You are on page 1of 12

Karakterisasi Fisik dan Kimia Genotipe Kedelai Hitam

dan Kaya Isoflavon Untuk Bahan Pangan


Physical and Chemical Characterization of Black-Seeded and
High Isoflavone Content of Soybean Genotypes for Food Products

Rahmi Yulifianti*, Erliana Ginting


Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Jl. Raya Kendalpayak km 8, PO Box 66 Malang
*email: rahmi_stp@yahoo.com

ABSTRAK
Sifat fisik dan kimia biji kedelai turut menentukan penggunaan dan kualitas produk
yang dihasilkan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian karakteristik fisikokimia 17 genotipe
kedelai berbiji hitam dan 12 genotipe kedelai kuning kaya isoflavon untuk mengetahui ke-
sesuaian penggunaannya sebagai bahan baku olahan pangan sekaligus untuk meningkat-
kan promosinya sebagai pangan fungsional. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium
Kimia dan Teknologi Pangan, Balitkabi pada bulan Agustus - September 2012. Percobaan
disusun dengan rancangan acak lengkap, tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan ter-
dapat lima genotipe kedelai hitam berbiji besar (>13 g/100 biji), lebih besar daripada vari-
etas cek (Detam 1). Diperoleh satu genotipe kedelai hitam dengan kadar protein tinggi
(≥40% bk), yakni genotipe DT 16 G1 (40,01% bk) yang sesuai untuk bahan baku kecap
dan susu kedelaid an tiga genotipe yang kadar lemaknya tinggi (≥20% bk) dengan nilai
tertinggi pada genotipe H5-2205 (20,78% bk) yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku
minyak nabati. Sedangkan untuk genotipe kedelai kaya isoflavon, diperoleh satu genotipe
yaitu K/IAC-100-71-1011-1041 yang memiliki kandungan protein sebesar 40,75% bk,
sesuai untuk produk tahu dan susu kedelai serta satu genotipe harapan memiliki
kandungan isoflavon tinggi yaitu genotipe K/IAC100-64-1004-1037 yang potensial sebagai
calon varietas kedelai kaya isoflavon.
Kata kunci: isoflavon, kedelai hitam, sifat fisik dan kimia

ABSTRACT
Physical and chemical properties of soybean seeds would determine their suitability for
food purposes and quality of the products. Therefore, physicochemical characteristics of 17
black-seeded soybeans and 12 yellow-seeded soybean that were rich in isoflavones were
studied to determine the suitability for food product ingredients as well as to support their
promotion as functional food. The experiment was performed at the Chemical and Food
Technology Laboratory of Iletri from August to September 2012. The experiment was
arranged using a complete randomized design with three replicates. The results showed
that one black-seeded soybean genotype contained high protein (≥40% bk), namely DT
16 G1 (40.01% dw) that is suitable for soysauce and soymilk ingredients. Three genotypes
had high fat contents (≥20% db) with the highest value (20.78% dw) was seen in H5-2205
genotype, which can be used for vegetable oil purposes. Meanwhile, one of soybean-rich
isoflavone genotypes had protein content of 40.75% dw, namely K/IAC-100-71-1011-1041

284 Rahmi dan Ginting: Karakterisasi Genotipe Kedelai Hitam Kaya Isoflavon
which is suitable for tofu and soymilk ingredients. K/IAC100-64-1004-1037 genotype with
high isoflavone content was promising to be released as a soybean-rich isoflavone variety.
Keywords: black soybean, isoflavone, physical and chemical characteristics

PENDAHULUAN
Di Indonesia, masyarakat umumnya mengkonsumsi kedelai dalam bentuk
tempe, tahu, susu kedelai, dan kecap. Produk-produk tersebut merupakan sumber
protein nabati yang relatif mudah diperoleh dan murah harganya. Sekitar 90%
dari total produksi kedelai digunakan sebagai bahan pangan (FAOSTAT 2005).
Kebutuhan kedelai untuk konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,25 juta
ton/tahun, dengan permintaan tertinggi dari Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia
(Koptindo) sebagai pemasok kedelai bagi pengrajin tahu dan tempe (Nugrayasa
2013, Respati et al. 2013, Iswara dan Sudrajat 2010). Sementara itu, produksi
kedelai dalam negeri hanya dapat memenuhi 30,5% total kebutuhan nasional,
sedangkan sisanya harus diimpor (Anonim 2014). Oleh karena itu perlu upaya
peningkatan produksi kedelai, salah satunya melalui budidaya varietas unggul
berpotensi hasil tinggi dan adaptif di berbagai agroekologi Indonesia.
Informasi mengenai kandungan gizi terutama kandungan protein, lemak, dan
abu (mineral) sangat diperlukan sebagai data dukung pada deskripsi varietas
(Balitkabi 2016). Oleh karena itu, perlu dilakukan karakterisasi terhadap galur
maupun varietas unggul tersebut, disamping kesesuaian pemanfaatan untuk
produk olahan pangan. Warna kulit dan ukuran biji juga merupakan parameter
penting untuk produk olahan kedelai. Untuk bahan baku tempe, tahu dan susu
kedelai lebih disukai biji yang berwarna kuning karena akan menghasilkan warna/
kenampakan produk yang cerah. Sedangkan untuk bahan baku kecap, biji hitam
lebih sesuai untuk produk kecap yang berwarna gelap. Ukuran biji merupakan
parameter penting untuk bahan baku tempe karena berkorelasi positif dengan
tingkat kemekaran/pengembangan volume dan bobot tempe. Biji berukuran besar
(>13 g/100 biji) dilaporkan sesuai untuk bahan baku tempe (Ginting et al. 2009).
Sementara untuk bahan baku tahu, kadar protein tinggi (≥ 40% bk) dan fraksi
protein biji (globulin, 7S dan 11S) merupakan kriteria penting karena berpengaruh
terhadap rendemen dan tingkat kekerasan tahu. Demikian pula untuk susu kedelai
karena akan menentukan jumlah filtrat yang dapat diekstrak dan kandungan
protein susu yang dihasilkan (Ginting et al. 2009). Semua standar mutu produk
olahan kedelai (SNI), seperti tempe, tahu, susu kedelai dan kecap mencantumkan
persyaratan minimal untuk kandungan protein, sehingga pemilihan bahan baku
kedelai yang relatif tinggi kadar proteinnya merupakan salah satu cara untuk
memenuhi persyaratan mutu tersebut. Sedangkan untuk produk minyak nabati,
akan dipilih kedelai yang memiliki kandungan lemak tinggi (> 20% bk).
Kedelai hitam sudah sejak lama sangat popular di Negara Cina, Jepang, India,
dan Korea, selain sebagai sajian utama pada upacara-upacara adat dan keaga-
maan, juga digunakan pada pengobatan tradisional Negara tersebut (Xu & Chang

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 285
2008). Kedelai hitam juga memiliki kandungan flavonoid dalam bentuk isoflavon
dan antosianin yang nilainya lebih tinggi dari kedelai kuning sehingga aktivitas
antioksidannya juga lebih tinggi (Xu & Chang 2008, Devi et al. 2009, dan Jeng et
al. 2010).
Isoflavon terdapat pada banyak tanaman di alam, akan tetapi tanaman kacang-
kacangan terutama kedelai mempunyai kandungan isoflavon tertinggi (Rivaldi
2010, Ariani dan Handayani 2009, Iswandari 2006, Winarsi et al. 2010). Kandu-
ngan isoflavon bervariasi pada biji kedelai, tergantung pada genetik (varietas) dan
lingkungan. Varietas Wilis yang telah lama dibudidayakan di Indonesia mempu-
nyai kandungan isoflavon cukup tinggi yaitu 106,9 mg/100 biji (Krisnawati dan
Adie 2009). Upaya peningkatan kandungan isoflavon pada biji kedelai terus dila-
kukan mengingat pentingnya isoflavon dapat berfungsi untuk kesehatan (pangan
fungsional). Secara genetik, salah satu upaya tersebut adalah dengan perakitan
varietas kedelai kaya isoflavon.
Oleh karena itu, pada penelitian ini diamati karakteristik fisikokimia beberapa
galur kedelai berbiji hitam dan galur kedelai kaya isoflavon untuk mengetahui ke-
sesuaian kedelai tersebut sebagai bahan baku produk pangan sekaligus untuk me-
ningkatkan promosinya sebagai pangan fungsional.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Teknologi Pengolahan
Pangan Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) Malang
pada bulan Agustus-September 2012 untuk analisis fisikokimia, dan di Labora-
torium Fisiologi Tumbuhan, National Institute of Crop Science, Rural Development
Administration (RDA), Miryang, Korea Selatan pada bulan Mei-Juni 2013 untuk
analisis kandungan isoflavon kedelai. Bahan percobaan terdiri dari dua set geno-
tipe, yaitu set pertama terdiri dari 15 genotipe harapan kedelai hitam berumur
genjah dan dua varietas unggul (Detam-1 dan Cikuray) sebagai pembanding, dan
set kedua terdiri dari 10 genotipe harapan kaya isoflavon dan dua varietas unggul
(Wilis dan Anjasmoro) sebagai pembanding. Percobaan disusun dengan rancang-
an acak lengkap (RAL), tiga ulangan. Pengamatan meliputi sifat fisik biji, yakni
bobot 100 biji dan sifat kimia yang meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak.
Preparasi sampel dilakukan sebagai berikut: biji kedelai dihaluskan dengan
menggunakan sample grinder hingga diperoleh tepung halus yang seragam (ukur-
an lebih kurang 70 mesh). Tepung kedelai diproses lebih lanjut untuk analisis
kadar air dengan metode oven (SNI 01-2891-1992), abu dengan metode tanur
(SNI 01-2891-1992), protein dengan metode mikro kjeldahl (AOAC 2005 No.
12.1.07), dan lemak dengan metode ekstraksi langsung dengan soxhlet (SNI 01-
2891-1992). Sedangkan analisis kadar isoflavon dilakukan khusus untuk set kede-
lai kaya isoflavon.
Ekstraksi isoflavon yang dimodifikasi merujuk pada penelitian Shao et al.
(2011). Pada penelitian ini, isoflavon diidentifikasi dalam bentuk alami (kebanya-

286 Rahmi dan Ginting: Karakterisasi Genotipe Kedelai Hitam Kaya Isoflavon
kan sebagai glikon), sehingga tidak ada hidrolisis yang dilakukan selama analisis.
Sampel sebanyak 1 g diekstraksi dengan 20 ml metanol 50% yang dimaserasi dan
digojog selama 24 jam, berikutnya filtrat disaring menggunakan kertas Whatmann
No. 2, dan mikrofilter 0,45 μm. Untuk pemisahan dan deteksi menggunakan
HPLC (Agilent 1100 series) yang dilengkapi dengan pompa quartenary (Agilent
G1311A), degasser (Agilent G1322A), autosampler dan detektor DAD. Ekstrak
sebanyak 20 μL disuntikkan ke dalam kolom LiChrospher 100 RP-18e (125 mm x
4 mm i.d., 5 μm, Phenomenex). Isoflavon dipisahkan melalui elusi gradien asetoni-
tril yang mengandung asam asetat 0,1% (A) dan air yang mengandung asam
asetat 0,1% (B) sebagai berikut: 0 menit 10% B, 20 menit 20% B, 30 menit 25%
B, 40 Min 35% B dan 47 min 100% B. Laju alir adalah 1,0 mL/menit dan analit
dipantau pada panjang gelombang 260 nm. Waktu retensi dan kurva kalibrasi dari
12 standar isoflavon.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisikokimia Galur Harapan Set Kedelai Hitam


Hasil analisis fisik dan kimia biji kedelai hitam dari 17 genotipe disajikan pada
Tabel 1. Bobot 100 biji, kadar air, dan kadar abu biji berbeda nyata antargenotipe.
Di antara 15 genotipe, diperoleh 5 genotipe berbiji besar (>13 g/ 100 biji) dan
genotipe H2-2205 memiliki ukuran biji terbesar. Kelima genotipe tersebut lebih
besar dibandingkan varietas cek berbiji besar (Detam 1). Sepuluh genotipe lainnya
berbiji sedang (10-13 g/100 biji) dan delapan di antaranya lebih besar daripada
varietas cek Cikuray. Biji kedelai hitam bervariasi, di antaranya berbiji kecil untuk
varietas Merapi, Mallika, kecil hingga sedang untuk Cikuray dan berbiji besar
untuk Detam 1 (14,8 g/100 biji) dan Detam-2 (13,5 g/100 biji) (Ginting et al.
2009). Namun pada pengamatan ini, kedelai varietas Detam-1 lebih kecil diban-
dingkan pada deskripsi varietas (Balitkabi 2016) dan pada pengamatan yang
dilakukan Ginting et al. (2009).
Kadar air biji yang bervariasi dengan kisaran 7,20-9,44% dengan kadar air ter-
tinggi terdapat pada varietas Detam 1 sebagai varietas cek kedelai hitam berbiji
besar. Namun, semua kadar air dari 17 genotipe tersebut telah memenuhi persya-
ratan SNI untuk biji kedelai dan aman disimpan (kurang dari 12%) dan sesuai
dengan SNI 01-3142-1998 untuk biji kedelai (Suharno dan Harnowo 2008).
Untuk kadar abu yang kisarannya 5,37-5,96% bk (Tabel 1) juga relatif sama
dengan beberapa varietas unggul kedelai yang telah dilepas yang kisarannya 5,23-
6,20% bk (Ginting et al. 2011).
Kadar protein biji berbeda nyata antargenotipe dengan kisaran antara 33,83-
40,01% bk. Diperoleh satu genotipe yang kadar proteinnya tinggi (>40% bk),
yakni DT 16 G1 (40,01%), dan tiga genotipe lainnya dengan kadar protein lebih
tinggi dari varietas cek Detam 1. Jika dibandingkan dengan varietas cek Cikuray,
kadar protein 11 genotipe dari 17 genotipe tidak berbeda nyata (berkisar 36,39-

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 287
38,56% bk). Kadar protein tinggi sangat penting untuk bahan baku kecap dengan
adanya persyaratan kadar protein minimum 2,5% bb untuk kecap manis.

Tabel 1. Bobot 100 biji dan komposisi kimia biji set kedelai hitam (Balitkabi 2012)
Bobot 100 biji Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak
Galur kedelai
(g) (%) (% bk) (% bk) (% bk)
H1-1051 12,53 de 7,27 gh 5,57 defg 36,39 i 18,95 ghij
H2-662 11,92 f 7,20 h 5,54 defgh 38,56 bcde 18,99 fghi
H3-1811 11,40 g 7,37 gh 5,62 def 37,37 efghi 19,80 cde
H4-1844 11,37 g 7,96 cdefgh 5,47 efgh 39,72 ab 19,38 defg
H5-2205 14,16 a 7,69 efgh 5,71 cde 33,83 j 20,78 a
DT 19 G1-2 13,70 bc 8,65 abcd 6,07 a 38,53 bcdef 18,34 jk
CK 6 G1-3 12,68 d 8,10 bcdefg 5,42 fgh 37,29 fghi 20,07 bc
DT 16 G1 13,58 bc 8,75 abc 5,93 abc 40,01 a 18,38 ijk
DT 17 G1 13,47 c 8,37 bcdef 5,92 abc 38,36 cdefg 18,51 ijk
DT 18 G1 13,88 ab 7,51 fgh 5,96 ab 37,11 ghi 17,90 k
UNPAD CK 12 12,28 e 7,24 gh 5,44 fgh 36,82 hi 18,74 hij
UNPAD KA 2 10,24 h 7,84 defgh 5,37 ghi 37,68 defgh 19,58 cdef
UNPAD CK 5 12,33 e 8,95 ab 5,43 fgh 39,35 abc 20,64 ab
UNPAD KA 6 10,20 h 8,07 bcdefgh 5,17 i 37,14 ghi 19,24 efgh
UNPAD CK 6 12,23 ef 8,53 bcde 5,35 ghi 39,53 abc 20,12 bc
Cikuray 11,50 g 7,54 fgh 5,30 hi 37,90 defgh 19,79 cde
Detam-1 12,85 d 9,44 a 5,78 bcd 38,95 abcd 19,87 cd
BNT 5% 0,35 0,90 0.25 1,27 0,62
KK (%) 1,72 6,78 2.63 2,02 1,91
Rerata ± std 12,37±1,18 8,03±0,67 5.53±0.42 37,91±1,51 19,36±0,83
Keterangan: Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%;
bk = basis kering; std = standar deviasi.

Kadar lemak biji berkisar antara 17,90-20,78% bk, empat genotipe memiliki
kadar lemak tinggi (>20% bk) yaitu genotipe H5-2205, CK 6 G1-3, UNPAD CK 5,
dan UNPAD CK 6. Kadar lemak tersebut sedikit lebih tinggi jika dibandingkan
dengan varietas cek Cikuray dan Detam 1 yang nilainya 19,79 dan 19,87% bk.
Genotipe kedelai yang ukuran bijinya paling besar (H5-2205), ternyata memiliki
kadar protein paling rendah (33,83% bk) dan kadar lemak paling tinggi (20,78%
bk). Tampaknya genotipe ini kurang sesuai untuk bahan baku kecap yang memer-
lukan kadar protein tinggi. Namun dengan kadar lemak yang cukup tinggi (>20%
bk), biji kedelai dapat diekstraksi untuk menghasilkan minyak kedelai dan bungkil-
nya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak. Minyak kedelai tersebut selan-
jutnya dapat dimurnikan dan dipisahkan lesitinnya yang dapat digunakan sebagai
bahan pengemulsi (emulsifier) pada beragam produk pangan, di antaranya susu
formula instan. Komposisi kimia biji kedelai dapat ditentukan oleh varietas, kesu-
buran tanah dan kondisi iklim (Ginting et al. 2009), serta cara pemupukan dan
pengairan (Kuntyastuti et al. 1999).

288 Rahmi dan Ginting: Karakterisasi Genotipe Kedelai Hitam Kaya Isoflavon
Karakteristik Fisikokimia Galur Harapan Set Kedelai Kaya Isoflavon
Pengamatan yang dilakukan pada set kedelai kaya isoflavon ini tampak ber-
beda nyata pada bobot 100 biji, kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar
lemak kedelai. Dari sepuluh genotipe kedelai set isoflavon yang diamati dan dua
varietas cek, untuk bobot 100 biji kedelai, delapan genotipe dan satu varietas cek
yaitu Wilis termasuk berbiji sedang (10,16-12,61 g/100 biji), dua genotipe berbiji
kecil (9,66 dan 9,82 g/100 biji), dan varietas Anjasmoro sebagai varietas cek ter-
masuk ke dalam biji besar (15,27 g/100 biji). Ukuran biji varietas Anjasmoro terse-
but relatif sama dengan varietas Bromo (14,4-15,8 g/100 biji), Anjasmoro (14,8-
15,3 g/100 biji), dan kedelai impor (14,8-15,8 g/100 biji) (Ginting et al. 2009)
yang sesuai untuk bahan baku tempe.

Tabel 2. Bobot 100 biji dan komposisi kimia biji kedelai set isoflavon
Galur kedelai Bobot 100 Kadar air Kadar abu Protein Lemak
biji (g) (%) (% bk) (% bk) (% bk)
IAC 100/K-60-1092-1141 9,66 g 4,68 bcd 5,60 ab 35,53 h 18,94 ab
IAC 100/K-67-1099-1147 12,61 b 4,70 bc 5,58 abc 36,56 fg 19,18 a
B/IAC 100-47-678-764 10,64 de 4,69 bc 5,67 a 39,10 b 17,23 d
IAC 100/SHR-W60-1-252- 11,48 c 4,49 cd 5,53 abc 37,84 cd 19,03 a
273
K/IAC-100-71-1011-1041 11,51 c 5,44 a 5,61 ab 40,75 a 17,87 cd
IAC 100/K-5-1037-1062 10,72 d 5,33 a 5,46 abcd 38,28 c 19,03 a
K/IAC 100-64-1004-1037 10,16 efg 4,88 b 5,45 abcd 37,44 de 19,18 a
IAC 100/K-2-1034-1058 9,82 fg 4,67 bcd 5,31 d 35,97 gh 19,01 ab
K/IAC-100-997-1035 12,50 b 4,34 d 5,42 bcd 34,79 i 17,34 d
IAC-100/SHR-W60-6-257- 10,21 def 5,51 a 5,57 abc 38,94 b 18,81 ab
285
Wilis 11,47 c 4,60 bcd 5,37cd 36,99 ef 19,32 a
Anjasmoro 15,27 a 4,45 cd 5,29 d 36,82 ef 18,32 bc
BNT 5% 0,52 0,35 0,22 0,65 0,70
KK (%) 2,71 4,29 2,41 1,03 2,21
Rerata ± std 11,34±1,57 4,82±0,40 5,49±0,12 37,42±1,68 18,61±0,74
Keterangan: Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%;
bk = basis kering; std = standar deviasi.

Kadar air biji kedelai relatif rendah dengan kisaran 4,34-5,51%, jauh di bawah
kadar maksimum yang ditetapkan SNI, yakni 13% (BSN 1998). Untuk kadar abu
biji, relatif kecil perbedaannya antargenotipe dengan kisaran 5,29-5,67% bk.
Kadar abu merepresentasikan kandungan mineral pada biji kedelai, di mana me-
nurut Hermana et al. (1996) kandungan mineral dominan dalam kedelai adalah
fosfor (P), kalsium (Ca), dan zat besi (Fe), semakin tinggi nilai kadar abunya, maka
semakin tinggi pula kandungan mineral didalam biji kedelai tersebut.
Dari sepuluh genotipe dan dua varietas cek yang diamati, satu genotipe kedelai
menunjukkan kadar protein cukup tinggi (>40% bk) yaitu genotipe K/IAC-100-71-

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 289
1011-1041 (Tabel 2), delapan genotipe dan dua varietas cek yaitu Wilis dan Anjas-
moro memiliki kadar protein berkisar antara 35-40% bk dan satu genotipe <35%
bk. Kadar protein varietas Wilis dan Anjasmoro lebih kecil pada pengamatan ini
dibandingkan dengan deskripsi varietas (Balitkabi 2016). Protein merupakan kom-
ponen makronutrien yang diunggulkan pada produk berbasis kedelai (Astawan et
al. 2013). Perbedaan kadar protein tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan
secara genetik dan faktor lingkungan (Liu 1997). Kadar protein tinggi pada biji
kedelai ini sesuai diolah menjadi produk tahu dan susu kedelai.
Kadar lemak set isoflavon relatif sempit kisarannya (17,23-19,32% bk). Diban-
dingkan dengan set kedelai hitam, maka biji kedelai set isoflavon ini memiliki
kadar lemak yang sedikit lebih rendah (Tabel 2 dan 3). Kadar protein biasanya
akan berbanding terbalik dengan kadar lemak biji kedelai, jika kadar protein tinggi
maka kadar lemak biji akan cenderung rendah, dan sebaliknya (Moraes et al.
2006).

Kandungan Isoflavon Galur Harapan Set Kedelai Kaya Isoflavon


Pada kedelai terdapat 12 macam isoflavon yang terdapat dalam bentuk gluko-
sida (terikat pada molekul gula), yaitu daidzein, genistein, dan glisitein, serta ben-
tuk aglikon (tidak mengikat molekul gula), yaitu daidzein, asetildaidzin, malonildai-
dzin genistin, asetilgenistin, malonilgenistin, glisitin, asetiglisitin, dan malonilglisitin
(Kim et al. 2005, Yamabe et al. 2007, Sun et al. 2011, Muchtadi 2012).
Hasil analisis menunjukkan bahwa malonilgenistin merupakan komponen uta-
ma isoflavon dari 12 genotipe kedelai yang diamati (40,3%), diikuti malonildaidzin
(25,3%) dan glisitin, sementara daidzein memberikan nilai terendah (0,1%) (Tabel
3).
Isoflavon dalam bentuk aglikon menunjukkan aktivitas antioksi dan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan glikon di mana genistein menunjukkan aktivitas ter-
tinggi. Selain itu masing-masing komponen isoflavon memiliki aktivitas biologis
dan bioavailabilitas yang berbeda serta stabilitas selama pengolahan (Shao et al.
2011). Oleh karena itu, profil isoflavon kedelai sangat penting untuk mengidenti-
fikasi kedelai sebagai bahan pangan dan pangan fungsional dengan manfaat kese-
hatan yang lebih besar.

290 Rahmi dan Ginting: Karakterisasi Genotipe Kedelai Hitam Kaya Isoflavon
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 291
Total isoflavon dari dua belas genotipe yang diamati berkisar antara 1.125 μg/g
bk pada genotipe IAC-100/SHR-W60-6-257-285 hingga 2.301 μg/g bk pada geno-
tipe K/IAC100-64-1004-1037. Nilai ini berada dalam kisaran total isoflavon kede-
lai yang dilaporkan oleh Luthria et al. (2007) yaitu 1,200 hingga 2,400 μg/g, dan
penelitian Sakthivelu et al. (2008) yaitu 558,2 hingga 1.084,6 μg/g pada kedelai
asal India dan 627,9 hingga 1,716,9 μg/g pada kedelai asal Bulgaria. Perbedaan
total isoflavon tersebut tersebut dapat terjadi karena perbedaan genotipe, kondisi
pertumbuhan (lokasi, musim, suhu, nutrisi tanah, irigasi, cekaman biotik dan abi-
otik) dan masa penyimpanan (Sakthivelu et al. 2008, Whent et al. 2009, Jung et
al. 2012, Balisteiro et al. 2013, Teekachunhatean et al. 2013). Ini menunjukkan
bahwa genotipe K/IAC100-64-1004-1037 potensial sebagai calon varietas kedelai
kaya isoflavon.

KESIMPULAN
Pada set kedelai hitam yang diamati, genotipe DT 16 G1 memiliki kadar pro-
tein tinggi (>40% bk) sesuai untuk bahan baku kecap dan susu kedelai. Kadar
lemak tinggi (>20% bk) yakni genotipe H5-2205, CK 6 G1-3, UNPAD CK 5, dan
UNPAD CK 6 sesuai untuk bahan baku minyak nabati. Pada set genotipe kedelai
kaya isoflavon terdapat satu genotipe yaitu K/IAC-100-71-1011-1041 yang memi-
liki kandungan protein sebesar 40,75% bk yang sesuai untuk produk tahu dan
susu kedelai dan satu genotipe memiliki kandungan isoflavon tinggi yaitu genotipe
K/IAC100-64-1004-1037 potensial dilepas menjadi varietas kedelai kaya isoflavon.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Evaluasi kebijakan insentif bea masuk kedelai. http://www.fiskal.
depkeu.go.id/2010/m/edef-konten-view-mobile.asp?id=2014123111040-
3464330332. Diakses tanggal 5 Mei 2015.
Ariani S, Handayani S. 2009. Pengembangan produk tempe generasi ketiga
berkhasiat antioksidan berbahan baku koro benguk (Mucuna Pruriens L.D.C.)
Var. Utilis. LPPM UNS. Penelitian. DP2M. Hibah Bersaing. 2 hlm.
Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintarid SH, Ichsani N. 2013. Karakteristik
fisikokimia dan sifat fungsional tempe yang dihasilkan dari berbagai varietas
kedelai. Pangan 22:241-252.
Balitkabi. 2016. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian.
Balitkabi Malang. 213 hlm.
Balisteiro DM, Rombaldi CV, Genovese MI. 2013. Protein, isoflavones, trypsin
inhibitory and in vitro antioxidant capacities: Comparison among conventio-
nally and organically grown soybeans. Food Res Int 51:8-14.
BSN. 1998. Standar nasional Indonesia untuk biji kedelai. SNI 01-3830-1998.
Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 4 hlm.

292 Rahmi dan Ginting: Karakterisasi Genotipe Kedelai Hitam Kaya Isoflavon
Devi AMK, Gondhi M, Giridhar SP, Rajasekaran T, Ravishankar GA. 2009.
Functional attributes of soybean seeds and product with reference to isofla-
vone content and antioxidant activity. Food Chemistry 14: 771-776.
FAOSTAT. 2005. Statistical data of food balance sheet. www.fao.org. Diakses 11
April 2011.
Ginting E, Antarlina SS, Widowati S. 2009. Varietas kedelai unggul untuk bahan
baku industri pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
28(3):79-87.
Ginting E, Utomo JS, Yulifianti R, Suprapto, Kusumawati L. 2011. Sosialisasi
penggunaan varietas unggul baru dan produk olahan kacang-kacangan dan
umbi-umbian mendukung diversifikasi pangan. Laporan Teknis Penelitian
Balitkabi DIPA tahun 2011. 18 hlm.
Hermana, Karmini M, Karyadi D. 1996. Komposisi dan Nilai Gizi Tempe serta
Manfaatnya dalam Peningkatan Mutu Gizi Makanan. Dalam Sapuan, Soe-
trisno N (eds). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta. Yayasan Tempe
Indonesia. Hlm: 61-67.
Iswandari R. 2006. Studi kandungan isoflavon pada kacang hijau (Vigna radiata
L.), tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau. Program Studi Gizi Masya-
rakat Dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Iswara P dan Sudrajat D. 2010. Kedelai setelah satu dekade. https://indonesia-
companynews.wordpress.com/2010/03/29/kedelai-setelah-satu-dekade/
Diakses 11 April 2011.
Jeng TL, Shih YJ, Wu MT, Sung JM. 2010. Comparison of flavonoids and anti-
oxidative activities in seed coat, embryonic axis and cotyledon of black soy-
beans. Food Chemistry 123:1112-1116.
Jung GH, Lee JE, Kim YH, Kim DW, Hwang TY, Lee KS, Lee BM, Kim HS,
Kwon YU, Kim SL. 2012. Effect of planting date, temperature on plant
growth, isoflavone content, and fatty acid composition of soybean. Korean J
Crop Sci 57:373-383.
Kim SH, Jung WS, Ahn JK, and Chung IM. 2005. Analysis of isoflavone concen-
tration and composition in soybean (Glycine max (L.)) seeds between the
cropping year and strorage for 3 years. European Food Research Technology
220:207-214.
Kuntyastuti H, Antarlina SS, Ginting E, Utomo JS. 1999. Pengaruh pemupukan
dan pengairan terhadap kadar protein dalam biji kedelai. Hlm: 228-236. Da-
lam F.R. Zakaria, M. Astawan, S. Koswara dan M.T. Suhartono (Eds). Prosi-
ding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Jakarta, 12-13 Oktober 1999.
Krisnawati A, Adie MM. 2009. Karakter agronomik dan kandungan isoflavon
galur kedelai F5. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28 (1):23-28.
Liu K, Ma G, Lv G, Zou Y, Wang W, Liu L, Yan P, Liu Y, Jiang L, Liu Z. 2007.
Effects of soybean isoflavone dosage and xercise on the serum markers of
bone metabolism in ovariectomized rats. Asia Pac J Clin Nutr (16):193-195.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 293
Luthria DL, Biswas R, Natarajan S. 2007. Comparison of extraction solvents and
techniques for the assay of isoflavones from soybean. Food Chem 105:325-
333.
Moraes RMA, Jose IC, Ramos FG, Barros EG, Moreira MA. 2006. Biochemical
characteristics of soybean’s protein. Pesquisa Agropecuaria Brasiliera 41:
725‑729.
Muchtadi D. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Alfabeta. Ban-
dung. 252 hlm.
Nugrayasa O. 2013. Pola Pangan Harapan sebagai pengganti ketergantungan
pada beras. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. http://www. setkab.go.
id/mobile/artikel-7199-pola-pangan-harapan-sebagai-pengganti-ketergan-
tungan-pada-beras.html. Diakses 21 Nopember 2013.
Respati E, Hasanah L, Wahyuningsih S, Sehusman, Manurung M, Supriyati Y,
Rinawati. 2013. Buletin Konsumsi Pangan 4(3): 1-16.
Rivaldi D. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica)
terhadap Kadar Fosfor Dalam Darah Pada Tikus (Rattus norvegicus) Ovari-
ectomi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. (Tidak
dipublikasi).
Sakthivelu G, Devi MKA, Giridhar P, Rajasekaran T, Ravishankar GA, Nikolova
MT, Angelov GB, Todorova RM, Kosturkova GP. 2008. Isoflavone compo-
sition, phenol content, and antioxidant activity of soybean seeds from India
and Bulgaria. J Agric Food Chem 56:2090-2095.
Shao S, Duncan AM, Yang R, Marcone MF, Rajcan I, Tsao R. 2011. Systematic
evaluation of pre-HPLC sample processing methods on total and individual
isoflavones in soybean and soy products. Food Res Int 44:2425-2434.
Suharno, Harnowo D. 2008. Karakteristik biji kedelai untuk produksi tahu dan
tempe di Kendari, Sulawesi Tenggara. Bul Teknologi dan Informasi Pertanian.
hlm: 6-13.
Sun JM, Sun BL, Han FX, Yan SR, Yang H, Kikuchi A. 2011. Rapid HPLC
method for determination of 12 isoflavone components in soybean seeds.
Agricultural Sciences in China 10(1):70-77.
Teekachunhatean S, Hanprasertpong N, Teekachunhatean T. 2013. Factors
affecting isoflavone content in soybean seeds grown in Thailand. Int J Agro
2013:1-11.
Whent M, Hao J, Slavin M, Zhou M, Song J, Kenworthy W, Yu L. 2009. Effect of
genotype, environment, and their interaction on chemical composition and
antioxidant properties of low-linolenic soybeans grpwn in Maryland. J Agric
Food Chem 57:10163-10174.
Winarsi H, Purwanto A, Dwiyanti H. 2010. Kandungan protein dan isoflavon
pada kedelai dan kecambah kedelai. Jurnal Biota 15: 186-193.
Xu BJ & Chang SKC. 2009. Antioxidant capacity of seed coat, dehulled bean,
and whole black soybeans in relation to their distributions of total phenolics,

294 Rahmi dan Ginting: Karakterisasi Genotipe Kedelai Hitam Kaya Isoflavon
phenolic acids, anthocyanins, and isoflavones. Journal of Agricultural and
Food Chemistry 56: 8365-8373.
Yamabe S, Kobayashi-Hattori K, Kaneko K, Endo H, Takita T. 2007. Effect of
soybean varieties on the content and composition of isoflavon in rice-koji
miso. Food Chemistry 100: 369–374.
Rahmi Yulifianti dan Erliana Ginting_Balitkabi: Karakterisasi Fisik dan Kimia
Genotipe Kedelai Hitam dan Kaya Isoflavon untuk Bahan Pangan.

DISKUSI
N. Nurhayati dari Universitas Jember
Pertanyaan: Pada saat pelaksanaan penelitian, apakah isoflavon sudah terfermentasi?
Jawaban: Karakteristik dalam penelitian ini adalah biji kedelai bukan produk olahan
kedelai, dan salah satu karakteristiknya adalah kandungan isoflavonnya.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 295

You might also like