You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS

A. Pengertian :
Kolelitiasis (batu empedu) terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur
padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan
komposisi yang bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan
dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40
tahun, semakin meningkat pada usia 75 tahun.

Kolesistitis
Infeksi pada kandung empedu ada yang akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya
disertai nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas, mual
muntah dan tanda tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.

Kolesistitis kalkulus terdapat pada > 90% pasien kolesistitis akut. Pada
kolesistitis kalkulus , batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu.
Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan
reaksi kimia, edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan
terkompresi sehingga suplai vaskulernya terganggu.

Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu tanpa sumbatan


oleh batu empedu, tetapi timbul setelah tindakan bedah mayor, trauma berat, atau
luka bakar.

B. Patofisiologi :
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen
dan tersusun dari kolesterol

Batu pigmen : akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu
mengalami presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi
percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan
jalan operasi.
1
Batu kolesterol : merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut
dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid)
dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati,
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah
empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol
merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai
iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 X lebih
banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun,
multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi
pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier.
Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur,
karena bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam
empedu juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam empedu pada pasien
dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.

C. Manifestasi Klinik
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi
abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi
makanan berlemak / yang digoreng.

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :

1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita
panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau
bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah
dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi

2
persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya
saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh
bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika inspirasi dalam.

2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah


empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak
dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa
membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.

3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat
karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.

4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu


pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran
tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis
generalisata.

D. Etiologi
1. Statis cairan empedu
2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
reaksi supurasi dan inflamasi.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.

3
2. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus
yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.

3. CT Scan Abdomen :

4. MRI.

5. Sinar X abdomen

6. Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan secara


intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat
pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.

7. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.

F. Penatalaksanaan
1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT,
analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi,
ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.

b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.

c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat


(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen
yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek
sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek
yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah
ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah
pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan
batu.

4
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan
suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam
kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan
langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui
T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.

e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan


gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung
empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh
percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi
disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan.
Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan
secara spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan
dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu peroral.

2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.

b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.


Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus,
dan getah empedu kedalam kassa absorben.

c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar


4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.

d. Kolesistektomi laparaskopi

e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilicus

5
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan,
muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai
48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka
operasi dan sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:


1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik

2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan


pemasukan nutrisi, faktor biologis

3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.

4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan

5. Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis


interpretasi informasi

6
Renpra Cholelitiasis

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Asuhan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik keperawatan …. jam tingkat
1.1 Kaji tingkat nyeri secara
kenyamanan klien
komprehensif termasuk
meningkat dg KH:
lokasi, karakteristik, durasi,
1.1 Klien melaporkan nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
berkurang dg scala 2-3 presipitasi.
1.2 Ekspresi wajah tenang 1.2 Observasi reaksi nonverbal
dari ketidak nyamanan.
1.3 Klien dapat istirahat dan
tidur 1.3 Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
1.4 Vital Sign dalam batas
pengalaman nyeri klien
normal
sebelumnya.
1.4 Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
1.5 Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
1.6 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
1.7 Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
1.8 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
1.9 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
1.10 Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.

7
Administrasi analgetik :.
1.1 Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
1.2 Cek riwayat alergi.
1.3 Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal
1.4 Monitor tanda vital
1.5 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
1.6 Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek
samping.

2 Ketidakseimbang Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi


an nutrisi kurang keperawatan … jam klien
1.1 Kaji adanya alergi makanan.
dari kebutuhan menunjukan status nutrisi
1.2 Kaji makanan yang disukai
tubuh adekuat dengan KH:
oleh klien.
1.1 BB stabil, 1.3 Kolaborasi team gizi untuk
1.2 Nilai laboratorium terkait penyediaan nutrisi terpilih
normal, sesuai dengan kebutuhan
1.3 Tingkat energi adekuat, klien.
1.4 Masukan nutrisi adekuat 1.4 Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
1.5 Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
1.6 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
1.7 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
1.1 Monitor BB
jika memungkinkan
1.2 Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan
klien makan.

8
1.3 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
1.4 Monitor adanya mual muntah.
1.5 Monitor adanya gangguan
dalam input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
1.6 Monitor intake nutrisi dan
kalori.
1.7 Monitor kadar energi,
kelemahan dan kelelahan.

3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Konrol infeksi :


imunitas tubuh keperawatan … jam tidak
1.1 Bersihkan lingkungan setelah
menurun, terdapat faktor risiko infeksi
dipakai pasien lain.
prosedur dan dg KH:
1.2 Batasi pengunjung bila perlu.
invasive.
1.1 Tdk ada tanda-tanda 1.3 Intruksikan kepada
infeksi pengunjung untuk mencuci
1.2 AL normal tangan saat berkunjung dan
1.3 Vital sign dalam batas sesudahnya.
normal 1.4 Gunakan sabun anti miroba
untuk mencuci tangan.
1.5 Lakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan.
1.6 Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
1.7 Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan
alat.
1.8 Lakukan dresing infus dan
dan kateter setiap
hari Sesuai indikasi
1.9 Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan
1.10 berikan antibiotik sesuai
program.

Proteksi terhadap infeksi


1.1 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
1.2 Monitor hitung granulosit dan
WBC

9
1.3 Monitor kerentanan terhadap
infeksi..
1.4 Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
1.5 Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap kemerahan,
panas.
1.6 Ambil kultur, dan laporkan
bila hasil positip jika perlu
1.7 Dorong istirahat yang cukup.
1.8 Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
1.9 Instruksikan klien untuk
minum antibiotik sesuai
program.
1.10 Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala
infeksi.
1.11 Laporkan kecurigaan
infeksi.

4 Sindrom defisit Setelah dilakukan askep Self Care Assistence


self care b.d ...... jam ADLs terpenuhi dg
1.1 Bantu ADL klien selagi klien
kelemahan KH:
belum mampu mandiri
1.1 Klien bersih, tidak bau 1.2 Pahami semua kebutuhan
1.2 Kebutuhan sehari-hari ADL klien
terpenuhi 1.3 Pahami bahasa-bahasa atau
pengungkapan non verbal
klien akan kebutuhan ADL
1.4 Libatkan klien dalam
pemenuhan ADLnya
1.5 Libatkan orang yang berarti
dan layanan pendukung bila
dibutuhkan
1.6 Gunakan sumber-sumber
atau fasilitas yang ada untuk
mendukung self care
1.7 Ajari klien untuk melakukan
self care secara bertahap
1.8 Ajarkan penggunaan
modalitas terapi dan bantuan
mobilisasi secara aman
(lakukan supervisi agar
keamnanannya terjamin)
1.9 Evaluasi kemampuan klien
untuk melakukan self care di
RS

10
1.10 Beri reinforcement atas
upaya dan keberhasilan
dalam melakukan self care

5 Kurang Setelah dilakukan askep … Mengajarkan proses penyakit


pengetahuan jam pengetahuan keluarga
1.1 Kaji pengetahuan keluarga
keluarga klien meningkat dg KH:
tentang proses penyakit
berhubungan
1.1 Keluarga 1.2 Jelaskan tentang patofisiologi
dengan kurang
menjelaskan tentang p penyakit dan tanda gejala
paparan dan
enyakit, perlunya peng penyakit
keterbatasan
obatan dan memahami 1.3 Beri gambaran tentaang
kognitif keluarga
perawatan tanda gejala penyakit kalau
memungkinkan
1.2 Keluarga kooperativedan
1.4 Identifikasi penyebab
mau kerjasama saat
penyakit
dilakukan tindakan
1.5 Berikan informasi pada
keluarga tentang keadaan
pasien, komplikasi penyakit.
1.6 Diskusikan tentang pilihan
therapy pada keluarga dan
rasional therapy yang
diberikan.
1.7 Berikan dukungan pada
keluarga untuk memilih atau
mendapatkan pengobatan
lain yang lebih baik.
1.8 Jelaskan pada keluarga
tentang persiapan / tindakan
yang akan dilakukan

Daftar Pustaka

Iowa Intervention Project. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby Year

Book, St. Louis NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification.

Philadelphia Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol 2, EGC, Jakarta Williams, L.S., Hopper, P.D, 2003,
Understanding Medical Surgical Nursing, Second edition, F.A Davis

11
Company, Philadelphia Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ Make Money Online :
http://ow.ly/KNICZ

12

You might also like