You are on page 1of 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan

oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui

droplet yang telah terinfeksi basil tuberculosis.angka penemuan pasien batu

TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR) adalah persentase jumlah

penderita baru TB BTA positif yang ditemukan dibandingkan dengan jumlah

perkiraan kasus baru TB BTA positif dalam wilyah tertentu dalam satu tahun.

Angka kesembuhan TB Paru adalah penderita TB BTA positif yang telah

menyelasaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak

ulang (follow up) hasil negatif pada akhir pengobatan dan pada satu

pemeriksaan sebelumnya. Indicator ini tercapai karena pemantauan

pengobatan oleh petugas puskesmas berjalan efektif.(Dinkes, 2016)

Pada tahun 2013 didunia telah ditemukan 9 juta penderita kasus TB

baru dan 1,5 juta orang meninggal karena TB (WHO, 2014). Penyakit TB

merupakan penyebabkematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan

penyakit saluran napas pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari

golongan penyakit infeksi (Kemenkes, 2011)Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesda, 2013.). Pada bulan Mei-Juni 2013 melaporkan bahwa prevalensi

nasional TB paru tidak berbeda dengan tahun 2007 yaitu 0,4% dari seluruh

penyakit di Indonesia.

1
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015

menyebutkan terdapat 9,6 juta kasus TBC paru di dunia dan 58% kasus terjadi

di daerah Asia Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus

terbanyak tahun 2015 yaitu India (23%), Indonesia (10%), dan China (10%).

Indonesia sekarang berada pada ranking kedua negara dengan sebab TBC

tertinggi di dunia. Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus baru BTA+

sebanyak 490.994 kasus, meningkat bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang

ditemukan tahun 2016 yang sebesar 196.310 kasus. (Kemenkes RI, 2017)

Laporan pravelensi kasus TBC di Jawa Barat pada tahun 2016

sebanyak 57.247 kasus dan kasus TBC pada anak sebanyak 6.600 orang

(11,53%). angka indikator kesembuhan menurut program secara nasional

adalah ≥ 85%. Dari 30.047 BTA + yang diobati yang dinyatakan sembuh

sebanyak 25.974 kasus ( 76,24%) angka ini masih dibawah target 85%, dan

jika dibandingkan dengan tahun 2015 turun 5,51 point yang pada saat itu ada

dalam angka 81,75% Dari 27 kabupaten/kota terdapat 17 kabupaten/kota yang

belum mencapai ≥ 85%, yaitu Kota Banjar, Kota Sukabumi, Kab Bandung

Barat, Kab Bekasi, Kab Purwakarta, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab

Ciamis, Kab Pangandaran, Kota Bekasi, Kab Cianjur, Kab Cirebon, Kota

Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kota Depok, Kab Garut, dan Kab Bandung,

cakupan 176 Upaya Pelayanan KesehatanProfil Kesehatan Provinsi Jawa

Barat Tahun 2016 Tertinggi dicapai oleh Kab Majalengka (99,08%) dan

terendah Kota Banjar(23,71%).(Dinkes Jabar, 2016)

2
Pada tahun 2017 di Kabupaten Ciamis jumlah kasus Baru BTA +

sebanyak 978 jiwa, jumlah seluruh kasus TB sebanyak 1.496 jiwa dan jumlah

kasus pada TB anak usia 0-14 tahun sebanyak 14 jiwa. Meningkat

dibandingkan pada tahu 2016 jumlah kasus TBC BTA + sebanyak 927,jumlah

seluryh kasus TB sebanyak 1.354 jiwa. Namun mengalami penurunan pada

angka kejadian TBC pada anak 0-14 tahun 141 jiwa (Dinkes, 2016) . Case

Notification Rate (CzNR) kasus baru BTA + sebesar 69.79 per 100.000

penduduk sedangkan CNR seluruh kasus TB sebesar 106.75 per 100.000

penduduk. Persentase BTA + terhadap suspek sebesar 11,37% dari Jumlah

suspek yang diperiksa sebanyak 8.602 jiwa dan ditemukan BTA + sebanyak

978. Dari BTA + yang diobati, angka kesembuhan BTA + sebesar

93.90%,angka keberhasilan pengobatan sebesar 95,57% dan angka kematian

selama pengobatan per 100.000 penduduk sebesar 1 %. (Dinkes Jabar, 2017)

Risiko penularan penderita TB paru dapat melalui droplet infection.

Droplet infection Berasal dari droplet nuclei yang berisi kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis atau M.TB) dapat dihirup oleh orang yang

sehat. Droplet nuclei Bisa hilang atau rusak jika ventilasi udara baik karena

sinar matahari bisa masuk ruangan dan pemberian sinar ultraviolet. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat dua faktor penting terjadinya penularan yaitu

penderita yang menimbulkan droplet nuclei dan lingkungan di sekitar

penderita (Lung, Prof, & Saroso, 2013)

3
Dampak penyakit TBC menyebabkan kesakitan jangka panjang,

kecacatan dan kematian. Kira-kira 50% penderita TBC paru yang tidak diobati

akan meninggal dalam waktu 5 tahun. Mayoritas dari 50% ini akan mati

dalam waktu 18 bulan. Jika tidak diobati dengan baik bisa menularkan bakteri

TBC hal ini sangat sulit bila tinggal satu rumah dengan banyak orang. (Kenti

Friskarini dan Helper Sahat Manalu, 2014)

TB Paru terjadi di Indonesia dengan jumlah kematian sekitar 175.000

per tahun, peningkatan kasus TB Paru pada tahun 2004 terdapat kasus baru

TB Paru sebesar 555.000 kasus atau 256 kasus per 100.000 penduduk dan

46% di antaranya merupakan kasus baru dan pada tahun 2005 ditemukan

sebesar 538.000 kasus TB Paru baru (Simbulon, 2007)

Penyakit tuberculosis paru yang terjadi pada orang dewasa sebagian

besar terjadi pada orang-orang yang mendapatkan infeksi primer pada waktu

kecil yang tidak ditangani dengan baik. Beberapa faktor yang erat

hubungannya dengan terjadinya infeksi basil tuberculosis adalah adanya

sumber penularan, tingkat paparan, virulensi, daya tahan tubuh yang erat

kaitannya dengan factor genetik, factor lain, usia, status gizi, perumahan

kebiasaan meroko dan lainnya

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014,

prevalensi TBC dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia

sebesar75/100.000 penduduk 15 tahun ke atas dan prevelensi TBC BTA

positif sebesar 257 /100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas berdasarkan

suvey (Riskesda, n.d.)semakin bertambah usia prevelensinya semakin tinggi.

4
Kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih lama

dibandingkan kelompok umur di bawahnya. Sebaliknya, semakin tinggi

menggambarkan kemampuan sosial ekonomi semakin rendah prevalensi

TBC..

Remaja merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang produktif

tesebut di atas penentuan keputusan tentang baik tidaknya sesuatu, termasuk

sikap dan perilaku terhadap suatu penyakit, sudah dapat ditentukan sejak

seseorang menginjak usia remaja, seperti yang dapat dilihat dari definisi

bahwa remaja merupakan tingkat yang kritis dalam kehidupan, ketika

keputusan yang berhubungan dengan karir dan peran dalam kehidupan mulai

dibuat. Pada saat ini mulai banyak program yang dibuat untuk meningkatkan

pengetahuan remaja tentang penyakit menular termasuk ISPA (Infeksi).

Salah satu penyebab buruknya kejadian TBC di Indonesia karena

perilaku penularan dan pencegahan yang sangat kurang, meliputi batuk,

meludah, merokok, menjemur alat tidur, mencucui alat tidur, membuka

jendela rumah. Penyakit-penyakit di lingkungan yang sering terjadi akibat dari

kurangnya kebersihan diantaranya tuberkulosis paru, infeksi saluran

pernapasan atas, diare, cacingan, dan sc, masih merupakan masalah kesehatan

yang juga dapat ditemukan di lingkungan -lingkungan yang kurang bersih

(Santosa, 2002)

Pemerintah melakukan berbagai bentuk pengendalian penularan

penyakit, dari pelayanan pada tahap pengobatan seperti strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Shortcourse) hingga pada tahap pencegahan

5
seperti peningkatan kesadaran masyarakat terkait dengan penyakit TBC

(Kemenkes, 2011)

Berdasarkan hasil inspeksi peneliti yang dilakukan di Dusun

pangrumasan untuk perilaku terhadap penularan TBC masih sangat kurang,

karena mungkin minimnya pengetahuan tentang penayakit TBC dan rata-rata

pekerjaannya buruh, petani sehingga masyarakat kurang menyadarinya dan

adapun penderita TBC dalam bersosial penderita tidak menerima akan

penyakitnya sehingga penderita bersosial tidak paham akan batas-batas dalam

social seperti penederita masih menyusui bayinya, tidak memakai masker.

Terbukti angka kejadian TBC di kec jatinagara pada tahun 2017 jumlah kasus

seluruh TB 30,49% meningkat dibandingkan pada tahun 2016 jumlah kasus

seluuh TB hanya 25.00%.(Dinkes Kabupaten Ciamis, 2017)

Faktor perilaku pekerja meliputi personal hygiene seperti: kebiasaan

meludah, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (respirator) untuk

melindungi dari pencemaran udara di perusahaan, serta perilaku berobat bagi

pekerja yang sedang menderita TB. Perilaku pekerja lainnya yang dapat

mendukung timbulnya penyakit TB adalah kebiasaan melakukan pemeriksaan

kesehatan ke klinik dan kebiasaan merokok (Martiana , 2007)

Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh

tentang Hubungan Perilaku Penderita TBC Dengan Peningkatan Kejadian

TBC Di Desa Pangumasan.

6
B. Rumusan masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “ Hubungan Perilaku Penderita TBC Dengan

Peningkatan Kejadian TBC di Desa Pangrumasan.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku penderita TBC dengan peningkatan

kejadian TBC di desa Pangrumasan

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui perilaku pada penderita TBC di desa pangrumasan

b. Menegtahui peningkatan kejadian TBC di desa pangrumasan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan Hubungan

Perilaku Penderita TBC Dengan Peningkatan Kejadian TBC.

2. Manfaat aplikatif

Bagi masyarakat memberikan informasi yang dapat dijadikan

pertimbangan untuk memberikan perhatian yang besar dalam penanganan

masalah TBC.

3. Tenaga Kesehatan

Pengetahuan perilaku penderita dapat menjadi prioritas penyuluhan

sebagai upaya untuk mewujudan paradigma sehat dalam budaya hidup

7
perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, dengan

Tujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya

baik fisik, mental spiritual maupun sosial.

You might also like