Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULAN
1.Latar Belakang
Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi
menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah
pembedahan. Definisi Anetesiologi berkembang terus sesuai dengan
perkembangan ilmu kedokteran. Secara harfiah anestesi berti ketiadan rasa atau
sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan
hilangannya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestesi dilakukan untuk
mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai
hilangan kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan
dengan pembedaha. Anestesi menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan.1,2
1
Cara pemberian anestesi terbagi menjadi 3, yaitu :
1. General anestesi
2. Regional anestesi
Regional anestesi adalah suatu keadaan dimana hilangnya sensasi nyeri pada
suatu bagian tubuh oleh obat anesthesia tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran
Lokal (infiltrasi)
Blok saraf
Peridural
Spinal (Sub Arachnoid Block / SAB ), dan lain-lain.
3. Lokal anestesi
Lokal anestesi adalah anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestesika lokal pada daerah atau di sekitar lokasi pembedahan yang
menyebabkan hambatan konduksi implus aferen yang bersifat temporer.
2
diethylaminoacetic, bukan PABA; oleh karena itu, memiliki kelebihan potensi
alergi yang rendah. Sejak itu, beberapa anestesi jenis amida telah diperkenalkan
dalam klinis.
3
dengan penyakit lain datang dengan gangguan ini, dikarenakan terjadinya
kelemahan tendon.1
Pecahnya atau robeknya tendon biasanya terdiagnosis secara asesmen klinis,
namun pemeriksaan X-ray dan ultrasound digunakan untuk memastikan
diagnosisnya. MRI adalah standar definitif dalam menunjukkan gambaran ruptur
tendon. Tergantung pada lokasi dan keparahan dari ruptur tendon, dokter dapat
memilih tatalaksana yang dengan medikasi dan fisioterapi atau dengan operasi.1,2
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
1. Ruptur Tendon
1.1 Definisi
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang.
Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang,
sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak
dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan
menyebabkan terjadinya gerakan. Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan
secara paksa. Ruptur tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang
diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon.7
5
Tulang-tulang berhubungan pada sendi oleh ligamen dan jaringan ikat lainnya,
sehingga kontraksi tendon menghasilkan gerakan-gerakan tertentu, tergantung
pada otot dan sendi yang terlibat.7
1.4 Etiologi
Penyebab paling sering pada ruptur tendon adalah cedera yang timbul
dalam kegiatan aktivitas yang membutuhkan beban otot ekstra, seperti olah
raga, melompat dan berputar pada olah raga badminton, tenis, basket dan sepak
bola.
Trauma benda tajam atau tumpul menjadi penyebab kedua yang dapat
menyebabkan rusaknya otot atau tendon pada lokasi yang terkena trauma.
Dengan kecepatan dan momentum tertentu, tendon dapat ruptur secara
mekanik.
Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes juga dapat menjadi
penyebab lemahnya otot ataupun integritas dari tendon itu sendiri. Secara
sistemik, terjadi gangguan pembentukan dan perusakan dari myosit tersebut,
sehingga bila terkena penyebab mekanik yang ringan dan tidak memiliki
momentum yang cukup untuk merobek, tendon tersebut akan dengan
gampangnya rusak.7,8
6
kelingking. Selaput sinovial jari dari 3 jari medial menyelubungi secara terpisah
dari proksimal metacarpal sampai insersinya ke phalanx distal. Tendon fleksor
pollicis longus masuk ke permukaan anterior dari proksimal phalanx distal ibu
jari.
Sedangkan tendon fleksor digitorum profunda memasuki selaput fibrosa
pada proksimal metacarpal dan ujungnya melebar untuk masuk ke permukaan
volar dari proksimal phalanx distal dari 4 jari medial. Tendon fleksor digitorum
superfisial juga masuk ke selaput fibrosa pada tempat yang sama dan ujungnya
melebar.3 Setiap tendon fleksor digitorum superfisial terbagi menjadi 2 sarung
tendon pada corpus phalanx media untuk melewatkan tendon fleksor digitorum
profunda dan masuk ke sisi ulnar dan radiusnya pada phalanx media dari ke
empat jari.3
7
Dalam upaya untuk menggambarkan trauma tendon secara akurat,
Kleinert dan Verdan mengklasifikasikan trauma tendon berdasar zona
anatomi:8,9,10
8
Gambar 30. Zona-zona Tendon Fleksor
FDP berfungsi sebagai fleksor jari utama, sedangkan FDS dan intrinsic
muscle bergabung untuk memperkuat cengkeraman. Kekuatan tendon FDS dua
hingga tujuh kali lebih kecil daripada yang dihasilkan FDP saat menggenggam
dan mencubit Pada jari, tendon fleksor terbungkus oleh selubung tendon yang
dilapisi oleh lapisan synovial visceral dan parietal yang berisi cairan
synovial.8,9,10
9
Gambar 31. Pulley dan cruciate pulley.
10
untuk memberikan permukaan gliding yang licin (smooth) pada permukaan
synovialnya sehingga tendon dapat bergerak/sliding secara bebas pada
persendian tangan dan diantara masing-masing tendon selama pergerakan.7,8,9
1.9 Diagnosa
1.9.1 Anamnesa
Status general pasien berupa usia, tangan yang dominan,
pekerjaan / hobbi, dan riwayat masalah tangan sebelumnya. Kapan dan
11
dimana trauma terjadi? Pada kasus trauma untuk mengetahui keakutan
trauma dan kemungkinan kontaminasi dengan benda asing.
Bagaimana trauma terjadi? Hal ini memberi bantuan trauma yang
terjadi. Misalnya, peselancar yang terluka tangannya saat tali penarik
terlepas secara kuat dari tangannya, sepertinya terjadi trauma pada
mekanisme tendon fleksornya. Bagaimana posisi tangan saat terjadinya
trauma? Struktur dalam tangan meluncur saat gerakan. Jaringan
dibawah memar atau laserasi mungkin tidak sama dengan jaringan yang
terlihat saat trauma terjadi karena pergerakan struktur dalam tangan
(misal, tendon ekstensor terluka dengan jari dalam keadaan fleksi
mungkin tidak terlihat pada luka ketika jari dalam keadaan ekstensi).
Perlu juga menanyakan riwayat terapi atau pembedahan pada tangan.
1.9.2 Survei Primer
Survei primer termasuk evaluasi batasan gerakan aktif dan pasif
jari-jari dan pergelangan sambil mencatat posisi istirahat tangan.
Manipulasi tidak selalu dibutuhkan; banyak yang dapat dicatat
mengenai tangan dan jari-jari dengan pengamatan sederhana. Seorang
dokter harus menduga akan kemungkinan kerusakan tendon jika ada
luka terbuka, ada jari yang tidak berada pada posisi normalnya dan
kehilangan gerakan aktif.1,2
12
kelingking paling fleksi.Jika kedua tendon jari terpotong, maka jari akan
berada dalam posisi hiperekstensi.1,2
Fungsi tendon biasanya dievaluasi dengan gerakan aktif volunter
jari, biasanya secara langsung oleh pemeriksa. Tindakan manuver yang
dilakukan dahulu pada tangan pemeriksa atau tangan penderita yang
sehat sebelum pada tangan yang terluka dapat membantu. Jika luka pada
distal pergelangan, jari yang terluka ditahan untuk memperoleh gerakan
sendi spesifik. Dengan sendi proksimal interphalanx ditahan, fleksor
digitorum profunda diduga terpotong jika sendi distal interphalanx tidak
dapat fleksi secara aktif. Jika sendi proksimal interphalanx dan distal
interphalanx keduanya tidak dapat fleksi secara aktif dengan tahanan
pada sendi metacarpophalangeal, maka kedua tendon fleksor mungkin
terpotong.7,8,9
Pada ibu jari, untuk pemeriksaan tendon fleksor pollicis longus,
sendi metacarpophalangeal ibu jari ditahan. Jika tendon fleksor pollicis
longus terpotong, fleksi pada sendi interphalangeal tidak ada.
Sedangkan jika luka terletak pada pergelangan, sendi jari dapat fleksi
secara aktif meskipun tendon jarinya terpotong. Hal ini dikarenakan
interkomunikasi tendon fleksor digitorum profunda pada pergelangan,
khususnya jari manis dan kelingking. Pada ruptur tendon parsial
biasanya tetap berfungsi, namun gerakan jari dibatasi oleh nyeri.7,8,9
13
yang tinggi dalam deteksi ruptur tendon. Namun demikian, MRI tidak
berperan dalam penanganan emergensi dari luka pada tangan.7,8
1.10 Penatalaksanaan
1.10.1 Penanganan Trauma Tendon Fleksor
Mekanisme trauma fleksor tangan dan jari tidak lagi diterapi
dengan rekonstruksi tertunda karena perbaikan primer langsung dan
tertunda memberi hasil yang baik sampai sempurna, meski dilakukan
pada jari tengah. Hasil yang memuaskan dilaporkan pada 75 – 98 %
pasien.7,8
Zona I
Sebagaimana laserasi tendon pada jari umumnya, luka harus
diperluas ke proksimal dan distal untuk memudahkan
visualisasi. Beberapa ahli bedah memilih jahitan jarum Keith
melalui phalanx distal dengan volar ke sudut dorsal daripada
kedua sisi tulang.
Zona II
Kedua laserasi tendon direkonstruksi pada zona II. Jahitan
4-strand dengan jahitan epitenon. Rekonstruksi Kessler
modifikasi Strickland dilakukan dengan menggunakan 2 poros
jahitan untuk tendon fleksor digitorum profunda.
Zona III
Rekonstruksi tendon menggunakan teknik jahitan yang
sama dengan yang dijelaskan sebelumnya. Pemaparan tendon
lebih mudah dan hasilnya lebih baik karena tidak adanya selaput
fibroosseus pada zona ini.
Zona IV
Tendon direkonstruksi dengan teknik sebagaimana yang
dijelaskan sebelumnnya, selama tidak ada trauma saraf
medianus yang terletak di superfisial tendon.
14
Zona V
Trauma pada tautan muskulotendinosa dapat sulit direkonstruksi
karena jaringan otot akan tidak dapat menahan jahitan. Sering
jahitan matras multipel dibutuhkan jika tautan muskulotendinosa
tidak mampu menahan poros jahitan.
Strickland menekankan 6 karakter rekonstruksi tendon ideal :1,2
b. Rekonstruksi end-to-side
Rekonstruksi end-to-side sering digunakan pada transfer tendon
saat satu otot mengaktifasi beberapa tendon.7,8,9
15
1.10.3 Proses Penyembuhan pada Rekonstruksi Tendon
Proses penyembuhan terjadi melalui 3 tahap yakni fase
inflamasi, reparasi dan remodelling.7,8
Setelah penjahitan tendon, respon inflamasi merangsang
pembentukan jaring fibrin dan migrasi makrofag serta sel inflamasi
lainnya ke lokasi perbaikan. Sel-sel ini kemudian melepaskan faktor
pertumbuhan dan faktor kemotaktik. Dalam 2 cm sekitar perbaikan,
sel-sel dalam epitenon berproliferasi dan bermigrasi ke lokasi
perbaikan. Regangan pada fase ini sama dengan regangan pada
rekonstruksi.Fase inflamasi berlangsung 0 – 14 hari.7,8
Fase reparasi berlangsung sekitar 28 hari (minggu ke 2 – 6)
setelah fase inflamasi. Fase ini ditandai secara primer oleh
pembentukan kolagen terus menerus, yang membentuk pembungkus
dinamis pada tempat perbaikan. Neovaskularisasi terjadi dari sumber
intrinsik dan ekstrinsik.7,8
Fase berikutnya adalah remodelling yang ditandai oleh
remodelling kolagen dan penurunan kecepatan proliferasi sel.
Peningkatan regangan tendon dilaporkan konsisten dengan struktur
kolagen fibrin remodelling dan revaskularisasi. Fase ini berlangsung
setelah minggu ke-6-12.7,8
Saat ini secara umum sudah diterima bahwa dengan memberikan
latihan gerakan pasif dini (LGPD) pada tendon pasca penyambungan
akan mempercepat penguatan tensile strength, adesi lebih minimal,
perbaikan ekskursi, nutrisi yang lebih baik dan perubahan pada lokasi
penyambungan yang lebih minimal dibandingkan dengan tendon
yang diimobilisasi. Latihan gerak berdampak positif pada
penyembuhan tendon dengan meningkatkan difusi nutrien dari cairan
sinovial, meningkatkan produksi kolagen. Untuk itu diperlukan
16
suatu tehnik penyambungan yang kuat (gap resistant suture
technique) diikuti dengan latihan yang terkontrol.7,8
Faktor–faktor yang berperan dalam terbentuknya adesi yang
menghambat ekskursi pada penyambungan tendon diantaranya
kerusakan jaringan saat trauma awal dan saat pembedahan, iskemia
tendon, imobilisasi jari, adanya jarak pada lokasi yang disambung
serta eksisi selubung tendon.7,8
Pada tendon yang mempunyai selubung tendon (tendon sheath),
sel-sel untuk proses penyembuhan diduga berasal dari ujung tendon
yang terpotong atau dari selubung tendon dan akan membentuk
parut.7,8
Penyembuhan tendon eksogen dan endogen serta pengembalian
fungsi tendon yang baik memerlukan kemampuan teknik operasi
yang baik sehingga ujung tendon yang putus dapat tersambung rapat.
Hal ini bergantung jenis benang yang digunakan (suture material),
kekuatan yang dihasilkan dengan teknik penjahitan yang tepat dan
teknik pengikatannya (knotting). Teknik operasi harus dapat menjaga
kemungkinan rusaknya vaskularisasi tendon. Pasca
operatifdiperhatikan program mobilisasi aktif tendon untuk
mengurangi terbentuknya adesi dan meningkatkan kekuatan
tendon.7.8
2. Anestesi Regional
Anestesi blok regional mencakup semua anestesi yang menggunakan blok
saraf untuk mendapatkan penghilang nyeri menyeluruh. Dengan sedikit gangguan
impuls saraf aferen (deafrensiasi) anestesi regional sangat mendekati konsep
anestesi ‘ideal’ atau bebas stress; tetapi digunakan lebih jarang dari yang
diperkirakan karena beberapa keterbatasan.1
1. Blok saraf membutuhkan waktu lebih lama untuk induksi dan waktu pemulihan
antara kasus – kasus operasi tidak perlu diperpanjang.
17
2. Ada risiko bahwa blok saraf tidak benar-benar efektif, pada keadaan ini, pasien
mungkin membutuhkan suntikan ulang (bila masih dalam batas dosis keamanan
untuk anestesi local tertentu) atau anestesi umum. Kedua tindakan tersebut akan
lebih memperpanjang waktu sebelum operasi, juga menambah rasa tidak enak
bagi pasien.
3. Selalu ada kemungkinan bahwa blok saraf dapat menimbulkan komplikasi
neurologi atau bila mengenai bagian lapangan vascular tertentu, dapat
menimbulkan efek ketidak stabilan hemodinamik yang berbahaya pada pasien
tua, atersklerosis, penderita trauma atau hipovolemik.
4. Penerimaan pasien yang baru selalu menimbulkan kesulitan karena banyak
pasien yang takut tetap ‘terjaga’ dan tidak ingin mendengar berbagai bunyi
dalam ruang operasi.1,2
Walaupun dianggap bahwa anestesi regional lebih aman dari anestesi umum
karena kurang menimbulkan gangguan fisiologi yang berhubungan dengan blok
saraf, belum ada penelitian terdahulu untuk membuktikan konsep ini. Tetapi data
akhir dari kepustakaan menunjukkan bahwa pada kasus tertentu, terutama pada
pasien tua, komplikasi operasi seperti thrombosis vena yang besar dan emboli paru,
dapat mengurangai penggunaan anestesi regional. Dewasa ini anestesi regional yang
dilakukan dengan baik dan ahli akan memberi hasil memuaskan seperti anestesi
umum yang baik.1
18
menganggu kesadaran dan refleks saluran napas atas. Teknik ini
menguntungkan bagi pasien penyakit pulmoner kronik, gangguan jantung
berat, atau gangguan fungsi ginjal. Akan tetapi pencapaian efek anestetik yang
adekuat pada teknik ini kurang dapat diprediksi sehingga dapat mempengaruhi
jalannya operasi. Kerjasama dan partisipasi pasien merupakan kunci dalam
keberhasilan dan keamanan setiap tindakan blok perifer. Keberhasilan teknik
blok ini sangat dipengaruhi oleh keterampilan petugas/dokternya. Pengetahuan
anatomi yang komprehensif mengenai lokasi pembedahan sangat penting
dalam pemilihan teknik anestesi blok yang tepat. Pasien juga harus kooperatif
untuk mendapatkan hasil blok saraf perifer yang efektif.4
Blok saraf perifer selain untuk anestesi, dapat digunakan untuk analgesia
setelah operasi dan tatalaksana nyeri kronik. Pada saat evaluasi preoperatif
perlu diperiksa dengan teliti adanya infeksi kulit di lokasi blok, selain itu perlu
memastikan fungsi koagulasi yang normal.3,4
19
4. Kerugian Anestesi Regional
a) Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
b) Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
c) Sulit diterapkan pada anak-anak.
d) Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
e) Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
5. Teknik Anestesi
1) Persiapan
Pasien dievaluasi seperti halnya teknik anestesi lainnya dan pemberian
obat berguna untuk mengurangi rasa sakit selama jarum dimasukkan untuk
melakukan blok saraf perifer. Ruang tempat melakukan blok harus terdapat
monitor, alat, dan obat jika terdapat reaksi obat anestesi lokal yang tidak
diinginkan (adverse reactions). Selain itu kateter intravena harus terpasang
sebelum melakukan blok. Obat-obatan sedasi atau anestesi umum dapat
disiapkan, jika sewaktu-waktu perlu digunakan.3
Pemilihan obat anestetik lokal untuk blok saraf perifer tergantung pada
onset, durasi, dan derajat blok konduksi. Lidokain dan mepivakain, 1-1,5%
untuk operasi 10-20 menit dan 2-3 jam, sedangkan ropivakain 0,5% dan
bupivakain 0,375-0,5% memiliki onset lebih lambat dan kurang memblok
sistem motorik, akan tetapi efek anestesi dapat bertahan 6-8 jam.
Pemberian epinefrin 1:200.000 (5μg/ml) intravena dapat meningkatkan
durasi blok konduksi, beberapa klinisi menggunakan dosis 3 ml anestesi
lokal dengan 1:200.000 (5μg/mL) atau 1:400.000 (2,5μg/mL) epinefrin
untuk mendeteksi letak intravaskular jarum atau kateter. Peningkatan
denyut jantung lebih dari 20% dari keadaan awal menunjukkan injeksi ke
intravaskular. Setiap pemberian 5 ml obat anestesi lokal dilakukan aspirasi
untuk meminimalkan risiko injeksi intravascular.5
20
Amida Topikal Infiltrasi Blok ARIV Epidural Spinal
saraf Intratekal
Lidokain + + + + + +
Etidokain - + + - + -
Prilokain - + + + + -
Mepivakain - + + - + -
Bupivakain - + + - + +
Ropivakain - + + - + +
Levobupivakain - + + - + +
Tabel 1. menunjukkan penyesuaian obat anestesi dengan teknik anestesi
21
Kontraindikasi blok saraf perifer adalah pasien tidak kooperatif (anak-
anak, demensia, dan pasien memberontak), kecenderungan perdarahan
(antikoagulan, hemofilia, dan koagulasi intravaskular diseminata), infeksi
di lokasi blok, toksisitas anestesi lokal, dan neuropati perifer.3
2) Lokasi
a. Blok Saraf Perifer Ekstremitas Atas
1) Blok Pleksus Brakialis
Plexus brachialis dibentuk oleh rami anterior C5-C8 dan T1.
Rami tersebut akan bergabung di rongga antara musculus scalenus
anterior dan medius membentuk tiga truncus yakni truncus superior,
media dan inferior. Truncus kemudian melewati batas lateral costae
pertama dan berjalan di bawah clavicula dan setiap truncus
membentuk divisi anterior dan posterior. Ketika plexus keluar dari
bawah clavicula dan memasuki daerah axilla, serabut plexus
brachialis kemudian akan membentuk tiga fasciculus (cord) yang
dinamakan sesuai dengan lokasinya terhadap arteri aksillaris yakni
fasciculus posterior, medial dan lateral.
Pada batas lateral musculus pectoralis minor, fasciculus akan
membentuk nervus terminal. Fasciculus lateral akan membentuk
cabang lateral nervus medianus dan berakhir sebagai nervus
musculocutaneus. Fasciculus medial akan membentuk cabang medial
nervus medianus dan berakhir sebagai nervus ulnaris. Fasciculus
posterior akan membentuk cabang nervus axillaris dan berakhir
sebagai nervus radialis.3,4,5
Plexus brachialis mempersarafi sensorik dan motorik seluruh
ekstremitas superior kecuali bagian bahu yang dipersarafi oleh
plexus cervicalis dan lengan atas medial dipersarafi oleh nervus
intercostobrachialis dan cutaneus brachii medialis. Anestetik lokal
22
dapat disuntikkan pada salah satu titik sepanjang plexus brachialis
tergantung efek blok yang diinginkan. Blok interscalenus digunakan
untuk prosedur pembedahan pada bahu dan proksimal humerus.
Blok supraclavicula, infraclavicula dan axillaris untuk prosedur
pembedahan pada distal mid-humerus.3,4,5
Gambar 1. Plexus
Brachialis
2) Blok Interscalenus
Blok interscalenus ialah teknik anestesi pada truncus plexus
brachialis di leher diantara musculus skalenus anterior dan medial.
Blok interscalenus biasanya digunakan untuk memberikan anestesi
atau analgetik pada pembedahan bahu dan lengan atas. Blok ini tidak
efektif untuk pembedahan yang melibatkan radix saraf C8-T1.
Banyak praktisi yang menggabungkan metode anestesi ini dengan
anestesi umum ringan saat melakukan pembedahan.
Indikasi blok interscalenus antara lain pembedahan di bahu,
fraktur humerus dan pembedahan lengan lainnya yang tidak
melibatkan aspek medial lengan bawah atau tangan. Kontraindikasi
tindakan ini ialah penolakan pasien, infeksi pada tempat injeksi,
defisit neurologis, alergi anestetik lokal, koagulopati, disfungsi
nervus phrenicus kontralateral dan PPOK berat.4,5
23
Gambar 2. Lokasi Blok
Interscalenus dan Area Tubuh
yang Dipengaruhi
24
3) Blok Supraclavicula
Blok supraclavicula ialah teknik anestesi plexus brachialis
pada supraclavicula di area sekitar arteri subclavia. Blok
supraclavicula diindikasikan untuk pembedahan atau nyeri post
operasi untuk ekstremitas atas terutama di area distal mid-humerus.
Keuntungan blok supraclavicula ialah plexus brachialis
terkonsentrasi pada area tersebut. Oleh karena itu, blok clavicular
mengakibatkan anestesi kuat dan cepat. Blok supraclavicula
dikontraindikasikan bila terdapat penolakan pasien, infeksi pada
tempat injeksi, defisit neurologis, alergi anestetik lokal, koagulopati,
disfungsi nervus phrenicus kontralateral dan PPOK berat.4,5
25
bermakna, oleh karena itu blok supraklavikular bilateral tidak
direkomendasikan, terutama pada pasien penyakit paru obstruktif
kronik.3,4,5
4) Blok Infraclavicula
Blok infraclavicula ialah teknik anestesi blok plexus brachialis
di infraclavicula di dekat processus coracoideus. Blok ini
diindikasikan untuk anestesi dan analgetik pada area di bawah siku.
Blok ini hampir serupa dengan blok axillaris namun memiliki
keuntungan di mana pasien tidak perlu mengangkat lengannya saat
injeksi. Blok ini tidak menimbulkan anestesi pada axilla atau lengan
atas bagian medial proksimal. Lokasi ini juga merupakan tempak
yang baik untuk pemasangan kateter saraf perifer karena area yang
mobilitasnya sedikit. Kontraindikasi blok ini antara lain penolakan
pasien, alergi anestetik lokal, infeksi pada tempat penyuntikan,
koagulopati, dan defisit neurologis.4,5,6
26
Gambar 6. Lokasi Blok
Infraclavicula dan Area
Tubuh yang Dipengaruhi
Gambar 7. Lokasi
Penyuntikan Blok
Infraclavicula
5) Blok Axilaris
Blok axillaris merupakan teknik anestesi plexus brachialis di
axilla dekat arteri aksillaris. Pada batas lateral musculus pectoralis
minor, fasciculus plexus brachialis membentuk cabang terminal.
Nervus axillaris, nervus musculocutaneus, nervus cabang nervus
27
cutaneus brachii medial berada di proksimal dari tempat injeksi
blok axillaris. Oleh karena itu, blok axillaris diindikasikan untuk
pembedahan di distal siku. Ada beberapa kontraindikasi blok plexus
brachialis antara lain penolakan pasien, infeksi lokal, neuropati,
koagulopati, dan alergi anestetik local.4,5
28
blok saraf daerah tangan lebih baik dilakukan di pergelangan tangan
dibandingkan di siku.4,5
29
Gambar 8. Lokasi Penyuntikan
Blok N. Medianus di Pergelangan
Tangan
30
Gambar 10. Lokasi Penyuntikan
Blok N. Ulnaris di Pergelangan
Tangan
31
Selain dengan infiltrasi subkutan, dapat dilakukan blok cabang
sensorik ke arah sisi lateral ibu jari yang berada di antara arteri
radialis dan tendon fleksor karpi radialis. Kemudian masukkan 1-2
ml anestetik lokal di daerah tersebut, pada beberapa orang nervus ini
dapat terpalpasi dari volar ke dorsal, maka dapat diberikan 2-3 ml
anestetik local langsung ke nervus di lateral radius. Anestesi ini akan
memblok punggung tangan 3 jari lateral.3
32
Jarum berukuran kecil dimasukkan pada bagian medial dan
lateral jari yang akan dianestesi dan 2-3 ml anestesi lokal tanpa
epinefrin diinjeksikan.4,5
33
Gambar 14. Plexus
LombosacralisDigiti
34
palpasi, lokasipenusukan tegak lurus kulit di 2 cm lateraldari arteri
femoralis dan 2 cm distal dari garis ligamentum inguinale dengan
kedalaman 2-3 cm. Identifikasi kontraksi musculus quadriceps major
atau patellar snap, lalu turunkan < 0,5 mA, laluinjeksi 20-30 ml
anestetik local.6
35
tuberositas tibia dan menuju medial hingga mendekati bagian
posterior tungkai.6
36
Nervus ini keluar dari pelvis dan memasuki paha medial melalui
foramen obturatorius. Blok nervus obturatorius bersama dengan blok
nervus femoralis dan blok nervus ischiadicus digunakan untuk
anestesi pada pembedahan lutut. Blok nervus obtrurator juga
digunakan untuk tatalaksana nyeri sendi panggul dan mengurangi
nyeri spasme m. adductor. Kontraindikasi dari tindakan ini ialah
penolakan pasien, infeksi lokal, koagulopati, neuropati, alergi
anestetik lokal dan riwayat pembedahan/trauma di area
penyuntikan.6
37
Radix saraf lumbalis masuk ke dalam m. psoas dan berjalan di
dalam kompartemen psoas sebelum akhirnya keluar dari m. psoas
dan bercabang menjadi saraf terminal. Blok plexus lumbar posterior
dilakukan dengan menyuntikkan anestetik lokal di dalam m. psoas.
Blok plexus lumbar posterior berguna untuk prosedur pembedahan
yang melibatkan area yang diinervasi nervus femoralis, nervus
cutaneus femoris lateralis dan nervus obturatorius. Pembedahan
tersebut biasanya dilakukan di panggul, lutut dan paha anterior.
Anestesi komplet lutut dapat dilakukan dengan blok nervus
ischiadicus proksimal. Kontraindikasi dari tindakan ini ialah
penolakan pasien, infeksi lokal, koagulopati, neuropati, alergi
anestetik lokal dan riwayat pembedahan/trauma di area
penyuntikan.6
38
diidentifikasi dan sebuah garis dihubungkan dari crista iliaca ke L4.
Spina iliaca posterior superior kemudian dipalpasi dan sebuah garis
digambar ke arah cephalad sejajar dengan garis pertama. Maka akan
terbentuk dua titik perpotongan pada garis yang menghubungkan
crista iliaca dan L4. Garis yang terletak di antara kedua titik tersebut
kemudian diukur panjangnya dan dibagi menjadi tiga. Jarum
ditusukkan pada jarak dua pertiga dari titik yang terletak di tengah
tubuh.
Jika tersedia, USG dapat digunakan untuk memperkirakan
kedalaman plexus lumbalis. Jarum kemudian ditusukkan ke arah
anterior tubuh hingga otot quadriceps berkontraksi. Jika jarum
menyentuh processus transversus, jarum diposisikan agak ke arah
caudal. Jarum jangan dimasukkan lebih dari 3 cm dari kedalaman
processus transversus. Anestetik lokal kemudian diinjeksikan
dengaan volume tidak lebih dari 20 ml.6
6) Blok Ischiadicus
Nervus ischiadicus berasal dari plexus sacralis dan terdiri dari
radix saraf L4-5 dan S1-3. Blok nervus ischiadicus dapat terjadi
sepanjang perjalanannya dan dapat digunakan untuk pembedahan di
39
lutut, tibia, pergelangan kaki, dan kaki. Kontraindikasi dari tindakan
ini ialah penolakan pasien, infeksi lokal, koagulopati, neuropati,
alergi anestetik lokal dan riwayat pembedahan/trauma di area
penyuntikan 6.
40
Gambar 23. Lokasi
Penyuntikan Blok Nervus
Ischiadicus
7) Blok Poplitea
Blok saraf poplitea memberi anestesi daerah proksimal
sebelum saraf ischiadicus bercabang menjadi nervus peroneus
communis dan tibialis di fossa poplitea. Blok nervus poplitea
diindikasikan sebagai analgetik peri/post operasi di area bawah lutut,
dua pertiga distal tungkai bawah terutama pergelangan kaki atau
kaki. Kontraindikasi dari tindakan ini ialah penolakan pasien, infeksi
lokal, koagulopati, neuropati, alergi anestetik lokal dan riwayat
pembedahan/trauma di area penyuntikan.6
Blok ini dapat dilakukan secara posterior. Blok saraf poplitea
dari posterior dengan mengidentifikasi fossa poplitea sebagai
segitiga dengan batas lateral musculus biceps femoris, batas medial
musculus semitendinous dan semimembranous, dan batas inferior
garis poplitea. Pada titik tengah garis poplitea tarik garis tegak lurus
hingga bersilangan pada ujung segitiga poplitea (8-10 cm), kemudian
lokasi jarum 1 cm dari apeks dan 1 cm ke lateral dengan sudut
posterior 30°- 45°, kedalaman 4-6 cm hingga menemukan kontraksi
pergelangan kaki, kaki, dan jari kaki, lalu berikan 30-40 ml anestetik
lokal.6
41
Gambar 24. Lokasi
Penyuntikan Blok Poplitea
42
Gambar 25. Persarafan Kaki
43
Gambar 26. Lokasi Penyuntikan Blok Pergelangan Kaki
44
Gambar 27. Lokasi Blok Plexus
Cervicalis Superior
45
Gambar 28. Lokasi Penyuntikan Blok N. Intercostalis
46
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan utama: Nyeri tangan kiri
47
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat Penyakit kardiovaskular : disangkal
- Riwayat Penyakit Pernapasan : disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya : tidak ada
- Riwayat Obat yang diminum : tidak ada
- Riwayat Anestesi : tidak ada
- Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi
48
Mata : Sekret (-/-), Conjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-).
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-)
Mulut : Mallampati 1
Telinga : Deformitas (-), darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal, trakea
di tengah, malampati score 1.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis & dinamis, retraksi
dinding dada (-), jejas (-)
Palpasi :vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara nafas dasar : vesikuler Suara tambahan :
wheezing (-/-), ronkhi(-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 1 cm ke medial linea
mid clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak
melebar.
Perkusi :
49
Abdomen
Ekstremitas
Superior : akral teraba hangat(+), sianosis (-/-),
Udem (-/+)
Inferior : akral hangat (+), sianosis (-/-), edem (-/-)
Status Lokalis
Regio : Wrist
50
Leukosit 7,4 /uL 3.370 – 8.380
HB 7.6 g/dL 13,3 – 16,6
Hematokrit 23.6 % 41.3– 52.1
Trombosit 140.000 /uL 140.000 – 400.000
PT 11,6” detik 10,2-12,1
APTT 19,9” detik 24,8-34,4
Foto Klinis
Informed Consent
Puasa Mulai Jam 24.00 WIT
Jam 06.00 : Ukur tekanan darah
Infus RL 20 tpm
51
3.6. Penentuan PS ASA
PS. ASA : PS. ASA III (pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik
berat disebabkan berbagai hal tetapi tidak mengancam
nyawa).
Informed Consent : +
52
B4 : Tidak terpasang DC
Pernafasan : Spontan
Penyulit pembedahan : -
53
Tanda vital pada akhir : TD: 126/72 mmHg, N:75 x/m, SB: 36,7°C
pembedahan
RR: 22 x/m
Post operasi
- IVFD RL 500cc/12jam
- Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Metronidazole 2x500mg (IV)
- Netilmisine 2 x 300 mg (IV)
- Ranitidine 2x50 mg (IV)
- Metamizole Sodium 3x1gr (IV)
- GV 1x/2hari
Laporan Pembedahan
54
Teknik Pembedahan : - Informed Consent
- Pasien posisi Supine dalam pengaruh PNB
- Desinfeksi lapangan operasi dengan betadin dan
alcohol
- Tampak vulnus laserasi flexum zone V dengan
ruptur arteri radialis, rupture median nerve , rupture
PL, FDL, FCR, EPL tendon
- Cuci dengan NaCl 0,9 %
- Dilakukan repair tendon dengan care suture …..
- Dilanjutkan dengan repaire never laserasi after
radial
- Cuci luka
- Jahit tepi luka jahit dengan full dan kasa steril
- Apply dengan slab
- Operasi selesai.
55
3.10. Balance Cairan
56
Total Perdarahan =
Operasi kecil : 4-6 ml x BB 100cc
Operasi sedang : 6 – 8 ml x BB Suction : -
Operasi besar : 8 – 10 ml x BB Kasa kecil : 10
10x10 : 100 cc
Terapi cairan pada operasi sedang : Urine = DC (-)
Operasi bedah sedang : 6-8 cc/KgBB/jam IWL: 900 cc
6-8 cc x 60 kg = 360 – 480 cc/jam
Untuk 2 jam = 2 jam x 360 – 480cc/jam
= 720 – 960 cc
- Replacement
EBV = 65 cc / KgBB
= 65 x 60 Kg = 3.900 cc
57
2. Replacement :
Kebutuhan cairan untuk pengganti 9 jam puasa
100 cc x 9 jam = 900 cc
125 cc x 9 jam = 1.125cc
jadi, total = 900- 1.125 cc adalah cairan pengganti
yang diperlukan pada saat pasien puasa selama 9 jam
B1: Airway bebas, napas spontan, tidak terpasang O2, RR: 20 x/m
58
B2:Perfusi hangat, kering, merah, anemis (-), CRT<2”, TD:110/70 mmHg,
Nadi 74x/m
B3: Kesadaran : Compos Mentis, Pupil bulat, Isokor 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
B4 : BAK spontan
B5 : Simetris, Supel,Datar , Bu 4 x/15 Detik ; Hepar/Lien/Renal: Tidak
Teraba Besar; Nyeri Ketok (-), Nyeri Tekan (-),
B6 : Deformitas (-) Fraktur (-), edema (-)
BAB IV
59
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang wanita 62 tahun dengan diagnosis Rupture left
Radial Artery, Rupture Median Nerve, rupture Palmaris Longus, Flexor pollicis
longus, Felxor Carpi Radialis, Extensor Pollicis Longus Tendon . Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pasien rujukkan dari RS Oksibil, datang dengan keluhan tangan nyeri
akibat terkena parang ± 1 hari yang lalu dan pasien mangaku sebelumnya pasien
terkena parang dipergelangan tangan kiri, pasien juga mengaku pengalami
pendarahan. Nyeri tangan kiri, seperti tertusuk, makin nyeri bila digerakkan dan
berkurang bila tidak digerakkan, terasa nyeri sampe dilengan atas, pendarahan
akitf (-), mual(-), muntah(-), pusing(-)
1) Penentuan PS ASA
Physical Statues : American Society of Anesthesiologist adalah pemeriksaan
fisik yang dilakukan untuk menentukan prognosis pada pasien sebelum
dilakukan tindakan anestesi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui risiko apa
yang bisa terjadi pada pasien tersebut dan tindakan apa yang bisa dilakukan
untuk mencegah hal tersebut.
Teori Kasus
ASA I : pasien penyakit bedah tanpa
disertai penyakit sistemik
ASA II : pasien penyakit bedah
disertai dengan penyakit sistemik
ringan sampai sedang
ASA III : pasien penyakit bedah PS ASA III
disertai dengan penyakit sistemik
Pada kasus ini di diagnosis dengan
berat yang disebabkan karena
Rupture left Radial Artery,
60
berbagai penyebab tetapi tidak Rupture Median Nerve, rupture
mengancam nyawa Palmaris Longus, Flexor pollicis
longus, Felxor Carpi Radialis,
Extensor Pollicis Longus Tendon
61
3) Blok saraf perifer merupakan Pada kasus ini dilakukan
anestesi lokal yang diinjeksikan di tindakan Regional anestesi
persarafan perifer sehingga anestesi dengan pemilihan jenis anestesi
yang dihasilkan di lokasi tubuh yang yaitu PNB (peripheral nerve
spesifik, bertahan lama dan efektif. block) pada daerah nervus
4) Blok saraf perifer merupakan teknik clavicula. Hal ini
anestesi yang cocok untuk operasi dipertimbangkan karena tindakan
superfisial pada ekstremitas. pembedahan yang akan dilakukan
Keuntungan blok saraf perifer memakan waktu yang tidak begitu
adalah tidak menganggu kesadaran lama (±1 jam), dan untuk
dan refleks saluran napas atas. mengurangi terjadinya resiko
Teknik ini menguntungkan bagi yang begitu besar pada saat di
pasien penyakit pulmoner kronik, anestesi.
gangguan jantung berat, atau Pada pemilihan blok
gangguan fungsi ginjal. Akan tetapi supraclavicula ini diharapkan obat
pencapaian efek anestetik yang anestesi dapat mencapai dan dapat
adekuat pada teknik ini kurang dapat mengeblok nervus pada daerah
diprediksi sehingga dapat telapak tangan dengan cepat.
mempengaruhi jalannya operasi.
Kerjasama dan partisipasi pasien
merupakan kunci dalam
keberhasilan dan keamanan setiap
tindakan blok perifer.
5) Blok supraclavicula ialah teknik
anestesi plexus brachialis pada
supraclavicula di area sekitar arteri
subclavia.
6) Blok supraclavicula diindikasikan
untuk pembedahan atau nyeri post
62
operasi untuk ekstremitas atas
terutama di area distal mid-humerus.
7) Keuntungan blok supraclavicula
ialah plexus brahialis terkonsentrasi
pada area tersebut.
63
Kebutuhan cairan untuk pengganti 9 jam puasa = 37,5 cc/jam
100 cc x 9 jam = 9.00 cc
125 cc x 9 jam = 1.125 cc Dalam 24 jam 37,5 x
jadi, total = 900 - 1.125 cc adalah cairan 24 = 900 cc/24 jam
pengganti yang diperlukan pada saat pasien
puasa selama 9 jam
DURANTE OPERASI
Estimate Blood Volume (EBV): 65cc/KgBB x 60 Input :
kg = 3.900 cc 1. Nacl 0,9% :
Estimate Blood Loss (EBL): 10 % = 390 cc 500 cc
20 % = 780 cc
30 % = 1.170 cc Output :
Total Perdarahan =
Operasi kecil : 4-6 ml x BB 100cc
Operasi sedang : 6 – 8 ml x BB Suction : -
Operasi besar : 8 – 10 ml x BB Kasa kecil : 10
10x10 : 100 cc
Terapi cairan pada operasi sedang : Urine = DC (-)
Operasi bedah sedang : 6-8 cc/KgBB/jam IWL: 900 cc
6-8 cc x 60 kg = 360 – 480 cc/jam
Untuk 2 jam = 2 jam x 360 – 480cc/jam
= 720 – 960 cc
- Replacement
EBV = 65 cc / KgBB
= 65 x 60 Kg = 3.900 cc
64
= 100 𝑐𝑐⁄3.900 𝑐𝑐 cc x 100%
= 2,56 %
POST OPERASI Instruksi Post Operasi
1. 1. Maintenance : Input :
Kebutuhan cairan harian 40-50 ml x kgBB/hari Ringel Laktat 500cc/12
2. Replacement :
Kebutuhan cairan untuk pengganti 9 jam puasa
133 cc x 9 jam = 1.197 cc
166 cc x 9 jam = 1.494 cc
jadi, total = 1.197-1.494 cc adalah cairan pengganti
yang diperlukan pada saat pasien puasa selama 9 jam
65
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan Rupture left Radial Artery, Rupture Median
Nerve, rupture Palmaris Longus, Flexor pollicis longus, Felxor Carpi
Radialis, Extensor Pollicis Longus Tendon Klasifikasi status anestesi
digolongkan dalam PS ASA III.
5.2 Saran
. Perlu dilakukan edukasi kepada pasien agar rajin memeriksakan
kesehatannya kedokter. Dan juga dengan laporan kasus ini diharapkan dokter
66
muda dapat memahami tentang Anastesi umum agar lebih mengetahui tujuan
dan manfaat dan mempraktekkannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
67
7. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006.
Jakarta : Erlangga Medical Series
8. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta
: EGC.
9. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
10. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Ed.3. 2003.
The McGraw Hill Companies.
68