You are on page 1of 7

1

A. Tes Hasil Belajar


Tes hasil belajar merupakan evaluasi terminal untuk menentukan kedudukan
individu setelah melaksanakan suatu latihan atau pendidikan tertentu (Semiawan,
2008). Tes hasil belajar dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai dari
suatu bentuk pengajaran (Djiwandono, 2002; Sinar, 2018). Tes hasil belajar yang
baik mencakup keseluruhan isi atau bahan pelajaran yang telah diidentifikasi
sebagai tujuan pembelajaran (Astiti, 2017).
Terdapat 4 persyaratan instrumen tes kognitif yang baik, yaitu (1) valid atau
sahih yaitu tepat digunakan untuk menilai; (2) reliabel atau dapat dipercaya yaitu
data yang dikumpulkan benar atau tidak palsu; (3) praktibel yaitu instrumen
tersebut mudah digunakan; dan (4) ekonomis yaitu tidak boros dalam
mewujudkan dan menggunakan sesuatu di dalam penyusunan, tidak membuang
waktu, uang, dan tenaga (Arikunto, 2009; Sudijono, 2011). Menurut Surapranata
(2009), validitas dikelompokkan menjadi 2, yaitu validitas logis dan validitas
empiris. Validitas logis menunjuk pada kondisi instrumen valid berdasarkan hasil
penalaran. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah
instrumen yaitu validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct
validity) (Arikunto, 2009). Menurut Matondang (2009), validitas isi
mempermasalahkan sejauh mana suatu instrumen mengukur tingkat permasalahan
terhadap isi atau materi yang dikuasai. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi
apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi
pelajaran yang diberikan. Validitas konstruk digunakan untuk mengetahui sejauh
mana soal hendak mengukur dengan definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruk, jika butir soal yang
membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang dirumuskan
dalam indikator. Validitas empiris adalah adalah ketepatan mengukur yang
didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empiris yaitu diperoleh atas dasar
pengamatan di lapangan. Validitas empiris untuk soal uraian terdiri dari tingkat
kesukaran dan daya pembeda (Arikunto, 2013).
Tes dapat berupa tes tertulis, lisan, maupun praktik. Dalam melaksanakan
tes bisa dilakukan dengan bantuan istrumen tes. Bentuk instrumen tes kognitif
tertulis dapat berupa soal objektif dan uraian. Bentuk soal objektif meliputi pilihan
2

ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, serta jawaban singkat. Bentuk soal uraian
meliputi uraian terbatas dan bebas (Jihad & Haris, 2009).

B. Membedakan Tes Uraian dan Tes Objektif


Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat
penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus
berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan
berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal
uraian. Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung
pada perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat
diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian,
ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis
dengan bentuk soal objektif (Balitbang Kemdikbud, 2017).
1. Tes Uraian
Soal uraian ialah soal yang berbentuk pernyataan tertulis yang jawabannya
merupakan sebuah uraian atau kalimat yang panjang. Panjang pendeknya suatu
jawaban bersifat relatif, bergantung dari kemampuan penjawab tes. Jawaban soal
uraian menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut
menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis. (Widana, 2017).
Menurut Julianingsih (2017), hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
soal uraian adalah sebagai berikut. Pertanyaan mengukur secara jelas hasil belajar
yang harus dikuasai siswa. Menggunakan bahan dalam menyusun soal tersebut.
Mengawali dengan kata perintah, seperti jelaskan dan uraikan. Merumuskan soal
secara jelas, sehingga tidak menimbulkan arti ganda bagi siswa.Menyesuaikan
panjang pendeknya dan kompleksitas jawaban dengan tingkat kematangan siswa.
Menuliskan seperangkat petunjuk umum bagi tes tersebut.
Menurut Julianingsih (2017), aturan untuk menilai soal uraian adalah
sebagai berikut. Jawaban terhadap uraian hendaknya dinilai sesuai dengan hasil
belajar yang diukur. Membuat kunci jawaban sebagai penuntun dalam menskor.
Penskoran hendaknya dilakukan dengan metode perbandingan dengan
penggunaan kriteria yang sudah ditentukan sebagai penuntun. Mengevaluasi
semua jawaban siswa soal demi soal, bukan siswa demi siswa. Beberapa kaidah
3

yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut
1) Materi, 2) Konstruksi, 3) Bahasa (Balitbang Kemdikbud, 2017).
Bentuk tes uraian memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan tes uraian
yaitu siswa mempunyai keluasan dalam menulis, mengorganisasikan dan
mengekspresikan gagasan dalam kalimat sendiri, dapat digunakan untuk
mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta waktu yang diperlukan untuk
menyusun relatif lebih singkat. Mundilarto (2010) menyatakan bahwa tes
berbetuk uraian sangat sesuai untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS) siswa. Jawaban siswa pada soal uraian biasanya beragam, sehingga
untuk meminimalisir unsur subjektivitas dalam penilaian diperlukan pedoman
penskoran yang jelas dan rinci.
Kelemahan tes uraian adalah jumlah materi atau pokok bahasan yang
dapat ditanyakan relatif terbatas, sulit dalam menyusun pedoman penskoran,
waktu untuk memeriksa jawaban cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan
tingkat reliabilitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk
pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung
pada penskor tes (Balitbang Kemdikbud, 2017).

2. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia. Oleh karena sifatnya yang demikian Popham (1981)
menyebutnya dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). Butir
soal telah mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan
oleh peserta tes. Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh pengkonstruksi tes dan
peserta hanya memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan
(Zainul dan Nasoetion, 1996). Menurut Subino (1987) perbedaan yang khas
bentuk soal objektif dibanding dengan soal esai adalah tugas peserta tes (testee)
dalam merespons tes. Pada tes objektif, tugas testi adalah memanipulasikan data
yang telah ada dalam butir soal. Hal ini berbeda dengan soal esai dimana testi
harus menciptakan dan mencari sendiri unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
menjawab soal.
Macam Tes Objektif adalah 1) Bentuk Tes Benar Salah (True-False Test),
2)Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Test). Ada lima ragam tes pilihan ganda
4

yang sering digunakan yaitu: Pilihan ganda biasa (melengkapi pilihan), Hubungan
antar hal (Sebab akibat), Analisa Kasus, Membaca Diagram, atau tabel, Asosiasi
pilihan ganda 3) Menjodohkan (Matching Test).
Kelebihan dari tes objektif adalah sebagai berikut.
1. Tes objektif diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar yang
kompleks dan tinggi.
2. Peluang melakukan tebakan (guessing) sangat tinggi.
3. Penyusunan tes sukar dan memerlukan waktu yang cukup banyak
4. Kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk menyatakan kemampuan
ilmiahnya
5. Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi
6. Kerjasama antar siswa dalam mengerjakan soal lebih terbuka
7. Menggunakan bahan (kertas) yang lebih banyak mencari perbedaan.
Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non
objektif terletak pada kepastian penskorannya.Pada soal uraian bentuk objektif,
pedoman penskorannya berisi kunci jawaban yang lebih pasti. Setiap kata kunci
diuraikan secara jelas dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif,
pedoman penskorannya berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskordalam
bentuk rentang skor. Perbedaan tes objektif dan essay lebih lanjut bisa dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Tes Objektif dan Essay
Ditinjau dari Tes Objektif Tes Essay
Taksonomi hasil yang Baik untuk mengukur Tidak efisien untuk
diukur hasil belajar tingkat tingkat pengetahuan.
pengetahuan, aplikasi Baik untuk aplikasi dan
dan analissi. Tidak cocok analisis. Sangat baik
unuk tingkat sintesis dan untuk tingkat sintesis
evaluasi dan evaluasi.
Sampling isi/bahan Karena menggunakan Karena menggunakan
jumlah item yang jumlah soal yang relatif
banyak, dapat mewakili kecil, hanya mencakup
bahan pelajaran yang bahan yang terbatas
luas pula
Persiapan membuat Mempersiapkan item Mempersiapkan item
soal sukar dan memakan lebih mudah dari pada
waktu soal objektif
Penskoran Objektif, sederhana dan Subjektif, sukar dan
5

keandalannya tinggi kurang andal


Kemungkinan yang Mendorong sisiwa untuk Mendorong siswa untuk
terjadi mengingat, mengorganisasi dan
menginterpretasikan dan mengintegrasikan ide-
menganalisis ide-ide idenya sendiri
orang lain

C. Langkah Penting dalam Menyusun Tes Hasil Belajar


Langkah penting yang dapat dilakukan dalam menyusun tes hasil belajar
sebagai berikut (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
1. Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap
tujuan memiliki penekanan yang berbeda‐beda. Misalnya untuk tujuan tes
prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi. Contoh untuk tujuan prestasi belajar,
lingkup materi/kompetensi yang ditanyakan/diukur disesuaikan seperti untuk
kuis/menanyakan materi yang lalu, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian,
tugas individu/kelompok, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, laporan
kerja praktik/laporan praktikum, ujian praktik.
2. Memperhatikan Kompetensi Inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). KI
merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur
melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan kompetensi
dasar.
3. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non‐tes atau mempergunakan
keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai
pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus
mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas
(merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran
lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Langkah
selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi
tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka materi
yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau
uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes
perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product),
atau lainnya.
4. Menyusun kisi‐kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya.
6

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk


Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan
Bloom. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi 6.


Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Astiti, K. A. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: ANDI.

Balitbang Kemendikbud. 2017. Panduan Penulisan Soal SMA/ SMK. Jakarta:


Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Depdiknas. 2008. Panduan Penulisan Butir Soal. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.

Djaali, H & Pudji, M. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:


Grasindo

Djiwandono, S, E, W. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Fathurrohman, M. 2017. Belajar dan Pembelajaran Modern. Yogyakarta:


Garudhawaca.

Gronlund, N. 1981. Measurement and evaluation in teaching. New York:


Macmillan.

Jihad, A. & Haris, A. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Julianingsih, S. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen Higher Order Thinking


Skill (HOTS) untuk Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA Siswa di SMP.
Skripsi tidak diterbitkan. Lampung: FKIP UNILA.

Lefudin. 2014. Belajar dan Pembelajaran. DIY: Deepublish.

Matondang, Z. 2009. Validitas dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian. Jurnal


Tabularasa PPS UNIMED, 6(1), 87-91.

Mulyasa, E. 2015. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda.

Mundilarto. 2010. Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta : P2IS UNY.


7

Popham, J. 1981. Modern Educational Measurement. Englewood Cliffs: Prentice-


Hall.

Saifuddin. 2014. Pengelolaan Pembelajaran Teoritis dan Praktis. DIY.


Deepublish.

Semiawan, C. 2008 . Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Grasindo.

Sinar. 2018. Metode Active Learning. Jakarta: Deepublish.

Suardi, M. 2012. Belajar dan Pembelajaran. DIY: Deepublish

Subino. 1987. Kontruksi dan Analisis Tes suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan
Pengukuran. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti.

Sudijono, A. 2011.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Surapranata, S. 2009. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Widana, I. W. 2017. Modul Penyusunan Soal HOTS. Jakarta: Direktorat


Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Yusuf, A, M. 2017. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Zaim, M. 2016. Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Kencana.

Zainul, A & Nasution, N. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.

You might also like