You are on page 1of 18

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tifus
Tifus (tipes) atau demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

bakteri Salmonella typhii. Tifus dapat menular dengan cepat, umumnya melalui konsumsi

makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi tinja yang mengandung bakteri Salmonella

typhii. Pada kasus yang jarang terjadi, penularan tifus dapat terjadi karena terpapar urine yang

sudah terinfeksi bakteri Salmonella typhii.

2.2 Penyebab
Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), penyebab dari demam tifoid antara lain sebagai

berikut:

a. Bekteri Salmonella typhi

Demam paratifoid juga dapat disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C, tanda dan

gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan. Bakteri ini hanya menginfeksi

manusia

b. Pencemaran air minum dan sanitasi yang buruk

Infeksi dapat terjadi dengan meminum air yang telah tercemar bakteri Salmonella. infeksi juga

disebabkan oleh konsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam tifoid yang tidak

mencuci tangan dengan baik setelah ke toilet.

c. Makanan dan minuman yang terkontaminasi

2.3 Gejala

Umumnya perjalanan perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan

jarang menetap lebih dari 2 minggu. Gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah

sebagai berikut (Dewi Pudiastuti R, 2010).


a. Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Ciri-ciri demam yang khas yaitu:

1) Demam dapat mencapai 39-40 ºC. Awalnya, demam hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu

tubuh turun-naik, pada pagi hari lebih rendah atau normal sedangkan pada sore dan malam hari

lebih tinggi.

2) Intensitas demam akan semakin tinggi, yang disertai gejala lain seperti:

a) Mual dan muntah

b) Diare,

c) Sakit kepala,

d) Nyeri otot,

e) Insomnia,

f) Pegal, dan

g) anoreksia.

Pada anak, khusunya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang. Pada minggu ke-2

intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus-menerus. Bila keadaan membaik maka

pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu

ke-3. Tipe demam menjadi tidak beraturan jika ada intervensi pengobatan atau komplikasi.

b. Gangguan saluran pencernaan

1) Bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama

2) Bibir kering dan terkadang pecah-pecah

3) Sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah

4) Pada penderita anak, lebih sering mengalami diare.


c. Hepatosplenomegali

Hepatosplenomegali adalah hati dan atau limpa sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila

ditekan

d. Gangguan kesadaran

Terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemui

kesadaran apatis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.

Bila gejala klinis berat, penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala

psikosis.

e. Bradikardia relatif dan gejala lain

Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan

frekuensi nadi. Patokannya adalah bahwa setiap peningkatan 1 ºC tidak diikuti peningkatan

frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam

tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada kulit), yang biasanya di perut bagian atas jarang

ditemukan pada anak.

2.3 Pengobatan

Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), untuk meminimalisasi komplikasi dan mencegah

pencemaran dan/atau kontaminasi maka dilakukan pengobatan secara maksimal, yaitu dengan cara

berikut.

a. Nutrisi

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan

harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Cairan parenteral diindikasikan pada

penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran, serta sulit makan. Diet harus
mengandung kalori dan protein yang cukup, rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah

perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet

cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.

b. Bed rest atau tirah baring

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi.

Bila gejala klinis berat, penderita harus istirahat total.

c. Antibiotik

Antibiotik merupakan satu-satunya terapi yang efektif untuk demam tifoid. Contoh

antibiotik adalah Kloramfenikol

d. Terapi simptomatik

Terapi ini dilakukan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni dengan pemberian

vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak, dan antiemitik

bila penderita muntah hebat. Hal yang penting adalah penyediaan air minum yang bersih. Air yang

di gunakan untuk meminum dan dikonsumsi darus direbus dulu sampai mendidih.

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2. Pengkajian
3. Identitas

Sering ditemukan pada anak diatas satu tahun. Pada laki-laki dan perempuan (Susilaningrum
dkk, 2013, p. 153)

1. Status kesehatan saat ini


2. Keluhan utama pasien

Pasien mengeluh lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam turun
kurang lebih 3 minggu (Marni, 2016, hal. 19).

2. Alasan masuk rumah saikit


Pasien mengatakan lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam
turun (Marni, 2016, hal. 19).

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mulai demam kurang lebih 3 minggu, tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, pasien
tidak mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan kesadaran, tidak terdapat
komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis (Marni, 2016, hal. 19).

1. Riwayat kesehatan terdahulu


2. Riwayat penyakit sebelumnya

Pasien mengatakan sbelumnya tidak pernah menglami penyakit yang sama, pasien juga
mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan sampai di rawat (Susilaningrum
dkk, 2013, hal. 153).

2. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan anggotanya keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami sakit yang
sama (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153).

1. Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum
3. Kesadaran

Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubhan. Pada fase lanjut, secara
umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran
(apatis,delirium) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Tanda – tanda vital :

Pada fase 7-14 harididapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada malam hari dan biasanya
turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi didapat penurunan frekuensi nadi (bradikardi
relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

2. Body system
3. Sistem pernapasan

Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan mengalami perubahan
apabila terjadi respons akut dangan gejala bentuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa
didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya kelainan. Akan tetapi, pada beberapa
kasus yang berat bisa didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan tromboflebitis. (Sudoyo dkk,
2010, hal. 2802)

1. Sistem persyarafan

Pada pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan manisfestasi
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem perkemihan :

Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan curah jantung
(Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem pencernaan

Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal,
hati dan limpa membesar disetai nyeri pada perabaan (Nursalam, 2013, hal. 153).

1. Sistem integumen

Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola (bintik merah pada leher, punggung
dan paha) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).

1. Sistem muskuluskeletal

Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di dapatkan nyeri otot
ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).

1. Sistem endokrin

Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau hipertermi karena kuman masuk
kealiran darah, mengeluarkan endotoksin sehingga terjadi kerusakan sel yang akhirnya
merangsang pelepasan zat efirogen dan mempengaruhi pusat termugulator di hipitamus (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 181)

1. Sistem Reproduksi

Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan gairah seksual. Karena hal ini
disebabkan pasien typoid tubuhnya lemas, tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga
demam tinggi (Marni, 2016, hal. 19).

1. Sistem pengindraan
Didatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem imunitas

Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena kuman masuk melalui pembuluh
limfe dan menginvansi jaringan limpoid (Marni, 2016, hal. 15).

3. Pemeriksaan penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 179) pemerikasaan penujang demam typoid sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukosit dapat
terjadi walaupun tanda disertai infeksi skunder.

1. Pemeriksan SGOT dan SGPT.

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.

1. Pemeriksaan Uji Widal.

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhii. Uji
Widal dimaksudkan untuk menetukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid.
Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antiodi (aglutinin).

1. Kultur

Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama

Kultur urine : bisa psitif pada mingu kedua

Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.

1. Anti Salmonella typhi IgM


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendekteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi, karean
antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.

4. Penatalaksanaan
5. Istirahat dan perawatan.

Tirah baring dan perawatan prfesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring
dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum mandi, buang air kecil, buang air
besar akan membantu dan mempercapat masa penyembuhan. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).

1. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typoid,
kerena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau demam typoid diberikan diet
bubur saring. Bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus
diistirahatkan. Dan ada beberapa penelitian lagi menunjukkan bahwa penderita demam typoid
diberikan diet makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari
sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
typoid (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).

1. Pemberian antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typoid adalah sebagai
berikut:

1. Kloramfenikol
2. Tiamfenikol
3. Efektifitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol.
4. Ampisilin dan amoksilin
5. Sepalosporin generasi ketiga.
6. Golongan fluorokuinolon seperti:

 Norfloksasin
 Siprofloksasin
 Ofloksasin
 Perfloksasin
 Fleroksasim

1. Azitromizin(Sudoyo dkk, 2010, hal. 2081).


2. Diagnosa keperawatan
3. Hipertermi (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, p. 284).

Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentan normal tubuh.

Penyebab

1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit(mis. Infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebih
8. Penggunaan inkubator

Gejala tanda mayor

Subjektif
Tidak tersedia

Objektif

1. Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala tanda minor

Subjektif
Tidak tersedia

Objektif

1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

Kondisi klinis yang terkait

1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas

2. Defisit nutrisi (PPNI, 2017, hal. 56).

Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab

1. Ketidakmampuan menelan makanan


2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)

Gejala dan faktor mayor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Cepat kenyang setelah makan


2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun

Objektif

1. Bising usus hiperaktif


2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

Kondisi klinis terkait

1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Celft palate
7. Amvotropic lateral sclerosis
8. Luka bakar
9. Kanker
10. Infeksi
11. AIDS
12. Penyakit Crohn’s

3. Hipovolemia (PPNI, 2017, hal. 64).

Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular.

Penyebab

1. Kehilangan cairan aktif


2. Kegagalan mekanisme regulasi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Kekurangan intake cairan
5. Evaporasi

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Frekuensi nadi meningkat


2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus

Objektif

1. Pengisian vena menurun


2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin meningkat
5. Berat badan turun tiba-tiba

Kondisi klinis terkait

1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia

4. Nyeri akut (PPNI, 2017, hal. 172).

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan

Penyebab

1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)


2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisisk (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada posisimenghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejal dan Tnada Minor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Teraknan darah meningkat


2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait

1. Kondisi pembedahan
2. Cidera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

5. Konstipasi (PPNI, 2017, hal. 113).


Definisi : penurunan defekasi yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses
kering dan banyak

Penyebab

Fisiologis

1. Penurunan mortilitas gastrointestinal


2. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
3. Ketidakcukupan diet
4. Kitakcukupan asupan serat
5. Ketidakcukup asupan cairan
6. Aganglionik (mis. Penyakit Hircsprung)
7. Kelemahan otot abdomen

Psiologis

1. Konfusi
2. Depresi
3. Gangguan emosional

Situasional

1. Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan, jadwal makan)


2. Ketidak adekuatan toileting
3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
4. Penyalahgunaan laktasif
5. Efek agen farmakologis
6. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi
8. Perubahan lingkungan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu


2. Pengeluaran feses lama dan sulit

Objektif

1. Feses keras
2. Peristaltik usus menurun

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif

1. Mengejan saat defekasi

Objektif

1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal

Kondisi Klinis Terkait

1. Lesi/cidera pada medula spinalis


2. Spina bifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan elektrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
12. Pasca operasi obstruksi bowel
13. Kehamilan
14. Pembesaran prostat
15. Abses rektal
16. Fisura anorektal
17. Striktura anorektal
18. Prolaps rektal
19. Ulkus rektal
20. Rektokel
21. Tumor
22. Penyakit hircsprung
23. Impaksi feses

3. Intervensi
4. Hipertermi
5. Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh.
6. Kriteria Hasil :
7. Termogulasi : keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan kehilangan
panas.
8. Termogulasi: Neonatus: keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan
kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan.
9. Tanda – tanda vital : nilai suhu denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekenan darah
dalam normal.
10. Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

1. Pantau aktivitas kejang


2. Pantau dehidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
3. Pantau tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi pernafasan
4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Ajarkan psien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya, sengatan panas, dan keletihan akibat panas
2. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang diperlukan.

Regulasi suhu (NIC)

1. Pantau dan laporkan tanda atau gejala hipotermia serta hipertermia

Aktivitas kolaboratif

1. Regulasi suhu (NIC)


2. Berikan obat antipiretik , jika perlu
3. Gunakan matras dingin dan mandi air hangan untuk mengatasi suhu tubuh (Wilkinson &
Ahern, 2013, hal. 390-393)

1. Ketidakseimbangan Nutrisi
2. Tujuan : dalam 3×24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat
3. Kriteria hasil:
4. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
5. Menunjukkan peningkatan BB

3. Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

1. Teneukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.


2. Pantau nilai laboratorium, khusunya transferin, albumin, dan elektrolit.
3. Menejemen nutrisi (NIC) :
 Ketahui makanan kesukaan pasien
 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
 Timbang pasien pada interval yang tepat.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Ajrakan metode untuk perencanaan makan.


2. Ajarkan pesien atau keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
3. Menejeman nutri (NIC) : beriakn informasi yang tepat tentang keseimbangan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.

Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang menglami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein (misal, pasien anoreksia nervosa
atau pasien penyakit glomerular/dialisis peritoneal)
2. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi perenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan.
3. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi.
4. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasie tidak dapat membeli atau
menyiapkan mkanan yang adekuat.
5. Manajemen nutrisi (NIC): tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika
diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan unntuk memenuhi kebutuhan
nutrisi (khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca
bedah dan luka bakar trauma demam, dan luka) (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 503-508)

1. Risiko kekurangan volume cairan


2. Tujuan: kekurangan volume ciran akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan ciran,
keseimbangan elektrolit dan asam-basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan
makanan dan cairan adekuat
3. Kriteria hasil:

Pasien akan:

1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Senutkan nilai dasar dan berat jenis urine
2. Memiliki hemoglonin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan
4. Tidak mengalami haus yang tidak normal
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam waktu 24 jam
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu berkeringat)
7. Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat
8. Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan

1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan


2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya, diare,
drainase luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan drainase ileostomi)
3. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata atau darah
samar)
4. Idektifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya, obat-
obatan, demam, stress, dan program pengobatan)
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya, kadar
hematocrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine)
6. Kaji adanya vertigo atau hippotensi postural
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit
terminal tepat dilakukan
9. Manajemen cairan NIC

Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa, keadadekuatan nadi, dan
tekanan darah ortostatik)

Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderunagnnya

Pertahankan kekauratan catatan asupan dan haluaran

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus

aktivitas kolaboratif

1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…..ml


2. Laporkan haluaran lebih dari…..ml
3. Laporkan abnormalitas elektrolit
4. Manajemen cairan NIC:

Atur ketersediaan produk darah untuk transfuse, bila perlu

Berikan ketentuan penggantian nasogastric berdasarkan haluaran, sesuai dengan kebutuhan

Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 309-314)

You might also like