You are on page 1of 36

Studi Deskriptif Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi

BCG di Wilayah Kecamatan Kepanjen Kidul Kota


Blitar

Disusun Oleh:

dr. Mustofa Aidid

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PERIODE FEBRUARI I 2017/2018

PUSKESMAS KEPANJEN KIDUL KOTA BLITAR

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : dr. Mustofa Aidid

Wahana Internsip : UPTD Puskesmas Kepanjen Kidul Kota Blitar

Telah membuat mini proyek yang berjudul “Studi Deskriptif Pengetahuan Ibu Tentang
Imunisasi BCG di Wilayah Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar”.

Blitar, 13 Oktober 2017

Penulis

dr. Mustofa Aidid

Menyetujui,

Pendamping Wahana

dr. Trianang Setyawan

NIP. 19830111 201001 1 011

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TB (tuberkulosis) merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB
menyerang organ paru(1).Selain menyerang paru, TB dapat menyerang
organ lain (ekstra pulmonal) (2).
Penyakit TB masih menjadi permasalahan dunia. Berdasarkan data
WHO, diperkirakan telah terjadi 8,8 juta kasus baru pada tahun 2016
(berkisar antara 8,5 – 9,9 juta) dengan rasio 128 kasus tiap 100.000
penduduk. Diperkirakan, angka prevalensi TB paru berjumlah 12 juta kasus
(berkisar antara 11 juta sampai 14 juta)(3).
Salah satu poin yang terdapat dalam misi MDGs (Millenium
Development Goals) adalah penanggulangan HIV/AIDS, Malaria dan
penyakit lain termasuk TB. Salah satu tolak ukur keberhasilan program
penanggulangan TB adalah angka penemuan kasus baru, atau yang disebut
dengan CDR (Case Detection Rate)(4).
Penyakit TB Paru di Indonesia menempati urutan ketiga penyebab
kematian umum. Di Indonesia, penyakit ini termasuk salah satu prioritas
nasional untuk program pengendalian penyakit karena berdampak luas
terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan kematian
(2).
Berdasarkan Program Penanggulangan TB Nasional, Indonesia
menetapkan target CDR sebesar 70%. Namun, target tersebut masih belum
bisa dicapai di seluruh cakupan daerah Indonesia. Dari hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2016 di Jawa Timur, prevalensi TB
sebanyak 0,2% dan prevalensi di Kota dan Kabupaten Blitar sebesar 0,4%
(5). Hasil penemuan penderita TB paru melalui pemeriksaan dahak tahun
2007, BTA (+) sebesar 725 penderita, diobati sebanyak 1.138 orang, dengan
penderita sembuh sebanyak 510 orang (77,16%). Pada tahun 2016, temuan
kasus dengan BTA (+) semakin meningkat sebesar 1.167 penderitayang
3
terdiri dari 653 (55,96%), dengan tingkat kesembuhan 698 penderita
(87,36%)(2).
Untuk mendukung jalannya program nasional tersebut, maka diperlukan
upaya-upaya khusus, untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran, dan peran serta masyarakat dengan tujuan utama
pemberantasan TB terutama dengan vaksinasi.
Sehubungan dengan masalah tersebut, penulis ingin meneliti lebih lanjut
mengenai faktor yang berhubungan dengan rendahnya CDR TB terutama
mengenai pengetahuan Ibu terahadap vaksinasi BCG pada anak(7).

1.2 Analisis Situasi

Gambar 2. Peta Kecamatan Kepanjen Kidul


(Sumber: Google. Inc. Ltd, 2017)

Kepanjenkidul adalah sebuah kecamatan di Kota Blitar, Provinsi Jawa


Timur, Indonesia. Penduduk kecamatan ini sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani, perajin kayu, dan pedagang. Sektor yang paling menonjol dari
kecamatan ini adalah sektor kerajinan kayu yang sudah mencapai pasar
nasional, bahkan ada beberapa perajin yang telah menembus pasar
internasional. Sentra kerajinan kayu yang dijadikan sebagai objek kampung
wisata terletak di Kelurahan Sentul dan Tanggung. Beberapa kerajinan khas dari
4
kecamatan ini antara lain kendang, yoyo, catur, mebel, dan kerajinan kayu lain.
Daerah pemasaran kerajinan kayu dari daerah ini adalah seputar Surabaya dan
Bali.
Kecamatan Kepanjen Kidul terbagi menjadi 7 kelurahan yaitu,
Kepanjenkidul
Kepanjenlor, Kauman, Bendo, Tanggung, Sentul, Ngadirejo (Gambar 3).

Sebelah Barat : Kelurahan Tanggung dan Bendo.


Sebelah Selatan : Kelurahan Kepanjen Kidul
Sebelah Utara : Kelurahan Ngadirejo
Sebelah Timur : Kelurahan Sentul

Gambar 3. Kelurahan di Kecamatan Kepanjen Kidul


(Sumber: UPTD PKM Kepanjen Kidul, 2017)

1.3 Perumusan Masalah


1. Bagaimana tingkat pengetahan masyarakat kelurahan tanggung tentang
imunisai BCG?
2. Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan masyarakat kelurahan
Tanggung setelah penyuluhan penyakit BCG?
1.4 Tujuan Kegiatan
1. Mengetahui tingkat pengetahan masyarakat kelurahan tanggung tentang
imunisai BCG?

5
2. Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan masyarakat kelurahan
Tanggung setelah penyuluhan penyakit BCG?

1.5 Manfaat Kegiatan


Kegiatan ini bermanfaat untuk memberikan wawasan tentang
Tuberkulosis dan Imuniassi BCG kepada masyarakat kelurahan Tanggung.

6
BAB II
Tinjauan Pustaka

6.1 Tuberkulosis

6.1.1 Epidemiologi
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan data WHO, diperkirakan telah terjadi
8,8 juta kasus baru pada tahun 2016 (berkisar antara 8,5 – 9,9 juta) dengan rasio
128 kasus tiap 100.000 penduduk. Diperkirakan, angka prevalensi TB paru
berjumlah 12 juta kasus (berkisar antara 11 juta sampai 14 juta).(3)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara
ekonomis ( 15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata – rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat
pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.(3)
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara –
negara yang sedang berkembang
 Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
 Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan.
 Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses
oleh masyarakat, penemuan kasus atau diagnosis yang tidak
standar, obat tidak terjamin penyediannya, tidak dilakukan
pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
 Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan
obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah
didiagnosis).
 Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
 Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara – negara yang
mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

7
 Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur
 Dampak pandemi infeksi HIV
(10)
Situasi TB di dunia semakin membururk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden
countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB
sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Munculnya pandemi HIV/AIDS di
dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TV dengan HIV akan
meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR)
semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan.
Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang
sulit ditangani.(3)
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 593.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk.(10)

6.1.2 Penularan TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.(11)
6.1.2.1 Cara Penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3.000 percik dahak
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, semantara sinar matahari langsung dapat membunuh

8
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.(11)

6.1.2.2 Resiko Penularan


 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif
 Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara
1000 penduduk TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.(3)
6.1.2.3 Resiko menjadi sakit TB
 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB
 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata – rata
terjadi 1.000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi
sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA
positif
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk)
(10)
6.1.3 Gambaran Penyakit Tuberkulosis Paru
Penyakit Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang
paru – paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Miko
bakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora.
Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap

9
peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan
bakteri tahan asam atau basil tahan asam.(12)
Apabila seseorang terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan
berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja,
menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal
serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Jaringan yang paling sering
diserang pada penyakit ini adalah paru – paru (95,5%). Cara penularan melalui
ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada
waktu batuk butir – butir air ludah beterbangan di udara dan terhisap oleh orang
yang sehat dan masuk kedalam paru – parunya yang kemudian menyebabkan
penyakit tuberkulosis paru (TB paru).(10)
Mycobacterium Tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun
dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun – tahun dalam lemari es.
Kuman dapat berada dalam sifat dormant (tidur). Pada saat ini kuman tersebut
suatu saat dimana keadaan memungkinkan untuk berkembang, kuman ini dapat
bangkit kembali. Tanda – tandanya seperti di bawah ini:
 Batuk berdahak lebih dari dua minggu
 Batuk mengeluarkan datah atau pernah mengeluarkan darah
 Dada terasa sesak atau nyeri
 Terasa sesak saat bernafas
(10)
Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit tubercukosis paru adalah
mulai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya
berkisar antara 4 – 12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada pulmonair progresif
dan ekstrapulmonar, tuberkulosis biasanya memakan waktu lebih lama sampai
beberapa tahun.(11)
Beberapa kasus tanpa pengobatan atau dengan pengobatan tidak
adekuat mungkin akan terjadi kumat – kumatan dengan sputum positif selama
beberapa tahun. Tingkat atau derajat penularan tergantung kepada banyaknya
basil tuberkulosis dalam sputum, vilurensi atas basil dan peluang adanya
pencemaran udara dari batuk, bersin dan berbicara keras secara umum.
Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk. Kepekaan
tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir usis 12 – 13
tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua.(12)

10
6.1.4 Morfologi dan identifikasi Mycobacterium Tuberkulosis
1. Bentuk
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok
dengan ukuran 0,2-0,4x 1-4um. Perwarnaan Zheil-Neelsen dipergunakan untuk
identifikasi bakteri tahan asam.(11)
2. Penanaman
Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu
bahkan kadang-kadang setelah 6-8 minggu.Suhu optimum 370C, tidak tumbuh
pada suhu 250C atau lebih dari 400C.medium padat yang biasa dipergunakan
adalah Lowenstain-Jensen. PH optimum 6,4-7,0.(11)
3. Sifat-sifat
Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 60C selama 15-20
menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2
jam.Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.Basil yang berada dalam percikan
bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat
hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dalam suhu 200C selama 2
tahun. Mycobakterium tahan terhadap berbagai chemicalia dan disinfektan
antara lain : phenol 5%, asam sulfat 15% ,asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini
dihancurkan oleh yodium tincture dalam 5 menit, dengan alcohol 80% akan
hancur dalam 2-10 menit(11)

6.1.5 Identifikasi Bakteri Tuberkulosis dengan Pemeriksaan Laboratorium


1. Bahan Pemeriksaan
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu
pengambilan , tempat penampungan, waktu penyimpanan dan cara pengiriman
bahan pemeriksaan. Pada pemeriksaan laboratorium tuberculosis ada beberapa
macam bahan pemeriksaan yaitu(1):
 Sputum (dahak), harus benar-benar dahak, bukan ingus dan juga bukan
ludah. Paling baik adalah sputum pagi hari pertama kali keluar. Kalau
sukar dapat sputum yang dikumpulkan selama 24 jam (tidak lebih 10 ml).
tidak dianjurkan sputum yang dikeluarkan ditempat pemeriksaan.
 Air kemih, urin pagi hari, pertama kali keluar, merupakan urin pancaran
tengah. Sebaiknya urin kateter.
 Air kuras lambung, umumnya anak – anak atau penderita yang tidak dapat
mengeluarkan dahak. Tujuan dari kuras lambung untuk mendapatkan

11
dahak yang tertelan. Dilakukan pagi hari sebelum makan dan harus cepat
dikerjakan. Bahan – bahan lain, misalnya nanah, airan cerebrospinal,
cairan pleura, dan usapan tenggorokan.
2. Cara pemeriksaan laboratorium
a. Mikroskopik, dengan pewarnaan ziehl – neelsen dapat dilakukan identifikasi
bakteri tahan asam, dimana bakteri akan terbagi menjadi dua golongan :
 Bakteri tahan asam, adalah bakteri pada pengecatan ZN tetap
mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan alcohol,
sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Di bawah mikroskop
tampak bakteri berwarna merah dengan warna biru muda.
 Bakteri tidak tahan asam, dalah bakteri yang pada pewarnaan ZN,
warna pertama, yang diberikan dilunturkan oleh asam dan alcohol,
sehingga bakteri akan mengikat warna kedua. Dibawah mikroskop
tampak bakteri berwarna biru tua dengan dasar biru yang lebih
muda.
b. Kultur (biakan) Media yang biasa dipakai adalah media padat Lowestain
Jensen. Dapat pula Middlebrook JH 11, juga suatu media padat. Untuk
perbenihan kaldu dapat dipaki Middlebrook JH9 dan JH 12.
c. Uji kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti tuberculosis, tujuan dari
pemeriksaan ini, mencari obat-obatan yang poten untuk terapi penyakit
tuberkulosis.
(11)

6.1.6 Pencegahan Penyakit TBC-Paru


Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan
petugas kesehatan(1)

6.1.6.1 Pengawasan penderita, Kontak dan Lingkungan


1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk
dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan terhadap bayi
harus diberikan vaksin BCG
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat penyakit
yang ditimbulkannya

12
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC pengobatan rawat inap di rumah sakit hanya bagi penderita
yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alas an – alasan social ekonomi dan medis
untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5. Dis – infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tidakan pencegahan bagi orang-orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang
positif tertular.
7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengan foto rotgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini
negative, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TB aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obatan kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya kebal terhadap obat-obatan dengan pemeriksaan penyelidikan
oleh dokter.
(13)
6.1.6.2 Tindakan Pencegahan
1. Status social ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit,
seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana – sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspek gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi
penderita, kontak, suspek, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksisnasi, diberikan pertama – tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian
pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong
sapi, dan pasteurisasi air susu sapi.

13
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara
yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan
sebagainya
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru
8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita,
petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontegn.
9. Pemeriksaan foto rontegn pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.
(14)
6.1.7 Pengendalian, Pengobatan dan Penyuluhan yang dilaksanakan Pada
Penderita TBC
6.1.7.1 Pengendalian Penderita Tuberkulosis
1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat
kerja penderita
2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap
teratur menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita
yang lain. Disamping itu agar menunjuk seorang pengawas pengobatan
dikalangan keluarga
3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita
dan menunjukan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati
kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat.
(14)
6.1.7.2 Pengobatan Penderita Tuberkulosis
1. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk
menjalani pengobatan di puskesmas
2. Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek dirumah bagi
penderita secara darurat atau karena jarak tempat tinggal penderita
dengan puskesmas cukup jauh untuk bisa berobat secara teratur
3. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita
dibawa ke puskesmas
(14)

6.1.7.3 Penyuluhan Penderita Tuberkulosis

14
1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya
secara berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui
tatap muka, ceramah dan massa media yang tersedia diwilayahnya,
tentang cara pencegahan TB-paru
2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat,
sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit.
3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita
agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran
penyakit kepada orang lain.
4. Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan
lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat
5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada
yang mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru
6. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit
TB paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan
disembuhkan seperti halnya penyakit lain.
7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.
(15)

6.1.8 Program Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia


Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi memlalui Balai
pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP-4).Sejak tahun 1969 penanggulangan
dilakukan secara nasional melalui puskesmas.Obat anti tuberculosis (OAT) yang
digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomosin selama satu
sampai dua tahun.Para amino acid (PAS) kemudian diganti dengan
Pirazinamid.Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri
dari INH, Rifampisin dan Ethambutol selama 6 bulan.Sejak tahun 1995, program
nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan strategi DOTS yang di
integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Di Indonesia, TB masih
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat(10)
Indonesia sampai saat ini, merupakan Negara dengan pasien TB
terbanyak ke 3 dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di
Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Tahun 1995, hasil

15
survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian nomer 3 setelah penyakit kardiovaskular dan
penyakit saluran pernafasan pada kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan
penyakit infeksi. Sampai tahun 2005, program penanggulangan TB dengan
strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara RS dan BP-4/RSP baru
sekitar 30%.(10)
6.1.8.1 Kebijakan
a) Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan
desentralisasi dengan kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga,
sarana, dan prasarana)
b) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
c) Penguatan kebijakan utnuk meningkatkan komitmen daerah terhadap
program penanggulangan TB
d) penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya MDR-TB
e) Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB
dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi
puskesmas rumah sakit
f) Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai pengobatan
penyakit Paru-paru (BP4), klinik pengobatan lain serta dokter praktek
swasta (DPS).
g) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja
sama dan kemitraan dengan program terkait, sector pemerintah, non
pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan TB (Gerdunas TB)
h) Peningkatan kemampuan laboratorium di berbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.
i) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan
kepada pasien secara Cuma-Cuma dan dijamin ketersediaannya.
j) Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang
memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

16
k) Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan terhadap TB
l) Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
m) Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam millennium
Develpoment Goals (MDGs)
(10)
6.1.8.2 Strategi
a) peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin
ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu
prioritas
b) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu
dilaksanakan secara bertahap dan sistematis
c) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui
kegiatan advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial
d) Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan
bantuan sumber daya.
e) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervise,
pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan
(10)

6.1.8.4 Analisa Hasil Pencatatan dan Pelaporan pada Tuberkulosis


a. Angka Jaringan suspek
Angka penjaringan suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa
dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1
tahun.Angka ini digunakan untuk mengetahui akses pelayanan dan upaya
penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan
kecenderungannya dari waktu ke waktu.(10)
Rumus :

Jumlah suspek yang diperiksa dahak


X 100.000
Jumlah penduduk

Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek
(TB.06).UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah
sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.(10)
17
b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara suspek
Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara suspek adalah persentase
pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa
dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. (10)
Rumus :

Jumlah pasien TB BTA Positif yang ditemukan


X 100%
Jumlah seluruh suspek yang diperiksa

Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan oleh :
- Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi
criteria suspek, atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negative palsu)
Bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan :
- Penjaringan terlalu ketat atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).
(10)
c. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara semua pasien TB Paru
Tercatat
Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara semua pasien TB Paru
Tercatat adalah persentase pasien Tuberkulosis paru BTA Positif diantara semua
pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas
penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien
Tuberkulosis paru yang diobati.(DEPKES RI,2006)
Rumus :

Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%.Bila angka ini jauh lebih
rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas
untuk menemukan pasien yang menular (Pasien BTA Positif).(10)

18
d. Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB
Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB adalah presentase
pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.(DEPKES
RI,2006)
Rumus :
Jumlah Pasien TB Anak (<15 tahun) yang ditemukan
X 100%
Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat

Angka ini sebagai salah satu indicator untuk menggambarkan ketepatan


dalam mendiagnosis TB pada anak.Angka ini berkisar 15%.Bila angka ini terlalu
besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.(10)
e. Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah presentase pasien TB paru BTA Positif yang
mengalami konversi menjadi BTA negative setelah menjalani masa pengobatan
intensif.Angka konversi dihitung tersendiri untuk tiap klasifikasi dan tipe pasien,
BTA positif baru dengan pengobatan kategori-1, atau BTA positif pengobatan
ulang dengan kategori-2. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat
kecenderungan keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui apakah
pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar(10)
Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien TB baru BTA positif :

Jumlah pasien TB baru BTA positif yang konversi


X 100%
Jumlah pasien TB baru BTA positif yang diobati

Di UPK, indicator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan
cara me-review seluruh kartu pasien BTA psotif yang mulai berobat dalam 3-6
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil
pemeriksaan dahak negative, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Di tingkat
kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB11.(10)
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. Angka konversi yang
tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Selain dihitung
angka konversi pasien baru TB paru BTA positif, perlu dihitung juga angka
19
konversi untuk pasien TB paru BTA positif yang mendapat pengobatan kategori
2.(10)
f. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien
TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien
TB BTA positif yang tercatat.Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk pasien
baru BTA positif yang mendapat pengobatan kategori 1 atau pasien BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2.Angka ini dihitung untuk mengetahui
keberhasilan program dan masalah potensial.(10)
Rumus:
Jumlah pasien baru BTA positif yang sembuh
X 100%
Jumlah pasien baru BTA positif yang diobati

Di UPK, indicator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.0.1, yaitu dengan
cara me-review seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam
9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh,
setelah selesai pengobatan. DI tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini
dengan mudah dapat dihitung dari laporan TB.08.Angka minimal yang harus
dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui
keberhasilan pengobatan(10)
Bila angka kesembuhan lebih rendah dari 85%, maka harus ada informasi
dari hasil pengobatan lainnya, yaitu berapa pasien yang digolongkan sebagai
pengobatan lengkap,default (drop out atau lalai), gagal, meninggal, dan pindah
keluar. Angka default tidak boleh lebih dari 10%, sedangkan angka gagal untuk
pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada
masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang
sudah ada masalah resistensi obat.(10)

20
g. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)
Adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan
disbanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah
tersebut. Case Detction Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru
BTA positif pada wilayah tersebut.(DEPKES RI,2006)
Rumus :

Jumlah pasien TB baru BTA Positif yang dilaporkan


X 100%
Perkiraan umlah pasien TB baru BTA positif

Target Case Detection Rate Program Penanggulangan TB Nasional minimal


70%.(10)

h. Angka Keberhasilan Pengobatan


Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase TB BTA
positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan
lengkap) diantara pasoen TB BTA positif yang tercatat.Dengan demikian angka
ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan
lengkap.(10)

6.2 Analisis Solusi Pemecahan Masalah Kesehatan


Surveilansmerupakankegiatanpemantauanberkesinambunganterhadapbeber
apa indikator untukdapatmelakukandeteksidiniadanyamasalah kesehatan yang
mungkintimbul agar dapatmelakukantindakanatauintervensisehinggakeadaan
yang lebihburukdapatdicegah. Manfaat dari pemantauanantaralain :
1. Mengetahuiluasdanberatnyamasalahpadasituasiterakhir
2. Mengetahuidaerah yang harusmendapatprioritas
3. Memperkirakankebutuhansumberdaya yang diperlukanuntukintervensi
4. Mengetahui target sasaran yang paling tepat
5. Mengevaluasikeberhasilan program
Dalam konteks penanganan TB, maka surveilans memegang peranan yang
penting. Karena dengan adanya surveilans penderita TB, maka sudah
merupakan langkah awal dalam kegiatan program penanggulangan TB. Di

21
samping itu, penemuan dan menyembuhkan pasien TB yang menular di
masyarakat sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang
paling efektif di masyrakat. (10)
Sebelum melakukan intervensi di masyarakat, baik berupa penyuluhan
kesehatan ataupun kegiatan lain yang melibatkan masyarakat, maka perlu
dipersiapkan metode intervensi yang akan digunakan, analisis situasi, dan
memilih masalah yang menjadi prioritas. Dalam proses persiapan ini juga
diperlukan adanya suatu alternatif pemecahan permasalahan. Pencarian
alternatif pemecahan masalah ini berguna sebagai pertimbangan metode trerbaik
yang akan digunakan dalam intervensi. (10)
Penentuan akar permasalahan yang ada dalam terjadinya masalah berupa
rendahnya cakupan CDR TB di Kecamatan Dau terlebih dahulu dilakukan,
dengan tujuan untuk menentukan intervensi apa yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Akar-akar permasalahan, kami dapatkan
dengan cara mengolah data primer yang diperoleh dengan cara melakukan
survei dan kunjungan ke rumah-rumah warga RW.03 Dusun Rambaan, Desa
Landungsari, sebagai daerah sasaran dimana program akan dijalankan.
Pengumpulan data primer dilakukan selama beberapa hari. Setelah proses
pengumpulan dilakukan, data selanjutnya dianalisa dan disimpulkan dalam
bentuk diagram fishbone. Diagram fishbone menunjukkan akar permasalahan
serta hubungan antar akar permasalahan masalah yang diperoleh Akar-akar
permasalahan yang kami peroleh sebagian besar merupakan faktor dari manusia
(baik warga atau kader) berupa kurangnya penyuluhan serta pelatihan bagi
kader dan warga, tentang TB itu sendiri dan faktor lain yang berpengaruh (cara
batuk dan membuang dahak).
Mengingat beban masalah TB yang tinggi, maka dalam penanganannya bisa
memerlukan bantuan dari mitra kerja yang telah dipilih. Mitra kerja yang ditunjuk
diharapkan bisa meneruskan program penanggulangan TB. Mitra yang dipilih
bisa melibatkan segala aspek sosial dalam masyarakat, mulai dari organisasi
pemerintahan sampai dengan masyarakat biasa. (10)
Program yang kami lakukan adalah dengan memaksimalkan peranserta
masyarakat dalam peningkatan jumlah penderita TB baru dengan BTA
(+).Dengan memberikan pengetahuan dasar tentang penyakit TB, serta gejala
klinis orang – orang yang dicurigaimenderitapenyakit TB.Setelah diberikan
penyuluhan diharapkan warga menjadi aktif untuk mencari suspek – suspek TB

22
di lingkungan sekitarnya dan membawanya ke Puskesmas untuk dilakukan
pemeriksaan .
Pemilihan metode promosi kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
waktu, lingkungan, sasaran, target, serta outcome yang ingin dicapai. Faktor-
faktor yang berpengaruh dalam intervensi yang kami lakukan kali ini antara lain,
adanya keterbatasan waktu, besarnya lingkup sasaran intervensi, jumlah kader
kesehatan yang minim dan terbatas, serta faktor lingkungan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kami memilih metode pelatihan dan
penyuluhan mengenai TB dalam promosi kesehatan dengan konsep PEKAT-
WALANG SANGIT (Penyuluhan dan Pelatihan Kader anti-TB demi mewujudkan
Warga Landungsari yang sadar dan ingat TB).Promosi kesehatan yang
dilakukan, dikemas dalam bentuk yang menarik agar mudah dimengerti oleh
sasaran. Promosi kesehatan yang dilakukan disampaikan dengan bahasa yang
mudah dimengerti, disertai dengan pemutaran video-video, kuis interaktif dengan
peserta, pemberian hadiah dan doorprize, pelatihan dan peragaan yang
langsung kami lakukan bersama-sama dengan peserta
Cakupan CDR (Case Detection Rate)-TB yang rendah di Kecamatan Dau
dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu rendahnya pengetahuan warga
tentang TB yang nantinya akan menyebabkan kurangnya kesadaran warga untuk
berobat, adanya warga yang berobat ke pusat kesehatan lain (Rumah
Sakit/Dokter Umum), serta asumsi jumlah penderita TB yang rendah.
Dari ketiga faktor di atas, kami mengangkat permasalahan mengenai
rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB. Hal ini dibuktikan
dengan hasil survei yang telah dilakukan, dimana 95% warga memiliki
pengetahuan yang kurang tentang TB.
Intervensi yang dilakukan memiliki sasaran utama warga RW 03, Dusun
Rambaan, Desa Landungsari Kecamatan Dau. Selama intervensi yang
dilakukan, kami mengalami beberapa kendala di lapangan. Kendala-kendala
tersebut kebanyakan disebabkan karena keterbatasan waktu. Waktu yang
memungkinkan untuk dilakukannya penyuluhan adalah mengikuti kegiatan warga
dengan harapan kehadiran dapat memenuhi target. Kegiatan warga yang diikuti
hanya berupa kegiatan ibu-ibu PKK yang rutin diadakan setiap minggu, sehingga
intervensi hanya dapat dilakukan kepada ibu-ibu.
Selain itu, hambatan lain yang ditemui adalah kesulitan untuk melakukan
intervensi dengan cakupan yang lebih besar. Sehingga kami harus melakukan

23
intervensi di beberapa tempat yang berbeda dengan materi yang sama agar bisa
mencapai target sasaran minimal. Munculnya kendala ini disebabkan beberapa
hal, antara lain adanya konflik internal antar warga, sehingga menyulitkan kami
untuk
Keberhasilan program intervensi ini bisa dilihat dari peningkatan nilai post
test yang diraih dan dibandingkan dengan nilai pre test serta antusiasme warga
selama mengikuti program penyuluhan. Hasil nilai post test yang meningkat
dibandingkan dengan nilai pre test dapat mencerminkan pengetahuan yang telah
didapat setelah mengikuti kegiatan penyuluhan. Antusiasme warga dapat diukur
melalui jumlah warga yang hadir dan juga tingkat partisipasi peserta selama
waktu penyuluhan.
Berdasarkan tingkat keberhasilan yang ada, dapat disimpulkan bahwa
kegiatan yang telah dilakukan cukup berhasil.

24
BAB III
Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan studi deskriptif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian : Kecamatan Kepanjen kidul
2. Waktu Pelaksanaan : Bulan Juli-Agustus 2017

C. Subjek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir penerapan
hasil penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2002). Populasi target dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang mempunyai anak dibawah satu
tahun dan ibu hamil trisemester 3 pada setiap posyandu.

2. Target Populasi
Subjek penelitian adalah ibu dengan anak usia dibawah 1 tahun dan ibu
hamil trisemester 3. Teknik pengambilan sampling posyandu adalah
convinience yaitu dengan memilih sampel tergantung kedatangan.

D. Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi subyek penelitian:
a. Ibu yang memiliki bayi usia 1 tahun kebawah.
b. Ibu hamil trisemester 3
Kriteria Eksklusi subyek penelitian:
a. Ibu yang menderita gangguan kejiwaan
b. Ibu yang menitipkan anaknya kepada pengasuh

E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini yaitu:
a. Variabel Independent : tingkat pengetahuan ibu.
b. Variabel dependent : perubahan pengetahuan dalam partisipasi imunisasi

25
F. DEFINISI OPERASIONAL
Tingkat Pengetahuan Ibu adalah pengetahuan tentang pengertian
imunisasi, manfaat imunisasi, apa saja lima imunisasi dasar, jadwal imunisasi,
tempat imunisasi, penyakit yang dapat dicegah, efek samping imunisasi,
bagaimana bila imunisasi tertunda, imunisasi dasar diberikan secara gratis oleh
pemerintah, pandangan ibu terhadap imunisasi.
Penilaian tingkat pengetahuan ibu dinilai dengan menggunakan kuesioner
dengan skala pengukuran ordinal. Kuesioner tersebut diberi skor atau nilai
jawaban masing-masing dengan sistem penilaian 1 untuk jawaban benar dan 0
untuk jawaban salah . Pengetahuan dikategorikan menjadi 3 tingkat yaitu:

1. Pengetahuan baik jika > 80% jawaban benar


2. Pengetahuan cukup jika 60-80% jawaban benar
3. Pengetahuan kurang jika < 60% jawaban benar

G. INSTRUMEN PENELITIAN.
Alat ukur penelitian menggunakan kuesioner. Tujuan pokok pembuatan
kuesioner adalah memperoleh hasil relevan dengan tujuan penelitian
memperoleh informasi dengan realita dan validitas setinggi mungkin.
Kuesioner yang digunakan tertuang dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1 . Kuesioner Instrumen Pengukuran Tingkat Pengetahuan Subjek


Penelitian terhadap TB dan Vaksin BCG.
1. Apakah anda sudah pernah mengetahui tentang vaksin TB sebelumnya?

a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu
sama sekali sama sekali sama sekali sama sekali sama sekali

2. Menurut anda apakah Vaksin TB itu penting?

a. Tidak penting a. Tidak penting a. Tidak penting a. Tidak penting a. Tidak penting

3. Menurut anda apakah penyakit TB bisa dicegah?

a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu

4. Menurut anda apakah penyakit TB bisa diobati?

a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu a. Tidak tahu

5. Pada usia berapa anak mulai diberikan Vaksin TB?

a. Mulai lahir hingga usia 2 bulan

b. Mulai lahir hingga usia 3 bulan

c. Mulai lahir hingga usia 4 bulan

26
H. Alur Penelitian

Partisipan Pretest In

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian.

I. Jadwal Penelitian

Juli-
Juli September Oktober
No Nama Kegiatan Agustus
2017 2017 2017
2017
Pembuatan proposal
1. X
penelitian

2. Pengambilan Data X

Proses Intervensi
3. X
Asesment 1
Proses Intervensi
4. X
Asesmen 2
Proses Intervensi
3. X
Asesmen 3
Menghitung dan
4. X
menganalisis data

5. Presentasi hasil penelitian X

27
28
BAB IV
HASIL STUDI

A. Data Hasil Studi


Pada penelitian ini dilakukan pada 90 responden yang merupakan wakil
dari ibu bayi dan ibu hamil di Kecamatan Waru, Kota Blitar, Jawa Timur.
Penelitian dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner dan wawancara
terhadap 90 responden, adapun informasi yang diambil dalam penelitian ini
adalah berupa pendidikan dan pekerjaandari responden dan informasi tentang
pengetahuan pada ibu bayi dan ibu hamil tentang imunisasi hepatitis B pada
anak.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan N %
Tamat SD 3 3,33
Tamat SMP 22 24,4
Tamat SMA 57 63,3
Tamat S1/… 8 8,88
Total 90 99,91

Tabel 4.1 menjelaskan mengenai distribusi responden berdasarkan


pendidikan. Responden yang mempunyai riwayat yang tamat SD sebanyak 3
orang dengan prosentase (3,33%), tamat SMP 22 orang (24,4%), tamat SMA 57
orang (63,3%), tamat S1 sebanyak 8 orang (8,88%). Responden dengan tingkat
pendidikan SMA paling dominan.

Faktor pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan responden terhadap


pentingnya imunisasi, sehingga akan mempengaruhi respon ibu dalam
memberikan imunisasi yang lengkap terhadap anaknya. Data yang kedua adalah
distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini.

29
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan n %
Petani 0 0
Ibu Rumah Tangga 76 84,4
PNS 1 1,11
Swasta 13 14,4
Total 90 99,91

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan.


Responden dengan pekerjaan petani sebanyak 0 orang (0%), ibu rumah tangga
sebanyak 76 orang (84,4%), PNS sebanyak 1 orang (1,11%) dan swasta
sebanyak 13 orang (14,4%). Responden dengan jenis pekerjaan paling dominan
adalah ibu rumah tangga dengan prosentase 84,4%.

Tabel 4.3 Distribusi Umur Responden


Umur Ibu n %
≤ 20 tahun 3 3,33
20-30 tahun 35 38,8
≥ 30 tahun 52 57,7
Total 90 99,83

Tabel 4.3 menunjukkan distribusi umur ibu dan ibu hamil yang digunakan
sebagai responden, dimana ibu yang berumur ≤ 20 tahun sebanyak 3,33 %, ibu
yang berumur 20-30 tahun sebanyak 38,8 % dan yang paling dominan pada
responden adalah ibu yang berumur >30 tahun sebanyak 57,7 %.

Tabel 4.4 Pengetahuan Responden Tentang Imunisasi (Pre-Intervensi)

Tingkat Pengetahuan n %
Baik 3 8,88
Cukup 68 34,4
Kurang 51 56,6
Total 90 100

Tabel 4.4 menunjukkan pengetahuan responden tentang pentingnya


imunisasi (pre-intervensi). Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
yang baik tentang imunisasi sebanyak 8 orang dengan prosentase 8,88%.
Responden yang mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang imunisasi
30
sebanyak 31 orang dengan prosentase 34,4%. Responden yang mempunyai
pengetahuan yang kurang sebanyak 51 orang dengan prosentase sebanyak
56,6%. Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa responden lebih banyak
yang mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang tentang imunisasi.

Kemudian setelah dilakukan intervensi pada responden, yaitu berupa


penyuluhan, pembagian leaflet, dan tanya-jawab kepada responden tentang
imunisasi didapatkan data peningkatan pengetahuan dan perilaku ibu dalam
mengimunisasikan anak. Berikut ini adalah tabel tingkat pengetahuan responden
tentang imunisasi (post-intervensi).

Tabel 4.5 Pengetahuan Responden Tentang Imunisasi (Post-Intervensi)


Tingkat Pengetahuan n %
Baik 34 37,7
Cukup 32 35,5
Kurang 24 26,6
Total 90 100
Tingkat Pengetahuan N %

Tabel 4.5 menunjukkan pengetahuan responden tentang pentingnya


imunisasi (post-intervensi). Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
yang baik tentang imunisasi sebanyak 34 orang dengan prosentase 37,7%.
Responden yang mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang imunisasi
sebanyak 32 orang dengan prosentase 35,5%. Responden yang mempunyai
pengetahuan yang kurang sebanyak 24 orang dengan prosentase sebanyak
26,6%. Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa terjadi peningkatan
pengetahuan responden, lebih banyak yang mempunyai tingkat pengetahuan
yang baik tentang imunisasi dibandingkan sebelum dilakukan intervensi. Output
dari mini proyek ini adalah meningkatnya jumlah balita yang diimunisasi di
Kecamatan kepanjen Kidul.

31
Bab V
Pembahasan

Pada mini proyek ini, peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian
tentang peningkatan pengetahuan sehingga tercipta perubahan perilaku
masyarakat terhadap imunisasi. Penilaian terhadap perilaku tidak mudah
dilakukan karena membutuhkan penelitian yang sifatnya berkelanjutan.Perilaku
merupakan bentuk suatu hal yang bukan hanya dari pengetahuan saja,
melainkan banyak hal seperti adat, kebiasaan, pola pikir, pengalaman dan lain-
lain. Sedangkan pengetahuan itu sendiri merupakan hal yang dapat dipelajari
dan dimodifikasi.

Hasil penelitian ini diperoleh dari data yang berupa kuesioner tentang
tingkat pengetahuan ibu. Peneliti menggunakan metode ini karena tingkat
pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang.Tingkat pengetahuan tentang imunisasipada ibu bayi dan ibu hamil di
masyarakat merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui bagaimana ibu
bayi dan ibu hamilmenyadari pentingnya imunisasi pada anak, selain itu tingkat
pengetahuan juga dapat mengetahui respon dari suatu keluarga dalam
memberikan imunisasi pada anak.
Prosedur penelitian ini adalah ibu-ibu di posyandu yang memiliki anak balita
dibawah 1 tahun dibagikan kuesioner untuk dijawab kemuadian hasil jawaban di
skoring untuk dikategorikan ke dalam tingkat pengetahuan.Kuesioner yang
digunakan merupakan kuesioner yang telah diuji validitasnya. Bagi ibu yang tidak
dapat membaca maka pengisian kuesioner dipandu oleh dokter internsip atau
petugas yang bersangkutan.
Berdasarkan data hasil penelitian sebelum dilakukan intervensi, di
Kecamatan Kepanjen Kidul didapatkan data hanya 8,88% ibu yang mempunyai
tingkat pengetahuan baik selebihnya 56,6 % tingkat pengetahuan ibu kurang
dan 34,4% cukup. Hal ini menandakan, kurangnya pengetahuan dan
pemahaman tentang imunisasi di kalangan masyarakat setempat.Beberapa ibu
membawa anaknya ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi tanpa tahu
manfaat dan efek samping dari imunisasi itu sendiri.

Kegiatan intervensi yang dilakukan selama penelitian adalah edukasi setiap


posyandu, menyebar leaflet, dan melatih kader posyandu. Tentu saja hal ini tidak

32
mungkin dilakukan sekali atau dua kali. Setelah dilakukan intervensi pada
responden, yaitu berupa penyuluhan, pembagian leaflet, dan tanya-jawab
kepada responden tentang imunisasi didapatkan bahwa terjadi peningkatan
pengetahuan dan perilaku ibu dalam mengimunisasikan anak. Persentase
responden post intervensi yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
tentang imunisasi meningkat menjadi 37,7%. Hasil ini terbilang baik karena
dengan latar belakang para ibu yang masih SMA, materi dapat diserap dengan
baik. KEdepan dapat memebrikan wawasan lebih lanjut tentang pengertian dan
pencegahan TB.

33
BAB VII
KESIMPULAN dan SARAN

7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari laporan mini projek ini adalah:
1. Terdapat peningkatan pengetahuan Ibu sebagai target populasi tentang
Imunisasi BCG dan penyakit TB di kecamatan Kepanjen Kidul.
2. Terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 31% pada kelompok ibu dengan
pengetahuan kurang, 36% pada kelompok Cukup, dan 31% pada kelompok Baik.

7.2 Saran

Saran kedepan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan mini projek


ini adalah:
1. Perlu diadakan penyuluhan lebih rutin dengan skala panjang untuk
memaksimalkan retensi pengetahuan.
2. Perlu diadakan pengujian retensi pengetahuan pada subjek.
3. Perlu dilakukan evaluasi dampak peningkatan pengetahuan pada subjek
penelitian.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis. s.l. : Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, 2011.

2. Profil Puskesmas Dau Tahun 2011. Malang : Dinas Kesehatan Kabupaten


Malang, 2011.

3. Tuberculosis. [Online] 2016. [Cited: Oktober 5, 2017.]


http://who.int/tuberculosis/.

4. Stalker, Peter.Millenium Development Goals. New York : United Nation


Development Programs, 2015.

5. Program Pengendalian Penyakit Menular di jawa Timur. s.l. : Dinas Kesehatan


Provinsi Jawa Timur, 2016.

6. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Puskesmas Kepanjen Kidul


Periode Januari-September 2016. Blitar: Dinas Kesehatan Kota Blitar, 2012.

7. Profil Kesehatan Kota Blitar. Blitar: DInas Kesehatan Kabupaten Malang,


2012.

8. Profil Kecamatan Kepanjen KIdul. Blitar : DInas Pertahanan Kota Blitar, 2011.

9. Sakaran, Uma.Research Method For Business. 4. Jakarta : PT. Salemba,


2006.

10. Trochem, Will. Probability Sampling. [Online] 2006. [Cited: Oktober 5, 2012.]
http://socialreasearchmethods.net.

11. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, 2015.

12. TUBERKULOSIS : Pedoman Penatalaksanaan dan Diagnosis di Indonesia.


Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2015.

13. Mario C Raviglione, Richard J. O'Brien. Tuberculosis. [book auth.] Dennis


L. Kasper, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, J. Larry
Jameson, Joseph Loscalzo Anthony S. Fauci. Harrison's Principle of Internal
Medicine. 17. New York : Mc Graw Hills, 2008, 158.

14. Windriyani, Anita.Program Penanggulangan TB di Puskesmas. Jakarta :


s.n., 2007.

15. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota


Palu, Sulawesi Tengah. Rye, Awusi. 2, Yogyakarta : Dinas Kesehatan Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2009, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25.

35
16. Munif, Arifin. Pemberantasan TB Paru . [Online] [Cited: Oktober 5, 2017.]
http://helping people ideas.com/publichealth/index.php/2012/09/pemberantasa-
tb-paru/..

17. Permatasari, Amira.Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.


Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, 2009.

36

You might also like