You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN FRAKTUR


CLAVICULA DENGAN TINDAKAN OPEN REDUCTION INTERNA
FIXATION (ORIF)
DI RUANG IBS RSUD UNGARAN KAB. SEMARANG

DISUSUN OLEH :
LEDWI WISI DAELY
P1337420615024

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN FRAKTUR
CLAVICULA DENGAN TINDAKAN OPEN REDUCTION INTERNA FIXATION
(ORIF)
DI RUANG IBS RSUD UNGARAN KAB. SEMARANG

I. Fraktur
a. Definisi
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan,
namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi
kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price
& Wilson, 2006).
Fraktur Klavikula adalah patah tulang pada tulang klavikula atau tulang
selangka. Hal ini sering disebabkan akibat jatuh dengan posisi lengan
terputar/tertarik(outstrechedhead), posisi jatuh bertumpu ke bahu atau pukulan
langsung ke klavikula.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada
sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat penopang dan
sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri.
b. Klasifikasi Fraktur
Mansjoer (2010), membagi jenis fraktur berdasarkan pada ada tidaknya
hubungan antara patahan tulang dengan paparan luar sebagai fraktur tertutup
(closed fracture) dan fraktur terbuka (open fracture). Derajat fraktur tertutup
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan adanya pembengkakan.
4) Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman terjadinya sindroma kompartement.
Derajat fraktur terbuka berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1) Derajat 1: laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat 2: laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas
3) Derajat 3: luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
Price & Wilson (2006) juga membagi derajat kerusakan tulang menjadi dua,
yaitu patah tulang lengkap (complete fracture) apabila seluruh tulang patah; dan
patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture) bila tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang. Hal ini ditentukan oleh kekuatan penyebab fraktur dan kondisi
kerusakan tulang yang terjadi trauma.
Smeltzer & Bare (2006) membagi jenis fraktur sebagai berikut:
1) Greenstick: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
2) Oblique: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
3) Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
4) Comminutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen/bagian.
5) Depressed: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah.
6) Compression: fraktur dimana tulang mengalami kompresi, biasanya sering
terjadi pada tulang belakang.
7) Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget,
metastasis tulang, dan tumor).
8) Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya
9) Epificial: fraktur melalui epifisis.
10) Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
c. Lokasi
Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allman
tahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah
tulang klavikula menjadi 3 kelompok:

3
a) Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula)

1) Fraktur pada bagian tengah clavicula.

2) Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui.

3) Terjadi di medial ligament korako-klavikula (antara medial dan 1/3 lateral)

4) Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung (dari lateral
bahu)
b) Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula
Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, dapat dibagi:

1) type 1: undisplaced jika ligament intak

2) type 2: displaced jika ligamen korako-kiavikula ruptur.

3) type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.


c) Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula.
Fraktur yang paling jarang terjadi dari semua jenis fraktur clavicula,
insidensnya hanya sekitar 5%. Mekanisme trauma dapat beruma trauma
langsung dan tak langsung pada bagian lateral bahu yang dapat menekan
klavikula ke sternum. Jatuh dengan tangan terkadang dalam posisi abduksi.
d. Etiologi Faktur Klavikula
Penyebab farktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu
akibat kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor,
namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut
beberapa penyebab pada fraktur klavikula yaitu :
1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis
pubis selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada
kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran
melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang
humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan
fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang
humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur
total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling sering sekunder akibat
kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi sefalopelvik, serta
4
malpresentasi).
2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan clan lain-lain.
Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering terjadi
akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstreched hand) dimana
trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, namun baru-baru ini
telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang
klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke
bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras. Data ini dikemukankan oleh
Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson.
Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar
(outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya karena
trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil dari
trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula termasuk kasus
yang paling sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar 10-16 % dari semua kejadian
patah tulang.
e. Patofisiologi
Patah Tulang selangka ( Fraktur klavikula) umumnya disebabkan oleh
cedera atau trauma. Hal ini biasanya terjadi ketika jatuh sementara posisi tangan
ketika terbentur terentang atau mendarat di bahu. Sebuah pukulan langsung ke bahu
juga dapat menyebabkan patah tulang selangka / fraktur klavikula.
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP (Cardiac Out Put) menurun maka terjadi peubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.

5
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka
atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183, dalam
keperawatansite, 2013).
f. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang sering terjadi pada fraktur klavikula Kemungkinan akan
mengalami sakit, nyeri, pembengkakan, memar, atau benjolan pada daerah bahu
atau dada atas. Tulang dapat menyodok melalui kulit, tidak terlihat normal. Bahu
dan lengan bisa terasa lemah, mati rasa, dan kesemutan. Pergerakan bahu dan
lengan juga akan terasa susah. Anda mungkin perlu untuk membantu pergerakan
lengan dengan tangan yang lain untuk mengurangi rasa sakit atau ketika ingin
menggerakan (Medianers, 2011).
g. Penatalakasanaan
Pada prinsipnya penangan patah tulang klavikula adalah untuk mencapai
penyembuhan tulang dengan minimum tingkat morbiditas, hilangnya fungsi, dan
sisa kelainan bentuk. Kebanyakan patah tulang klavikula telah berhasil ditangani
dengan metode tanpa operasi. Perawatan nonoperative dengan cara mengurangi
gerakan di daerah patah tulang. Tujuan penanganan adalah menjaga bahu tetap
dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi
spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap

6
klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang,
dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak
harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap
pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan
harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa pergeseran dan terpotongnya
ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan lengan. Bila fraktur
1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi
pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna.
Selama imobilisasi pasien diperkenankan melakukan latihan gerakan tapi harus
menghindari aktivitas yang berat. Tindak lanjut perawatan dilakukan dengan
pemantauan yang dijadwalkan 1 hingga 2 minggu setelah cedera untuk menilai
gejala klinis dan kemudian setiap 2 hingga 3 minggu sampai pasien tanpa gejala
klinis. Pemeriksaan foto rontgen tidak perlu selama proses perawatan, tetapi akan
lebih baik dilakukan pada saat proses penyatuan tulang yang biasanya dapat dilihat
pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 (pada saat fase remodeling pada proses
penyembuhan tulang). Tanda klinis penyatuan tulang adalah berkurangnya rasa
sakit atau rasa sakit hilang, dapat melakukan gerakan bahu secara penuh, dan
kekuatan kembali normal. Tidakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi
hal-hal berikut :
1. Fraktur terbuka.
2. Terdapat cedera neurovaskuler.
3. Fraktur comminuted.
4. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
5. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
6. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion).
Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangi
rasa nyeri. Obat-obat yang dapat digunakan adalah obat kategori analgesik
antiinflamasi seperti acetaminophen dan codeine dapat juga obat golongan NSAIDs
seperti ibuprofen.

7
Ada 4 konsep Dasar dalam menangani Fraktur :
1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis
kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri.

2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti
letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang
gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan,
penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
h. Penatalaksanaan ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)
1. Pengertian ORIF
ORIF merupakan suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.ORIF (Open Reduksi
Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan pembedahan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin
kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan
plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan

8
dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins,
screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
2. Tujuan tindakan operasi Orif
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa
Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan
tipe fraktur tranvers.
a. Imobilisasi sampai tahap remodeling
b. Melihat secara langsung area fraktur
c. mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran.
3. Indikasi Orif
a. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
b. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
c. Fraktur Kominutif
d. Fraktur Pelvis
e. Fraktur terbuka
f. Trauma vaskuler
g. Fraktur shaft humeri bilateral
h. Floating elbow injury
i. Fraktur patologis
j. Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
k. Trauma multiple
l. Fraktur terbuka derajatI II
4. Kontra indikasi Orif
a. Pasien dengan penurunan kesadaran
b. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
c. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
5. Komplikasi Orif
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil
dan fiksasi cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit penyerta
dan gangguan pada proses penyambungan tulang.

9
i. Komplikasi
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis,
cedera vena atau arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion
(penyimpangan penyatuan). Malunion merupakan masalah kosmetik bila pasien
memakai baju dengan leher rendah.
Komplikasi akut:
1. Cedera pembuluh darah
2. Pneumouthorax
3. Haemothorax
Komplikasi lambat :
1. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
2. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan

10
II. Pathways

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tek.sumsum tulang >


Pergeseran fragmen
Laserasi kulit Spasme otot kapiler
tulang

Putus Tekanan Reaksi stress


Kerusakan vena/arteri klien
kapiler
deformitas integritas
kulit
perdarahan Pelepasan Melepaskan
Gangguan histamin katekolamin
fungsi
Kekurangan
Memobilisasi
volume Protein plasma asam lemak
Gangguan cairan hilang
mobilitas
fisik Bergabung
Syok edema dengan trombosit
hipovolemik
Penekanan emboli
pembuluh darah

Menyumbat
Perfusi jaringan pembuluh darah

Gangguan perfusi
jaringan

11
III. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa preoperatif
Diagnosa :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur)
b. Ansietas berhubungan dengan proses operasi

2. Diagnosa intra operasi


Diagnosa :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d produksi mucus
b. Gangguan pertukaran gas b/d efek anastesi ( spasme broncus )
c. Risiko infeksi b/d prosedur invasif (pembedahan)

3. Diagnosa post operasi


Diagnosa
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas :
produksi mucus
- Risiko cedera (Injury) berhubungan dengan efek anastesi

12
IV. Intervensi dan Rasionalisasi
1. Intervensi dan Rasionalisasi Pre Operasi
No Dignosa NOC NIC Rasionalisasi

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Kaji nyeri  Untuk


b.d agen keperawatan selama 1 x 30 klien mengetahui
cidera fisik menit, diharapkan nyeri (P,Q,R,S,T) sejauh mana
pasien dapat berkurang  Ajarkan tingkat nyeri
dengan kriteria hasil : tehnik dan merupakan
 Skala nyeri berkurang nonfarmakol indikator secara
menjadi 4 ogi /tehnik dini untuk dapat
 Klien mampu relaksasi(tari memberikan
mengontrol nyeri k nafas tindakan
dengan tehnik dalam) berikutnya
nonfarmakologi  Kolaborasi  Informasi yang
 TTV dalam batas dengan tepat dapat
normal dokter menurunkan
pemberian tingkat
analgetik kecemasan
 Tingkatkan pasien dan
istirahat menambah
pengetahuan
pasien tentang
nyeri
 Napas dalam
dapat
menghirup O₂
scara adekuat
sehingga otot-
otot menjadi
relaksasi

13
sehingga dapat
mengurangi
nyeri
 Deteksi dini
terhadap
perkembangan
kesehatan
pasien
 Sebagai
profilaksis
untuk dapat
menghilangkan
rasa nyeri
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan  Kaji faktor  Ketakutan dapat
berhubunga keperawatan selama 1 x 30 penyebab terjadi karena
n dengan menit, diharapkan cemas kecemasan nyeri hebat,
kurangnya pasien dapat teratasi pasien. penting pada
informasi dengan kriteria hasil :  Berikan prosedur
(prosedur  Kontak mata baik dukungan diagnostik dan
operasi)  Pasien terlihat tenang kepada pembedahan
 Pasien tidak gelisah pasien.  Dapat
 TD normal  Jelaskan meringankan
 Pasien dapat prosedur ansietas
mengungkapkan operasi terutama ketika
keluhannya  Observasi pemeriksaan
reaksi tersebut
nonverbal melibatkan
pasien. pembedahan
 Temani  Membatasi
pasien dan kelemahan,
dengarkan menghemat
keluhan energi dan
14
pasien meningkatkan
 Tunjukkan kemampuan
sikap empati koping
kepada  Mengurangi
pasien kecemasan
klien

2. Intervensi dan Rasionalisasi Intra Operasi


No Diagnosa NOC NIC Rasionalisasi

1. Bersihan Setelah dilakukan  Lakukan suction  Untuk


jalan napas tindakan  Berikan terapi O2 meningkatkan
tidak efektif keperawatan  Monitor tanda- pengawasan
b/d obstruksi selama 1 x 60 tanda vital terhadap
jalan napas: menit jalan napas keefektifan pola
produksi pasien nafas
mucus efektif,dengan  Dilakukan untuk
kriteria : memastikan
 Pasien dapat keefektifan
bernapas pernafasan
dengan mudah sehingga upaya
 Tidak ada suara memperbaikinya
napas dapat segea
tambahan/suara dilakukan
napas bersih  Mencegah
 RR dalam obstruksi jalan
rentang normal napas
 Tidak ada  Meningkatkan
secret dan
memaksimalkan
pengambilan
15
oksigen

Ganguan Setelah 4.
dilakukan
2  Buka jalan napas  Untuk
pertukaran tindakan 2 dengan manuver menghindari
2 gas b/d efek keperawatan chin lift atau jaw terjadinya
anastesi ( selama 1 x 60 trust sianosis
spasme menit tidak terjadi  Pasang mayo  Sputum dapat
broncus) ganguan  Lakukan suction keluar dengan
pertukaran gas, pada mayo mudah dengan
dengan kriteria :  Posisikan pasien dilakukannya
 Tidak ada untuk suction sehingga
sianosis memaksimalkan suara napas
 Kesadaran ventilasi bersih
composmentis  Monitor RR  Saturasi O2
 Suara napas (kedalaman, dalam rentang
bersih irama, frekuansi, normal yaitu >
 TTV dalam suara napas) 95 %
rentang normal
 Sputum dapat
keluar dengan
mudah
 Saturasi o2
dalam rentang
normal
3. Risiko Setelah di lakukan  Monitor TTV  Mencegah
infeksi b/d tindakan  Monitor tanda- kontaminasi
prosedur keperawatan tanda infeksi. silang
invasif: selama 1 x 60  pertahankan teknik  Kontaminasi

16
pembedahan menitjam resiko aseptic selama dengan
infeksi dapat proses lingkungan dan
teratasi, dengan pembedahan. kontak personal
criteria hasil :  Lakukan pencucian akan
 TTV dalam tangan sebelum menyebabkan
rentang normal dan sedudah daerah yang
 Tidak ada bertemu pasien. steril menjadi
tanda-tanda  Observasi tidak steril
infeksi pelaksanaan sehingga dapat
 Luka bersih pembedahan meningkatkan

 Perdarahan < dengan risiko infeksi

500 ml menggunakan  Penampungan


teknik steril. cairan tubuh,
 Monitor keadaan jaringan, dan sisa
luka dalam kontak
 Tutup rapat luka dengan luka/
dengan jahitan pasien yang
yang rapi. terinfeksi akan

 Jaga luka agar mencegah

tidak penyebaran

terkontaminasi dari infeksi pada

lingkungan lingkungan/
pasien

3. Intervensi dan Rasionalisasi Post Operasi


No Diagnosa NOC NIC Rasionalisasi

1 Bersihan Setelah dilakukan  Lakukan suction  Untuk


jalan napas tindakan  Berikan terapi O2 meningkatkan
tidak efektif keperawatan  Atur posisi pasien pengawasan
b/d obstruksi selama 2x24 jam ekstensikan kepala terhadap
jalan napas: jalan napas pasien pasien 30 derajat keefektifan pola

17
produksi efektif,dengan dari kaki/ nafas
mucus kriteria : miringkan pasien  Dilakukan untuk
 Pasien dapat  Ajarkan batuk memastikan
bernapas efektif keefektifan
dengan mudah pernafasan
 Tidak ada suara sehingga upaya
napas memperbaikinya
tambahan/suara dapat segea
napas bersih dilakukan
 RR dalam  Mencegah
rentang normal obstruksi jalan
 Tidak ada napas
secret  Meningkatkan
dan
memaksimalkan
pengambilan
oksigen
2 Resiko cidera Setelah dilakukan  Sediakan  Obat anestesi
berhubungan tindakan lingkungan yang masih
dengan keperawatan aman bagi pasien memberikan efek
Factor kimia selama 3 x 24 jm  Temani pasien pada pasien
(Efek resiko cidera dapat agar tidak jatuh sehingga pasien
anastesi). teratasi dengan  Pasang side rail risiko
kriteria hasil : tempat tidur jatuh/cidera
 Tidak ada lagi  Anjurkan keluarga  lingkungan yang
efek dari obat untuk menemani nyaman dan
anastesi pasien nanti saat di aman dapat
 Pasien bangsal mengurangi
mengungkapka  Mengontrol risiko cedera
n rasa nyaman. lingkungan dari akibat dari
 Kesadaran kebisingan. anestesi
composmentis
18
V. BUKU SUMBER

Chairuddin Rasjad. (2007). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif


Watampone.
Jeffrey A. Housner, John E. Kuhn. (2003). Clavicle Fractures.
http://www.physsportsmed.com/issues/2003/1203/housner.
Kevin J Eerkes. (2008). Clavicle Injuries,.
http://www.emedicine.com/sports/TOPIC25.HTM .
L Joseph Rubino. (2006). Clavicle Fractures,
http://www.emedicine.com/orthoped/topic50.htm.
Mansjoer, Arif, et al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (2 th ed). Jakarta:
Medika Aesculapius FKUI.
Nanda International .(2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2015 – 2017, Ed. 10. Alih bahasa : Prof.Dr Budi Anna K. Jakarta:EGC.
Buleheck, et all.(2015). Nursing Interventions Classification, Ed. 6. Alih bahasa
: Intansari Nurjanah. Jakarta:EGC.
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Buku
I (Penerjemah Joko Setyono). Jakarta : Salemba Medika.
Richard S. Snell. (2006). Anatomi Klinik (6 th ed). EGC: Jakarta.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2001). Brunner
and Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing (2th ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2002). Brunner
and Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing (3th ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

19

You might also like