You are on page 1of 67

Small Group Discussion

Keperawatan Neurobehaviour II

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tumor Otak dan Tumor Medula
Spinalis

Dosen Pembimbing:
Dr. Tintin Sukartini, S.Kp., M.Kes
Oleh:
Kelompok 3
Isnaini Via Zuraiyahya 131511133094
Alex Susanto 131511133095
Puji Setyowati 131511133096
Dilruba Umi Shalihah 131511133097
Arman Rosyadio Firmansyah 131511133098
Nurul Fitrianil Jannah 131511133099
Siti Maisaroh Binti Wandi Yanti 131511133100
Novia Dwi Windasari 131511133135
Kelas A-3 Angkatan A2015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas limpahan rahmat serta
hidayah-Nya kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah Small Group
Discussion yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tumor Otak
dan Tumor Medula Spinalis” ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini memuat
penjelasan mengenai bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang
perawat dalam menghadapi klien dengan gangguan pada sistem neurobehaviour,
khususnya tumor otak dan tumor medula spinalis.
Kontribusi makalah ini bagi keperawatan adalah untuk mengembangkan
ilmu keperawatan khususnya pada aspek tumor saraf dalam sistem
neurobehaviour. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan tugas pada mata kuliah Keperawatan Neurobehaviour II.
Proses penyusunan makalah ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi didalamnya. Kritik dan saran sangat kami harapkan guna
mengembangkan sekaligus membenahi makalah ini agar lebih baik kedepannya.

Surabaya, 02 Juni 2017

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER HALAMAN................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Pusat.....................................................3
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Otak...................................................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis................................................8
2.2 Tumor Otak...................................................................................................12
2.2.1 Definisi Tumor Otak............................................................................12
2.2.2 Klasifikasi Tumor Otak........................................................................13
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Otak..............................................17
2.2.4 Patofisiologi Tumor Otak....................................................................18
2.2.5 Web of Caution Tumor Otak................................................................20
2.2.6 Manifestasi Klinis Tumor Otak...........................................................21
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak..................................................23
2.2.8 Penatalaksanaan Tumor Otak..............................................................24
2.2.9 Komplikasi Tumor Otak......................................................................26
2.3 Tumor Medula Spinalis................................................................................26
2.3.1 Definisi Tumor Medula Spinalis..........................................................26
2.3.2 Klasifikasi Tumor Medula Spinalis.....................................................27
2.3.3 Etiologi Tumor Medula Spinalis..........................................................29
2.3.4 Patofisiologi Tumor Medula Spinalis..................................................29
2.3.5 Web of Caution Tumor Medula Spinalis..............................................30
2.3.6 Manifestasi Klinis Tumor Medula Spinalis.........................................31
2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Medula Spinalis................................32
2.3.8 Penatalaksanaan Tumor Medula Spinalis............................................33

ii
2.3.9 Komplikasi Tumor Medula Spinalis....................................................34
2.4 Asuhan Keperawatan Tumor Otak dan Tumor Medula Spinalis secara
Umum.................................................................................................................34
2.4.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tumor Otak........................34
2.4.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tumor Medula Spinalis.....50
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Kasus............................................................................................................57
3.2 Pengkajian....................................................................................................57
3.3 Analisa Data..................................................................................................59
3.4 Diagnosa Keperawatan.................................................................................61
3.5 Intervensi Keperawatan................................................................................61
3.6 Evaluasi........................................................................................................63
KESIMPULAN......................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................66

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam tubuh manusia terdapat sistem saraf, yaitu sistem saraf pusat dan
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak dan
medula spinalis memegang peranan penting bagi tubuh karena otak adalah
pusat kehidupan. Gangguan pada otak maupun medula spinalis dapat
mempengaruhi organ atau bagian tubuh lainnya. Tumor otak merupakan salah
satu penyakit dengan resiko tinggi karena otak merupakan salah satu organ
tubuh yang sangat penting.
Tumor sistem saraf pusat merupakan 2 – 5% dari semua tumor dengan
80% diantaranya terjadi di intrakranial dan 20% di medulla spinalis. Pada
anak-anak 70% tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk
serebelum, mesencepalon, pons, dan medulla (Mollah et al., 2010). Tumor
otak berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tumor otak primer yang
berasal dari otak dan tumor otak metastase. Beberapa kasus tumor otak yang
banyak di Indonesia diantaranya meduloblastoma, meningioma, dan
astrositoma. Meduloblastoma biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan
meningioma merupakan tumor jinak yang berasal dari selaput pembungkus
otak. Astrositoma merupakan tumor otak yang terjadi karena mutasi pada gen-
gen yang mengatur pertumbuhan sel dan berakibat pada perkembangan sel
astrosit yang berlebihan dan menyebabkan tumor..
Berdasarkan data-data dari Central Brain Tumor Registry of the United
State (CBTRUS) dari tahun 2004-2005 dijumpai 23.62 per 100,000 orang-
tahun ( umur 20+). Kadar mortilitas di Amerika Utara, Western Europe dan
Australia dijumpai 4-7 per 100,000 orang per tahun pada pria dan 3-5 per
100,000 orang per tahun pada wanita. Selain itu telah dilaporkan bahawa
meningioma merupakan jenis tumor yang paling sering dijumpai yaitu 33.4%
diikuti dengan glioblastoma yaitu 17.6% ( Quan, 2010).
Prevalensi tumor medulla spinalis lebih sedikit dibandingkan tumor
intrakranial, dengan rasio 1:4. Insiden dari semua tumor primer medula
spinalis sekitar 10% sampai 19% dari semua tumor primer susunan saraf
pusat. (SSP), dan seperti semua tumor pada aksis saraf, insidennya meningkat

1
seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis kelamin tertentu hampir semuanya
sama kecuali pada meningioma yang pada umumnya terdapat pada wanita,
serta ependymoma yang lebih sering pada laki-laki. Sekitar 70% dari tumor
intradural merupakan ekstramedular dan 30% merupakan intramedular.
Trauma medula spinalis terutama mengenai orang muda, paling sering
usia 20-24 tahun dan sekitar 65% kasus terjadi dibawah usia 35 tahun, sering
terjadi pada pria daripada wanita (3-4:1). Sekitar 50% akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, terutama sepeda motor (40%), jatuh (20%), olahraga
(13%), kecelakaan kerja (12%), kekerasan luka tembak atau tusuk (15%).
Lokasi paling sering adalah C5, diikuti C4, C6, T12, C7 dan L1. Kepustakaan
lain menyebutkan insiden sesuai lokasi lesi, yaitu, servikal 40%, torakal 10%,
lumbal 3%, dorsolumbal 35%, lain-lain 14%.
Pengobatan atau terapi tumor otak didasarkan pada besar, lokasi dan
jenisnya. Modalitas terapi yang dapat dilakukan berupa pembedahan,
radioterapi, kemoterapi atau imunoterapi (Riadi, 1992). Pada beberapa kasus
tumor otak jinak yang dilakukan pembedahan, kadang diperlukan terapi
penyinaran untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa jika didapatkan
sisa tumor yang tidak mungkin dieksisi. Tumor otak ganas diobati dengan
pembedahan dan terapi penyinaran atau kemoterapi atau kombinasi ketiganya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari tumor otak dan tumor medula spinalis?
2. Bagaimana penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak
dan tumor medula spinalis?
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan konsep teori dari tumor otak dan tumor medula
spinalis
2. Untuk menjelaskan penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan
tumor otak dan tumor medula spinalis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Pusat


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

NO Bagian Otak Fungsi


1. Cerebrum
a. Lobus frontal a. Kontrol motorik gerakan volunteer,
b. Lobus oksipital
terutama fungsi bicara, kontrol
c. Lobus temporal
d. Lobus parietal berbagai emosi, moral, tingkah laku
dan etika.
b. Pendengaran, keseimbangan emosi dan
memori.
c. Visual senter, mengenal obyek
d. Fungsi sensori umum (pengecapan)

2. Cerebellum Merangsang dan menghambat serta


mempunyai tanggung jawab yang luas
terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar,
keseimbangan posisi dan mengintegrasikan
input sensori.
3. Brainstem
a. Otak tengah a. Bagian batang otak yang menjadi

3
b. Medulla oblongata penghubung antara otak besar dan otak
c. Pons
kecil. Otak tengah berhubungan dengan
proses penglihatan pada manusia.
b. Titik awal dimulainya saraf yang akan
menuju ke tulang belakang sehingga
seterusnya akan dilanjutkan ke seluruh
tubuh. Medulla oblongata berhubungan
dengan pengontrolan fungsi otomatis
organ-organ pada manusia.
c. Bagian batang otak yang terletak di
bawah medulla oblongata dan
mengatur serta meneruskan segala
informasi ke bagian otak yang lain.

NO Nama Saraf Kranial Fungsi


1. N I Olfaktorius Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke
otak untuk diproses sebagai sensasi bau.

2. N II Optikus Menerima rangsang dari mata lalu menghantarkannya ke


otak untuk diproses sebagai persepsi visual (penglihatan).

4
3. N III Okulomotorius Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa
impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior
dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan
ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa
informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata
yang terinervasi ke otak. Fungsinya adalah untuk
menggerakkan sebagian besar otot bola mata.

4. N IV Trokhlearis Neuron motorik berasal dari langit-langit otak tengah dan


membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut
sensorik dari spindle (serabut) otot menyampaikan informasi
indera otot dari otot oblik superior ke otak. Fungsinya adalah
untuk menggerakkan beberapa otot bola mata.

5. N V Trigeminus membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan rongga


nasal serta rongga oral. Nervus trigeminus memiliki 3
cabang, yaitu :
 Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak
mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga
nasal dan kulit dahi serta kepala.
 Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah,
rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
 Cabang mandibular membawa informasi dari gigi
bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit
kepala.
Fungsi Nervus trigeminus adalah :
a. Sensoris untuk menerima rangsangan dari wajah lalu
diproses di otak sebagai rangsang sentuhan
b. Motorik untuk menggerakkan rahang

6. N VI Abdusen Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik
membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke

5
pons. Fungsinya adalah untuk melakukan gerakan abduksi
mata.

7. N VII Fasialis  Sensorik untuk menerima rangsang dari bagian anterior


lidah untuk diproses di otak sebagai persepsi rasa
 Motorik untuk mengendalikan otot wajah untuk
menciptakak ekspresi wajah

8. N VIII Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua cabang,
Vestibulokhokhlearis yaitu :
 Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi
dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ
korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke
kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi
pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada
lobus temporal.
 Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang
yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.
Fungsinya adalah :
a. Sensoris sistem vestibular untuk mengendalikan
keseimbangan tubuh
b. Sensoris koklea untuk menerima rangsang dari telinga
untuk diproses di otak sebagai suara
9. N IX Glosofaringeus Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot
untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid.
Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan
rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum
dari faring dan laring. Neuron ini juga membawa informasi
mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu. Fungsinya adalah :
 Sensoris untuk merima rangsang dari bagian posterior
lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa.
 Motoris untuk mengendalikan organ-organ dalam.

6
10. N X Vagus Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan
menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen.
Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring,
trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla
dan pons. Fungsinya adalah :
 Sensoris untuk menerima rangsang dari organ-organ
dalam.
 Motoris untuk mengendalikan organ-organ dalam.

11. N XI Aksesorius Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial
berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring
dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis
serviks dan menginervasi otot trapezius dan
sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa
informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf
motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot
sternokleidomastoid. Fungsinya adalah untuk
Mengendalikan pergerakan kepala.

12. N XII Hipoglosus Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot
lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot
di lidah. Fungsinya adalah untuk mengendalikan pergerakan
lidah.

7
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis

NO Nama Medulla Spinalis Fungsi


1. Nervus hipoglossus (C1) Nervus yang mempersarafi lidah dan
sekitarnya.

2. Nervus occipitalis minor (C2) Nervus yang mempersarafi bagian otak


belakang dalam trungkusnya.

3. Nervus thoracicus (C3) Nervus yang mempersarafi otot serratus


anterior.

4. Nervus radialis (C4) Nervus yang mempersyarafi otot lengan


bawah bagian posterior,mempersarafi
otot triceps brachii, otot anconeus, otot
brachioradialis dan otot ekstensor

8
lengan bawah dan mempersarafi kulit
bagian posterior lengan atas dan lengan
bawah. Merupakan saraf terbesar dari
plexus.

5. Nervus thoracicus longus (C5) Nervus yang mempersarafi otot


subclavius, Nervus thoracicus longus.
berasal dari ramus C5, C6, dan C7,
mempersarafi otot serratus anterior.

6. Nervus thoracodorsalis (C6) Nervus yang mempersarafi otot


deltoideus dan otot trapezius, otot
latissimus dorsi.

7. Nervus axillaris (C7) Nervus ini bersandar pada collum


chirurgicum humeri.

8. Nervus subciavius (C8) Nervus subclavius berasal dari ramus C5


dan C6, mempersarafi otot subclavius.

9. Nervus supcapulari (T1) Nervus ini bersal dari ramus C5,


mempersarafi otot rhomboideus major
dan minor serta otot levator scapulae.

10. Nervus supracaplaris (T2) Berasal dari trunkus superior,


mempersarafi otot supraspinatus dan
infraspinatus.

11. Nervusphrenicus (T3) Nervus phrenicus mempersyarafi


diafragma.

12. Nervus intercostalis (T4)

13. Nervus intercostobrachialis Mempersyarafi kelenjar getah bening.


(T5)

9
14. Nervus cutaneus brachii Nervus ini mempersarafi kulit sisi
medialis (T6) medial lengan atas.

15. Nervus cutaneus antebrachii Mempersarafi kulit sisi medial lengan


medialis (T6) bawah.

16. Nervus ulnaris (T7) Mempersarafi satu setengah otot fleksor


lengan bawah dan otot-otot kecil tangan,
dan kulit tangan di sebelah medial.

17. Nervus medianus (T8) Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk


nervus medianus.

18. Nervus musculocutaneus (T9) Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi


otot coracobrachialis, otot brachialis,
dan otot biceps brachii. Selanjutnya
cabang ini akan menjadi nervus
cutaneus lateralis dari lengan atas.

19. Nervus dorsalis scapulae (T10) Nervus dorsalis scapulae bersal dari
ramus C5, mempersarafi otot
rhomboideus.

20. Nervus transverses colli (T11)


21. Nervus nuricularis (T12) Nervus auricularis posterior berjalan
berdekatan menuju foramen,
Letakanatomisnya: sebelah atas dengan
lamina terminalis.

22. Nervus Subcostalis (L1) Mempersarafi sistem kerja ginjal dan


letaknya.

23. Nervus Iliochypogastricus (L2) Nervus iliohypogastricus berpusat pada


medulla spinalis.

10
24. Nervus Iliongnalis (L3) Nervus yang mempersyarafi system
genetal, atau kelamin manusia.

25. Nervus Genitofemularis (L4) Nervus genitofemoralis berpusat pada


medulla spinalis L1-2, berjalan ke
caudal, menembus m. Psoas major
setinggi vertebra lumbalis ¾.

26. Nervus Cutaneus Femoris Mempersyarafi tungkai atas, bagian


Lateralis (L5) lateral tungkai bawah, serta bagian
lateral kaki.
27. Nervus Femoralis (S1) Nervus yang mempersyarafi daerah
paha dan otot paha.

28. Nervus Gluteus Superior (S2) Nervus gluteus superior (L4, 5, dan
paha, walaupun sering dijumpai
percabangan dengan letak yang lebih
tinggi.

29. Nervus Ischiadicus (S3) Nervus yang mempersyarafi pangkal


paha.

30. NervusCutaneus Femoris Nervus yang mempersyarafi bagian (s2


Inferior (S4) dan s3) pada bagian lengan bawah.

31. Nervus Pudendus (S5) Letak nervus pudendus berdekatan


dengan ujung spina ischiadica. Nervus
pudendus, Nervus pudendus menyarafi
otot levator ani, dan otot perineum(ke
kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya
dibuat sedikit lebih rendah.

2.2 Tumor Otak


2.2.1 Definisi Tumor Otak

11
Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem
saraf, di samping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Tumor otak ini
dapat berupa tumor yang sifatnya primer ataupun yang merupakan
metastasis dari tumor pada organ lainnya (Hakim, 2005;
Wahjoepramono, 2006).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat
berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal
dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara,
prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer.
SA,2002).
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik
ganas maupun tidak. Tumor ganas di susunan saraf pusat adalah semua
proses neoplastik yang terdapat dalam ruang intracranial atau dalam
kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat
proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen
otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (neuroglia),
sel epitel pembuluh darah, dan selaput otak (Padmosantjojo, 2002).
2.2.2 Klasifikasi Tumor Otak
Tumor yang muncul dari otak atau struktur penyokongnya disebut
tumor otak primer. Sementara, tumor yang bermetastasis dari area
tubuh lain ke otak adalah tumor sekunder. Tumor otak juga dapat
disebut intra-aksial atau ekstra-aksial. Tumor intra-aksial adalah yang
berasal dari dalam serebrum, serebelum, atau batang otak. Tumor
ekstra-aksial memeiliki asal dari tulang tengkorak, meningen, atau saraf
kranial. Tumor intrakranial primer dapat muncul dari sel-sel penyokong
(sel-sel neuroglia [glioma]), sel-sel saraf (neuroma), atau struktur-
struktur penyokong.
Tumor otak primer:

12
- Tumor Glia. Glioma adalah tipe tumor sel glia paling sering dan
dapat ditemukan di seluruh otak atau saraf tulang belakang. Tumor
ini terjadi pada dewasa dan anak-anak. Manifestasi klinis dapat
menyebabkan peningkatan TIK atau kompresi fokal bergantung
pada lokasi pastinya. Glioma sering kali diklasifikasikan
berdasarkan sel spesifiknya atau asalnya. Astrositoma berasal dari
sel astrosit, tumor oligodendroglioma muncul dari sel
oligodendroglia, dan ependimoma muncul dari sel-sel ependimal.
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan
derajat keganasan (grading):
o WHO grade I: tumor dengan potensi proliferasi rendah,
kurabilitas pasca reseksi cukup baik.
o WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis
rendah, namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu
cenderung untuk bersifat progresif ke arah derajat keganasan
yang lebih tinggi.
o WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas,
kemampuan infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia
o WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada
umumnya berhubungan dengan progresivitas penyakit yang
cepat pada pre/post operasi
- Astrositoma. Tumor ini muncul dari sel-sel yang memperbaiki dan
memelihara sistem saraf. Tumor ini merupakan tumor paling sering
dari semua tumor otak primer dan dapat ditemukan dimana pun
pada hemisfer serebral. Usia puncak kejadiannya adalah usia 50
hingga 60 tahun, tetapi tumor ini dapat memengaruhi kelompok
usia muda dan tua. Lokasinya menentukan gejala klinis yang
timbul.
- Oligodendroglioma. Oligodendroglioma muncul dari sel-sel yang
menghasilkan mielin dan secara spesifik memengaruhi otak yang
termielinisasi (white matter). Tumor ini cenderung terjadi di
korteks dari lobus frontalis dan parietalis. Tumor ini tumbuh cukup

13
lambat dan mengalami klasifikasi, yang membuatnya dapat
dikenali pada pemeriksaan rontgen. Klasifikasi dapat berperan
terhadap terjadinya kejang yang muncul sebagai gejala klinis.
Puncak oligodendroglioma adalah pada klien berusia 30 hingga 50
tahun. Manifestasi klinis lainnya adalah sakit kepala, perubahan
kepribadian, dan papiledema.
- Ependimoma. Tumor ini muncul dari sel-sel yang melapisi
ventrikel dan membentuk lapisan dalam dari saraf tulang belakang.
Walaupun ependinoma dapat ditemukan dimanapun dalam CNS,
paling sering ditemukan dekat dengan ventrikel keempat, ventrikel
lateral, atau di dalam jaringan saraf tulang belakang. Tumor ini
mengenai semua kelompok umur. Manifestasi yang muncul antara
lain sakit kepala, muntah, diplopia, pusing, ataksia, gangguan
penglihatan, serta abnormalitas motorik dan sensoris.
- Neuroma. Neuroma dapat terjadi dari sel saraf apa pun tetapi
paling sering muncul dari sel saraf akustikus. Neuroma berperan
hanya pada 10% dari tumor intrakranial.
- Neuroma Akustik. Neuroma akustik adalah tumor sel-sel Schwann
pada nervus kranialis kedelapan, nervus akustik. Manifetasi yang
muncul adalah tinitus, pusing, serta kehilangan pendengaran
unilateral dan permanen. Jika tumor dibiarkan tumbuh, ia dapat
menekan nervus kranialis lain, terutama nervus kranialis IV hingga
X, dan batang otak. Hasil yang baik dapat diperoleh dengan reseksi
bedah atau radiobedah stereotaktik selama nervus kranialis yang
lain masih baik. Namun, banyak klien mengalami tidak tinitus
sementara, permasalahan keseimbangan, dan kelemahan wajah
setelah operasi atau radiobedah.
- Tumor Hipofisis. Tumor hipofisis/pituitari adalah tumor yang
tumbuh lambat yang melibatkan hanya lobus anterior dari kelenjar
hipofifis atau meluas hingga ke dalam dasar dari ventrikel ketiga.
Walaupun secara histologi tampak jinak, tumor ini dapat muncul
kembali setelah operasi. Manifestasi dapat berhubungan dengan

14
hipofungsi dari kelenjar tersebut dan meliputi gangguan lapang
pandang, siklus menstruasi tidak teratur atau tidak ada, infertilitas,
penurunan libido, impotensi, kerontokan rambut tubuh, penurunan
produksi hormon stimulasi hipofisis. Penurunan ini mengakibatkan
penurunan fungsi tiroid dan adrenal. Hipersekresi juga dapat terjadi
dan berhubungan dengan hormone yang berlebihan. Kombinasi
hiposekresi dan hipersekresi juga dapat terjadi. Manifestasi dari
tumor hipofisis sering kali terabaikan hingga berbulan-bulan karena
sangat beragam. Klien biasanya didiagnosis dengan pemindaian
MRI dan pemeriksaan darah untuk adanya hormon stimulasi
hipofisis. Abnormalitas penglihatan juga dapat terjadi karena
dekatnya hipofisis dengan nervus optik. Pertumbuhan tumor di area
ini dapat menyebabkan penekanan nervus optik, yang
dimanifestasikan sebagai kehilangan lapang pandang.
- Meningioma. Meningioma adalah tumor jinak yang sering ditemui
yang melibatkan semua lapisan meningen. Namun, tumor ini
dipercaya berasal dari sel-sel arakhnoid. Kebanyakan meningioma
bersifat jinak, tetapi beberapa tumor dapat menjadi ganas.
Meningioma dapat ditemukan di dalam otak atau saraf tulang
belakang. Tumor ini tumbuh dengan lambat dan terjadi pada usia
berapa saja, paling sering pada usia pertengahan dan pada wanita.
Manifestasi yang terjadi bergantung pada lokasi tumor dan dapat
sangat bervariasi. Hasil penanganan sangat bergantung pada lokasi
dari tumor. Masalah yang sering ditemui adalah adanya
kekambuhan.
Meningioma dapat tumbuh intrakranial maupun pada kanalis
spinalis. Sistem tersering yang digunakan menurut klasifikasi
WHO :
o Grade I (umumnya jinak ) : meningotelia, psamomatosa,
sekretorik, fibroblastik, angiomatosa, limfoplasmosit,
transisional, mikrokistik, dan metaplastik.

15
o Grade II (memiliki angka rekurensi yang tinggi, terutama bila
tindakan reseksi tidak berhasil mengangkat tumor secara
total) : clear-cell, chordoid, atipikal. Tipe chordoid biasanya
disertai dengan penyakit Castleman ( kelainan proliferasi
limfoid).
o Grade III (anaplastik) : papiler (jarang dan tersering pada
anak-anak), rhabdoid dan anaplastik. Grade III ini merupakan
meningioma malignan dengan:
 Angka invasi lokal yang tinggi.
 Rekurensi tinggi.
 Metastasis.
Tumor otak sekunder:
Tumor Otak Metastasis. Tumor otak metastasis adalah tumor dengan
lokasi utama di luar otak. Kanker paru, payudara, dan ginjal, serta
melanoma ganas adalah sumber utama kanker otak metastasis. Tumor
metastasis pada otak umumnya multipel yang membuatnya lebih sulit
ditangani. Lokasi tumor dapat terletak di dalam otak itu sendiri atau di
meningen yang melapisi otak..
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Otak
Etiologi tumor otak tidak ada yang tahu penyebanya. Ilmuan telah
berupaya menentukan apakah ada faktor lingkungan atau genetik yang
menyebabkan kanker otak, tetapi dengan keberhasilan yang sedikit
sekali. Jenis tumor yang pertumbuhannya paling cepat lebih umum
terjadi saat organ bertambah tua, maka kelihatannya lebih banyak
wanita yang menderita jenis tumor otak agresif ini, tapi hal itu karena
mereka hidup lebih lama. Untuk faktor lingkungan misalnya pemakaian
telpon genggam yang meningkat memunculkan kecurugaan yang bisa
menyebabkan jumlah tumor yang dikenal sebagai tumor glial, tapi
spekulasi ini tidak terangkat (Guy, 2010). Adapun faktor-faktor pemicu
tumor otak antara lain:
1. Herediter (jarang ditemukan).
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat

16
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain
jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada
neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).


Sel embrional berkembang menjadi beberapa sel yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi di dalam tubuh. Ada kalanya
sebagian dari proses embrional yang belum sempurna terbentuk
dalam tubuh sehingga memicu sel untuk menjadi ganas dan merusak
sel-sel yang ada di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat
terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi (memicu glioma).
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi
dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah
dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus.
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran
infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan
perkembangan tumor pada sistem saraf pusat. Virus yang banyak
menyebabkan malignansi adalah jenis rotavirus.
5. Zat-zat karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea
telah diteliti bisa menimbulkan kanker otak. Karena peneliti telah
membuktikannya berdasarkan percobaan yang dilakukan pada
hewan.
6. Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga
mendesak massa otak akhirnya terjadi tumor otak.
2.2.4 Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan

17
kenaikan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan disertai kerusakan jaringan neuron. Serangan
kejang dapat dijadikan sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
akibat kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan
otak. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan akibat
tumor yang tumbuh menyebabkan terjadinya nekrosis pada jaringan
otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat
dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer (Satyanegara,
2010). Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema
sekitar tumor dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan
terjadinya edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh
perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya penyerapan
cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan volume cairan
intrakranial dan meningkatkan tekanan intrakranial.
Peningkatan TIK dikatakan membahayakan jiwa karena proses
terjadinya berlangsung secara tepat. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari atau berbukan-bulan untuk menjadi
eefektif dan oleh karena itu akan menjadi tidak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul secara cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi
volume darah intrakranial, volume CSS, kandungan cairan intrasel, dan
mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak dapat
di atasi akan mengakibatkan herniasi unkus serebellum. Herniasi unkus
serebellum timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer
otak. Herniasi ini menekan mesensefalon yang menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekan saraf otak ke-3. Pada herniasi serebellum,
tonsil serebellum bergeser ke arah bawah melalui foramen magnum
oleh suatu massa posterior (Muttaqin, 2008). Kompresi medula
oblongata dan terhentinya pernafasan dapat terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan tekanan

18
intrakranial yang cepat adalah bradikardi progesif, hipertensi sistemik
dan adanya gangguan pernafasan.

19
2.2.5 Web of Caution Tumor Otak
Virus Onkogenik
Herediter Trauma (Rotavirus) Radiasi

Menggangu fungsi spesifik


bagian otak tempat tumor Pertumbuhan Sel yang Abnormal Obstruksi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke sub arachnoid

MK. Nyeri TUMOR OTAK


HIDROSEPALUS
Kompresi jaringan otak
Penambahan Massa Otak dan atau Cairan Otak
terhadap sirkulasi darah & O2
Peregangan Epidural

Penurunan suplai O2 ke
Iskemik Nyeri Kepala
jaringan otak akibat obstruksi

MK. Gangguan Perfusi Papiledema


Jaringan Cerebral

Mengenai lobus Mengenai lobus Mengenai lobus frontalis Mengenai batang otak Bergesernya ginus medialis Kerusakan pembuluh
parietalis oksipitalis lobus temporal ke inferior darah otak
Iritasi pusat vagal di melalui insisura tentorial
Kompresi daerah motorik
medula oblongata
Kejang fokal Gangguan visual Perpindahan cairan
Herniasi medula
intravaskuler ke
Hemiparesis Mual & Muntah oblongata
jaringan serebral
MK. Risiko
Tinggi Cedera
MK. Hambatan Mobilitas Fisik MK. Nutrisi kurang MK. Ketidakefektifan Volume intrakranial
dari kebutuhan pola napas naik MK.
20 (PTIK)
2.2.6 Manifestasi Klinis Tumor Otak
Manifestasi klinis yang dapat muncul pada kasus tumor otak
menurut Satyanegara (2010) antara lain:
1. Tekanan Tinggi Intrakranial (PTIK)
Gejala klasik sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah;
a. Nyeri kepala; Nyeri kepala merupakan gejala tersering, dapat
bersifat dalam, terus-menerus, tumbuh, dan kadang-kadang hebat
sekali. Nyeri paling hebat pada pagi hari dan lebih hebat saat
beraktivitas sehingga terdapat peningkatan TIK pada saat
membungkuk, batuk, dan mengejan pada saat BAB. Nyeri kepala
dapat berkurang bila diberi aspirin dan kompres air dingin di
daerah yang sakit. Lokasi yang sering menimbulkan nyeri terjaid
di 1/3 daerah tumor dan 2/3 di dekat atau di atas tumor.
b. Muntah proyektil; Mual (nausea) dan muntah (vomit) terjadi
sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata.
Sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan
peningkatan TIK yang disertai pergeseran batang otak. Muntah
dapat terjadi tanpa didahului mual dan dapat proyektil.
c. Papiledema; Papiledema disebabkan oleh stress vena yang
menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus. Bila terjadi
pada pemeriksaan oftalmoskopi (funduskopi), tanda ini
mengisyaratkan terjadi kenaikan TIK. Kadang disertai gangguan
penglihatan, termasuk pembesaran bintik buta dan amaurosis
fugaks (saat-saat dimana penglihatan berkurang).
d. Ukuran dan konfigurasi pupil tidak normal (anisokor) akibat
tekanan pada Nervus III) dan adanya perdarahan dan papiledema
pada retina dan saraf optik.
Keluhan nyeri kepala di sini cenderung bersifat intermiten,
tumpul, berdenyut dan tidak terlalu hebat terutama di pagi hari,
berlokasi sekitar daerah frontal atau oksipital serta sering kali
disertai muntah yang “menyemprot” (proyektil). Tumor otak pada
bayi yang menyumbat aliran likuor serebro spinalis sering kali
tampak pembesaran lingkar kepala yang progresif dan ubun-ubun
besar yang menonjol; sedangkan pada anak-anak yang lebih besar di

21
mana suturanya relatif sudah merapat, biasanya gejala papiledema
terjadi lebih menonjol.
Selain yang sudah disebutkan di atas ada juga Trias cushing
yaitu; hipertensi, bradikardi, dan frekuensi napas yang menurun.
2. Brain Shift
Hal ini akan mendesak jaringan otak yang ada di sekitarnya,
sehingga tubuh akan kehilangan kesadaran dan terjadi dilatasi pupil.
3. Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah
supratentorial dapat berupa kejang umum, psikomotor ataupun
kejang fokal, dapat berupa gejala awal yang tunggal dari neoplasma
hemisfer otak dan menetap untuk beberapa lama sampai gejala
lainnya timbul.
4. Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali
dengan perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau
intraserebral.
5. Gejala Disfungsi Umum
Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari
gangguan fungsi intelektualitas yang tidak begitu hebat sampai
dengan koma. Penyebab umum dari disfungsi serebral ini adalah
tekanan intrakranial yang meninggi dan pergeseran otak akibat
gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus
sekunder yang terjadi.
6. Gejala Neurologis Fokal
Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya
menyertai tumor-tumor yang terletak di daerah frontal, temporal dan
hipotalamus, sehingga sering kali penderita-penderita tersebut
diduga sebagai penyakit nonorganik atau fungsionil.
Berdasarkan area lesi pada lobus otak terdiri dari:
a. Lobus Frontalis
Menyebabkan hemiparesis, gangguan dalam analisa, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreatifitas, kontrol perasaan, dan kontrol perilaku seksual.
b. Lobus Parietalis

22
Menyebabkan gangguan dalam memproses dan mengintegrasi
informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya seperti sensor
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporalis
Menyebabkan gangguan auditori dan memaknai informasi.
d. Lobus Oksipitalis
Menyebabkan gangguan visual dan pengenalan warna.
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak
 CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif
atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu
tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
 Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun
multiple pada otak.
 Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker
tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada
pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai
cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses
infeksi (abses cerebri).

 Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam
dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis.
 Angiografi serebral

23
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
 Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal
pada waktu kejang.
2.2.8 Penatalaksaan Tumor Otak
Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam
penatalaksaannya, yaitu:
a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
Steroid  Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
Anticonvulsant  Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti
carbamazepine
Shunt  Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor.
Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan
dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya
menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan
pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula
jaringan hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek
radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor akan
memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi
anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada
tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-
gelaja yang ada pada penderita.

24
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah
membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan
hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan
kemoterapi dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately
sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian
dosis tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor.
Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan
sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka
makin tinggi dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka
diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat
presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada
tumor sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak.
Radioterapi jyga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak,
misalnya adenoma hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa
menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan
dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan
secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan
dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu
yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua
sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk
istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang
dilakukan ataukah tidak.
2.2.9 Komplikasi Tumor Otak
 Edema serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying).

25
Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel
(sitotoksik).
 Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa
dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi
obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
 Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan
singuli.
 Epilepsi
Metastase ketempat lain
2.3 Tumor Medula Spinalis
2.3.1 Definisi Tumor Medula Spinalis
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam
tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala
karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia
anderson, 1995).
Tumor medula spinalis adalah massa pertumbuhan jaringan yang
baru di dalam medula spinalis, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas
(maligna). (Satyanegara, 2010).
Medula spinalis tidak hanya menderita karena pertumbuhan
tumornya saja tetapi juga karena kompresi yang disebabkan oleh tumor.
Tumor medula spinalis dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi
jarang dijumpai sebelum usia 10 tahun.

2.3.2 Klasifikasi Tumor Medula Spinalis


1. Klasifikasi tumor medula spinalis berdasarkan asal dan sifat selnya:
a. Tumor medula spinalis primer
Tumor medula spinalis primer dapat bersifat jinak maupun ganas.
Tumor primer yang bersifat ganas contohnya astrositoma,
neuroblastoma dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak

26
contohnya neurinoma, glioma dan ependimona (neoplasma yang
timbul pada kanalis sentralis medula spinalis)
b. Tumor medula spinalis sekunder
Tumor medula spinalis sekunder selalu bersifat ganas karena
merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti
kanker paru-paru, kanker payudara, kelenjar prostat, ginjal,
kelenjar tiroid atau limfoma.
2. Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi tumor terhadap dura dan
medula spinalis (Price, 2006 : 1190)
a. Tumor ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis
atau dari dalam ruang ekstradural oleh karena neoplasma seperti
karsioma, sarkoma, dan mieloma multipel dengan penekanan pada
medula spinalis. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis
dari lesi primer payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan
lambung. (Price, 2006 : 1192)
b. Tumor intradural
Tumor intradural dibagi menjadi:
1) Tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medula
spinalis. Tumor ini biasanya neurofibrinoma atau meningioma
(tumor pada meningen). Neurofibroma berasal dari radiks saraf
dorsal. Kadang-kadang neurofibroma tumbuh menyerupai jam
pasir yang meluas kedalam ruang ekstradural. Sebagian kecil
neurofibroma mengalami perubahan sarkomatosa dan menjadi
infasis atau bermetastasis. Meningioma pada umumnya
melekat tidak begitu erat pada dura, kemungkinan berasal dari
membrane arakhnoid, dan sekitar 90% dijumpai di region
toraksika. Tumor ini lebih sering terjadi pada wanita usia
separuh baya. Tempat tersering tumor ini adalah sisi
posterolateral medula spinalis. Lesi medula spinalis

27
ekstramedular menyebabkan kompresi medula spinalis dan
radiks saraf pada segmen yang terkena. (Price, 2006 : 1193)
2) Tumor intramedular
Tumor intramedular berasal dari medula spinalis itu sendiri.
Struktur histology tumor intramedular pada dasarnya sama
dengan tumor intracranial. Lebih dari 95% tumor ini adalah
glioma. Berbeda dengan tumor intracranial, tumor intra
medular cenderung lebih jinak secara histologis. Sekitar 50%
dari tumor intramedular adalah ependimoma, 45% persenya
adalah atrositoma dan sisanya adalah ologidendroglioma dan
hemangioblastoma. Ependimoma dapat terjadi pada semua
tingkat medula spinalis tetapi paling sering pada konus
medularis kauda ekuina. Tumor-tumor intramedular ini tumbuh
ke bagian tengah medula spinalis dan merusak serabut-serabut
yang menyilang serta neuron-neuron substansia grisea. (Price,
2006 : 1193).

28
2.3.3 Etiologi Tumor Medula Spinalis
1. Tumor Medula Spinalis Primer
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan
hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, faktor
genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.
2. Tumor Medula Spinalis Sekunder
Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel
kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah
yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada
jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan
tumor baru di daerah tersebut.
2.3.4 Patofisiologi Tumor Medula Spinalis
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh
kerusakan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan
cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi
dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang
tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak. Terutama tumor
neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor
sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis
dan lapisannya serta ruas tulang belakang Tumor ekstramedular dari
tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat
subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan
sensorik yang berhubungan dengan tingkat akar dan medula spinalis
yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada
medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua
motor dan sensori dibawah lesi/tumor. Tumor medula spinalis, yang
dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada
sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan
fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior

29
seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang
dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori
suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit,
bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang
terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine.

2.3.5 Web of Caution Tumor Medula Spinalis

Kelainan Kongenital

Kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis

Timbul Tumor dan Defek pada arkus posterior

Kegagalan fungsi arkus posterior vertebra pada daerah lumbosakralis

Spina Bifida Okulta Spina Bifida Aperta

Terlibatnya
Paralisis Spastik Peningkatan TIK
Struktur Saraf

Resiko cidera
Nyeri Resiko Herniasi Matinya Sel Saraf

Paralisis Visera Paralisis Motorik

Gangguan Saraf Pengatur Paralisis


Eleminasi Urine dan Fekal Ekstremitas Bawah

Inkontinensia Inkontinensia Hambatan


Konstipasi Mobilitas Fisik
Urine Defekasi

30
2.3.6 Manifestasi Klinis Tumor Medula Spinalis
1. Tumor Ekstradural (Price, 2006 : 1192)
- Gejala pertama umumnya berupa nyeri yang menetap dan terbatas
pada daerah tumor. Diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola
dermatom.
- Nyeri setempat ini paling hebat terjadi pada malam hari dan
menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang.
- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengejan.
- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa hari atau bulan sebelum
keterlibatan medula spinalis.
- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali.
- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar.
- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi
paraplegia yang irreversibel.
- Gangguan buang air besar dan buang air kecil.
2. Tumor Intradural
a. Tumor Ekstramedular (Price, 2006 : 1993)
- Nyeri mula-mula di punggung dan kemudian disepanjang radiks
spinal.
- Nyeri diperberat oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan dan
paling berat terjadi pada malam hari.
- Defisit sensorik
- Parestesia
- Ataksia
Jika tumor terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik
ringan serta gangguan motorik yang hebat.
b. Tumor Intramedular (Price, 2006 : 1993)
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas
diseluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan pada kulit perifer.

31
- Bila lesinya besar terjadi sensasi raba, gerak, posisi dan getar.
- Defisit sensasi nyeri dan suhu
- Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi
2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Medula Spinalis
 Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran
foramen intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat
menyebabkan erosi atau tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada
bagian posterior korpus vertebra serta pelebaran jarak
interpendikular.
 CT scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktura.
 MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
 Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi). selalu digabungkan dengan pemeriksaan
CT. tumor intradural-ekstramedular memberikan gambaran filling
defect yang berbentuk bulat pada pemeriksaan myelogram. Lesi
intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada bayangan medula
spinalis.
 Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan
pada diafragma, atelektasis)
 Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur
volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma
servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan
pada saraf frenikus /otot interkostal).

32
 GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
(Arif muttaqin 2008).
2.3.8 Penatalaksaan Tumor Medula Spinalis
1. Terapi
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular
maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya
adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan
menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan
tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan
gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang
cepat dan agresif secara histologist dan tidak secara total di
hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post
operasi.
2. Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor
medulla spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal
post operasi, dapat mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada
astrositoma dan 100% pada hemangioblastoma. Pembedahan juga
merupakan penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular.
Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman
dan merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih
8.5 bulan, mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala
dan dapat beraktifitas kembali.
3. Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla
spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat
menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi
juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan
pada daerah yang terkena.
4. Kemoterapi

33
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya
mempunyai sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis
tinggi dapat meningkatkan fungsi neurologis untuk sementara tetapi
pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangkawaktu yang lama.
Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan
ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut.
Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan
ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan system imun dengan
resiko cushing symdrome dikemudian hari. Regimen kemoterapi
hanya meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor
medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar
darah otak yang membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.
2.3.9 Komplikasi Tumor Medula Spinalis
 Kerusakan serabut-serabut neuron
 Hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah)
 Perdarahan metastasis
 Kekakuan, kelemahan
 Gangguan koordinasi
 Menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih atau sembelit
Komplikasi pembedahan:
a. Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis
yang besar selama tindakan operasi
b. Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi
pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang
belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis
c. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat
terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan
hidrosefalus.
2.4 Asuhan Keperawatan Tumor Otak dan Tumor Medula Spinalis secara
Umum
2.4.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tumor Otak

34
1. Pengkajian
a. Data Demografi
Terdiri dari data identitas pokok seperti: nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, dan data lainnya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Merupakan data kesehatan pertama yang bisa didapatkan saat
klien datang. Klien umumnya datang ke pelayanan kesehatan
dengan keluhan nyeri kepala.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien mengeluhkan nyeri kepala, muntah, papiledema,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan daya pengelihatan
atau pengelihatan menjadi ganda, dan kehilangan kemampuan
sensasi perasa secara tiba-tiba (parasthesia atau anasthesia).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan kepada klien apakah pernah mengalami
pembedahan pada area kepala (post-craniectomy) atau tidak,
serta pernah mengalami tekanan darah tinggi atau tidak perlu
dipastikan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah keluarga yang pernah mengalami atau memiliki
riwayat penyakit serupa (tumor otak) atau tidak,serta terdapat
anggota keluarga yang mengalami hipertensi atau tidak
mungkin perlu ditanyakan lebih lanjut.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perlu adanya pengkajian status mental klien, kecemasan,
diagnostic test, perubahan peran, dan sebagainya.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tumor otak meliputi
pemeriksaan fisik umum persistem dan observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, serta pemeriksaan 6B.
1. B1 (Breath) : Bentuk dada normal, pola napas tidak
teratur, suara napas normal, sesak napas (+), batuk (-),
penggunaan otot bantu napas (+), terpasang alat bantu
pernapasan.

35
2. B2 (Blood) : Irama jantung ireguler, nyeri dada (-),
bunyi jantung normal, akral hangat, bradikardi, tekanan darah
meningkat.
3. B3 (Brain) : Terjadi penurunan respon pengelihatan atau
diplopia, bila tumor mengenai lobus temporalis timbul
gangguan pendengaran, gangguan pembau bila terdapat
tumor di lobus frontalis, kehilangan kemampuan perasa
(paresthesia atau anasthesia), afasia, menurunnya refleks
tendon, dan perlu dilakukan pemeriksaan kesadaran (GCS,
berkisar letargi, stupor, atau semikomatosa). Penting untuk
memperhatikan adanya Trias Klasik tumor otak (nyeri kepala,
muntah, dan papiledema).
4. B4 (Bladder) : Bentuk alat kelamin normal, uretra normal,
produksi urin normal.
5. B5 (Bowel) : Nafsu makan menurun dan hanya habis
setengah porsi, mulut bersih, mukosa lembab.
6. B6 (Bone) : Klien nampak lelah, pergerakan sendi
bebas/normal.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan : dapat menggambarkan jumlah, ukuran, dan
densitas tumor. Dapat memberikan informasi sistem
ventrikuler.
2. MRI : mampu mendeteksi tumor hingga lesi terkecil.
3. EEG : dapat mendeteksi gelombang abnormal pada otak
yang disebabkan oleh adanya tumor. Hal ini dapat
mengevaluasi kejang yang ditimbulkan karena gangguan
pada lobus temporal.
4. Stereotatic Radiosurgery : penggunaan kerangka tiga
dimensi yang meliputi lokasi tumor yang sangat tepat,
kerangka stereotatic dan studi pencitraan sinar x merupakan
cara yang digunakan untuk menemukan lokasi dari tumor.
5. Pemeriksaan cytologi : dapat mendeteksi keganasan pada
sel yang disebabkan oleh tumor sel saraf pusat.
6. Foto polos dada: digunakan untuk mengetahui apakah
tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan

36
memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multipel pada
otak.
7. Pemeriksaan CSS : dilakukan untuk melihat adanya sel-sel
tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak
yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan
melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi
(abses serebri).
8. Biopsi stereotaktik : dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-
dasar pengobatan dan informasi prognosis.
9. Angiografi serebral : memberikan gambaran pembuluh darah
serebral dan dimana letak tumornya.
e. Penatalaksanaan Medis
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan
pengobatan. Tergantung pada jenis dan stadium tumor, pasien
dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau
kemoterapi. Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan
diatas.
Selain itu, pada setiap tahapan penyakit, pasien mungkin
menjalani pengobatan untuk mengendalikan rasa nyeri dari
kanker, untuk meringankan efek samping dari terapi, dan untuk
meringankan masalah emosional. Jenis pengobatan ini disebut
perawatan paliatif.

a. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk
tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak
tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan
fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut
kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum.
Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah

37
kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan
sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang
dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh
tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan
potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah
kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli
bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di
bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi
untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi
pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak
nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam
hal ini dapat diberikan obat sakit kepala. Masalah lain yang
kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan
cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan
otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk
meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin
diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat
menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam
ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian
lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak
dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke
jantung sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah
operasi (diobati dengan antibiotic). Operasi otak dapat
merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi
masalah serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir,
melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami
perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah
ini berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-
kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin
memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.
b. Radiosurgery stereotactic

38
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang
lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka
tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan
lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat
tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk
menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari
penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan
foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil
kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek
waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya
sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh
ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi
setelah radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor
terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu
lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor
tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien
dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel
tumor. Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan
jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke
seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi
membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat
diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan
sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan
tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien.
Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa
menit.
d. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan
untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara

39
oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-
obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi
periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide
(Temodar) dan bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah
mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas.
Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping lebih sedikit
jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama.
Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara
oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak
kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan operasi
pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi
wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa
minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut
kemudian membunuh sel kankernya.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. aktivitas peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. adanya penekanan pada medula
oblongata.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d. aktivitas peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor dan edema serebri.
4. Risiko cedera b.d. vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. afasia
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
efek kemoterapi dan radioterapi.
7. Gangguan rasa nyaman b.d. nyeri, ketidakmampuan
menggerakkan leher.
Diagnosa SDKI
1. Nyeri akut (D.0077) b.d. agen pencedera fisiologis (neoplasma)
(kategori: Psikologis, subkategori: Nyeri dan Kenyamanan).
2. Nyeri kronis (D.0078) b.d. infiltrasi tumor otak (kategori:
Psikologis, subkategori: Nyeri dan Kenyamanan).
3. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) b.d. Depresi pusat
pernapasan (kategori: Fisiologis, subkategori: Respirasi).

40
4. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) b.d. Tumor otak,
neoplasma (kategori: Fisiologis, Subkategori: Sirkulasi).
5. Risiko Cedera (D.0136) d.d. hipotensi, vertigo (kategori:
Lingkungan, subkategori: Kemanan dan Proteksi).
6. Gangguan Komunikasi Verbal (D.119) b.d penurunan sirkulasi
serebral, gangguan neuromuskuler (kategori: relasional,
subkategori: Interaksi Sosial).
7. Defisit Nutrisi (D.0019) b.d faktor psikologis (efek kemoterapi)
(katerosi: fisiologis, subkategori : Nutrisi dan Cairan).
8. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) b.d gejala nyerikarena tumor
otak (kategori: Psikologis, subkategori: Nyeri dan
Kenyamanan).

3. Intervensi Keperawatan
Nyeri b.d. aktivitas peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan: nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diatasi oleh klien.
Kriteria hasil:
 Klien mengungkapkan rasa nyeri yang dialaminya berkurang atau dapat
diadaptasi dengan ditunjukkan skala nyeri ≤ 2.
 Klien tidak merasa kesakitan.
 Klien tidak merasakan gelisah.
Intervensi Rasional
Kaji karakteristik nyeri sesuai PQRST Mengetahui tingkat nyeri yang dialami
P: apa yang membuat nyeri? Apa yang pasien, dan sebaggai evaluasi untuk
dilakukan saat nyeri? intervensi selanjutnya.
Q: bagaimanakah rasa nyeri tersebut?
Apakah seperti ditekan, ditusuk-tusuk?
R: apakah nyerinya menyebar atau
terlokalisir?
S: dari rentang 0-10, seberapa parah
nyerinya?
T: kapan nyeri itu timbul? Cepat atau
lambat? Hilang timbul atau menetap?
Memberikan kompres dingin pada Menenangkan dan meningkatkan rasa

41
kepala. nyaman pada area kepala, menurunkan
vasodilatasi.
Mengajarkan teknik relaksasi dan Sebagai pengalihan fokus rasa nyeri
metode distraksi agar pasien tenang dan tidak merakasan
nyeri.
Berkolaborasi dalam pemberian Onset cepat untuk mengurangi rasa
analgesik nyeri dengan memblok lintasan reseptor
nyeri.
Observasi tanda-tanda nyeri non verbal Menilai keberhasilan pemberian
seperti ekspresi kesakitan, gelisah, manajemen nyeri serta edukasi
perubahan tanda-tanda vital. mengenai pentingnya menangani nyeri
dengan segera.
Instruksikan pasien atau keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.

Ketidakefektifan pola napas b.d. adanya penekanan pada medula oblongata


Tujuan: pola napas klien kembali normal.
Kriteria Hasil:
 Klien memiliki pola napas yang efektif.
 GDA normal, sirkulasi perifer normal.
 Tidak terjadi sianosis.
Intervensi Rasional
Memantau frekuensi, irama dan Mengetahui kondisi klinis terbaru dan
kedalaman pernapasan. Catat adanya untuk merencanakan intervensi
ketidaknormalan seperti selanjutnya.
ketidakteraturan pernapasan.
Memposisikan semifowler. Oksigenasi bertujuan untuk menjaga
kebutuhan oksigen tubuh tetap adekuat
Berkolaborasi memberikan terapi dan mempertahankan sirkulasi. Terapi
oksigenasi sesuai dengan indikasi. oksigen mencegah terjadinya hipoksia
serebri sehingga memperkecil risiko
Mengajarkan teknik napas dalam. terkena iskemia serebral.
Memantau reaksi pemberian oksigen. Melihat reaksi pemberian oksigen
terkait dengan irama dan pola

42
Memantau tanda-tanda vital (RR pernapasan, apakah membaik atau
normal ~ 12-20x/menit. tidak.

Memantau sirkulasi perifer.

Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d. aktivitas peningkatan tekanan


intrakranial, pembedahan tumor dan edema serebri.
Tujuan: membaiknya perfusi jaringan ke otak ditandai dengan tanda-tanda vital
stabil.
Kriteria Hasil:
 Tekanan perfusi serebral >60 mmHg, tekanan intrakranial <15 mmHg,
tekanan arteri rata-rata 80-100 mmHg.
 Klien menunjukkan tingkat kesadaran yang normal.
 Klien memiliki orientasi yang baik.
 RR 12-20x/menit.
Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala peningkatan 1. Mengetahui tingkat kesadaran
TIK secara berkala klien berhubungan dengan
1. Memantau nilai GCS. keeparahan tingkat hipoksia
2. Kaji dan membandingkan tanda-
dan tumor yang diderita.
tanda vital sekarang dengan 2. Membandingkan kondisi klinis
sebelumnya. perlu untuk mengevaluasi
3. Kaji fungsi otonom: jumlah dan
keberhasilan terapi serta faktor
pola pernapasan, ukuran dan
lain yang memengaruhi.
reaksi pupil, pergerakan otot. 3. Pengkajian trias klasika
4. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
diperlukan untuk menegakkan
muntah, papiledema, diplopia,
diagnosa dan menentukan
kejang.
ddiagnosa banding.
5. Ukur, cegah, dan menurunkan
4. Peninggian kepala mampu
TIK:
menurunkan tekanan aliran
a. Mempertaahankan posisi
darah balik dari otak. Selain itu
dengan meninggikan bagian
juga memudahkan pemenuhan
kepala 15-300̊, hindari posisi

43
telungkup atau fleksi tungkai pasokan oksigen tubuh.
5. Sedatif mampu menenangkan
secara berlebihan.
b. Monitor analisa gas darah, aktivitas otak pasien sehingga
mempertahankan PaCO2 35- lebih rileks dan nyaman.
45 mmHg, PaO2 >80 mmHg.
c. Berkolaborasi guna
pemberian terapi oksigen.
d. Menghindari faktor yang
dapat meningkatkan TIK.
6. Istirahatkan pasien secara
optimal.
7. Berkolaborasi untuk memberikan
sedatif.

Risiko cedera b.d. vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.


Tujuan: Mengurangi risiko terhadap cedera pasca terapi penstabilan tekanan
darah.
Kriteria Hasil:
 Klien mampu mengidentifikasi kondisi-kondisi yang menyebabkan
vertigo.
 Klien mampu melakukan perubahan posisi dan mencegah drop tekanan di
otak secara tiba-tiba.
 Klien mampu menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di
otak secara tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik.
Intervensi Rasional
Mengkaji tekanan darah klien setelah Bertujuan untuk mengetahui tekanan
melakukan perubahan posisi. darah yang optimal dan mencegah
timbulnya drop atau hipotensi
ortostatik.
Mendiskusikan dengan klien mengenai Pemberian wawasan mengenai kondisi
hipotensi ortostatik. hipotensi ortostatik kepada klien
sangat penting, karena mampu
Mengajarkan teknik-teknik untuk menyiapkan kondisi klien bila
mengurangi risiko terjadinya hipotensi mengalami hal tersebut serta
ortostatik. memberikan metode untuk
 Bertujuan untuk mengetahui mengurangi risiko timbulnya hipotensi

44
apakah klieen mengalami ortostatik.
hipotensi ortostatik ataukah
tidak.
 Menambah wawasan klien
mengenai hipotensi ortostatik.
 Melatih kemampuan klien dan
memberikan rasa nyaman ketika
mengalami hipotensi ortostatik.

Gangguan komunikasi verbal b.d. afasia.


Tujuan: mengalami gangguan komunikasi verbal yang minimal dan menunjukkan
progres berkomunikasi dengan orang lain menggunakan komunikasi verbal yang
mudah diterima dan dipahami.
Kriteria Hasil:
 Klien mampu mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
 Klien mampu membuat metode komunikasi guna pengekspresian
kebutuhan.
Intervensi Rasional
1. Memperhatikan kesalahan dalam Kemampuan berbicara pada klien
komunikasi dan memberikan dengan tumor otak perlu ditingkatkan
feedback. bila telah mengaalami penurunan.
2. Meminta pasien untuk menulis
Melatih memori serta pelafalan kata
nama atau kalimat pendek, bila
dan kalimat sangat penting agar otot-
tidak mampu menulis
otot wajah tetap terlatih.
instruksikan untuk membaca
kalimat yang pendek.
3. Memberikan metode komunikasi
alternatif seperti menulis di
papan,menggambar. Berikan
demonstrasi gerakan.
4. Mulai dengan meminta jawaban
”ya atau tidak” dari sebuah
kalimat. Ajarkan untuk tetap
tenang dan berbicara secara
perlahan.

45
5. Menilai kemampuan menulis dan
kekurangan dalam membaca yang
benar yang juga merupakan
bagian dari afasia sensorik dan
afasia motorik.
6. Melakukan evaluasi terhadap
tingkat kemajuan klien pasca
latihan.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. efek


kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien adekuat.
Kriteria Hasil:
 Antropometri : berat badan stabil
 Biokimia : albumin normal (3,5-5,0 g/dl), Hb normal (laki-laki 13,5-18
g/dl dan perempuan 12-16 g/dl).
 Clinical : tidak nampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut normal.
 Diet : nafsu makan klien bertambah dan porsi habis sekali makan.
Intervensi Rasional
1. Mengkaji tanda dan gejala 1. Menentukan adanya faktor
kekurangan nutrisi, meliputi: klinis ketidakseimbangan nutrisi
adanya penurunan berat badan, kurang dari kebutuhan tubuh.
2. Manajemen nutrisi terhadap
tanda anemis (pucat, 5L), tanda-
klien dengan kemoterapi
tanda vital (nadi lemah, tekanan
(pemberian antiemetik dan
darah rendah suhu meningkat,
program peningkatan nafsu
RR cepat), lingkar lengan atas
2. Memonitor intake nutrisi klien. makan).
3. Memberikan makan dengan 3. Mengurangi mual.
4. Berat badan merupakan salah
porsi kecil tapi sering.
4. Menimbang berat badan setiap 3 satu indikator kecukupan
hari sekali. nutrisi.
5. Memonitor hasil laboratorium:
Hb dan albumin.
6. Berkolaborasi dalam pemberian
obat antiemetik.
7. Berkolaborasi untuk

46
menentukan diet gizi seimbang.

Gangguan rasa nyaman b.d. nyeri, ketidakmampuan menggerakkan leher.


Tujuan : memberikan kenyamanan gerak leher.
Kriteria Hasil :
 Klien mampu menggerakkan leher secara optimal.
 Klien dapat beraktifitas kembali secara normal.
Intervensi Rasional
1. Mengkaji rentang gerak leher Rasa nyeri yang timbul saat
klien. menggerakkan leher bisa diakibatkan
2. Memberikan edukasi kepada
oleh penekanan pada bagian otak
klien mengenai penurunan fungsi
tertentu atau peningkatan volume
gerak leher.
kepala. Klien mungkin cemas
3. Berkolaborasi dengan fisioterapis
menghadapi kondisi yang dialami.
mengenai terapi fisik yang akan
Perlu adanya latihan fisik untuk
diberikan.
4. Mengetahui kemampuan gerak mengembalikan kondisi klien, dan
leher klien. mampu beraktifitas kembali.
5. Membantu klien untuk dapat
menerima kondisi yang dialami.
6. Terapi dapat membantu
mengembalikan gerak leher klien
secara normal.

4. Evaluasi
1. S : Klien mengatakan bahwa nyeri yang dialami telah berkurang
atau hilang.
O : pemeriksaan rentang skala nyeri < 2, tidak ada nyeri tekan.
A : laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil
telah tercapai, masalah keperawatan teratasi keseluruhan.
P : intervensi diberhentikan.
2. S : Klien mengatakan bahwa dia tidak merasa sesak lagi.
O : RR normal rentang 12-20x/menit, irama napas teratur, dada
naik-turun normal, tidak ada suara napas tambahan.
A : Laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil
telah tercapai, masalah keperawatan teratasi keseluruhan.
P : intervensi diberhentikan.

47
3. S:-
O : GCS normal, tanda-tanda vital stabil, tidak ada nyeri kepala.
A : laposan obyektif memuaskan, kriteria hasil tercapai
sebagian, masalah keperawatan belum teratasi keseluruhan.
P : intervensi perlu dilanjutkan.
4. S : klien tidak mengalami pusing saat berubah posisi.
O : tekanan darah stabil diukur dari berbagai posisi.
A : Laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil
telah tercapai, masalah keperawatan teratasi keseluruhan.
P : intervensi diberhentikan.
5. S:-
O : klien mampu mengucapkan beberapa kalimat dengan
dipandu
A : laporan obyektif memuaskan, kriteria hasil tercapai, masalah
keperawatan teratasi keseluruhan.
P : intervensi diberhentikan.
6. S : klien tidak mengalami mual lagi dan nafsu makannya
meningkat.
O : klien makan habis satu porsi sekali makan, mengalami
peningkatan berat badan.
A : laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil
telah tercapai, masalah keperawatan telah teratasi keseluruhan.
P : intervensi diberhentikan.
7. S : klien tidak mengalami kaku leher dan nyeri saat bergerak.
O:-
A: laporan subyektif memuaskan, kriteria hasil tercapai, masalah
keperawatan telah teratasi secara keseluruhan.
P : intervensi diberhentikan.
2.4.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tumor Medula Spinalis
1. Pengkajian
Pengkajian pada tumor medula spinalis meliputi data demografi,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososiospiritual.

48
1.1 Data Demografi
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat,
golongan darah dan lain sebagainya.
1.2 Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan umumnya karena nyeri yang menetap dan
terbatas pada daerah tumor, nyeri setempat ini paling hebat
terjadi pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan
tulang belakang.
1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji adanya nyeri dengan pendekatan PQRST. Adanya
penurunan dan kelemahan pada ektremitas, gangguan sensori
motorik, dan gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria,
disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah.
1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah terpapar zat zat kimia tertentu,
penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit
neurofibromatosis.

1.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Kaji adanya riwayat tumor pada keluarga.
1.6 Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya. Apakah ada dampak yang timbul pada klien seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, dan gangguan citra tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 B1 (Breathing)
Jika lokasi tumor medula spinalis di foramen magnum
ditemukan kesulitan bernafas, perubahan pola napas, irama
napas meningkat, dan dispnea.
2.2 B2 (Blood)
Perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi
jantung.
2.3 B3 (Brain)
Tumor medula spinalis sering menyebabkan berbagai defisit
neurologis. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingka pengkajian sistem lainnya.
Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII

49
 Saraf I. Pada klien tumor medula spinalis tidak mengalami
kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi
penciuman.
 Saraf II. Perubahan pupil, dan gangguan lapang pandang.
 Saraf III, IV dan VI. Deviasi pada mata ketidakmampuan
mengikuti, nistagmus.
 Saraf V dan VII. Pada klien dengan tumor medula spinalis
tidak mengalami gangguan pada saraf trigeminus dan
fasialis.
 Saraf VIII. Gangguan pendengaran.
 Saraf IX dan X. Disartria dan disfagia
 Saraf XI. Atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII.
 Pengkajian Sistem Motorik. Pada lesi daerah thorakal
seringkali terjadi kelemahan spastik yang timbul perlahan
pada ekstremitas bagian bawah dan mengalami parestesia.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan
hilangnya sensasi secara bermakna. Terdapat kelemahan dan
atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih
rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps).
2.4 B4 (Bladder)
Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai
gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda
khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.
2.5 B5 (Bowel)
Kesulitan menelan, mual dan muntah.
2.6 B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelamahan dan kehilangan
sensori.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tumor Ekstradural
 Radiogram tulang belakang (Akan memperlihatkan
osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan
pedikel)
 Myelogram (Memastikan lokalisasi tumor)
 Pemeriksaan LCS (Akan memperlihatkan peningkatan kadar
protein dan kadar glukosa yang normal)

50
b. Tumor Intradural
 Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran
foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan
 Myelogram (Menentukan lokalisasi yang cepat)

4. Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tumor medula
spinalis).
 Ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurologi dan
keletihan otot pernapasan cedera medula spinalis.
 Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai
dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan dan
kelemahan otot.
5. Intervensi
Masalah Keperawatan NOC NIC
Nyeri akut berhubungan  Pain level Pain Management
 Tingkatkan istirahat.
dengan agen cidera fisik  Pain control
 Comfort level  Kompres air hangat
(tumor medula spinalis)
Kriteria hasil: pada bagian yang
 Mampu nyeri sesuai
mengkontrol nyeri, kebutuhan.
 Ajarkan tentang
mampu
teknik relaksasi.
menggunakan teknik
 Ajarkan metode
nonfarmakologi
distraksi selama
untuk mengurangi
nyeri akut..
nyeri  Berikan analgesik
 Melaporkan bahwa
untuk mengurangi
nyeri berkurang
nyeri.
dengan  Berikan analgesik
menggunakan tepat waktu terutama
manajemen nyeri. saat nyeri hebat.
 Mampu mengenali  Evaluasi efektivitas
nyeri (skala, analgesik, tanda dan
intensitas, frekuensi gejala.
dan tanda nyeri).  Kolaborasi dengan
 Menyatakan rasa dokter jika ada

51
nyaman setelah keluhan dan
nyeri berkurang. tindakan nyeri tidak
berhasil.
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian
analgesik.
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
Ketidakefektifan pola  Respiratory status:  Kaji dan catat
napas b.d kerusakan ventilation perubahan frekuensi,
neurologi dan keletihan  Respiratory status:
irama, dan
otot pernapasan cedera airway patency kedalaman
 Vital sign status
medula spinalis pernapasan
Kriteria hasil:  Auskultasi bunyi
 pasien dapat pernafasan
dipertahanakan pola  Angkat kepala
nafas efektif dan tempat tidur sesuai
bebas sianosis atuiran / posisi
 Dengan GDA dan miring sesuai
tanda-tanda vital indikasi
dalam batas normal  Anjurkan utuk
 Bunyi nafas jelas bernapas dalam, jika
saat dilakukan pasien sadar
auskultasi  Kaji kemampuan
 Tidak terdapat tanda dan kualitas batuk
distress pernafasan  Monitor tanda-tanda
vital
 Waspada bahwa
trakeostomie
mungkun dilakukan
bila ada indikasi
 Lakukan
penghisapan lendir

52
dengan hati hati
jangan lebih dari 10
– 15 detik, catat
karakter warna,
kekentalan dan
kekeruhan sekret
 Pantau pengguanaan
obat obatan depresan
seperti sedatif
 Berikan O2 sesuai
indikasi
 Lakukan fisioterapi
dada jika ada
indikasi
Gangguan mobilitas  Mobility level  Kaji rasa nyeri,
fisik b.d kerusakan  Transfer
kemerahan,
neuromuskuler ditandai performance bengkak, dan
dengan Kriteria hasil: ketegangan otot.
ketidakmampuan untuk  Klien meningkat  Berikan suatu alat

bergerak sesuai dalam aktivitas fisik agar pasien mampu


 Mengerti tujuan dari untuk meminta
keinginan dan
peningkatan pertolongan seperti
kelemahan otot.
mobilitas fisik bel atau lampu
 Memperagakan
pemanggil.
teknik untuk  Konsultasikan
mempertahankan dengan ahli
aktivitas fisioterapis untuk
rencana ambulansi
sesuai kebutuhan.
 Dampingi dan bantu
lakukan latihan,
pada semua
ekstremitas dan
sendi pakailah

53
gerakan perlahan
dan lembut.
 Buat rencana
aktivitas untuk pasin
sehingga pasien
dapat beristirahat
tanpa tergangu.
 Berikan posisi alih
baring setiap 2 jam.
 Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah latihan
ambulansi.

BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Kasus
Ny. A berumur 45 tahun diantar oleh suaminnya ke rumah sakit X dengan
keluhan nyeri kepala hebat. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 6 bulan
yang lalu, selain itu pasien mengalami pusing berkepanjangan, mual dan
muntah, terdapat gangguan pada visus (penglihatan), terkadang pasien tidak
bisa bangun dari tempat tidur karena mengaku lemas dan pusing. Pasien juga

54
mengalami kecemasan berlebih. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan
kepala ditemukan adanya massa di ventrikel ke III. Hasil pemeriksaan TTV :
TD 100/70 mmHg, RR 25x/menit, Nadi 80x/menit, Suhu 36C. GCS 4-5-6.
Diagnosa medis : Tumor otak di ventrikel ke III.
3.2 Pengkajian
1. Data Demografi
Nama : Ny. A
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Keluhan Utama
Ny. A mengalami nyeri kepala
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny A di diagnosa medis Tumor otak di ventrikel ke III
4. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tidak ada
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
6. Riwayat Psikososial
Suami klien mengatakan emosi klien sering labil dan pelupa, pasien juga
selalu cemas
7. Pemeriksaan Fisik
TTV :
TD 100/70 mmHg
RR 25x/menit
Nadi 80x/menit
Suhu 36C
Pemeriksaan B1- B6
 B1 (Breath)
RR: 25 X/menit, irama napas tidak teratur.
 B2 (Blood)
Suara jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan,
CRT= <3 detik, akral hangat, TD: 100/70 mmHg, nadi: 80 X/menit,
akral hangat.
 B3 (Brain)
Kesadaran somnolen, GCS : 2 eye, 4 verbal, 5 motorik, pupil
anisokor 3mm/2mm, terjadi peningkatan tekanan intrakranial
Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman atau diplopia.
Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia)
Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman
tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
 B4 (Blader)

55
Albuminuria.
 B5 (Bowel)
Pasien sering mual dan muntah, berat badan klien menurun, BB :
45Kg TB : 160cm, IMT : 17,5
 B6 (Bone)
Keadaan Ny. A mengalami kelemahan otot.
8. Pemeriksaan Penunjang
Analisa Gas Darah
Ph 7,410 7,35 – 7,45
PaCO2 38,4 mmHg 35 – 45 mmHg
PaO2 83,6 mmHg 80 – 100 mmHg
HCO3 23,9 mEq/L 22 – 26 mEq/L
SaO2 88% 95% - 100%

CT-Scan: terdapat massa pada daerah ventrikel ke III di otak


Terapi saat ini :
1. Pasien terpasang nasal canul 4 lpm
2. Pengobatan steroid, dexamethason
3. Terpasang cairan infus Nacl 0.9%
3.3 Analisa Data
No Data Analisa Data Diagnosa
Keperawatan
1. DS : suami klien Tumor Otak Nyeri kronis
mengatakan klien (D.0078)
merasakan nyeri Peningkatan TIK Kategori:
sudah 6 bulan Psikologis
Meramgsang saraf Subkategori: Nyeri
DO : nyeri tekan pada otak dan Kenyamanan
- Terjadi peningkatan
intrakranial Hipitalamus
- Kesadaran somnolen memproduksi
GCS 245 Prostaglandin
- Pupil anisokor
3mm/2mm Nyeri Kronis
- Hasil CT scan

56
terdapat massa pada
daerah ventrikel ke III
2. DS : - Tumor Otak Gangguan
DO : mobilitas fisik (D.
Peningkatan TIK
- RR: 25 X/menit, 0054)
Gangguan hemifisis
irama napas tidak Kategori :
Motorik
teratur. fisiologis
- TD: 100/70
Penurunan tonus otot Subkategori :
mmHg
aktivitas/istirahat
- Kelemahan atau
Gangguan Mobilitas
paraliysis
Fisik
genggaman tangan
tidak seimbang,
berkurangnya
reflex tendon
- Penurunan
penglihatan,
hilangnya
ketajaman atau
diplopia
- SaO2 : 88%
3. DS : - Tumor otak Defisit Nutrisi
DO : (D.0019)
- Pasien sering mual Peningkatan TIK Kategori: fisiologis
dan muntah Subkategori :
- Berat badan klien
Anterior Hipofisis Nutrisi dan Cairan
menurun
- BB : 45Kg TB :
Mengeluarkan
160cm, IMT : 17,5
Kortikosteroid

Peningkatan asam
lambung

Mual, Muntah dan

57
Anoreksia

Defisit Nutrisi

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronis b.d. infiltrasi tumor otak
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kekuatan otot menurun
3. Defisit Nutrisi b.d faktor psikologis (mual dan muntah)
3.5 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Nyeri kronis (D.0078)
Kategori: Psikologis
Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
NOC NIC
Setelah dilakuka ntindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 2x24 jam, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
diharapkan pasien dapat komprehensif termasuk lokasi,
menunjukan tingkat nyeri dalam skala 3 karakteristik, durasi, frekuensi,
: (1 = gangguan ekstrem, 2 = berat , 3 = kualitas dan faktor presipitasi.
sedang , 4 = ringan , 5 = tidak ada 2. Observasi nonverbal dari
gangguan) dengan indikator : ketidaknyamanan.
1. Klien mengatakan nyeri yang 3. Gunakan komunikasi terapeutik
dirasakan berkurang (skala 3) untuk mengetahui lokasi nyeri
2. Klien tidak lagi menunjukkan pasien.
ekspresi wajah terhadap nyeri, 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
dalam nilai normal (2-5) respon nyeri.
3. Klien tidak lagi menunjukkan 5. Control lingkungan yang dapat
ekspresi (meringis), dalam nilai mempengaruhi nyeri seperti suhu
normal (2-5) rungan, pencahayaan dan
4. Klien mengatakan merasa nyaman kebisikan.

58
setelah nyeri berkurang . 6. Membantu mengeksplorasi dengan
pasien faktor yang dapat
meningkatkan atau memperburuk
nyeri.
7. Anjurkan pasien untuk penggunaan
obat nyeri yang memadai.
8. Berikan obat nyeri yang optimal
dengan obat analgesic yang di
resepkan.
9. Memberikan informasi yang akurat
untuk promosi pengetahuan
keluarga dan respon terhadap
nyeri.

Diagnosa
Gangguan mobilitas fisik (D. 0054)
Kategori : fisiologis
Subkategori : aktivitas/istirahat
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji derajat mobilisasi pasien
keperawatan selama 2x24 jam, dengan menggunakan skala
diharapkan outcomes dengan kriteria ketergantungan 0-4.
2. Letakkan pasien pada posisi
hasil:
tertentu untuk menghindari
1. Klien mampu mendemonstrasikan
kerusakan karena tekanan.
teknik/perilaku yang
3. Bantu untuk melakukan rentang
memungkinkan dilakukannya
gerak.
aktivitas seperti biasa. 4. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi
klien dalam merawat diri sendiri
sesuai kemampuan.
5. Beri perawatan kulit dengan
masase yang menggunakan
pelembab.

59
Diagnosa
Defisit Nutrisi (D.0019)
Kategori: fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan perawatan Mengatur cairan :
selama 4x24 jam, klien dapat 1. Monitor indikasi retensi atau
menunjukkan kriteria hasil : kelebihan cairan (edema).
1. Terbebas dari tidak ada edema, 2. Mengkaji kemungkinan faktor
anasarka. resiko dari ketidakseimbangan
cairan.
3. Kaji lokasi dan luas edema.
4. Kolaborasi pemberian diuretic
sesuai intruksi.
5. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk.

3.6 Evaluasi
1. S : Klien mengatakan bahwa nyeri yang dialami telah berkurang.
O : Pemeriksaan rentang skala nyeri < 2, tidak ada nyeri tekan.
A : Laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil telah
tercapai, masalah keperawatan teratasi keseluruhan.
P : Intervensi dilanjutkan.

2. S : Klien mengatakan bahwa ia dapat melakukan aktivitas seperti


biasa meskipun terkadang dibantu.
O : Derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
yaitu 1
A : Laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil telah
tercapai, masalah keperawatan teratasi keseluruhan.
P : Intervensi dilanjutkan.

60
3. S : Klien tidak mengalami mual lagi dan nafsu makannya meningkat.
O : Klien makan habis satu porsi sekali makan, mengalami peningkatan
berat badan.
A : Laporan subyektif dan obyektif memuaskan, kriteria hasil telah
tercapai, masalah keperawatan telah teratasi keseluruhan.
P : Intervensi diberhentikan

61
KESIMPULAN

Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem saraf, di
samping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Tumor otak ini dapat berupa tumor
yang sifatnya primer ataupun yang merupakan metastasis dari tumor pada organ
lainnya (Hakim, 2005; Wahjoepramono, 2006). Gejala yang ditimbulkan yaitu
nyeri kepala, muntah proykektil, papiledema, brain shift, kejang, perdarahan
intracranial, gejala disfungsi umum, dan gejala neurologis fokal.
Penatalaksanaannya meliputi operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Diagnosa yang
mungkin muncul dalam masalah tumor otak diantaranya nyeri, ketidakefektifan
pola nafas, ketidakefektifan perfusi jaringan, risiko cedera, gangguan komunikasi
verbal, ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan gangguan
rasa nyaman.
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang
belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan
medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995). Manifestasi
yang ditimbulkan ada nyeri, hilangnya fungsi medula spinalis, kelemahan spastic
dan hilangnya sensasi getar, defisit sensorik, gangguan BAB dan BAK, ataksia,
dan kelemahan. Penatalaksanannya dapat dilakukan dengan terapi pembedahan,
terapi radiasi, dan kemoterapi. Diagnosa yang terdapat dalam kasus tumor medula
spinalis yaitu nyeri akut, ketidakefektifan pola napas, dan gangguan mobilitas
fisik.
Sebagai seorang mahasiswa yang akan menjadi perawat, kita harus
mempelajari, memahami dan dapat menerapkan konsep teori dan asuhan
keperawatan dari tumor otak dan tumor medula spinalis. Berebeda diagnosa, beda
pula intervensi yang diberikan. Kita harus merencanakan dan menentukan
intervensi yang tepat terhadap klien sesuai dengan diagnosa dan kondisi yang
dialammi. Intervensi yang diberikan dengan tepat dapat meningkatkan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

62
DAFTAR PUSTAKA

Aman , Renindra Ananda, dkk. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia :


Panduan Penatalaksanaan Tumor Otak. Diakses dari
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOtak.pdf

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Brunner & Sudath. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol. 3.
EGC: Jakarta

Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), sixth


edition. USA: ELSEVIER

Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), sixth


edition. USA: ELSEVIER

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell

Jong, Wim de. 2005. Kanker, apakah itu? Pengobatan, harapan hidup, dan
dukungan keluarga. Jakarta: Archan

Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih. 1997. Diagnosa Keperawatan,
ed 6. EGC: Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Radinal YSP dan Neilan Amroisa. 2014. PRIMARY BRAIN TUMOR WITH
HEMIPARESE DEXTRA AND PARESE NERVE II, III, IV, VI. Volume 2,
Nomor 3. Diakses dari
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/333/334

Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi IV. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama

http://dokumen.tips/documents/anatomi-dan-fisiologi-medulla-spinalis-dan-
oblongata.html

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tumor Otak. Diakses melalui


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOtak.pdf

63

You might also like