You are on page 1of 3

GARAM DAN TERANG DUNIA

Ada sebuah ungkapan bahasa Latin yang berbunyi: “Nul utilius sole et sale”, yang berarti “tidak
ada yang lebih berguna dari matahari dan garam.” Garam membuat makanan enak dan
bertahan lama. Pada masa Yesus, orang yang baik sering kali disebut sebagai garam
dunia. Maka ketika Yesus bersabda, “Kamu adalah garam dunia”, para pendengarnya sudah
tahu bahwa mereka harus menjadi orang yang baik dan karena kebaikan itu mereka
bisa mempengaruhi orang lain. Demikian pun ketika Yesus berkata, “Kamu adalah terang
dunia”, orang memahami maksudnya karena orang-orang Yahudi menyebut seorang Rabbi
yang baik sebagai “Pelita bagi Israel”.

Sebagai orang-orang Kristen kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Menjadi
garam dan terang berarti bahwa lewat tingkah laku yang baik kita bisa mempengaruhi
orang lain untuk menjadi baik. Menjadi garam dan terang juga berarti bersedia berkorban
demi kebaikan orang-orang lain. Sebagaimana garam harus hancur supaya makanan menjadi
enak dan lilin harus luluh agar bisa memberi terang, demikian kita mesti rela berkorban demi
kebaikan orang lain. Semoga Sabda Tuhan dalam Injil hari ini mendorong kita untuk terus
berbuat baik bagi sesama. (Refleksi "Ziarah Batin")

~Selamat Hari Minggu!

MENJADI ANAK-ANAK TERANG TERANG:

Alkitab mengajarkan agar kita hidup dalam terang Tuhan. Dimana dari Tuhan Yesus yang
menjadi cahaya dalam terang itu. Salah satu sikap hidup dalam terang adalah hidup dalam
kasih. Kasih adalah suatu sikap yang sangat mendasar dalam kehidupan setiap manusia.
Hendaknya terang itu kita tunjukkan, dan bukannya kita simpan cahayanya (Matius 5:14-
16). Terang itu memberi dampak dan dapat dilihat orang lain.

Kasih itu bukan hanya sekedar menolong ataupun berbagi. Tetapi kasih adalah bagaimana
sikap iman kita. Kalau kita hanya menolong tetapi dengan paksaan itu bukan kasih. Kalau
kita memberi tetapi tidak iklas itu pun bukan kasih. Karena kasih mengajarkan untuk
mengasihi dengan hati iman yang sungguh-sungguh untuk mengasihi. Hidup dalam kasih
pun berarti hidup untuk rendah hati. Rendah hati berarti selalu bersyukur untuk apa yang
diterima. Tidak mengeluh akan kesulitan-kesulitan hidup. Karena orang yang memiliki sikap
menjadi terang yakin bahwa cahaya Tuhan mengisi hidupnya. Ketika kita sudah hidup dalam
terang kita harus membawa terang itu kepada setiap orang. Terang itu menghapuskan
kegelapan, ia meniadakan kegelapan. Hal ini sama seperti kejahatan yang berarti absennya
atau ketiadaan dari sesuatu yang baik. Jangan kita biarkan terang itu hanya menyinari satu
tempat saja, tetapi biarlah terang ini mampu menyinari semua tempat yang gelap. Maka,
marilah kita hidup menjadi terang dan membawa terang dalam dunia ini.
“FILOSOFI GARAM DAN KEHIDUPAN MANUSIA”
Posted on April 13, 2016by obrolanbeken

<Rabu, 12 April 2016 OOR 07:03>

Dari milyaran umat manusia yang ada di muka bumi, tidak ada dua anak manusia
yang sama seratus persen, baik dari bentuk fisik maupun susunan genikal yang ada
di dalam tubuh. Walaupun mereka kembar sekalipun.

Setiap manusia diciptakan begitu unik, berbeda antara satu dengan lainnya, dengan
kelebihan dan kekurangannya, agar dapat mewarnai lika-liku kehidupan. Manusia
belajar untuk saling menyempurnakan dan saling melengkapi.

Ada yang baik dan ada yang jahat. Ada yang aktif dan ada yang pasif. Ada yang
sempurna dan ada yang cacat. Ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Ada
mayoritas dan ada minoritas. Setiap orang memiliki peranannya masing-masing.

Namun, hidup ini adalah sebuah pilihan. Kita dapat memilih menjadi orang yang
berguna atau menjadi orang yang mubazir, semua terserah kepada keputusan kita.

Untuk menjalani hidup ysng hanya sebentar ini, seyogyanya kita berlakon sebagai
garam yang akan membuat kehidupan menjadi nikmat rasanya.

Dapatkah kita bayangkan jika kita memakan makanan yang tidak mengandung
garam? Rasanya pasti hambar, walaupun bahan makanan itu sendiri mahal
harganya. Garam yang sederhana itu akan mampu membuat makanan menjadi lezat
di lidah.

Saat kita lupa memasukkan garam ke dalam masakan, dapat dipastikan makanan
yang tersaji akan sulit untuk kita makan. Hambar… Sesuai ungkapan dan lirik lagu
“bagai sayur tanpa garam”.

Jika diibaratkan masakan itu adalah dunia, maka garam yang dimaksud adalah diri
kita sendiri.

Jika di sekeliling kita sedang mengalami kehambaran, berikanlah sedikit “garam


kebaikan penuh cinta dan damai” yang melekat dalam diri agar situasi berubah
menjadi “lezat dan nikmat”.

Kita harus memikirkan, melakukan dan memberikan sumbangsih pemikiran dalam


melakukan perubahan. Jika dirasa belum sanggup, minimal kita jangan sampai ikut-
ikutan menjadi orang yang tidak benar.

Apakah harus melakukan hal yang besar dan luar biasa untuk melakukan suatu
perubahan?
Perhatikan cara koki memasukkan garam ke dalam makanan. Sedikit demi sedikit
sambil diaduk supaya rata. Bukan lantas menuangkan seluruh garam yang ada di
dalam plastik. Ingat, secukupnya saja…

Berusahalah sedikit demi sedikit dalam menuntaskan suatu tujuan. Jangan


mengeksploitasi seluruh kekuatan yang ada untuk melakukan hal yang besar
sekaligus. Ibarat naik tangga, kita harus melangkah satu persatu menuju puncak.

Filosofi garam yang sarat dengan kesederhanaan ini, pantas untuk kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Sekecil dan selemah apapun kemampuan diri, haruslah dapat memberikan


kontribusi yang bermanfaat bagi peradaban manusia, minimal mampu meringankan
beban orang yang membutuhkan pertolongan kita..

Sederhana bukan?

(Salam Kebahagiaan – FB)

You might also like