You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes
melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta
tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia
dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan
pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3
juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa
mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan
pemeriksaan secara teratur. 2
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat
penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati
maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga
pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai
diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan
dimengerti 3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

2
Tujuan umum dari penyuluhan lansia tentang Diabetes Melitus di banjar
Ambengan adalah untuk meningkatan pengetahuan peserta tentang penyakit
Diabetes Melitus.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penyuluhan lansia tentang Diabetes Melitus di banjar
Ambengan adalah:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang apa itu Diabetes
Melitus
2. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang cara pencegahan Diabetes
Melitus
3. Untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang pengobatan Diabetes
Melitus

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. 4

2.2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),
2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda
dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah
tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II
ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain


a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin

4
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI


1998

DM TIPE 1: DM TIPE 2 : DM TIPE LAIN : DM


Defisiensi Defisiensi insulin 1. Defek genetik fungsi sel beta : GESTASIONAL
insulin absolut relatif : Maturity onset diabetes of the young
akibat destuksi 1, defek sekresi Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
sel beta, insulin lebih 2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis
karena: dominan daripada Pankreatektomy
1.autoimun resistensi insulin. 3.Endokrinopati : akromegali, cushing,
2. idiopatik 2. resistensi insulin hipertiroidisme
lebih dominan 4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
daripada defek 5.Akibat virus: CMV, Rubella
sekresi insulin. 6.Imunologi: antibodi anti insulin
7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter
Gambar 2.1 Klasifikasi
Diabetes Melitus (Sumber: PERKENI6)

2.3. Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes
melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun

5
2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal
jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun
2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030
jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50%
dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes,
dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2

2.4. Patogenesis
2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah:
pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan
lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi
agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang
menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap
keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima
adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel
asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5
2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal
dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang
utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis
yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin
karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung
memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi
glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi
insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia
puasa dan diabetes yang nyata.5

6
2.5. Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri,
juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
 Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu
makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.8

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94


 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
 Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat
 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT
(glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
 TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
 GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL

2.6 Komplikasi
a. Penyulit akut

7
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun
dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan
aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat
dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga
meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk
menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan
mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam.
Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang
mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis
KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO 3 rendah, anion gap tinggi dan
keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah,
sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul
dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600
mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm.
Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non
insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi
KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup
untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia
sehingga tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan
: lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik,
gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada

8
berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.

b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
• Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens
vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik
mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok.
Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar
retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan
dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema
yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi
iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang
menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.
Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus
vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi
perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak.
Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali
sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan
mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang
terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.
• Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit
pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi
proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication
product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan
mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi
peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan
inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati

9
dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney
disease.9
• Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan
lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada
setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati
distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10
gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6

2. Makroangiopati
• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata
keluarga PJK atau DM
• Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas
hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga
sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :

1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada
prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

10
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
d)
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola
makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status
kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor
fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan
pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses
katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta
kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :


Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-
70%, Lemak 20-25% dan Protein 10-15%.
KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.
 Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber
karbohidrat
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal
70% dari total kebutuhan perhari
 Jumlah serat 25-50 gram/hari.
 Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.
 Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah
pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa.
Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker.

11
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari
 Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
 Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar
0,8-1,0 mg/kg BB/hari .
 Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg
BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibandingkan protein hewani.
LEMAK
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori perhari.
 Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
 Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

B. Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan dan lain-lain.

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI


Kebutuhan basal :
Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori
Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi :
umur

12
• 40-59 th : -5%
• 60-69 : -10%
• >70% : -20
aktivitas
• Istirahat : +10%
• Aktivitas ringan : +20%
• Aktivitas sedang : +30%
• Aktivitas berat : +50%
berat badan
• Kegemukan : - 20-30%
• Kurus : +20-30%
stress metabolik : + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang
30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
Berdasarkan IMT  dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan kuadrat (m2).
Kualifikasi status gizi :
BB kurang : < 18,5
BB normal : 18,5 – 22,9
BB lebih : 23 – 24,9

3. Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi
resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi
mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan
yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan LDL
teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita. Dengan
latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan
menurunkan kadar gula darah.

13
Aktivitas latihan :
 5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
 10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat
7-20x. Lemak
juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%
 > 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton
yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan
asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau
terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl
sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi
program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance.
Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa
berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan
relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan
lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari
intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya
tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai,
jogging dll.

4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.

1. Obat hipoglikemik oral


a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat
pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih
boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia.
Contohnya : repaglinid, nateglinid.
b. Insulin sensitizers

14
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin
endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa
di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan
lemak.
c. Glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki
uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan
kecendrungan hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus
halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I
dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan.
Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum
makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion
tidak bergantung jadwal makan.
2. Insulin
 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
 Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia
pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
 Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)

15
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik,
operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat,
kontraindikasi atau alergi OHO.

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari
atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin

2.8 Pencegahan
3. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini,
pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer6.
4. Pencegahan Sekunder

16
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit
sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi
pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada
setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko
timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.

5. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien
dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian
aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak
mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin,
jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.

17
BAB III

METODE

3.1 Jenis Kegiatan


Kegiatan ini merupakan Penyuluhan kepada Lansia mengenai Diabetes Melitus,
pencegahan dan pengobatannya.

3.2 Tempat dan Waktu Kegiatan


Kegiatan dilaksanakan di Banjar adat Ambengan, Rendang pada tanggal 23 Mei
2018.

3.3 Sasaran dan Target


3.3.1 Sasaran
Sasaran kegiatan adalah semua lansia yang tergabung dalam banjar adat
Ambengan, Rendang.
3.3.2 Target
Target dari kegiatan ini adalah para lansia yang mengikuti kegiatan
PROLANIS di banjar Ambengan.

18
3.4 Strategi
3.4.1 Tahap Persiapan Pelaksanaan
1. Dokter Internship bersama pemegang program Puskesmas Rendang
menyusun rencana edukasi Diabetes Melitus di banjar Ambengan.
2. Dokter Internship bersama dengan pemegang program di Puskesmas
Rendang berkoordinasi dengan para lansia di banjar Ambengan, Rendang.
3. Dokter Internship mempersiapkan materi-materi penyuluhan untuk
edukasi mengenai Diabetes Melitus.
4. Menentukan waktu dan tempat pelaksanaan edukasi tentang Diabetes
Melitus kepada lansia.
5. Menginformasikan kepada pihak banjar mengenai waktu dan tempat
kegiatan penyuluhan tentang Diabetes Melitus kepada lansia.
3.4.2 Tahap Perencanaan Pelaksanaan
1. Penyuluhan Diabetes Melitus kepada lansia di banjar Ambengan Rendang
akan dilaksanakan selama 1 hari pada waktu yang telah di sepakati,
bertempat di bale banjar Ambengan, Rendang.
2. Melakukan persiapan penyampaian materi melalui presentasi lisan.
3. Membagikan leaflet berisi topik tentang Diabetes Melitus kepada seluruh
peserta.
4. Memberikan presentasi materi yang berhubungan dengan Diabetes
Melitus.
5. Memberikan kesempatan seluruh peserta untuk bertanya seputar materi
dalam waktu 30 menit mengenai materi yang telah dipresentasikan oleh
Dokter Internship.

3.5 Materi
Materi-materi yang dipersiapkan untuk edukasi Diabetes Melitus kepada
lansia di banjar Ambengan adalah:
1. Pengetahuan dasar mengenai Diabetes Melitus.
2. Pencegahan dan pengobatan Diabetes Melitus.

19
3.6 Metode
Metode yang digunakan dalam Penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia di
banjar Ambengan, Rendang adalah presentasi materi dan pengobatan.

3.7 Rencana Jadwal Pelaksanaan


Rencana pelaksanaan Penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia di Banjar
Ambenga, Rendang akan dilakukan dalam 1 hari. Presentasi materi mengenai
apa itu Diabetes Melitus, Gejala klinis Diabetes Melitus, faktor resiko
Diabetes Melitus, pencegahan Diabetes Melitus dan pengobatannya. Jadwal
pelaksanaan kegiatan dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan


No. Waktu Kegiatan Judul Peserta

1. 23 Mei 2018 Mengikuti Petugas dari


08.00-09.00 WITA kegiatan puskesmas dan seluruh
senam anggota lansia yang
bersama hadir
2. 23 Mei 2018 Pemeriksaan Seluruh anggota lansia
09.00-10.00 WITA tensi dan gula yang hadir
darah serta
Pengobatan
rutin
3. 23 Mei 2018 Presentasi Apa itu Diabetes Seluruh anggota lansia
10.00-11.00 WITA Materi Melitus, pencegahan yang hadir
dan pengobatan.

3.9 Rencana Evaluasi

20
3.9.1 Penilaian Proses
1. Indikator Penilaian
a. Dukungan dari Puskesmas Rendang dan warga banjar Ambengan.
b. Ketepatan materi dan peralatan yang disiapkan.
c. Ketepatan waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan.
d. Jumlah anggota lansia yang mengikuti kegiatan.
2. Waktu Penilaian
Waktu penilaian dilakukan sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan
kegiatan.
2. Cara Penilaian
a. Tidak adanya kesulitan dalam melakukan koordinasi dengan pihak
Puskesmas Rendang dan pengurus lansia banjar Ambengan, Rendang.
b. Kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana jadwal pelaksanaan.
c. Semua materi yang disiapkan sesuai dengan judul presentasi dan
pemeriksaan yang diberikan.
d. Jumlah anggota lansia yang mengikuti kegiatan mencapai 80% dari
target yang sudah ditentukan.
4. Penilai
Penilai adalah Dokter Internship yang menjadi pembicara.
3.10.2 Penilaian Hasil
1. Indikator Penilaian
a. Keseriusan anggota lansia dalam mengikuti kegiatan meliputi
presentasi materi dan pemeriksaan. Dinilai berdasarkan jumlah
anggota lansia yang mengikuti penyuluhan, keseriusan mendengarkan
materi,tidak ada yang mengantuk atau menguap, dan keluar dari
tempat pelaksanaan kegiatan.
b. Jumlah anggota lansia yang bertanya dan jumlah pertanyaan yang
disampaikan selama waktu tanya jawab.
2. Waktu penilaian
Waktu penilaian dilakukan selama dan sesudah pelaksanaan kegiatan.

21
2. Cara penilaian
a. Jumlah anggota lansia yang mengikuti penyuluhan, keseriusan
mendengarkan materi, tidak ada yang mengantuk atau menguap, dan
keluar dari tempat pelaksanaan kegiatan.
b. Jumlah anggota lansia yang bertanya pada saat sesi tanya jawab lebih
dari 3 peserta setiap kegiatan.
4. Penilai
Penilai adalah Dokter Internship yang menjadi pembicara.

BAB IV

HASIL

4.1 Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan telah dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2018 pada jam
08.00-11.00 WITA di Banjar Ambengan dengan materi Diabetes Melitus,
pencegahan dan pengobatan.

4.2 Peserta Kegiatan


Pemberian materi diikuti oleh anggota lansia yang berjumlah 18 orang.

4.3 Pelaksana Kegiatan


Penyuluhan tentang Diabetes Melitus, pencegahan dan pengobatan di
Banjar Ambengan, Rendang dilaksanakan oleh 1 orang dokter internship dan
Pemegang program lansia Puskesmas Rendang.

4.4 Proses Kegiatan


Kegiatan Penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia diawali dengan
pembukaan berupa senam bersama yang dpimpin oleh pemegang program
lansia Puskesmas Rendang. Selesai senam dan beristirahat selama kurang lebih
10 menit, peserta dibagikan makanan kecil dan air mineral untuk dikonsumsi

22
bersama-sama. Kemudian acara dilanjutkan dengan pengobatan lansia sesuai
dengan penyakit yang ditemukan
Setelah itu dilakukan sesi pemeriksaan kesehatan rutin dan
pengobatan. Para peserta dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan gula darah,
lalu diberikan juga obat terkait keluhan pasien. Lalu peserta diberikan
penyuluhan mengenai Diabetes Melitus, pencegahan dan pengobatannya.
Penyuluhan secara lisan dan bersifat interaktif, dengan diawali pembagian
leaflet mengenai topik Diabetes Melitus.
Setelah seluruh peserta memahami materi yang disampaikan,
kemudian diberi kesempatan khusus untuk tanya jawab bagi peserta yang masih
belum memahami materi. Acara selesai pukul 11.00 WITA dan ditutup dengan
doa.

23
BAB V

DISKUSI

5.1 Evaluasi Proses Kegiatan


Pelaksanaan Penyuluhan tentang Diabetes Melitus pada lansia banjar
Ambengan, Rendang yang disusun oleh para Dokter Internship mendapat
dukungan sepenuhnya dari pihak Puskesmas Rendang (khususnya dari pemegang
program lansia) dan Banjar Ambengan, Rendang. Hal ini dikarenakan program ini
dapat membantu menjalankan program kerja sekaligus pengawasan kesehatan
lansia di banjar Ambengan. Pihak pemegang program lansia, para lansia, dan
Banjar Ambengan Rendang juga sangat kooperatif dalam membantu pelaksanaan
penyuluhan mengenai Diabetes Melitus.
Waktu pelaksanaan penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia di banjar
Ambengan Rendang dilaksanakan dalam 1 hari yaitu tanggal 23 Mei 2018.
Kegiatan dimulai pukul 08.00 WITA – 11.00 WITA bertempat di bale banjar
Ambengan Rendang.. Peserta yang hadir berjumlah 18 peserta. Peserta berasal
dari anggota lansia banjar Ambengan dengan persentase kehadiran 80%.

5.2 Evaluasi Hasil Kegiatan


Pada saat pelaksanaan penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia di
banjar Ambengan Rendang berlangsung, seluruh peserta menyimak dan
mendengarkan penjelasan Dokter Internsip yang menjadi pembicara dengan

24
penuh keseriusan dan ketertarikan. Para peserta diberikan kesempatan untuk
bertanya di tengah-tengah presentasi berlangsung dengan mengangkat tangan.
Peserta cukup tertarik dengan materi yang dibawakan karena sebagian besar dari
mereka belum pernah mendengar materi tentang Diabetes Melitus.
Pada saat diberikan waktu tanya jawab selama 10 menit di setiap
pemberian materi, banyak peserta mengangkat tangan untuk mengajukan
pertanyaan terkait dengan materi presentasi yang diberikan. Mayoritas pertanyaan
berhubungan dengan penerapan praktis materi yang diberikan dalam dikehidupan
sehari-hari. Para peserta tergolong aktif bertanya untuk memperdalam
pengetahuan mengenai materi yang diberikan.

5.3 Hambatan Kegiatan


Dokter Intership tidak merasakan adanya hambatan yang berarti dalam
pelaksanaan penyuluhan tentang Diabetes Melitus pada lansia di banjar
Ambengan Rendang. Hal ini dikarenakan secara umum dari proses persiapan
sampai pelaksanaan kegiatan berjalan dengan lancar. Semua itu tidak terlepas dari
koordinasi yang baik antara para Dokter Internship dengan pihak Puskesmas
Rendang serta pihak banjar Ambengan Rendang.

5.4 Manfaat Kegiatan


Beberapa manfaat yang didapat oleh Dokter Internship sebagai
pembicara dalam pelaksanaan penyuluhan tentnag Diabetes Melitus pada lansia di
banjar Ambengan Rendang ini adalah sebagai latihan untuk menjadi pembicara
yang baik di masyarakat dalam hal ini di lingkungan umum, mulai dari
perencanaan, persiapan materi (pengumpulan materi dan penguasaan materi),
persiapan alat dan sarana penunjang, dan keterampilan berkomunikasi di depan
orang banyak agar menarik dan dapat dimengerti oleh pendengar. Manfaat yang
didapat oleh para peserta terutama adalah peningkatan pengetahuan dan
pemahaman mereka mengenai apa itu Diabetes Melitus, gejala klinis, faktor
resiko, pencegahan dan pengobatannya sehingga mereka mampu secara mandiri

25
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Selain itu, mereka dapat mensosialisasikan pengetahuan yang mereka
dapat kepada orang lain.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan Mini Project yang dilaksanakan oleh Dokter Intership yang


bertugas di Puskesmas Rendang periode 5 Maret 2018 – 5 Juli 2018 dengan judul
penyuluhan tentang Diabetes Melitus pada lansia di banjar Ambengan Rendang
berjalan dengan lancar. Kegiatan yang dilaksanakan pada 23 Mei 2018 berupa
pemberian materi tidak menemukan hambatan yang berarti. Hal ini tidak terlepas dari
dukungan dari Pihak Puskesmas Rendang melalui Kepala Puskesmas, dokter
Pendamping Intership dan pemegang program lansia, anggota lansia, banjar
Ambengan Rendang dan peserta kegiatan.
Hasil kegiatan Mini Project ini sudah sesuai dengan harapan baik dilihat
dari kehadiran peserta, antusias peserta dalam mengikuti kegiatan, dan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan peserta kegiatan. Diharapkan pengetahuan dan
keterampilan yang didapat melalui kegiatan ini dapat berguna bagi para peserta dan
dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di masyarakat.

5.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Para lansia hendaknya dapat terus meningkatkan pengetahuan mengenai
Diabetes Melitus.

26
2. Para peserta hendaknya mampu menyebarkan informasi yang berkaitan
dengan edukasi Diabetes Melitus pada masyarakat terutama sesame lansiaagar
dapat dilakukan pencegahan dan cepat mencari pengobatan jika telah
mengalami salah satu gejala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar


ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu
Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan
strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI,
2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.
2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan
Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen
Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920

27
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal.
1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc
Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia.
Jakarta;2005; hal.1259

28

You might also like