You are on page 1of 10

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema
atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
FAKTOR
RISIKO

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

PATOGENESIS DAN
PATOLOGI

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara
anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
pada paru bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural
pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot
polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release )
atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :


- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I :
amoksisi
lin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam
klavulanat sefalosporin
kuinolon
makrolid
baru

Perawatan di Rumah Sakit :


dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas


- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
Istilah emfisema berarti adanya jumlah udara yang berlebihan didalam paru. Emfisema ditandai

dengan pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal disertai

destruksi dinding rongga tersebut. Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara

yang tidak disertai destruksi; hal ini lebih tepat disebut“overinflation”. Sebagai contoh, peregangan

rongga udara di parukontralateral setelah penumoktomi unilateral adalah overinflation

kompensatorik bukan emfisema.

Emfisema terkadang sering disalah artikan dengan bronchitis kronik. Sehingga sejak
awal perlu ditekankan bahwa definisi emfisema adalah defenisis morfologik,
sedangkan defenisi bronchitis kronimerupakan gambaran klinis.

Gejala Emfisema secara khas terdiri dari :

1. Sesak napas : volum paru-paru lebih besar dbandingkan orang yang sehat karena

karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya

2. Batuk kronis

3. Kehilangan nafsu makan sehingga berat badan meurun

4. Kelelahan

5. Menghasilkan dahak kuning atau hijau, bibir dan kuku mereka mungkin biru atau abu-abu

yang rendah menunjukkan oksigen dalam tubuh

6. Volume paru-paru lebih besar

7. Dada seperti tong (barel chest)


Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi saluran
napas yang terdapat pada penyakit paru obstruktif. Ada 3 golongan bronkodilator utama yaitu
golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan golongan xanthin. Ketiga golongan ini
memiliki cara kerja yang berbeda dalam mengatasi obstruksi saluran nafas (2,3).

Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya bronkodilator adalah(2) :

 Blokade reseptor adenosin


 Rangsangan pelepasan katekolamin endogen
 Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor
 Meningkatkan ambilan kalsium kedalam sel otot polos dan penghambatan pelepasan
mediator dan sel mast.

Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat dianjurkan oleh karena cara ini memberikan
berbagai keuntungan yaitu (2) :

 Obat bekerja langsung pada saluran nafas


 Onset kerja yang cepat
 Dosis obat yang kecil
 Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam darah rendah
 Membantu mobilisasi lendir

Ada berbagai cara pemberian obat inhalasi yaitu dengan inhalasi dosis terukur. Alat bantu
yang digunakan berupa : spacer, nebuhaler, turbuhaler, dischaler, rothaler dan nebuliser. Hal yang
perlu diperhatikan adalah cara yang tepat dan benar sehingga obat dapat mencapai saluran nafas
dengan dosis yang cukup(2).

Yang dimaksud dengan terapi aerosol adalah suatu terapi yang bertujuan untuk merangsang
bronkus dengan butir-butir air yang disemprotkan pada saluran pernafasan. Besarnya partikel dari
butir-butir ini menentukan lokasi dari butir-butir cairan ini disaluran pernafasan. Partikel yang
berukuran 1,2µ dapat sampai ke alveoli, sedangkan yang berukuran 20-40µ dapat sampai di
bronkus dan apabila lebih dari 60µ maka hanya dapat sampai ditrakea (1).

II.2 Klasifikasi

1. Agonis β adrenergik

Agonis β adrenergik atau simpatomimetik diberikan untuk terapi pada ashma,


bronkitis, empisema dan berbagai penyakit paru obstruksi lainnya. Obat simpatomimetik
terdiri dari dua cara kerja yaitu short-acting (salbutamol, terbutalin sulfat, bambuterol
hidroklorida, fenoterol hidrobromida) dan long-acting (formeterol fumarat, salmeterol).
Efek karakteristik terbaik dari agobis β adrenergik pada jalan napas adalah relaksasi otot
polos jalan napas yang menyebabkan bronkodilatasi(2,3,4).

Beta adrenergik dapat diberika secara oral, subkutan, intravena atau secara inhalasi.
Pemberian terapi sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi oleh karena penyerapan akan
lebih baik dan tepat sasaran dan juga untuk meminimalisir efek samping(2,3).

Agonis β adrenergik merupakan obat utama pada penyakit asma dan PPOK. Pada
asma, short acting agonis β adrenergik digunakan sebagai terapi pada gejala akut dan untuk
mencegah spasme bronkus. Sedangkan long acting agonis β adrenergik digunakan sebagai
terapi tambahan pada pasien dengan asma yang sedang hingga berat dimana biasanya
diberikan bersamaan dengan inhalasi kortikosteroid (3).

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang


tenggorok) dan bronkus, yang menyebabkan aktivasi adenilsiklase. Enzim ini memperkuat
pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin
monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses
dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek
bronkodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells (2,4,5).
Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil, begitu pula fenoterol
dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. salbutamol. Terbutalin, dan salmeterol mencapai
air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat cukup data untuk menilai keamanannya.
Pada binatang percobaan, salmoterol ternyata merugikan janin(5).

Obat-obat beta adrenergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator adalah :

 Efedrin

Epinefrin sangat poten, kerjanya cepat secara parenteral. Efek terapeutiknya


pendek. Pemberian secara subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg berat badan.
Pemakaian epnefrin harus dibatasi pada usia tua, terutama yang menderita
penyakit jantung iskemik. Karena obat ini dapat menimbulkan efek samping
seperti iskemia miokard, aritmia dan hipertensi sistemik (6).

 Salbutamol

Dosis : 3-4 dd 2-4 mg. Inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan
akut 2 puff yang dapat diulang setelah 15 menit. Pemberian i.m atau s.c 250-500
mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.

Efek samping : jarang terjadi, biasanya biasanya berupa nyeri kepala, mual dan
tremor tangan. Pada overdosis dapat terjadi stimulasi reseptor β1dengan efek
kardiovaskular : takikardi, palpitasi, aritmia dan hipotensi. Oleh karena itu
jangan memberikan inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat karena dapat
terjadi takifilaksis yaitu efek obat menurun dengan pesat pada penggunaan yang
terlalu sering (5).
 Terbutalin

Pemberian per oral kerjanya sesudah 1-2 jam sedangkan lama kerjanya k.l 6 jam.
Dosisnya : 2-3 dd 2,5-5 mg, inhalasi 4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg. Maksimal
16 puff per hari, s.c 250 mcg maksimal 4 kali sehari (5).

2. Antikolinergik

Atropin, prototipe antikolinergik. Atropin diserap tubuh melewati mukosa. Namun


obat sintetiknya banyak dipakai pada pengobatan penderita penyakit paru obstruktif
menahun yaitu ipratropium bromida dengan nama dagang atroven dan robinul. Merupakan
obat yang mempunyai kemampuan bronkodilatasi dua kali lipat dengan waktu kerja yang
jauh lebih lama dibandingkan dengan atropin sendiri (6).

Antikolinergik alkaloid sudah digunakan sebagai terapi pada penyakit saluran


pernapasan. Diantaranya ipatropine yang bersifat lambat diabsorbsi, tidak melewati sawar
darah otak dan memiliki sedikit efek samping (3).

Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan
sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat,
sehingga mengakibatkan bronkokonstriksi. Antikolimengika memblok reseptor muskarin
dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi
dominan dengan efek bronchodilatasi(5).

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak
dan takikardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek
atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat
gangguan akomodasi. Atropin aman untuk dikonsumsi bagi wanita hamil dan menyusui
(4,5)
.

Ipratropium bromida sangat efektif untuk terapi terhadap COPD. Kombinasi obat
antikolinergik dengan golongan bronkodilator lain seperti beta-2 agonis dan xanthin
memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik, dimana derivat dari adrenegik yang
bersifat sebagai adenilsiklase dan derivate xanthin yang bersifat sebagai penghambat
fosfodiesterase. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam.
(1,2,5)
Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg .

3. Xhantin

Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah, selain bersifat
sebgai bronkodilator obat ini juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot diafragma.
Metabolisme obat golongan xanthin ini dipengaruhi oleh umur, merokok, gagal jantung
dan infeksi bakteri (2).

Teopilin dan aminopilin merupakan derivat xanthin yang digunakan sebagai terapi
asma dan COPD. Memberikan efek terapeutik berupa relaksasi otot bronkial, menurunkan
hipertensi pulmonal, memperbaiki kontraktilitas diafragma, peningkatan cardiac output
dan menghambat pelepasan mediator (3).

Daya bronkorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin.


Reseptor-reseptor tersebut memodulasi aktivitas adenylyl cyclase dan adenosine, yang
telah terbukti dapat meyebabkan kontraksi otot polos jalan nafas dan menyebabkan
keluarnya histamine dari sel-sel mast jalan napas. Teopilin melawan efek tersebut dengan
menyekat reseptor adenosine permukaan sel. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat
mencegah meningkatnya hiperaktivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksi. Resorpsi
dari turunan teofilin amat berbeda-beda; yang terbaik adalah teofilin microfine (particle
size 1-5 micron) dan garam-garamnya aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara
terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta
hebatnya serangan. Pada keadaan akut dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi
kombinasi dengan b2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan kedua
jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin
(Asmadex, Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronkodilatasi, sedangkan efeknya
terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan kombinasi
demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula (2,5).

Pada keadaan akut dapat diberikan injeksi aminopilin yang dapat dikombinasikan
dengan obat-obat asma lainnya. Tetapi kombinasi dengan β2 mimetika hendaknya
digunakan dengan hati-hati berhubung kedua jenis obat saling berhubungan dengan efek
terhadap jantung. Aminofilin adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin
kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara
oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual,muntah). Teopilin dimetabolisme di
hati sehingga pada dosis terapi dapat menimbulkan toksik pada pasien dengan penyakit
hati.

Dosis : oral 2-4 dd 175-350 mg. pada serangan hebat (eksaserbasi) i.v 240 mg,
rectal 2-3 dd 360 mg. dosis maksimal 1,5 g perhari (5).

You might also like