You are on page 1of 12

CASE REPORT: Infeksi Herpes Simplex Genitalis Primer pada Sindrom Behcet

Mega Mulya Dwi Fitriyani, Hiendarto, Silvia Veronica

*) Program Studi Profesi Dokter, FK UPN “Veteran” Jakarta

**) Departemen Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa

***) Departemen Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Soebroto

ABSTRAK

Sindrom Behcet merupakan suatu penyakit multisistemik, dengan manifestasi klinis

dapat berupa ulkus aphthous oral, ulkus genitalis, lesi okular, dan organ lainnya, bahkan hingga

keterlibatan neurologis. Seorang wanita 38 tahun dengan keluhan luka di genital sejak tujuh

hari, luka di genital untuk kedua kalinya sejak satu setengah tahun yang lalu, juga terdapat

keluhan luka di rongga mulut sejak tiga minggu, berulang tiga hingga empat kali setahun sejak

lima tahun. Keluhan disertai demam, dan keputihan berwarna putih susu dan tidak berbau. Pada

pemeriksaan fisik vulva nampak efloresensi vesikel dengan dasar eritema, multiple, diameter

rata – rata 4mm, terdapat secret. Hasil pemeriksaan Tzanck tes terdapat sel datia berinti banyak

positif. Diagnosis sindrom behcet pada kasus ini ditegakkan berdasarkan skoring Revised

International Criteria for Behcet Disease (ICBD) dengan skor empat. Kasus ini menerangkan

penegakan diagnosis sindrom behcet dan tatalaksana agar dapat menghasilkan prognosis yang

optimal bagi pasien. Penggunaan acyclovir sebagai lini pertama infeksi herpes simpleks

genitalis, serta kombinasi kortikosteroid sistemik dan terapi suportif lainnya pada pasien ini

memberikan dampak baik setelah sepuluh hari terapi yang ditandai dengan menutupnya ulkus

genital dan hilangnya nyeri saat berkemih.

Kata kunci: sindrom Behcet, herpes genitalis

1
CASE REPORT: Primary Herpes Simplex Genital Infection in Behcet's Syndrome

ABSTRACT

Behcet's syndrome is a multisystem disease, with clinical manifestations of oral

aphthous ulcers, genital ulcers, ocular lesions, and other organs, even to neurological

involvement. A 38-year-old woman came with genital sores for the second time since one and

half years ago, also has complaints of sores in the oral cavity for three weeks, recurring three

to four times a year since five years. Complaints accompanied by fever, and milky white vaginal

discharge and odorless. On the physical examination of the vulva, the appearance of vesicle

efflorescence with erythema base, multiple, average diameter 4mm, with secret. Tzanck test

examination results are positive multinucleated cells Datia. The diagnosis of behcet syndrome

in this case was established based on the Revised International Criteria for Behcet Disease

(ICBD) score with a score of 4. This case explains the diagnosis of behcet syndrome and

management in order to achieve an optimal prognosis for the patients. The use of acyclovir as

a first-line therapy for genital herpes simplex infection, as well as a combination of systemic

corticosteroids and other supportive therapies in these patients has a good effect after ten days

of therapy characterized by closing genital ulcers and loss of pain during urination

Keywords: Behcet’s syndrome, genital herpes

PENDAHULUAN

Sindrom Behcet merupakan suatu penyakit multisistem yang biasanya ditandai

dengan ulkus aphthous oral berulang, ulkus genitalis, lesi okular, dan lesi kulit dan

kadang-kadang artikular, urogenital, vaskular, gastrointestinal, dan keterlibatan

neurologis.1,2 Sindrom Behcet tersebar di seluruh dunia. Namun, lebih banyak di negara

2
yang berbatasan dengan rute jalur sutera di Asia Timur seperti Jepang, Korea, China, Irak,

Iran, dan Turki. Itu juga mengapa penyakit ini diberi nama "Silk Road Disease"5.

Prevalensi sindrom Behcet tertinggi di negara-negara Timur Tengah, seperti

Turki, yang mencapai 421/100.000 penduduk dan di Iran 80/100.000. Prevalensi di

Jepang, Korea, Cina, Iran dan Arab Saudi berkisar 13,5-22 kasus per 100.000 penduduk.

Penyakit ini jarang terjadi di Negara lain seperti Amerika, Australia dan Afrika.4,6 Di

Indonesia sendiri, belum ada laporan prevalensi kasus yang pasti untuk sindroma Behcet.

Onset penyakit ini terjadi rata – rata pada usia decade 2 – 4. Sindrom Behcet jarang terjadi

pada anak anak dan pasien usia di atas 55 tahun.3,5,9

Sampai saat ini, sindrom Behcet masih merupakan tantangan bagi berbagai aspek

dalam bidang kedokteran seperti usaha penegakan diagnosis serta pemilihan terapi yang

tepat.7 Laporan kasus ini menggambarkan infeksi herpes simplex genitalis primer pada

sindrom Behcet dengan manifestasi pada rongga mulut dan alat kelamin pada wanita usia

38 tahun.

ILUSTRASI KASUS

Pasien wanita, 38 tahun datang ke IGD dengan keluhan luka seperti sariawan di

kelamin sejak tujuh hari SMRS. Awalnya luka di kelamin hanya satu benjolan melenting

berisi cairan bening dan agak gatal, kemudian pecah. Setelah pecah, luka menjadi

bertambah banyak dan nyeri. Nyeri dirasakan saat berjalan dan saat buang air kecil.

Pasien juga mengeluh demam sejak delapan hari SMRS, demam turun dengan obat

paracetamol. Keluhan demam disertai keputihan yang berwarna putih susu, kental, dan

tidak berbau. Pasien mengaku hubungan seksual terakhir dengan suami empat hari

sebelum munculnya luka di kelamin. Tiga minggu SMRS pasien juga mengeluhkan luka

2
sariawan di lidah dan rongga mulut. Menurut pengakuan pasien, keluhan luka sariawan

di mulut sering dialami pasien saat sedang stress dan kelelahan. Luka sariawan di mulut

ini hilang timbul sejak lima tahun, berulang tiga sampai empat kali dalam setahun.

Sariawan di mulut sembuh setelah berobat ke dokter dan diberi Bufacomb cream.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi

84 x/menit, pernapasan 18 x/menit,, suhu 36,8OC. Pada vulva didapatkan efloresensi

vesikel dengan dasar eritema, multiple, diameter rata – rata 4mm, secret (+). Pada

pemeriksaan penunjang Tzanck test ditemukan sel datia berinti banyak positif.

Pemeriksaan tes Pathergy pada pasien negatif.

Kasus ini diberi pengobatan acyclovir 3 x 400 mg selama tujuh hari, kortikosteroid

sistemik metilprednisolon 2 x 8 mg selama sepuluh hari, dikurangi menjadi 8 mg pagi

hari dan 4 mg sore hari selama tiga hari, dikurangi lagi menjadi 1 x 8 mg selama tiga hari,

dan 1 x 4 mg selama satu hari, selama perawatan di rumah sakit mendapat injeksi

mecobalamin 1 kali sehari, paracetamol 2 x 500 mg jika nyeri, ranitidine 2 x 1 ampul

sehari, dan salticin cream.

DISKUSI

Sindrom Behcet merupakan suatu penyakit multisistem yang biasanya ditandai

dengan ulkus aphthous oral berulang, ulkus genitalis, lesi okular, dan lesi kulit dan

kadang-kadang artikular, urogenital, vaskular, gastrointestinal, dan keterlibatan

neurologis.1,2 Predileksi ulkus aftosa oral yaitu membran mukosa bibir, gingiva, mukosa

bukal, dan lidah. Pada stadium awal, muncul area sirkuler kemerahan yang setelah 1-2

hari timbul ulkus bulat atau oval dangkal berdiameter 2-10 mm, berbatas diskret

eritematosa, kadang tampak pseudomembran yang menutupi permukaan ulkus.7,10 Lesi

3
dapat sembuh dalam 10-14 hari tanpa sikatrik.11-13 Selain manifestasi ulkus aftosa, pada

sindrom Behcet juga terdapat manifestasi lain yaitu ulserasi mukosa genital, diikuti lesi

pada mata.19 Di daerah genital dapat timbul ulkus aftosa serupa di mulut, biasanya lebih

besar dan lebih dalam, punched-out, terjadi pada 57-93% pasien.7,14 Pada wanita, lesi

ditemukan di labia mayor, labia minor, vulva, perineum, dan kulit perianal.7

Herpes genitalis adalah salah satu infeksi menular seksual yang paling umum. Hal

ini disebabkan oleh virus herpes simplex tipe 2 (HSV-2) dan dapat juga disebabkan oleh

virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1). Sekitar 80% infeksi HSV bersifat asimptomatik.

Infeksi simptomatik akan menimbulkan morbiditas dan rekurensi yang bermakna.15,16

Masa inkubasi herpes genitalis adalah 2-20 hari. Infeksi primernya dapat bersifat

asimptomatik. Gejala prodormalnya berupa rasa panas (terbakar) atau gatal. Lesinya

berupa vesikel, erosi, ulkus dangkal berkelompok, dengan dasar eritematous. Dapat

disertai dengan adanya disuria, duh vagina atau uretra, atau pembesaran kelenjar limfe

regional. Pasien lebih sering datang dalam keadaan lesi berupa ulkus atau berkrusta.

Pembentukan lesi baru masih berlangsung selama 10 hari dan berakhir dalam waktu 12-

21 hari. Dapat juga disertai dengan keluhan sistemik seperti demam, nyeri kepala,

malaise, dan myalgia.17 Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan tes Tzanck. Pada

tes Tzanck dengan pengecatan giemsa atau wright akan terlihat sel raksasa berinti banyak.

Pada keadaan tidak ada lesi dapat dilakukan pemeriksaan serologic antibody yaitu IgM

dan IgG terhadap HSV-1 dan HSV-2.16,23

Pada kasus ini terdapat lesi di vulva yang awalnya hanya 1 vesikel yang agak

gatal, kemudian pecah. Setelah pecah, vesikel menjadi bertambah banyak dan nyeri.

Nyeri dirasakan saat berjalan dan saat buang air kecil. Lesi timbul di vulva untuk yang

kedua kali sejak satu tahun setengah yang lalu. Pada kasus ini juga terdapat keluhan

4
demam sejak 8 hari SMRS, demam turun dengan obat paracetamol. Keluhan demam

disertai keputihan yang berwarna putih susu, kental, dan tidak berbau. Pasien mengaku

hubungan seksual terakhir dengan suami 4 hari sebelum munculnya luka di kelamin.

Hubungan seksual selain dengan pasangan disangkal. Dan kasus ini terdapat ulkus aftosa

multipel di mukosa mulut hilang timbul sejak 5 tahun, berulang tiga sampai empat kali

dalam setahun. Namun pada kasus ini tidak ada manifestasi okuler, articular, lesi kulit

maupun manifestasi sistemik lain.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi

84 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36,8oC. Pada vulva didapatkan efloresensi

vesikel dengan dasar eritema, multiple, diameter rata – rata 4mm, secret (+). Tiga hari

kemudian pada vulva didapatkan efloresensi erosi, eritema, secret (+). Pada pemeriksaan

penunjang Tzanck test ditemukan sel datia berinti banyak positif. Pemeriksaan tes

Pathergy pada pasien negatif. Pada kasus ini pemeriksaan tes Pathergy negatif bisa

disebabkan karena pasien diperiksa tes Pathergy setelah mendapat terapi

metilprednisolone, sehingga hasil pemeriksaan dapat negatif palsu.

Diagnosis sindroma Behcet lebih berdasarkan keadaan klinis daripada

berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tertentu Diagnosis sindroma Behcet

didasarkan atas kriteria Internasional, skor ≥4 menunjukkan sindrom Behcet.13 Pada

kasus ini terdapat ulkus aftosa rekuren dan ulkus genital rekuren sehingga skor pasien

adalah 4 dan sudah dapat menunjukkan adanya sindrom Behcet.

Gejala Poin

Lesi okuler (rekuren) 2

Ulkus aftosa oral (rekuren) 2

Ulkus aftosa genital (rekuren) 2

5
Lesi kulit (rekuren) 1

Kelainan sistem saraf pusat 1

Manifestasi vaskuler 1

Tes patergi positif 1

Tabel 1. Revised International Criteria for Behcet Disease (ICBD)13

Tujuan terapi adalah mempercepat proses penyembuhan dan mencegah gejala

sisa, mempertahankan remisi agar tidak muncul lesi baru.19 Terapi lini pertama adalah

kortikosteroid sistemik. Obat-obatan imunosupresif seperti azathioprine dan

siklofosfamid digunakan pada kasus berat dan kasus relaps.14,19,22 Terapi sesuai dengan

keterlibatan organ. Kasus ini diberi pengobatan acyclovir 3 x 400 mg selama 7 hari,

kortikosteroid sistemik metilprednisolon 2 x 8 mg selama 10 hari, dikurangi menjadi 8

mg pagi hari dan 4 mg sore hari selama 3 hari, dikurangi lagi menjadi 1 x 8 mg selama 3

hari, dan 1 x 4 mg selama 1 hari, selama perawatan di rumah sakit mendapat injeksi

mecobalamin 1 kali sehari, paracetamol 2 x 500 mg jika nyeri, ranitidine 2 x 1 ampul

sehari, dan salticin cream. Acyclovir merupakan obat lini pertama untuk infeksi HSV,

termasuk herpes simpleks genitalis.23 Acyclovir bertujuan untuk menekan replikasi

HSV.37 Dosis yang dianjurkan untuk terapi herpes simpleks genitalis rekuren dengan

episode <5-6 episode pertahun adalah 3 x 800 mg peroral selama 5 hari atau 3 x 400 mg

peroral selama 5 hari.23

Morbiditas dan mortalitas sindrom Behcet meningkat seiring tingkat keterlibatan

sistem organ. Penyebab utama morbiditas sindrom Behcet adalah uveitis yang berpotensi

menyebabkan kebutaan. Prognosis sindrom Behcet membaik dengan terapi sedini

mungkin, dan pengobatan agresif seperti imunosupresan.11,14 Prognosis pasien ini quo ad

vitam, quo ad functionam bonam, sedangkan quo ad sanationam dubia, karena sindrom

6
Behcet merupakan penyakit multisistemik berulang, jika tidak ditangani dengan baik

dapat menimbulkan sekuele dan memperparah penyakit. Dengan perawatan rumah sakit

dan kontrol satu minggu pasca rawat inap, keadaan pasien semakin membaik. Setelah

pengobatan sepuluh hari, ulkus genital sudah mengecil dan pasien tidak lagi mengeluh

nyeri buang air kecil.

A B

Gambar 1. A. Lesi hari ke-1. B. Lesi hari ke-4 setelah satu hari pemberian

metilprednisolone. C. Lesi hari ke-10 setelah pengobatan.

7
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus infeksi Herpes Simplex genital primer pada sindrom

Behcet pada seorang wanita 38 tahun dengan keluhan luka di genital sejak tujuh hari, luka

di genital untuk kedua kalinya sejak satu setengah tahun yang lalu, juga terdapat keluhan

luka di rongga mulut sejak tiga minggu, berulang tiga hingga empat kali setahun sejak

lima tahun. Keluhan disertai demam, dan keputihan berwarna putih susu dan tidak berbau.

Hasil pemeriksaan Tzanck tes terdapat sel datia berinti banyak positif. Diagnosis

ditegakkan skoring Revised International Criteria for Behcet Disease menghasilkan skor

empat. Kasus ini diberi pengobatan acyclovir 3 x 400 mg selama 7 hari, kortikosteroid

sistemik metilprednisolon 2 x 8 mg selama sepuluh hari, dikurangi menjadi 8 mg pagi

hari dan 4 mg sore hari selama tiga hari, dikurangi lagi menjadi 1 x 8 mg selama tiga hari,

dan 1 x 4 mg selama satu hari, selama perawatan di rumah sakit mendapat injeksi

mecobalamin 1 kali sehari, paracetamol 2 x 500 mg jika nyeri, ranitidine 2 x 1 ampul

sehari, dan salticin cream. Prognosis pasien ini quo ad vitam, quo ad functionam bonam,

sedangkan quo ad sanationam dubia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zouboulis CC. Adamantiades-Behçet disease. In: Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology

in General Medicine (8th ed). New York: McGraw Hill, 2012; p. 2033-42.

2. Kim DY, Cho S, Choi MJ, et al, Immunopathogenic Role of Herpes Simplex

Virus in Behçet's Disease. US National Library of Medicine. 2013. [Disitasi 31

Oktober 2018]. Tersedia di:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3857840/

8
3. Addimanda O, Pazzola G, Pipitone N, Salvarani C. Epidemiology of Behçet

syndrome. In: Emmi L, editor. Behçet’s Syndrome from Pathogenesis to

Treatment. Milan: Springer, 2014; p. 17-24.

4. Senusi A, Seoudi N, Bergmeier LA, Fortune F. Genital ulcer severity score and

genital health quality of life in Behçet’s disease. Orphanet Journal of Rare

Diseases. 2015; 10: 117-27.

5. Leonardo NM, McNeil J, Behcet’s Disease: Is There Geographical Variation? A

Review Far from the Silk Road. International Journal of Rheumatology. 2015.

[Disitasi 31 Oktober 2018]. Tersedia di http://dx.doi.org/10.1155/2015/945262

6. Amarawardena WKMG, Wijesundere A, Muhandiram WMT, Appuhamy HSD.

An unusual presentation of Behçet’s disease. Ceylon Medical Journal. 2014; 59:

144-5.

7. Uva L, Miguel D, Pinheiro C, Filipe P, Freitas JP. Mucocutaneus manifestasions

of Behçet’s disease. Acta Reumatol Port. 2013; 38: 77-90.

8. Saadoun D, Wechsler B. Review Behçet’s disease. Orphanet Journal of Rare

Diseases. 2012; 7:20-5.

9. Leccese P, Yazici Y, Olivieri I. Behcet's syndrome in nonendemic regions. Curr

Opin Rheumatol. 2017. 29 (1):12-16.

10. D. Saadoun and B. Wechsler, “Behçet's disease,” Orphanet Journal of Rare

Diseases, 2012;7:20.

11. S. B. Cho, S. Cho, and D. Bang, “New insights in the clinical understanding of

Behçet's disease,” Yonsei Medical Journal, 2012;53(1):35-42.

12. S. Yilmaz and K. A. Cimen, “Familial Behçet's disease,” Rheumatology

International, vol. 30, no. 8, pp. 1107–1109, 2010.

9
13. International Team for the Revision of the International Criteria for Behcet’s

Disease (ITR-ICBD), The International Criteria for Behcet’s Disease (ICBD): a

collaborative study of 27 countries on the sensitivity and specificity of the new

criteria. Canada. 2014.

14. Rotondo C, Lopalco G, Iannone F, Vitale A, Talarico R, Galeazzi M, et al.

Mucocutaneus involvement in Behçet’s disease: How systemic treatment has

changed in the last decades and future perspectives. Mediators Inflamm. 2015;

2015: 1-10.

15. Adi, Sudigdo.,dkk. Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit dan

Kelamin. 2017. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FKUI/RSCM.

16. King A M Adams M J Carstens E B Lefcowitz E JHrsg.Virus Taxonomy. Ninth

Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses San Diego, CA:

Elsevier Academic Press; 2012:99–124.

17. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine (8th ed). New York: McGraw

Hill, 2012.

18. R. J. Barry, B. Markandey, R. Malhotra et al., “Evidence-based practice in

Behçet's disease: identifying areas of unmet need for 2014,” Orphanet Journal of

Rare Diseases, 2014;9(1):16.

19. F. Davatchi, F. Shahram, C. Chams-Davatchi et al., “Behcet's disease: from east

to west,” Clinical Rheumatology, 2010;29(8):823–833.

10
20. Poole TRG, Graham EM. Ocular disorders associated with systemic diseases. In:

Riordan- Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan & Asbury’s General

Ophthalmology 16th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2004,307-342.

21. Y. Yazici, S. Yurdakul, and H. Yazici, “Behçet’s syndrome,” Current

Rheumatology Reports, 2010;12(6): 429–435.

22. Singal A, Chhabra N, Pandhi D, Rohatgi J. Behçet’s disease in India: A

dermatological perspective. Indian Journal of Dermatology, Venereology, and

Leprology. 2013; 79(2): 199-204.

23. Sauerbrei, A. Herpes Genitalis: Diagnosis, Treatment and Prevention.

2016.76(12): 1310–1317

11

You might also like