB dalam 1 jam
pertama, 70mL/KgBB dalam 5 jam berikutnya
 Umur > 12 bulan: 30mL/KgBB dalam ½ jam
pertama, dilanjutkan 70mL/KgBB dalam 2,5
jam berikutnya.
 Asupan cairan per oral diberikan bila pasien
sudah mau dan dapat minum, dimulai dengan
5ml/kgBB selama proses rehidrasi.
 Koreksi apabila terdapat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2. Zinc
 Umur < 6 bulan: 10 mg per hari
 Umur > 6 bulan: 20 mg per hari
3. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat
sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan
berat badan, berikan makanan sedikit tetapi sering, rendah
serat. Buah-buahan yang diberikan terutama pisang.
4. Medikamentosa
5. Edukasi
9. Terapi 1. Tidak boleh diberikan obat antidiare
Medikament 2. Antibiotik hanya bila ada indikasi, yaitu:
osa  Patogen telah diidentifikasi )shigella, ditemukan
kista/trofozoid Giardia lamblia, Entamoeba histolytic
dalam tinja)
 Bayi/anak dengan defek imun (imunokomromais)
 Terapi kolera
 Bayi kurang dari 3 bulan dengan biakan tinja positif.
3. Antiparasit: metronidazole 50 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis
merupakan obat pilihan untuk amoeba vegetatif.

10. Diet ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat
sesuaiumur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan,
berikan makanan sedikit tetapi sering, rendah serat. Buah-buahan
yang diberikan terutama pisang
11. Komplikasi 1. Asidosis dan kelainan elektrolit: hopernatremi, hiponatremi,
hiperkalemi, hipokalemi
2. Syok
3. Kejang

12. Edukasi Penjelasan diagnosis, rencana dan tujuan terapi, resiko terapi,
komplikasi, dan prognosis. Edukasi cara menyiapkan oralit secara
benar. Langkah pencegahan
1. ASI tetap diberikan,
2. kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan,
3. kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban,
4. imunisasi campak
5. memberikan makanan penyapihan yang benar,
6. penyediaan air minum yang bersih,
7. selalu memasak makanan.

13. Indikasi Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dan dehidrasi berat
Rawat Inap

14. Indikasi a. Tanda dehidrasi berat


Rujuk b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Nyeri perut yang signifikan
d. Pasien tidak dapat minum oralit
e. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
f. Diare dengan penyulit

15. Penelaah KSM ANAK


Kritis
16. Kepustakaan 1. Pudjiadi A. Hegar B. Handryastuti S, Idris NS. Gandaputra EP.
Harmoniati ED. Editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia: IDAI,2009.
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta,2007.
3. Kriteria rujukan sesuai dengan PMK tahun 2014

F. HIPERBILLIRUBINEMIA
1. Pengertian Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar serum
bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.Sedangkan ikterus
neonatorum adalah keadaan klinis bayi yang ditandai oleh pewarnaan
kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih.Ikterus tampak secara lkinis bila kadar
bilirubin darah 5 – 7 mg/dl
2. Anamnesis  Riwayat ikterus pada anak sebelumnya
 Riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa
 Riwayat penggunaan obat selama hamil
 Riwayat infeksi maternal
 Riwayat trauma persalinan
3. Pemeriksaan Umum :
fisik Keadaan umum (gangguan nafas,apnea, instabilitas suhu, dll)

Khusus:
 Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan
dan dilakukan dengan pencahayaan yang memadai
 Berdasarkan Kramer dibagi menjadi :

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar


Ikterus Bilirubin

1 Kepala dan leher 0,5 mg/dL

II Sampai badan atas (diatas 9.0 mg/dL


umbilicus)

III Sampai badan bawah (dibawah 11,4 mg/ dL


umbilicus) hingga tungkai atas
(diatas lutut)

III Sampai lengan ,tungkai bawah 12,4 mg/dL


lutut
IV Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dL

4. Kriteria Hiperbilirubinemia fisiologis


diagnosis  Terjadi peningkatan bilirubin direk pada cukup bulan dengan
puncak 6-8 mg/dL pada usia 3 hari
 Kadar 12 mg/dL masih dalam batas fisiologis
 Pada bayi premature dapat meningkat 10-12 mg/dL pada usia
5 hari

Hiperbilirubinemia non fisiologis


 Ikterus mulai sebelum usia 36 jam
 Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam
 Total bilirubin serum > 15 mg/dL pada bayi cukup bulan dan
diberi susu formula
 Total bilirubin serum > 17 mg/dL pada bayi cukup bulan dan
diberi ASI
 Ikterus klinis > 8 hari pada bayi cukup bulan dan > 14 hari
pada bayi kurang bulan

Peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari


kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari
persentil 90
Normogarm-persentil ke 95 untuk kadar bilirubine serum
24 jam : ≥ 8 mg/dL ( 137 µM/L )
48 jam : ≥ 14 mg/dL ( 239 µM/L )
72 jam : ≥ 16 mg/dL ( 273 µM/L )
84 jam : ≥ 17 mg/dL ( 290 µ M/L )
Hiperbilirubine direk bila kadar bilirubine direk > 1 mg/dL,bila
bilirubine total < 5 mg/dl atau kadar bilirubine direk > 20% dari
bilirubin total bila bilirubin total . 5
5. Diagnosis Hiperbilirubinemia fisiologis
kerja
Hiperbilirubinemia non fisiologis

6. 6.Diagnosis  Infeksi virus,sepsis atau meningitis


banding  Kelainan kongenital susunan syaraf pusat
 Trauma persalinan
 Kelainan metabolism bawaan
7. Pemeriksaan 1. Bilirubine total
penunjang 2. Bilirubine direk dan indirek
3. Faal hati
4. Albumin
5. Golongan Darah (ABO dan Resus) ibu dan anak
6. Darah rutin
7. Hapusan darah
8. Retikulosit
9. Coomb test
10. Kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi
G6PD
11. USG abdomen pada ikterus berkepanjangan
8. Terapi A. Follow up pada bayi baru lahir yang pulang
 Dipulangkan sebelum 24 jam : kontrol ulang usia 72 jam
 Dipulangkan usia 24-47,9 jam : kontrol ulang usia 96 jam
 Dipulangkan usia 48-72 jam : kontrol ulang usia 120 jam
B. Fototerapi
Fototerapi dilakukan bila kadar total serum bilirubin ( TSB )
melebihi batas yang diharapkan sesuai gambar 2.

C. Penghentian foto terapi


Tergantung pada usia saat fototerapi dan penyebab
hiperbilirubinemia. Pada bayi yang masuk rumah sakit ( TSB 18
mg/dL ),fototerapi dapat dihentikan bila TSB < 13 mg/dL atau 14
mg/dL.

D. Transfusi tukar
Dilakukan bila kadar total serum bilirubin melampaui garis
seperti pada gambar 3

Gambar 3. Guideline transfusi tukar pada bayi usia gestasi 35 minggu


atau lebih.Transfusi tukar segera bila bayi menunjukkan tanda
ensefalopati bilirubin akut (hipertonia,opistotonus,panas,menangis
melengking) atau TSB ≥ 5 di atas garis . Faktor resiko : isoimun
hemolitik,defisiensi G6PD,Asfiksia,letargi,instabilitas temperature
,sepsis asidosis.

Tabel 1. Rekomendasi manajemen hiperbilirubinemia pada bayi


kurang bulan ( sehat dan sakit ) dan bayi cukup bulan ( sakit )
Total serum bilirubin (mg/dL)
Bayi sehat Bayi sakit
BB (g) Foto Transfusi Foto Transfusi
terapi tukar terapi tukar
Kurang bulan
< 1000 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi
1000-1500 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi
1501-2000 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi
Cukup bulan
> 2500 15-18 20-25 12-15 18-20
9. Kompetensi Dokter Spesialis Anak
10. Edukasi  Kunci tata laksana hiperbilirubinemia adalah mengidentifikasi
proses non fisiologis yang menjadi penyebab dasar meningkatnya
kadar bilirubin serum
 Fasilitas yang tidak dilengkapi dengan instrument atau tehnik
diagnostik yang diperlukan harus merujuk neonatus ke fasilitas
yang tingkatannya lebih tinggi
 Terapi sinar tidak boleh digunakan pada kasus hiperbilirubinemia
direk

G. ISPA
1. Pengertian Peradangan dinding saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh
virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain

2. Anamnesis 1. Nyeri tenggorok


2. Batuk
3. Nyeri saat menelan
4. Demam

3. Pemeriksaan 1. Faring hiperemi


Fisik 2. Tonsil hiperemi
3. Tonsil membesar
4. Demam
4. Kriteria Kriteria Klinis
Diagnosis
1. Nyeri tenggorok
2. Nyeri saat menelan
3. Tonsil dan faring hiperemi

5. Diagnosis ISPA
Kerja

6. Diagnosis Bronkitis
Banding

7. Pemeriksaan 1) Kultur resistensi dari swab tenggorok


Penunjang
2) Darah lengkap
8. Terapi 1. Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal bila
pasien tidak alergi penisilin atau
2. Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari
(anak)
3. Amoksisilin 3 x 500 mg selama 6-10 hari (dewasa) atau
Eritromisin 4 x 500 mg/hari
9. Kompetensi Dokter Spesialis Anak

1. Istirahat cukup
10. Edukasi 2. Minum air putih yang cukup
3. Makan makanan bergizi
4. Olah raga teratur
11. Indikator Klinis dan Laboratorium

H. TYPOID PADA ANAK

1. Pengertian Suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella


typhii
2. Anamnesis 1. Demam 7 hari
2. Mual muntah / gastrointestinal
3. Nyeri perut dan kepala
4. Konstipasi / diare
3. Pemeriksaan 1. Suhu tubuh meningkat, Bradikardi relatif
Fisik 2. Lidah kotor, tremor
3. Hepatosplenomegali
4. Bising usus meningkat / menurun
4. Kriteria 1. Demam
Diagnosis 2. bradikardi
3. lidah kotor
4. gangguan intestinal
5. hepatosplenomegali
5. Panduan Typhoid fever
Praktik
Klinis

I.KEJANG DEMAM
1. Pengertian Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 380 C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat ,gangguan
elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi
berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang
dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam.
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari
15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2. Anamnesis  Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang


 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi
susunan saraf pusat (gejala Infeski saluran napas akut/ISPA,
infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi
dalam keluarga
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya
diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak
yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia)
Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, Suhu tubuh:
apakah terdapat demam
3. Pemeriksaan
Fisik Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II,
Kernique, Laseque - Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB)
membonjol , papil edema Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA,
ISK, dll
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex
patologis
4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis

5. Diagnosis Kejang Demam


Kerja

6. Diagnosis ◦ Meningitis
Banding ◦ Ensefalitis
◦ Epilepsi
◦ Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.

7. Pemeriksaan ◦ Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari


Penunjang penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah
perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah,
urin atau feses.
◦ Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi
kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika
yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
2. Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan
◦ Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan
.EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,
misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
◦ Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada
indikasi, misalnya :
1. Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
2. Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus
VI, edema papil).
8. Terapi Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme
tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis
intermiten pada saat demam berupa :
 Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
 Anti kejang
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,50
C.Terdapat efek samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus.
Pengobatan jangka panjang/rumatan Pengobatan jangka panjang
hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan cirri sebagai
berikut (salah satu):
 Kejang lama > 15 menit
 Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang :
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
 Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
 Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang :
fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam
valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian
obat ini efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

9. Kompetensi Dokter Spesialis Anak

10. Edukasi Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga
mengatasi pengalaman menegangkanakibat kejang demam dengan
memberikan informasi mengenai:
Prognosis dari kejang demam.
◦ Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau
kesulitan intelektual akibat kejang demam.
◦ Kejang demam kurang dari 30 menit tidak
mengakibatkan kerusakan otak.
◦ Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
Rendahnya risiko terkena epilepsi dan kurangnya manfaat
menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.

11. Syarat Pasien dapat dipulangkan apabila tidak kejang dan tidak demam
Pulang selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis
Untuk Pasien perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat
Rawat Inap dilanjutkan di rumah.

J. SEPSIS NEONATORUM
1. Pengertian Sindrom klinik yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam
aliran darah dan timbul pada satu bulan pertama kehidupan.
Dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) yang
terjadi pada usia ≤ 72 jam dan sepsis neonatorum awitan lambat
(SNAL) terjadi pada usia ≥ 72 jam.

2. Anamnesis Faktor risiko mayor infeksi :


1. Ketuban pecah > 24 jam
2. Ibu demam saat intrapartum suhu > 380C
3. Korioamnionitis
4. Denyut jantung janin menetap > 160x/menit
5. Ketuban berbau
Faktor risiko minor infeksi :
1. Ketuban pecah > 12 jam
2. Ibu demam saat intrapartum suhu > 37,50C
3. Nilai Apgar rendah ( menit ke-1 < 5 , menit ke-5 < 7 )
4. Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gr
5. Usia gestasi < 37 minggu
6. Kehamilan ganda
7. Keputihan yang tidak diobati
Infeksi Saluran Kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati
3. Pemeriksaan Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik dan berhubungan
Fisik dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap
masuknya kuman, seperti:
1.Iregularitas temperatur: hipertermi, hipotermi,
2.Perubahan perilaku: letargi, iritabel
3.Perubahan tonus
4.Kelainan pada kulit: perfusi perifir buruk, sianosis, mottling,
pucat, petikie, rash, ikterus, sklerema
5. Masalah minum: intoleransi minum
6. Masalah saluran cerna: muntah, diare, kembung Masalah
kardiopulmoner: takipnea, takikardia, hipotensi, distress
pernafasan (sesak, retraksi, grunting, sianosis sentral)
Masalah metabolik: hipoglikemia, hiperglikemia, metabolik asidosis
4. Kriteria 1. Adanya faktor risiko infeksi (minimal 1 risiko infeksi mayor atau
Diagnosis 2 risiko infeksi minor)
2. Klinis dan pemeriksaan fisik
a. RR > 60 x/menit, dengan atau tanpa retraksi
b. Instabilitas suhu
c. Capillary reffil time> 3 detik
3. Laboratorium (didapatkan minimal positif pada 2 pemeriksaan
dengan atau tanpa hasil kultur darah yang positif) :
a. Hitung leukosit < 5 atau > 35 x103/L
b. Neutropenia <1,5 x103/L atau Neutrofilia.
c. Procalcitonin ≥ 0,05 ng/mL
d. IT ratio > 0,2
e. Blood smear: vakuolisasi dan atau toxic granule positif
f. Kultur darah dua sisi
5. Diagnosis Sepsis Neonatal
Kerja

6. Diagnosis 1. Meningitis
Banding 2. respiratory distress syndrome
3. pneumonia

7. Pemeriksaan 1. Septic marker


Penunjang a. Darah rutin: hitung leukosit, neutrofil absolut dan trombosit
b. IT ratio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total):
Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 1 bulan
har
i
IT 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12
Rati
o

Hitung leukosit (leukositosis), neutrofil absolut, trombosit


(thrombocytopenia) dan IT rasio dilakukan:
1) Pada hari pertama perawatan
2) Bila setelah 72 jam pemberian antibiotik tidak terjadi
perbaikan klinis
3) Pada hari ke 10 setelah pemberian antibiotik
c. CRP
24 jam setelah sepsis CRP meningkat pada hari 2-3 dan
menetap tinggi sampai infeksi teratasi.
d. Prokalsitonin diperiksa bila:
1) Pasien umur ≥ 3 hari
2) Setelah 72 jam pemberian antibiotik bila tidak terjadi
perbaikan klinis.
3) Pada hari ke 10 setelah pemberian antibiotik.
4) Blood smear pada hari pertama perawatan.
Kultur darah dua sisi pada hari pertama perawatan dan kultur jamur
bila tidak terjadi perbaikan setelah 72 jam pemberian antibiotik.

8. Terapi 1. Tata laksana Infeksi Bakteri


Pemberian antibiotik kombinasi yang mempunyai sensitifitas baik
terhadap kuman gram (+) dan (-).
Lini I Ampisilin sulbaktam* dan gentamisin*
Lini Piperazillin- Tazobactam* dan
II amikasin*
Lini Meropenem*
III
Lamanya pengobatan;
gram(+) 7-10 hari, sementara gram (-) 10-14 hari.
2. Tata laksana Infeksi Jamur
• Amphotericin B i.v ,14-21 hari, dosis terapeutik: 0,25-0,5
mg/kg/hari
• Fluconazol i.v dosis terapeutik: 6-12mg/kg/dosis selama ± 14 hari
3. Tata laksana tambahan
a. Pemberian immunoglobulin secara intravena (IVIG)
Dosis yang dianjurkan adalah 500-750mg/kgBB IVIG SD
b. Transfusi tukar
Darah yang digunakan
• Whole blood
• Segar (optimalnya < 3hari, max 5 – 7hari),
Bebas CMV
• Ht minimal 45 – 50%, Antikoagulan = CPD
• Gunakan ≤ 24 jam setelah pengambilan

9. Edukasi Diagnosis penyakit, penyebab, tata laksana, komplikasi, dan


prognosis.

10. Indikator Infeksi teratasi


K. ABORTUS
1. Pengertian Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai batasan digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500
gram.
2. Anamnesis 1. Abortus imminens
 Riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+)
dengan usia kehamilan dibawah 20 minggu
 Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak,
berwarna kecoklatan dan bercampur lendir
 Tidak disertai nyeri atau kram
2. Abortus insipiens
 Perdarahan bertambah banyak, berwarna merah segar
disertai terbukanya serviks
 Perut nyeri ringan atau spasme (seperti kontraksi saat
persalinan)
3. Abortus inkomplit
 Perdarahan aktif
 Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan
 Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
 Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa konsepsi
tertinggal
 Terkadang pasien datang dalam keadaan syok akibat
perdarahan
4. Abortus komplit
 Perdarahan sedikit
 Nyeri perut atau kram ringan
 Mulut rahim sudah tertutup
 Pengeluaran seluruh hasil konsepsi
3. Pemeriksaan 1. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
Fisik 2. Penilaian tanda-tanda syok
3. Periksa konjungtiva untuktanda anemia
4. Mencari ada tidaknya massa abdomen
5. Tanda-tanda akut abdomen dan defans musculer
6. Pemeriksaan ginekologi
4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
Diagnosis pemeriksaan penunjang.

5. Diagnosis • Kehamilan ektopik


Banding • Mola hidatidosa
• Missed abortion
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan USG.
Penunjang 2. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG): biasanya masih positif
sampai 7-10 hari setelah abortus.
3. Pemeriksaan darah perifer lengkap
7. Terapi Penatalaksanaan Umum
Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan menyebabkan
komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penilaian cepat
terhadap tanda vital (nada, tekanan darah, pernasapan dan suhu).
Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi, berikan antibiotika dengan kombinasi:
1. Ampicilin 2 gr IV/IM kemudian 1 gr setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam
3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan
Sekunder/RS

Penatalaksaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus


1. Abortus imminens:
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan
USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang
bila perdarahan terjadi lagi
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan
USG, nilai
f. kemungkinan adanya penyebab lain.
g. Tablet penambah darah
h. Vitamin ibu hamil diteruskan

2. Abortus insipiens
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko
dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta
memberikan informasi mengenai kontrasepsi paska
keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus;
Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan ergometrin
0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu: Tunggu pengeluaran hasil
konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari
dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1
L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit.
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2
jam, bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda
akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang.

3. Abortus inkomplit
a. Lakukan konseling.
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi).
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena
perdarahan, pasang IV line (bila perlu 2 jalur) segera berikan
infus cairan NaCl fisiologis atau cairan ringer laktat disusul
dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16
minggu, gunakan jari atau forcep cincin untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang mencuat dari serviks. Jika perdarahan
berat dan usia kehamilan < 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode
yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan
apabila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat
dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang
15 menit kemudian bila perlu).
e. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40
IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes
per menit.
f. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2
jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
g. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
h. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda
akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang.

4. Abortus komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita
anemia perlu diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan supaya
makanannya mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
8. Edukasi a. Pemeriksaan rutin antenatal
b. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan,
daging,telur).
c. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan
tujuan mencegah infeksi yang bisa mengganggu proses
implantasi janin.
d. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
e. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas Ferosus
600 mg/hari selama 2 minggu,bila anemia berat maka berikan
transfusi darah.
f. Melakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional
g. Menganjurkan penggunaan kontrasepsi pasca keguguran
karena kesuburan dapat kembali kira-kira 14 hari setelah
keguguran. Untuk mencegah kehamilan, Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR) umumnya dapat dipasang secara aman
setelah aborsi spontan atau diinduksi. Kontraindikasi
pemasangan AKDR pasca keguguran antara lain adalah infeksi
pelvik, abortus septik, atau komplikasi serius lain dari abortus.
h. Follow up dilakukan setelah 2 minggu
9. Prognosis Bonam

L. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Pengertian Mual dan muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur
kehamilan 16 minggu. Mual dan muntah yang berlebihan, dapat
mengakibatkan dehidrasi, gangguan asam-basa dan elektrolit dan
ketosis keadaan ini disebut sebagai keadaan hiperemesis. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari, tapi dapat pula timbul setiap saat dan
malam hari.
2. Anamnesis Keluhan
1. Mual dan muntah hebat
2. Ibu terlihat pucat
3. Kekurangan cairan

Gejala klinis
1. Muntah yang hebat
2. Mual dan sakit kepala terutama pada pagi hari (morning sickness)
3. Nafsu makan turun
4. Beratbadan turun
5. Nyeri epigastrium
6. Lemas
7. Rasa haus yang hebat
8. Gangguan kesadaran
3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik
Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital: nadi meningkat 100x/mnt, tekanan
darah menurun (pada keadaan berat), subfebris, dan gangguan
kesadaran (keadaan berat).
2. Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi: mata cekung, bibir kering,
turgor berkurang.
4. Kriteria Diagnosis klinis
Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

Hiperemesis gravidarum apabila terjadi:


1. Mual muntah berat
2. Berat badan turun > 5% dari berat sebelum hamil
3. Dehidrasi
5. Diagnosa Hiperemesis gravidarum
Kerja

6. Diagnosa Ulkus peptikum, Inflammatory bowel syndrome, Acute Fatty Liver,


Banding Diare akut

7. Pemeriksaan 1. USG
Penunjang 2. LABORATORIUM : Darah lengkap, Skrining HIV, Skrining
HBsAg
8. Edukasi a. Memberikan informasi kepada pasien, suami, dan keluarga
mengenai kehamilan dan persalinansuatu proses fisiologik.
b. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang
muntah merupakan gejala fisiologik pada kehamilan muda
dan akan hilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
c. Hindari kelelahan pada ibu dengan aktivitas berlebihan.
d. Memperhatikan kecukupan nutrisi ibu, dan sedapat mungkin
mendapatkan suplemen asam folat di awal kehamilan.

9. Hasil TD, Nadi, Suhu


Intake Output

M. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


1. Pengertian Kehamilan ekstra uterine dimana hasil konsepsi berimplantasi di
tempat lain selain endometrium cavum uteri disertai gejala-gejala
akut abdomen, akibat pecahnya kehamilan ektopik, dan gangguan
hemodinamik berupa hipovolemik akibat perdarahan.
2. Anamnesis 1. Terlambat menstruasi
2. Nyeri perut
3. Mual dan muntah
4. Perdarahan per vaginam
3. Pemeriksaan 1. Tanda-tanda syok (takikardi, hipotensi, oliguria)
Fisik 2. Conjungtiva anemia
3. Nyeri tekan atau nyeri lepas abdomen (defans muscular)
a. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan :
 Nyeri goyang portio (slinger pain)
 Nyeri adnexa (unilateral atau bilateral)
 Teraba massa adnexa (pada <30% kasus)
 Pembesaran uterus lebih kecil dibanding usia
kehamilan
 Cavum douglas menonjol
b. Tanda kehamilan yang lain seperti tanda Chadwick dan tanda
Hegar
4. Kriteria 1. Anamnesa
diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosa Kehamilan ektopik terganggu
kerja

6. Diagnosa 1. Kehamilan muda dengan infeksi pelvik


Banding 2. Kehamilan muda dengan torsi atau ruptur kistoma ovarii
3. Kehamilan muda dengan appendisitis akut perforata
7. Pemeriksaan 1. DL
Penunjang 2. Plano test
3. Pemeriksaan USG
4. Kuldosentesis
8. Terapi 1. Tujuan :
Memperbaiki kondisi hemodinamik pasien dengan resusitasi adekuat
serta mencari sumber perdarahan yang terjadi.
2. Penatalaksanaan KET meliputi :
 Resusitasi (pemasangan infus, pemberian oksigenasi)
 Eksplorasi laparatomi (kehamilan abdominal)
 Salpingotomi (kehamilan tuba)
 Salpingektomi partial (kehamilan tuba)
 Comuektomi (kehamilan interstial)
9. Edukasi 1. Kondisi penyakit pasien
2. Tujuan dan tatacara tindakan medis
3. Alternatif tindakan medis dan resikonya
4. Rencana perawatan, pemberian obat-obatan dan tindakan yang
dilakukan
5. Kemungkinan resiko dan komplikasi yang bisa terjadi
6. Prognosa penyakit dan prognosa terhadap tindakan yang
dilakukan
N. KETUBAN PECAH DINI
1. Pengertian Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature
rupture of membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban
secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi
uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis
bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida
2. Anamnesis 1. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
2. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks)
3. Status kehamilan dan HPHT
4. Tanda- tanda inpartu
5. Faktor predisposisi terjadinya KPD : infeksi, kelainan letak,
trauma, dll
3. Pemeriksaan 1. Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
fisik
Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
2. Pemeriksaan dalam:
Ada cairan dalam vagina.
Selaput ketuban sudah pecah.
3. Tes lakmus (nitrazin)
4. Kriteria 1. anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya,
Diagnosis merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental
dan baunya.
2. Pemeriksaan fisik, sebagai berikut :
 Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus
dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks
mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang
serviks.

 Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau


cairan pada forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan
pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus
menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina
dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat
terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan
setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan
diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam,
walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif
palsu.

 Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan


amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun
pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan
secara luas.

 Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending


infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga
terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU dan kultur
darah. Berikan antibiotika spektrum luas.

 USG digunakan untuk melihat organ interna dan fungsinya,


juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang
menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal
bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada
terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang
normal tidak mengeksklusi diagnosis.

5. Diagnosa Ketuban Pecah Dini


Kerja

6. Diagnosa Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan


banding

7. Pemeriksaan Tes lakmus


penunjang
Pemeriksaan USG

8. Tata Laksana Konservatif


 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan
induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi
dan persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus
pervaginam.9
9. Edukasi Bed rest total
Posisi tredelenberg
10. Prognosis Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul

O. LETAK SUNGSANG
1. Pengertian Janin dalam presentasi bokong. Bokong kaki atau kaki

2. Anamnesis  Sedang Hamil


 Letak sungsang (jika pernah usg sebelumnya)

3. Pemeriksaan  VT / Pemeriksaaan Dalam (pada letak bokong teraba tuber


Fisik isciadica, sacrum dan anus; pada ketuban pecah mungkin
terlihat meconeum; pada letsu kaki teraba bokong dan kaki,
sedangkan pada letak kaki teraba satu atau keduan kaki)
 Palpasi (fundus teraba kepala)
4. Kriteria 1. Bagian Janin Yang Terendah, Dapat Dibedakan :
Diagnosis  Letak Bokong
 Letak Bokong Kaki
 Letak Kaki
5. Diagnosa Letak Sungsang
Kerja

6. Diagnosa Kehamilan Ganda


Banding Letak lintang

7. Pemeriksaan USG.
Penunjang

8. Tata Laksana ANTENATAL


1. USG untuk menkonfirmasi letak bayi cari kemungkinan
adanya kelainan letak Plasenta, cacat bawaan, atau kelainan
bentuk rahim.
2. knee Kontrol ulang 1 minggu
PERSALINAN
1. Persalinan dengan Seksio Sesar, apabila :
 Persalinan pervaginam diprakirakan sukar / berbahaya
(FPD)
 Tali Pusat Menumbung pada primigravida, multigravida
(kala 1)
 Didapatkan distosia
 Kehamilan Premature / IUGR
 Riwayat sc sebelumnya
2. Pemantauan jalannya persalinan dengan partograf, jika
melambat/distosia sebaiknya lakukan pengakhiran per
abdominal
9. Edukasi 1. Masuk RS
2. Persalinan vaginal jika memungkinkan. Jika tidak, operasi.
10. Indikator Setelah persalinan (Pervaginam / SC) ibu dan bayi dalam keadaan
Medis baik dan stabil.
P. OPERASI MIOMA UTERI
1. Pengertian Mioma uteri adalah tumor jinak dari unsur otot polos dinding rahim

2. Diagnosis Mungkin tanpa gejala


 Mungkin ada gangguan haid
 Gangguan akibat penekanan tumor: disuria, retensi urin,
konstipasi
Pemeriksaan ginekologi:
Pembesaran uterus, konsistensi kenyal padat, berbatas
jelas,permukaan berbenjol, umumnya multipel
3. Indikasi Dan 1. Keganasan uterus
Kontraindika 2. Neoplasma ovarium
si

1. Darah Lengkap
4. Pemeriksaan 2. Golongan Darah
Penunjang 3. Skrining HIV
4. Skrining HbsAg
5. Persiapan Pemeriksaan Dokter dr SpOG
Prosedur Konsul Dokter dr SpAn
Persetujuan
1. Inform Connsent SC
Tindakan
2. Inform Consent Anasthesi
Persiapan Operasi 1. Identifikasi Pasien
2. Puasa minimal 6 jam sebelum operasi
3. Pemasangan Infus Farhest 500ml grojok
4. Pemasangan Cateter no 16
5. Mencukur Pubis

Q. PREEKLAPMSIA BERAT (PEB) ATERM


1. Pengertian Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg yang terjadi pada kehamilan lebih
dari 20 mgg, dengan proteiuria ≥ 2 gr/ 24 jam

2. Anamnesis Tekanan darah tinggi pada kehamilan, ditemukan mulai usia


kehamilan > 20 minggu
Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil
Ada atau tidaknya gejala impending eklampsia
Saat ini umur kehamilan ≥ 37 minggu
3. Pemeriksaan Tekanan darah ≥ 160/ 110 mm Hg
Fisik Pemeriksaan obstetri : sesuai dengan kehamilan usia lebih dari 37
minggu (Inspeksi, Palpasi, Auskultasi)
4. Kriteria Hamil usia lebih dari 37 minggu dengan disertai peningkatan tekanan
Diagnosis darah mulai pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dengan salah
satu atau lebih gejala dan tanda di bawah ini :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160/110 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg dalam dua kali pengukuran dengan jarak 6 jam setelah
usia kehamilan 20 minggu
2. Proteinuria 2,0 gr/24 jam atau +2 atau lebih
3. Oligouri, produksi urine <500 cc/24 jam
4. Kenaikan kreatinin serum
5. Gangguan cerebral atau penglihatan, gangguan kesadaran,
nyeri kepala, skotoma
6. Edema paru dan cyanosis
7. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen
8. Gangguan fungsi hati tanpa adanya etiologi lain
9. Hemolisis mikroangiopatik
10. Trombositopenia < 100.000
11. HELLP Syndrome
5. Diagnosa Severe Preeclampsia (Preeklampsia Berat/Peb) Aterm
Kerja

6. Diagnosis 1. Hipertensi gestasional


Banding 2. Hipertensi kronis superimposed preeklampsia
3. Hipertensi Kronis
4. Preeclampsia Ringan
7. Pemeriksaan 1. Darah Lengkap : Hemoglobin dan Hematokrit
Penunjang Peningkatan hemoglobin dan hematokrit berarti :
a. ada hemokonsentrasi, yang mendukung diagnosis
preeclampsia
b. menggambarkan beratnya hypovolemia
c. nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
2. Urine Lengkap
3. Renal Function Test (RFT) : Kreatinin serum, asam urat
serum, nitrogen urea darah (BUN)
Peningkatannya menggambarkan :
 Beratnya hipovolemia
 Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
 Oliguria
 Tanda preeclampsia berat
4. Transaminase Serum : SGOT, SGPT
Peningkatan transaminase serum menggambarkan
preeclampsia berat dengan gangguan fungsi hepar
5. Lactic Acid Dehydrogenase (LDH) : menggambarkan adanya
hemolisis
6. Albumin serum dan Faktor Koagulasi (Faal Hemostasis) :
menggambarkan kebocoran endothel, dan kemungkinan
koagulopati
7. Morfologi sel darah merah pada hapusan darah tepi :
Untuk menentukan :
a. adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
b. morfologi abnormal erytrocyte, schizocytosis dan
spherositosis
8. Terapi Perawatan Aktif, Agresif
1. Tujuan : Terminasi Kehamilan
2. Indikasi :
1) Indikasi Ibu
a) Kegagalan terapi Medikamentosa
(1) Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang
persisten
(2) Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang
persisten
b) Tanda dan gejala Impending Eklampsia
c) Gangguan fungsi hepar
d) Gangguan fungsi ginjal
e) Dicurigai terjadi solusio plasenta
f) Timbulnya onset partus, ketuban pecah, perdarahan
2) Indikasi Janin
a) Usia kehamilan ≥ 37 minggu
b) IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
c) NST patologis dan profil biofisik abnormal
d) Timbulnya oligohidramnion
3) Indikasi Laboratorium : trombositopenia progresif, yang
menjurus ke HELLP Syndrome
3. Terapi Medikamentosa
 Infus RD5 60-125 cc/ jam
 SM terapi :
a) loading MgSO4 20% 4 gr IV
b) loading MgSO4 40% 10 gr drip dalam 6 jam
 Maintenance 5 gr MgSO4 40% drip dalam 6 jam
 Antibiotik : Ampicillin 3x1 gr IV
 Antihipertensi : Nifedipin 3x5 mg bila terjadi krisis
hipertensi (systole > 180 mmHg atau diastole 110 mmHg)
berikan catapres titrasi k/p
4. Cara Persalinan: sedapat mungkin persalinan diarahkan
pervaginam
1) Penderita belum inpartu

I. Dilakukan induksi persalinan bila Bishop Score ≥ 6


Bila PS<6 dilakukan pematangan cervix dengan
misoprostol 25 microgram/6 jam (maksimal 2 kali).
Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II
dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal, dan harus segera disusul dengan
dilakukan SC.
II. Indikasi dilakukan SC apabila :
(1) Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
(2) Induksi persalinan gagal
(3) Terjadi maternal distress
(4) Terjadi fetal distress

2) Penderita sudah inpartu


a. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik friedman. Fase
laten dilakukan amniotomi dan oksitosin drip. Fase aktif
dilakukan amniotomi
b. Mempercepat kala II sesuai dengan syarat dan indikasi
9. Edukasi 1. Kondisi penyakit ibu dan kondisi janin
2. Tujuan dan tatacara tindakan medis
3. Alternatif tindakan medis dan resikonya
4. Rencana perawatan, pemberian obat-obatan dan tindakan yang
dilakukan
5. Kemungkinan resiko dan komplikasi yang bisa terjadi kepada
ibu dan janinnya
6. Prognosa penyakit dan prognosa terhadap tindakan yang
dilakukan

R. SECTIO CESAREA
1. Pengertian Persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding Rahim

2. Tujuan a. Melahirkan janin secepatnya


b. Mencegah komplikasi yang mengancam keselamatan ibu dan
janin
3. Indikasi Dan Indikasi Prosedur :
Kontraindika
a. Panggul sempit absolute
si b. Disproporsi kepala panggul
c. Placenta previa/ plasenta letak rendah
d. Inkoordinasi uteri
e. Preeklamsi berat atau eklamsi
f. Rimayat sectio cesarea sebelumnya
g. Induksi atau stimulasi gagal
h. Tumor jalan lahir yan mengganggu penurunan janin
i. Fetal distress
j. Presentsi bokong
k. Rupture Uteri Iminen
l. Elektif
Kontraindikasi : tidak ada
Pada umumnya SC tidak dilakukan pada :
a. Janin meninggal
b. Anemia yang belum teratasi
4. Pemeriksaan 1. Darah Lengkap
Penunjang 2. Golongan Darah
3. Skrining HIV
4. Skrining HbsAg
5. Persiapan Pemeriksaan Dokter dr SpOG
Prosedur
Konsul Dokter dr SpAn
Persetujuan
1. Inform Connsent SC
Tindakan
2. Inform Consent Anasthesi
Persiapan Operasi 1. Identifikasi Pasien
2. Puasa minimal 6 jam sebelum operasi
3. Pemasangan Infus Farhest 500ml grojok
4. Pemasangan Cateter no 16
5. Mencukur Pubis
6. Prosedur  Pasien ditidurkan diatas meja operasi dengan sebelumnya
Operasi diberikan premedikasi di ruang persiapan oleh bagian anestesi
 Dilakukan anestesi oleh dokter anestesi
 Toilet pada daerah operasi dengan alcohol 70% kemudian dengan
betadine
 Pasien ditutup dengan duk steril kecuali daerah operasi
 Dilakukan irisan pada daerah perut 1 cm diatas SOP kea rah pusat
sepanjangn 10 cm atau irisan melintang (pfanen style), kemudian
irisan diperdalam lapis demi lapis (subkutis, fascia, otot,
peritoneum parietal)
 Setelah peritoneum dibuka pasang tampon usus, dilakukan
pembukaan plika vesikouterina, kandung kencing disisihkan
sejauh mungkin ke kaudal.
 Dilakukan irisan pada segmen bawah rahim, dilebarkan secara
tumpul.
 Tangan kiri operator memegang kepala janin, mencari kaki janin
kemudian melakukan ekstraksi, setelah janin lahir dilakukan
pemotongan talu pusat. Muka bayi diusap untuk membersihkan
lendir.
 Plasenta dikeluarkan secara manual, suntikkan oksitosin 10 unit
intra mural
 Sudut perdarahan kanan dan kiri di klem, dijahit dengan benang
kromik
 Segmen bawah rahimdan plika vesikouterina dijahit.
 Tampon usus diangkat, kavum abdominal dibersihkan, kontrol
perdarahan.
7. Perawatan 1. Pemberian Antibiotik
Post Operasi
› Cefotaxim 3x1gr
› Metronidazol 3x500mg
2. Pemberian Anti Perdarahan
› Kalnex 3x500mg
3. Pemberian Anti Nyeri
› Kaltrofen Supp 3x1 (dan atau)
› Matolac 3x1
4. Pemberian Cairan Infus
› D5% : RL 2:1 drip Oksitosin 10IU-28 tpm
5. Antibiotik Tablet
› Cefadroxil 3x1tab
6. Anti Nyeri Tablet
› Ponsamic 3x1 tab
7. Anti Perdarahan Tablet
› Bledstop 3x1
8. Hasil TD, Nadi, Suhu
Observasi
Kontraksi Uterus, TFU, Perdarahan Pervag
Luka Operasi
9. Prognosis 1. Dubia Adbonam
2. Dubia Admalam
10. Unit yang Unit Rawat Inap Kebidanan
menangani

You might also like