Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tifus
Tifus (tipes) atau demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella typhii. Tifus dapat menular dengan cepat, umumnya melalui konsumsi
makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi tinja yang mengandung bakteri Salmonella
typhii. Pada kasus yang jarang terjadi, penularan tifus dapat terjadi karena terpapar urine yang
2.2 Penyebab
Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), penyebab dari demam tifoid antara lain sebagai
berikut:
Demam paratifoid juga dapat disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C, tanda dan
gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan. Bakteri ini hanya menginfeksi
manusia
Infeksi dapat terjadi dengan meminum air yang telah tercemar bakteri Salmonella. infeksi juga
disebabkan oleh konsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam tifoid yang tidak
2.3 Gejala
Umumnya perjalanan perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
jarang menetap lebih dari 2 minggu. Gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Ciri-ciri demam yang khas yaitu:
1) Demam dapat mencapai 39-40 ºC. Awalnya, demam hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu
tubuh turun-naik, pada pagi hari lebih rendah atau normal sedangkan pada sore dan malam hari
lebih tinggi.
2) Intensitas demam akan semakin tinggi, yang disertai gejala lain seperti:
b) Diare,
c) Sakit kepala,
d) Nyeri otot,
e) Insomnia,
f) Pegal, dan
g) anoreksia.
Pada anak, khusunya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang. Pada minggu ke-2
intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus-menerus. Bila keadaan membaik maka
pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu
ke-3. Tipe demam menjadi tidak beraturan jika ada intervensi pengobatan atau komplikasi.
3) Sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah
Hepatosplenomegali adalah hati dan atau limpa sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila
ditekan
d. Gangguan kesadaran
kesadaran apatis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.
Bila gejala klinis berat, penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis.
Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi. Patokannya adalah bahwa setiap peningkatan 1 ºC tidak diikuti peningkatan
frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam
tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada kulit), yang biasanya di perut bagian atas jarang
2.3 Pengobatan
pencemaran dan/atau kontaminasi maka dilakukan pengobatan secara maksimal, yaitu dengan cara
berikut.
a. Nutrisi
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan
harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Cairan parenteral diindikasikan pada
penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran, serta sulit makan. Diet harus
mengandung kalori dan protein yang cukup, rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah
perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi.
c. Antibiotik
Antibiotik merupakan satu-satunya terapi yang efektif untuk demam tifoid. Contoh
d. Terapi simptomatik
Terapi ini dilakukan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni dengan pemberian
vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak, dan antiemitik
bila penderita muntah hebat. Hal yang penting adalah penyediaan air minum yang bersih. Air yang
di gunakan untuk meminum dan dikonsumsi darus direbus dulu sampai mendidih.
Sering ditemukan pada anak diatas satu tahun. Pada laki-laki dan perempuan (Susilaningrum
dkk, 2013, p. 153)
Pasien mengeluh lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam turun
kurang lebih 3 minggu (Marni, 2016, hal. 19).
Pasien mulai demam kurang lebih 3 minggu, tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, pasien
tidak mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan kesadaran, tidak terdapat
komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis (Marni, 2016, hal. 19).
Pasien mengatakan sbelumnya tidak pernah menglami penyakit yang sama, pasien juga
mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan sampai di rawat (Susilaningrum
dkk, 2013, hal. 153).
Pasien mengatakan anggotanya keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami sakit yang
sama (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153).
1. Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum
3. Kesadaran
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubhan. Pada fase lanjut, secara
umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran
(apatis,delirium) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
Pada fase 7-14 harididapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada malam hari dan biasanya
turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi didapat penurunan frekuensi nadi (bradikardi
relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
2. Body system
3. Sistem pernapasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan mengalami perubahan
apabila terjadi respons akut dangan gejala bentuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa
didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya kelainan. Akan tetapi, pada beberapa
kasus yang berat bisa didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan tromboflebitis. (Sudoyo dkk,
2010, hal. 2802)
1. Sistem persyarafan
Pada pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan manisfestasi
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem perkemihan :
Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan curah jantung
(Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem pencernaan
Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal,
hati dan limpa membesar disetai nyeri pada perabaan (Nursalam, 2013, hal. 153).
1. Sistem integumen
Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola (bintik merah pada leher, punggung
dan paha) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).
1. Sistem muskuluskeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di dapatkan nyeri otot
ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).
1. Sistem endokrin
Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau hipertermi karena kuman masuk
kealiran darah, mengeluarkan endotoksin sehingga terjadi kerusakan sel yang akhirnya
merangsang pelepasan zat efirogen dan mempengaruhi pusat termugulator di hipitamus (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 181)
1. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan gairah seksual. Karena hal ini
disebabkan pasien typoid tubuhnya lemas, tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga
demam tinggi (Marni, 2016, hal. 19).
1. Sistem pengindraan
Didatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem imunitas
Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena kuman masuk melalui pembuluh
limfe dan menginvansi jaringan limpoid (Marni, 2016, hal. 15).
3. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 179) pemerikasaan penujang demam typoid sebagai
berikut:
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukosit dapat
terjadi walaupun tanda disertai infeksi skunder.
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhii. Uji
Widal dimaksudkan untuk menetukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid.
Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antiodi (aglutinin).
1. Kultur
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
4. Penatalaksanaan
5. Istirahat dan perawatan.
Tirah baring dan perawatan prfesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring
dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum mandi, buang air kecil, buang air
besar akan membantu dan mempercapat masa penyembuhan. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typoid,
kerena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau demam typoid diberikan diet
bubur saring. Bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus
diistirahatkan. Dan ada beberapa penelitian lagi menunjukkan bahwa penderita demam typoid
diberikan diet makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari
sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
typoid (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).
1. Pemberian antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typoid adalah sebagai
berikut:
1. Kloramfenikol
2. Tiamfenikol
3. Efektifitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol.
4. Ampisilin dan amoksilin
5. Sepalosporin generasi ketiga.
6. Golongan fluorokuinolon seperti:
Norfloksasin
Siprofloksasin
Ofloksasin
Perfloksasin
Fleroksasim
Penyebab
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit(mis. Infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebih
8. Penggunaan inkubator
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas
Penyebab
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Subjektif
Objektif
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Celft palate
7. Amvotropic lateral sclerosis
8. Luka bakar
9. Kanker
10. Infeksi
11. AIDS
12. Penyakit Crohn’s
Penyebab
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Subjektif
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Objektif
1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada posisimenghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Kondisi pembedahan
2. Cidera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
Penyebab
Fisiologis
Psiologis
1. Konfusi
2. Depresi
3. Gangguan emosional
Situasional
Subjektif
Objektif
1. Feses keras
2. Peristaltik usus menurun
Objektif
1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal
3. Intervensi
4. Hipertermi
5. Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh.
6. Kriteria Hasil :
7. Termogulasi : keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan kehilangan
panas.
8. Termogulasi: Neonatus: keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan
kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan.
9. Tanda – tanda vital : nilai suhu denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekenan darah
dalam normal.
10. Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
1. Ajarkan psien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya, sengatan panas, dan keletihan akibat panas
2. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang diperlukan.
Aktivitas kolaboratif
1. Ketidakseimbangan Nutrisi
2. Tujuan : dalam 3×24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat
3. Kriteria hasil:
4. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
5. Menunjukkan peningkatan BB
3. Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang menglami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein (misal, pasien anoreksia nervosa
atau pasien penyakit glomerular/dialisis peritoneal)
2. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi perenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan.
3. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi.
4. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasie tidak dapat membeli atau
menyiapkan mkanan yang adekuat.
5. Manajemen nutrisi (NIC): tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika
diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan unntuk memenuhi kebutuhan
nutrisi (khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca
bedah dan luka bakar trauma demam, dan luka) (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 503-508)
Pasien akan:
1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Senutkan nilai dasar dan berat jenis urine
2. Memiliki hemoglonin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan
4. Tidak mengalami haus yang tidak normal
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam waktu 24 jam
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu berkeringat)
7. Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat
8. Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa, keadadekuatan nadi, dan
tekanan darah ortostatik)
aktivitas kolaboratif
Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 309-314)